[[ NOBLESSE MANHWA FANFICTION ]]
.
~SERIES : LETS TALK ABOUT LOVE~
.
Edisi Kedua
.
.
Judul : JOMBLO ABADI? Impossible!
Author:Amethystein
Tema:Romance/Parody
Boleh Dibaca Oleh : Remaja (Umur 13+)
.
Disclaimer:| Noblesse © Jeho Son & Kwangsu Lee | LINE © Naver | Facebook © Mark Zuckerberg |
[[ Jomblo Abadi © Amethystein ]]
.
Ringkasan : Frankenstein telah menjomblo selama lebih dari 1000 tahun. Wajah tampan dan tubuh atletis ternyata bukan jaminan hidup penuh cinta. Apakah takdirnya adalah menjadi jomblo seumur hidup?/ "Yang benar saja kau Author! *sweatdrop*"—protes Si Blonde pada penulis/ Pstth~ apa sebenarnya alasan Frankenstein menjomblo selama itu? Penasaran? Baca dan ikuti kisahnya! / "Kalian ingin tahu kisah cinta terselubung Frankenstein? Hmph~ ikuti kata-kata Author berimajinasi liar ini, ahaha~ *eyesmile*"
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Memuat…
1%...
50%...
99%...
100%...
.
.
PERINGATAN : Cerita ini hanya fiktif belaka dan murni imajinasi Si Author. Tidak ada kaitannya dengan cerita asli manhwa, hanya sebuah imajinasi liar seorang fans. Maaf jika ada salah ketik di beberapa kata. EYD yang buruk, dan segala kesalahan lain yang silahkan anda temukan sendiri, pfth. /huh?/. Well tolong dimaklumi, dan jangan lupa tinggalakan komentar (review), kesan, saran, pendapat, serta kritik yang membangun.I Love You "Noisy Readers" (readers yang hobi meninggalkan komentar panjang tentang pendapatnya usai membaca sebuah cerita)
.
SIAP UNTUK MEMBACA?
Okay~ Lets Go!
.
[[STORY START]]
[Tolong dibaca pelan-pelan]
.
Wajah tampan. Tubuh atletis. Pekerjaan yang mapan. Harta berlimpah. Muda. Ramah pada banyak orang. Selalu tersenyum dengan sangat tulus dengan eyesmile khasnya. Itu daya tarik seorang lelaki bukan? Jika dipikir-pikir, Si Blonde ini sudah mendekati kata perfect boyfriend jika kita kesampingkan kepribadian terselubungnya. Namun melajang selama hampir seribu tahun, apa alasannya? Apa masalahnya? Hmm…_Amethystein.
Tap
Tap
Tap
Frankenstein melangkah menuruni tangga. Dia menekan tombol saklar otomatis untuk menyalakan lampu di sepanjang tangga, satu per satu lampu menyala seiring langkahnya yang semakin turun. Ruangan yang remang dan merupakan ruangan yang tak pernah ditampilan dalam manhwa Noblesse. Dan juga ruangan yang sudah sangat lama tidak Frankenstein kunjungi. Ruangan yang—
LEB!—gelap.
"Jangan main-main. Aku bisa terjatuh dari tangga jika kau matikan lampunya," Frankenstein bicara sendiri di lorong tangga yang menurun itu. Langkahnya terhenti ketika lampu otomatis yang sebelumnya dia nyalakan mati mendadak.
SRSHHH~
Menyala. Bukan—Bukan lampunya yang menyala, namun cahaya lain. Di ujung bawah lorong menurun itu, Frankenstein menangkap siluet sebuah lilin kecil yang menyala. Cahayanya redup namun cukup untuk menuntun Frankenstein turun hingga anak tangga yang paling dasar.
Tap
Sampai sudah di ujung tangga, dan sekarang dia berada di ruangan gelap yang hanya ada satu lilin yang menyala sendiri. Frankenstein melangkah lebih dekat. Ini adalah ruang bawah tanah rumahnya, sebenarnya sudah Ia desain dengan banyak lampu agar terang. Namun sepertinya yang tinggal di ruang bawah ini tak menyukai apa yang dilakukan Frankenstein dan lebih suka mematikan lampunya. Sama seperti saat ini. Saat Frankenstein datang mengunjunginya lagi usai ratusan tahun lamanya, kegelapan selalu lebih dipilih oleh penghuni ruangan yang tak pernah diketahui orang kecuali Frankenstein sendiri ini.
"Sudah lama. Namun, kau belum juga berubah. Kau masih mencintai kegelapan." Frankenstein bicara sendiri, yang lebih terlihat seperti dia tengah bicara pada Si Lilin Kecil yang ada di atas meja bundar di ruang bawah tanah ini.
Tak ada sahutan ataupun jawaban. Frankenstein tersenyum dalam gelap. Penglihatannya menerawang, meski kemanapun Frankenstein menoleh, yang ia lihat hanya sama-samar bayangan barang-barang yang ada di ruangan ini yang kebetulan masih bisa disinari oleh lilin yang sebentar lagi akan habis batangnya. Seperti mencari sesorang, Frankenstein menoleh kesana kemari. Namun sosok yang dimaksudnya belum juga bisa ia lihat.
"Hmph. Apa kau marah padaku karena baru menemuimu lagi usai kejadian itu? Kau tetap mau diam dan tidak memberiku ucapan selamat datang? Apa kau tidak merindukanku heh?" Pertanyaan bertubi-tubi yang Frankenstein harap salah satunya akan dijawab oleh sosok yang masih bersembunyi dalam kegelapan ini. Namun tetap tak ada jawaban. Sepertinya Frankenstein perlu berusaha lebih keras agar sosok yang ingin ia temui mau menampakkan diri, atau paling tidak menjawab pertanyaannya.
Sigh.
"Kau tahu? Aku…merindukanmu." Frankenstein bergumam pelan nyaris tak terdengar. Dan—
LEB!—lilinnya habis. Sekarang jadi gelap gulita.
Gelap
Gelap
Gelap
GREP—
Frankenstein merasakan sesuatu melingkari pinggangnya dari arah belakang, memeluknya erat. Lebih seperti mencekik pinggangnya karena membuatnya nyeri dan jadi sulit bernapas. Sepertinya usahanya berhasil untuk membuat sosok yang sejak tadi diam ini mau muncul. Frankenstein mengusap tangan lentik yang melingkar di perutnya. Kuku-kuku panjang orang ini bisa Frankenstein rasakan dari rabaannya dalam kegelapan pada orang yang sedang memeluknya dari belakang sekarang. Kuku panjang dengan ujung runcing—Frankenstein tersenyum dalam gelap, tidak salah lagi. Dialah orang yang Frankenstein ingin temui, dia bisa mengenalinya hanya dari bentuk tangan dan kuku jarinya.
"Aku akan menghukummu, Frankenstein—hhh. Aku akan menghukummu atas apa yang telah kau lakukan padaku selama ini—mhh" Suara mendesah yang manja, meski kalimat yang diucap oleh suara itu berbanding terbalik dari nada suaranya yang mendayu dan membuat siapapun akan tergiur untuk mendengar lebih banyak kata-katanya.
Frankenstein kembali tersenyum ketika merasakan cengkeraman lengan di perutnya semakin erat, bahkan kuku-kuku jari orang ini sampai menembus pakaiannya dan menggores kulitnya. Meninggalkan sensasi perih yang selalu Frankenstein rasakan setiap memakai kekuatannya ketika bertarung.
"Kau melukaiku, nona" Protes Frankenstein namun tak ada niat menarik tangan yang tengah menyakiti tubuhnya itu. Si Blonde hanya melirik kegelapan di belakang punggungnya dan dia bisa merasakan sebuah kepala bersandar di punggungnya dengan amat sangat nyaman, menggesek pelan—meninggalkan sensasi geli yang membuat Frankenstein ingin berbalik dan memeluk sosok ini dari depan.
"Kenapa kau selalu menganggapku nona," Gumam sosok yang masih belum jelas rupanya itu dan merenggangkan cengkeraman tangannya di pinggang Frankenstein, melepaskan Si Blonde dan kemudian Frankenstein merasakan terpaan angin di punggungnya—seperti sosok itu menjauhi tubuhnya.
"Kau tidak suka dipanggil nona?" Frankenstein berujar dalam kegelapan, masih tanpa cahaya dan hanya komunikasi lewat suara.
"Aku bukan wanita, siapa yang akan senang dengan panggilan nona—cih" Suara itu terdengar tengah kesal, Frankenstein bisa tahu dari setiap kalimat penolakan yang keluar dari lawan bicaranya ini.
"Dan kau juga tak terlihat seperti laki-laki, hm" Timpal Frankenstein dan menyeringai dalam kegelapan. Grtkkk. Sekarang derakan gigi terdengar.
"Sial. Kau masih tak berubah, menyebalkan." Nada seseorang yang kalah dalam perdebatan. Pfth-
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
Kau tahu apa itu soulweapon? Benda yang merupakan penyegel jiwa milik para kepala keluarga bangsawan. Soulweapon sendiri adalah senjata jiwa yang di dalamnya berisi kekuatan para kepala keluarga terdahulu yang telah tidur abadi. Apa soulweapon bisa bicara? Jika kalian berpikir tidak, maka itu salah besar. Mereka dapat bicara hanya jarang melakukannya. Soulweapon itu hidup, hidup dari jiwa-jiwa yang telah mati. Dan manusia beribu tahun yang lalu sudah berusaha untuk menciptakan soulweapon milik mereka sendiri, menjiplak kekuatan para bangsawan untuk kepentingan pribadi dan haus akan kekuatan. Dan soulweapon manusia itu disebut…
"DARKSPEAR!—"
Setengah berteriak, Frankenstein menghela nafas setelah menyebut soulweapon kesayangannya itu. Memanggil tombak bermata dua berwarna hitam keunguan itu? Tepat. Namun kali ini bukan untuk bertarung atau apa, karena Frankenstein masih berada di ruangan gelap tanpa cahaya bersama sosok dalam kegelapan yang masih tak jelas wujud dan rupanya itu.
"Ahh~~ Ken! Kau membuatku terkejut. Jangan berteriak padaku, itu membuatku takut, uhm" Sosok dalam kegelapan itu menjawab protes dengan nada ketakutan yang dibuat-buat. Dan sekarang terkuak sudah siapa yang ingin Frankenstein temui dan sudah berbicara dengannya sejak cerita ini dimulai. Dialah…
"DarkSpear—"
"Iya Ken. Aku sudah mendengarmu."
"DarkSpear—"
"Tck—Chup" Suara apa itu? Dua bibir yang saling menempel dalam kegelapan.
"Nyalakan lampunya , kubilang. Spear" Frankenstein mengatakan kalimat yang sepertinya tidak didengarkan oleh lawan bicaranya sejak tadi. Karena yang mau didengarkan oleh lawan bicaranya itu hanya jika Frankenstein menyebut namanya. Ohiya—sepertinya readers juga hanya mendengar Frankenstein cuma memanggil-manggil DarkSpear sejak tadi? Ahaha.
"Aku benci cahaya." Penolakan yang kental. Frankenstein memijat pelipisnya yang mulai pening karena sejak ia masuk ke ruang bawah tanah ini, yang ia lakukan dengan soulweaponnya itu hanya terus berdebat. Ditambah kegelapan yang membuatnya tak bisa melihat dengan jelas. Dia jadi lupa apa tujuannya datang ke ruang bawah tanah ini.
Jika para kepala keluarga nyaris tak pernah bicara dengan soulweaponnya sendiri, maka itu jauh berbeda jika dibandingkan Frankenstein. Manusia ini memperlakukan senjatanya seperti benda hidup lainnya—yah karena memang senjatanya itu hidup. Dan bukan tanpa alasan Frankenstein menamai DarkSpear sebagai kekasih gilanya. Karena senjata itu memang gila—terlebih jika diajak bicara seperti ini. Yang akan terjadi adalah perdebatan tiada akhir. Namun sebenarnya ini adalah kali pertama setelah beratus tahun Frankenstein tak pernah berbicara pada senjatanya secara intim berdua begini. Namun disaat para penghuni rumahnya pergi di malam minggu seperti ini, dan menyisakan dia sendirian, entah gerangan apa yang membuat Frankenstein melangkah menuju ruangan ini.
"Aku tahu kau bohong saat bilang merindukanku uhm" Suara manja dari DarkSpear membuyarkan lamunan Frankenstein yang sibuk dengan pikirannya. Setelah perdebatan yang dimenangkan DarkSpear sebelumnya, Frankenstein jadi diam dan melupakan soal lampu. Namun terlalu sepi membuat suasananya jadi canggung.
"Itu tidak sepenuhnya bohong, Spear, aku kesini untu—"
"—untuk menceritakan kesepianmu uhm?" Tebak DarkSpear memotong kalimat tuannya itu. Ha-ah helaan nafas dari Frankenstein terdengar.
"Kurasa kau sudah membaca pikiranku Spear" keluh Frankenstein. Dan setelahnya kikikan tawa terdengar dari senjata kesayangnnya ini.
"Tanpa membaca pikiranmu, aku sudah tahu itu sejak awal kau melangkahkan kaki masuk ke kamarku uhm. Karena aku bisa merasakan semua yang kau rasakan. Budakku~" Darkspear tersenyum penuh arti dalam gelap—meski tak bisa dilihat Frankenstein.
"Siapa yang budak siapa. Heh-"
"Oho~ kau tak suka kupanggil budak? Haruskah aku memanggilmu seperti kau memanggilku? Kekasihku yang liar?" kali ini Darkspear menopang dagunya sambil memperhatikan ekspresi kesal Frankenstein dalam gelap.
"Akan lebih pas jika kau memanggilku Tuan. Karena aku yang mengendalikanmu sebagai senjataku Spear."
"Tidak mau." Penolakan langsung. "Aku yang memberimu kekuatanku, kaulah yang harus memanggilku Tuan, dan kau budak yang meminjam kekuatanku. Ken" kalimat-kalimat yang terus saja dilempar tangkap dalam pembicaraan mereka.
Oh~ kapan ini akan berakhir? Tujuan Frankenstein mengunjungi Darkspear adalah untuk melepas penatnya akibat ucapan Tao yang mengatainya "Jomblo Abadi". Memastikan bahwa dirinya bukanlah jomblo abadi ataupun titisannya. Tetapi sepertinya sebelum itu, dia harus berdebat dulu agar Darkspear mau mendengarkannya dan nantinya tak akan mentertawakan apa yang akan dia ceritakan.
Namun kapan perdebatan ini akan selesai? Ha-ah…
.
.
[[JOMBLO ABADI AMETHYSTEIN]]
.
.
"Ne~ Ken. Kau tak jadi cerita padaku soal kesepianmu hm?" Darkspear menopang dagu setelah percakapan terakhir yang membuatnya menang debat lagi. Frankenstein selalu diam jika kalah debat dengannya—yang menurut Darkspear itu adalah sisi imut budak sepihaknya ini.
"Kukira kau sudah tahu isi pikiranku Spear? Kau bilang bisa merasakan perasaanku sebelumnya bukan?" Kali ini Frankenstein mengernyit heran. Kalau bisa membaca perasaan—artinya tanpa cerita, seharusnya tahu segalanya bukan?
"Hei, aku bukanlah Noble ataupun Noblesse yang punya kemampuan menguntit memalukan macam itu huh. Aku hanya tahu kau kesepian namun tidak dengan penyebabnya uhm." Kali ini Darkspear melipat tangannya di depan dada. "Atau sebaiknya kutebak apa yang membuatmu kesepian eh?" Kali ini Darkspear mencondongkan tubuhnya ke arah Frankenstein dan menghembuskan udara ke wajah ilmuan tersebut.
Terpaan nafas itu sedikit membuat Frankenstein merinding. Yah siapa yang tak akan merinding didekati orang dengan jarak sedekat itu sementara kau tak bisa melihat karena kondisi gelap gulita?
"Tidak perlu, aku akan memberita—"
"Tidak. Biarkan aku menebak. Apa itu soal Mastermu yang hilang?"
"Spear, dia sudah kem—"
"—Atau karena kau kekurangan bahan untuk eksperimen anehmu?"
"Spear aku—"
"Ah! Aku tahu!"
"Spear, sejak tadi tebakanmu salah." Dahi Frankenstein berkedut kesal karena kalimatnya terus-terusan dipotong tanpa jeda. Ha-ah.
"Uhm kali ini pasti benar!" Frankenstein diam, tidak ada gunanya melarang Darkspear yang sudah dalam mode liar soal bicara. Lebih baik biarkan dia sampai puas mengoceh.
"…"
"…Cinta? Uhm?"
Sigh. Helaan nafas terdengar dan setelahnya sorak sendirian Darkspear terdengar. Sebenarnya bukan melulu cinta, namun bolehlah dianggap seperti itu—batin Frankenstein merasa dongkol.
"Sejak kapan budakku tertarik pada wanita hm? Kenapa aku tidak pernah tahu meski beratus tahun bersamamu? Kau menyembunyikannya dariku?" Pertanyaan bertubi-tubi yang paling tidak disukai Frankenstein.
"Ini bukan masalah wanita, jika aku punya kau akan tahu tanpa kuberitahu, seharusnya." Frankenstein menjawab lelah, sepertinya Darkspear sibuk mengarang cerita perihal kesepiannya dibanding mendengarkan cerita sebenarnya dari Frankenstein. Yah entah akan jadi se-berlebihan apa anggapannya nanti.
"Oho~ benar. Kau tak pernah dekat dengan wanita, tak pernah tertarik pada wanita, apalagi menjalin hubungan dengan wanita juga. Tidak ada satupun. Mhh~" Darkspear mengetuk-ketukkan telunjuknya ke dagunya dengan tampang berpikir. Frankenstein memasang eyesmile dalam kegelapan, syukurlah soulweaponnya ini tak mengatainya jomblo abadi seperti Tao.
"…Kurasa kau gay, Ken. Pfthhh~"
JDARRR!
Apa yang lebih buruk dari dikatai jomblo abadi? Ahh baiklah tak ada yang lebih buruk selain dibilang penyuka sesama jenis. Frankenstein memijat pelipisnya, sedikit pusing dengan ocehan aneh Darkspear ditambah komentar terakhirnya itu.
"Aaa~ apa aku terlalu kasar padamu? Kekeke~ aku bercanda Ken. Jika diigat-ingat yang paling dekat denganmu adalah aku jika itu adalah lawan jenis. Ekhem, bukan lawan jenis sebenarnya—hanya karena kau suka memanggilku nona, maka anggaplah aku wanita. Tch." Kalimat menghibur yang tidak ikhlas, namun Frankenstein menjadi berpikir soal masa lalu dan memang benar apa yang senjatanya katakan itu. Yang dekat dengannya, dipanggil nona, menemaninya selama ratusan tahun. Semua itu menjurus pada Darkspear.
"Jadi kau kesepian karena tak memiliki wanita di sampingmu, Ken? Pfthh~ menggelikan ne" Sejujurnya itu pertanyaan menganggu telinga yang lebih cocok disebut ejekkan.
"Sangat menggelikan. Dan yang lebih menggelikan aku baru menyadarinya setelah ratusan tahun. Kau boleh tertawa sepuasmu, Spear" Tidak ada kikikan tawa tertahan, Darkspear justru tersenyum tipis mendengar respon Frankenstein yang sepertinya putus asa.
"Jika kau sekesepian itu, aku mungkin bisa membantumu untuk menemukan wanita hm" tawaran yang terdengar mencurigakan bagi Frankenstein. Bagaimana dia akan menemukannya?
"Aaa~ aku masih ingat wanita dengan baju ketat pink aneh yang genit padamu itu~ atau wanita berbulu yang suka setengah telanjang dan hobi merayumu itu. Kau mau yang mana hm?" Frankenstein menatap datar ke arah kegelapan, apa yang Darkspear maksud adalah lawan bertarungnya di masa lalu? Tidak. Sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak tertarik, Spear."
"Uhm, aku jadi merasa seperti jadi biro jodoh untukmu sekarang. Aku harus berpikir soal wanita lain kalau begitu ne~" Darkspear bangkit dari tempat duduknya di hadapan Frankenstein dan mulai melangkah menjauhi tempat duduknya—Frankenstein merasakan pergerakan itu. Mau ke mana dia?—pikir Frankenstein.
"Kau sendiri yang menawarkan diri untuk membantuku menemukan wanita meski aku tidak memintanya." Benar—Frankenstein tak memintanya mencarikan wanita, lagipula dia hanya butuh sedikit hiburan karena ucapan Tao padanya.
"Kekeke, karena aku yang sudah bilang begitu. Maka aku akan mengabulkannya untukmu hm" ahh~ Darkspear selalu bicara seolah membuat semuanya dalah permintaan Frankenstein. Tapi sudahlah, Frankenstein tak ingin berdebat—sudah lelah.
"Tsk, terserah apa yang ingin kau lakukan Spear. Namun kurasa kau mengatakan hal yang mustahil. Bagaimana kau akan menemukan wanita?" Itulah yang jadi pertanyyaannya. Apa Darkspear bangkit dari tempat duduknya untuk pergi keluar?—pikir Frankenstein. Itu mustahil, jika Darkspear keluar dari ruang bawah tanah ini, maka dia tak akan lebih dari sekedar kabut hitam tanpa bentuk.
"Jika aku tak bisa menemukan wanita untukmu. Maka…"
Srshhh~
Frankenstein mengernyitkan dahinya ketika cahaya silau mengenai retina matanya. Terlalu lama berada di ruangan gelap akan membuatmu sensitive jika melihat cahaya secara tiba-tiba. Refleks Frankenstein memejamkan matanya dan menutupinya dengan lengan. Apa yang sebenarnya akan Darkspear lakukan?
"Spear, apa yang—"
"…maka aku akan jadi wanita itu sendiri—"
SLASHHHHHHH!
[[~AKHIR EDISI KEDUA~]]
[[ Amethystein/Note]]
Pfthh~ maafkan untuk cerita yang berakhir seperti ini.
Akhir kata, Review?