REMAKE NOVEL

CHANBAEK VERSION

STRANGERS

By Barbara Elsborg

BYUNNERATE

Main cast: Byun Baekhyun, Park Chanyeol

Genre: Romance

Rated: M

Warning: Genderswitch! Typos!

Enjoy and Review Juseyooooo

.

.

Sinopsis

.

.

"Byun Baekhyun sudah cukup banyak berurusan dengan bad boy sampai suatu saat ketika ia berenang satu arah di laut ia bertubrukan dengan pria yang tidak bisa ia tolak. Chanyeol Park atau orang-orang biasa mengenalnya Park Chanyeol, seorang mantan bad boy yang telah berubah menjadi seorang pekerja seni. Ia sudah menjadi bintang pop terkenal, mega-sukses dalam bisnis film sampai setan dalam batinnya membuat dia hilang kendali dan mengirimnya menuju lautan.

Hal terakhir yang ia harapkan sebelum meninggal adalah berhadapan dengan seorang wanita yang melakukan percobaan bunuh diri. Ketika dunia kedua orang asing ini bertumbukan, kehidupan mereka mengalami goncangan. Bertahan dalam gelombang, mereka sadar bahwa mereka tidak tahan untuk berpisah, di dalam ataupun di keluar ranjang.

Baekhyun merebut kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaannya, melihat bahwa Chanyeol adalah pria yang akhirnya di percaya akan mencintainya. Chanyeol tidak bisa melepaskan Baekhyun karena dia satu-satunya wanita yang mampu melihat pria yang dia inginkan. Tapi harga dari ketenaran cukuplah mahal dan ketika dunia ingin membuat mereka terpisah, tampaknya kehidupan mereka hanya aman di tempat tidur Baekhyun."

Cerita ini dimulai ketika dua jiwa yang hancur bertemu satu sama lain di tengah lautan dalam usaha untuk mengakhiri hidup mereka. Yang akhirnya malah menyelamatkan satu sama lain. Berdua mereka berbagi rahasia, ketakutan juga tempat tidur, tapi popularitas Chanyeol sebagai artis populer mendorong mereka berdua terpisah.

Strangers berlatar belakang di negara Barat dan di dalamnya terdapat humor khas Barat yang paling fantastis. Membaca novel ini seperti naik roller coaster penuh emosi. Hingga saat pasangan ini melakukan kesalahan kita masih ingin melihat mereka bersama pada akhirnya. Pasangan yang lucu, cerdas & panas baik di dalam maupun di luar ranjang.

Bersiaplah untuk tertawa, menangis, atau begadang sampai pagi baca novel ini karena kalian pasti langsung suka. Recommended buat di baca!

Copyright© 2009 by Barbara Elsborg

.

.

STRANGERS

Bab 1

.

.

SELAMAT TINGGAL

Baekhyun menatap tulisan yang ada di atas pasir dan tertawa. Kalau itu bukan tanda, dia tak tahu apakah itu. Tiga langkah berikutnya dan gelombang dingin menyapu kakinya. Baekhyun mengertakkan gigi dan mengarungi maju sampai air mencapai pinggang. Terjun sambil gemetar dan dia mulai berenang. Beberapa saat kemudian sandalnya terlepas dari kakinya. Sial, itu adalah favoritnya. Baekhyun mendengus dengan tawa, sehingga ia menghirup penuh air asin dan mencoba untuk berdiri. Ketika kakinya gagal menyentuh dasar, dia menggapai-gapai disekelilingnya sampai ia mendapatkan napas kembali dan bisa berenang lagi.

Tak butuh waktu lama sebelum ia menggigil. Baekhyun membayangkan dirinya meluncur ke dalam tidur nyenyak dan tenggelam. Lalu membayangkan dirinya berjuang untuk bernapas karena air bergegas ke tenggorokannya. Dia memukul pergi ketakutan dengan keras. Tidak akan kembali.

Berbalik, dia mendongak ke langit abu-abu pucat dini hari. Akan lebih menyenangkan melihat matahari untuk terakhir kalinya. Baekhyun membiarkan dirinya tenggelam dan beberapa saat kemudian kakinya menendang ke permukaan. Dia mendengus kesal. Dia bahkan menahan napas.

Ini tidak akan semudah apa yang ia pikirkan. Betapa anehnya jika dia berenang jauh sampai ke Perancis.

Kemungkinan besar sebuah tanker yang akan menggilasnya.

Sebuah hantaman menerjang ujung hidungnya. Baekhyun tersentak saat ia terdorong ke bawah, air tertelan dan panik. Tenggelam adalah satu hal, diserang oleh hiu sungguh sesuatu yang sama sekali berbeda. Dia menendang agar muncul ke permukaan, kengerian akan dimakan hiu mengubahnya menjadi geliat ketakutan yang luar biasa. Ketika kakinya bersentuhan dengan sesuatu yang padat, rasa takut berubah menjadi teror.

"Oww!" hiu itu berteriak.

Baekhyun meronta-ronta lebih keras.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan?" hiu itu menuntut.

Memiliki halusinasi yang menghibur. Baekhyun berputar putar. Dia tidak tidur semalam dan pikiran lelahnya membayangkan seseorang ada bersama dirinya. Untungnya bukan hiu.

Dia tersihir oleh manusia yang sangat menakjubkan—seorang pria yang marah, berambut merah gelap yang perlu bercukur.

Meskipun ada bayangan hitam di bawah matanya, dia sangat tampan. Gelombang nafsu bergabung dengan rasa menggigil pada tubuh Baekhyun. Tentu saja dia bisa memiliki tubuh kuda nil, karena dia hanya bisa melihat kepala dan bahu telanjang.

"Oh Tuhan, hidungmu berdarah. Maaf," kata pria itu.

Baekhyun menyentuh wajahnya dan melihat darah di jarinya sebelum percikan air laut mencucinya dengan bersih.

"Aku tidak melihat ke mana aku menuju. Aku tidak mengira akan ada seseorang yang berada sejauh ini, "katanya.

Baekhyun terus menginjak air, bertanya-tanya apakah ia bisa membuat pria itu tetap bersamanya.

"Apakah kau tidak akan mengatakan apapun?" Tanyanya.

Baekhyun membuka mulutnya, menganggap tak masuk akal bicara dengan seseorang yang tidak ada di sana, dan menutupnya.

"Apa kau putri duyung?" pria itu lalu menyelam ke bawah gelombang.

Apa dia seorang duyung jantan? Tapi kemudian dia tahu Baekhyun bukan putri duyung. Dia muncul di sampingnya, lebih dekat dari sebelumnya, pandangan ngeri terlihat di mata cokelatnya yg besar dan lembut.

"Berjari kaki," sembur dia, lalu meludahi wajahnya. "Dengan kuku dicat merah. Aku sangat kecewa."

Hati Baekhyun khawatir. Satu bagian dari imajinasinya tidak akan mengeluh atau meludah ke arahnya. Dia nyata.

"Kupikir kau hiu," kata Baekhyun. "Lalu kupikir aku hanya berkhayal."

"Seekor hiu?" Dia berbalik dan tersentak. "Oh Tuhan, dan kau berdarah. Mereka bisa mencium aroma darah dalam air walau berada di lautan jauh disana. Sekumpulan dari mereka mungkin menyerang dan mencabik cabik kita, anggota tubuh kita bagian demi bagian. Jika kau merasakan tarikan tiba-tiba, itu mungkin kakimu yang terlepas."

Baekhyun menyeka hidungnya lagi. Masih berdarah.

"Maaf. Kuharap aku tidak mematahkannya." pria itu berkata.

"Jangan khawatir tentang itu."

"Jadi...kau sering melakukan ini?" dia muncul di atas gelombang saat Baekhyun jatuh ke dalam palungan.

Baekhyun terbelah antara ingin tertawa atau menangis. "Apa?"

"Berenang di laut memakai pakaian lengkap?"

"Ya, itu olah raga yang luar biasa. Sebaiknya aku pergi." Baekhyun tidak bergerak.

"Siapa namamu?" Tanyanya.

"Baekhyun."

"Aku Chanyeol."

"Nah, halo dan selamat tinggal, Chanyeol."

Baekhyun berenang ke tengah laut dengan menggunakan dorongan yang kuat dan tegas.

"Kau salah arah," teriaknya.

"Aku belum selesai. Harus membakar tujuh belas Mars Bars-ku (merk coklat) yang kumakan tadi malam. Banyak sekali kalori untuk dihilangkan."

Dia menghampiri disamping Baekhyun, melakukan gaya dada seperti dia. Mereka berenang berdampingan dalam keheningan.

"Apa kau pernah menonton film Open Water?" tiba-tiba Chanyeol bertanya.

Baekhyun telah berusaha untuk tidak berpikir tentang hal itu. "Tidak seperti pasangan buruk dalam film itu, kita tidak hilang. Pantai ada di belakang kita."

"Aku tak ingin kembali ke pantai," kata Chanyeol.

Baekhyun melirik. Gila, kemungkinan apa yang membuat mereka memilih tempat yang sama untuk melenyapkan diri? Di lautan luas ini dan mereka berakhir di tempat yang sama?

"Aku di sini lebih dahulu," kata Baekhyun.

"Bagaimana kau tahu?"

Dia benar. Baekhyun salah.

Cahaya mulai menyingsing.

"Apakah pesan diatas pasir itu milikmu?" Tanya Baekhyun.

"Ya kan, aku ada di sini duluan. Lagi pula, ada cukup air bagi kita berdua." Benar. Baekhyun bertanya-tanya bagaimana jika dia menyelam, kemudian membuka mulutnya membiarkan air laut membanjiri paru-parunya. Apakah itu berhasil? Itu akan cepat?

"Hidungmu masih berdarah," katanya.

"Sial."

"Aku akan berpikir kau akan mengundang hiu."

Baekhyun menangkap sedikit senyum di wajahnya dan melotot. "Aku yang memilih bagaimana caraku mati, dan aku tidak memilih hiu."

"Aku juga," kata Chanyeol. "Kenapa kita tidak berhenti berenang saja?"

"Aku sudah mencoba. Kakiku tak mau bekerja sama. Perhatikan."

Baekhyun berhenti bergerak dan hampir seketika mulai menginjak air. Chanyeol diam menahan tubuhnya, masuk ke dalam air kemudian muncul lagi di samping Baekhyun, air mengalir di wajahnya.

"Ini gila." kata Chanyeol, giginya gemeletuk. "Jangan ragu untuk mengubah pikiranmu. Tak ada yang memaksamu." Lalu Baekhyun menjerit dan Chanyeol langsung keluar dari air. Baekhyun melihat dia mempunyai otot dada yang kekar, kemudian rasa panik melanda seluruh pikirannya.

"Ya Tuhan, ada apa?" Chanyeol megap-megap.

"Ada sesuatu di belakangku. Menggesek punggungku. Oh Tuhan. Ubur-ubur." Chanyeol berenang di sekitarnya, dan kemudian sejumput rumput laut menjuntai di kepala Baekhyun. Baekhyun menjerit lagi dan dengan kecepatan tinggi, menghentak-hentakkan lengan dan kakinya.

"Ini bukan ubur-ubur," seru Chanyeol. "Ini rumput laut."

"Aku juga tak suka rumput laut."

Chanyeol mendongak. "Kenapa memilih melakukannya dengan cara ini, jika kau takut ubur-ubur, hiu dan rumput laut? Ada lagi yang mau ditambahkan?"

"Kepiting, belut dan kapal tanker minyak."

Chanyeol terkikik. "Bagaimana kalau cumi-cumi raksasa?"

Baekhyun menelan ludah. "Kupikir jika aku tetap memakai pakaian, aku tak akan keberatan dangan makhluk yang berlendir, tapi aku salah. Aku tidak berpikir tentang hiu sampai kau menyebutnya. Dan cumi. Lagi pula, aku bukan satu-satunya yang tak suka hiu."

"Mereka tak akan mencariku. Aku tidak berdarah."

"Kau ada di sekitarku. Aku tidak berpikir mereka pilih-pilih. Lebih baik kau berenang menjauh dan tinggalkan aku sendiri."

"Tapi itu salahku membuat kau berdarah. Aku akan merasa bersalah jika hiu itu memakanmu." Chanyeol gagal meredam tawanya.

Baekhyun berenang dan ia mengikuti.

"Apa kau menguntitku?" Tanya Baekhyun. "Tidak bisakah aku bahkan bunuh diri dengan tenang?"

"Kau yg sepertinya menguntitku."

"Ya, itu benar. Sudah cukup."

Dia berbalik dan mulai berenang kembali ke pantai. Chanyeol terus berpacu dengannya. Tak ada yg bicara, tapi setelah beberapa menit menjadi jelas bahwa pantai tidak makin bertambah dekat.

"Berenanglah perlahan-lahan," kata Chanyeol. "Kita mungkin bisa membuat kemajuan." Tapi mereka tidak.

Kakinya lemas, Baekhyun merasa sulit untuk menjaga kepalanya tetap ada di atas air. Pakaiannya menariknya ke bawah. Dia menahan Chanyeol, dan tahu tanpa dia mengatakan bahwa dia menolak untuk meninggalkannya. Baekhyun membuka ritsleting celana jeans-nya dan mencoba untuk melepas dari atas pinggulnya, tindakan yang malah membuatnya masuk ke air yang dalam. Chanyeol meraih lengannya dan menariknya ke permukaan.

"Apa sih yang kau lakukan?" Teriaknya.

"Mencoba melepaskan celana jeansku."

Chanyeol mengerjapkan air dari matanya. "Biasanya aku akan mendukung itu, tapi kau akan menenggelamkan dirimu sendiri."

Mereka saling memandang dan tertawa.

"Kita bisa menggunakannya sebagai alat bantu apung," kata Baekhyun. "Ikat di bagian ujung kakinya dan mengisinya dengan udara."

Ekspresi ragu di wajah Chanyeol membuat Baekhyun bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa melakukannya.

Baekhyun menyelam ke bawah permukaan. Rasanya seperti mencoba mengupas jeruk dengan pisau plastik. Terbunuh oleh celana jeansnya adalah bukan cara lain untuk mengakhiri sesuatu.

Ketika Baekhyun muncul penuh kemenangan, celana di tangan, hujan turun. Dia berjuang dengan jari-jari dingin untuk membuat simpul di satu kaki, sementara Chanyeol bekerja di sisi lain. Ketika kedua kaki diikat, Baekhyun memegang celana jeans di bagian pinggang dan meraupnya dengan udara. Angin merenggut jeans keluar dari pegangannya dan melemparkannya beberapa meter jauhnya.

Chanyeol terkikik. "Haruskah aku mengambilnya?"

"Jangan repot-repot. Itu harganya murah dan mungkin tidak akan berhasil." Dan jika aku mati, aku juga tak akan membutuhkannya. Langit gelap dan Baekhyun menjerit ketika gemuruh guntur terdengar seperti diatas kepala. Air mulai pasang, ombak memecah di wajah mereka.

"Kupikir seseorang sudah kesal karena kita telah berubah pikiran." Chanyeol batuk.

Baekhyun meludahkan air setelah gelombang menabrak wajahnya. "Apa kau pikir pantai semakin dekat?"

"Tidak."

"Kita pasti terjebak dalam arus."

"Berenang lebih cepat," katanya, "tapi sejajar ke pantai." Baekhyun bertanya-tanya apa yang dia lakukan, berjuang untuk tetap mengambang ketika seluruh tujuan hari ini telah tenggelam. Mungkin dia tidak begitu menginginkan ini seperti apa yang ia pikirkan. Mungkin dia sudah mati dan dihukum karena membunuh dirinya sendiri, ditakdirkan untuk berjuang terus menerus di laut liar dengan seorang pria tampan tapi menJengkelkan.

"Apakah kau seorang malaikat?" Sembur Baekhyun.

"Tidak."

"Iblis?"

"Hmm. Berhenti bicara, terus berenang."

Baekhyun berkonsentrasi cara mengambil napas diantara gelombang.

Menjaga dirinya mengambang dan menyambar setiap udara sebanyak yang dia bisa lakukan. Dia tak yakin bagaimana waktu berlalu sebelum dia menyadari Chanyeol tidak bersamanya. Dia berputar dalam lingkaran.

"Chanyeol! Chanyeol! Chanyeol!"

Puncak dan palung menjadi lebih ekstrim, hujan mengurangi penglihatan menjadi hanya beberapa meter. Baekhyun tak bisa membedakan antara langit dan laut, seperti ia telah terjebak di salah satu lukisan Turner tanpa detail, warna hanya untuk mengekspresikan suasana hati. Setiap kali dia mencoba menelan udara, ia menelan air. Baekhyun terbatuk-batuk, tersedak dan berteriak memanggil Chanyeol. Dia berputar melingkar mencari dia dan sekarang pantai telah lenyap.

"Chanyeol!"

Ketika dia melihat wajah putihnya di puncak gelombang, Baekhyun berenang dengan panik ke arahnya, melawan air untuk sampai ke sisinya. Melalui mata yg menyengat, Baekhyun melihat dia berenang ke arahnya.

"Kupikir aku akan kehilanganmu." Baekhyun mengulurkan tangan untuk menyentuhnya.

Chanyeol terbatuk dan meludahkan air. "Aku sulit untuk menyingkirkannya. Aku sangat kedinginan dan lelah. Hal ini seharusnya menjadi apa yang kuinginkan, tapi sekarang aku tidak menginginkannya."

Di bawah bayangan wajahnya yang belum bercukur. Kulitnya tampak hampir transparan. Cekungan bawah tulang pipinya tampak lebih dalam, seolah-olah ia berubah menjadi mayat di depan Baekhyun.

"Terus berenang," kata Baekhyun.

"Arah mana? Dimana pantai sialan itu?"

"Aku tak tahu."

Mereka saling memandang dan Chanyeol tersenyum kecut. "Mungkin kita tidak diijinkan untuk mengubah pikiran kita."

Chanyeol memegang tangannya di atas air dan Baekhyun meraih jari putihnya.

"Jangan lepaskan aku," Baekhyun tersentak.

"Jangan lepaskan aku." kata Chanyeol.

Dan mereka membiarkan laut memilih apakah ingin menjaga mereka atau tidak.

.

.

.

Chanyeol menjerit ketika jari-jari kakinya menggesek sesuatu dan rasa takutnya membuat Baekhyun panik. Baekhyun menjerit dan menendang-nendang.

"Oh Tuhan, apa itu hiu?" Teriak Baekhyun.

Pasir bergeser di bawah kakinya dan Chanyeol mendesah. "Turunkan kakimu ke bawah." Baekhyun tersentak lega. "Oh Tuhan."

Chanyeol melihat perjuangan Baekhyun melalui gelombang dan terjatuh ke pantai.

"Kita berhasil," teriaknya dan berbalik untuk mencari Chanyeol. "Apa yang kau lakukan?"

"Kembali lagi mengambil pakaianku. Di sini lebih hangat daripada di luar sana." Mungkin saja benar. Meskipun bukan itu alasan dia tetap berada di laut. Chanyeol meninggalkan pakaiannya di pantai, termasuk celana boxernya, meskipun ia berharap ia terus memakainya. Beberapa kali ia merasa ada sesuatu yang menyapu kemaluannya dan sementara itu ia tidak keberatan di makan ketika ia sudah mati, ia menolak pada apapun yang akan memakannya jika dia masih hidup, terutama jika diawali pada bagian tubuhnya yang mencuat. Bukan berarti miliknya mencuat sejak ia memasuki air. Memikirkan hiu saja sudah membuat kejantanannya ketakutan dan menyusut dengan cara yang dia pikir tidak mungkin secara fisik.

Baekhyun berdiri dengan tangan memeluk tubuhnya. Chanyeol bisa melihat kakinya gemetar.

Angin berhembus melintasi pasir, mendera pergelangan kakinya. Yang ia kenakan sekarang hanya kemeja putih, menempel di kulitnya.

"Di sana," teriak Chanyeol di atas suara ombak dan menunjuk ke kiri.

Saat ia berenang paralel ke pantai, ia tahu Baekhyun mengawasinya. Jika ia berbalik dan kembali ke laut, Baekhyun akan mengikuti.

Chanyeol mengenali tempat di mana ia meninggalkan pakaiannya, di sebuah semak berduri yang luas di belakang pantai. Air laut menyeret pakaiannya tidak jauh dari tempat asalnya.

"Barang-barangku di atas sana," teriak Chanyeol. "Teruslah jalan."

"Kenapa? Apa kau tidak mengenakan apapun?"

Chanyeol menyeringai malu. "Semuanya menyusut dalam air dingin. Aku tak ingin kau mendapat kesan yang salah terhadap kejantananku yang luar biasa."

Ia juga memiliki ketakutan yang tak masuk akal jika tiba-tiba fotografer dengan lensa kamera yang kuat mungkin bersembunyi di bukit-bukit pasir, siap untuk membidik pada saat kemaluannya tidak dalam keadaan terlalu mengesankan. Mereka semua telah mendapat pelajaran Jude alfresco strip dan, sejujurnya, Chanyeol tidaknya mengira kemaluan Jude berukuran dibawah rata-rata, tapi itulah pers untukmu.

Baekhyun menemukan pakaiannya dan berjalan kembali ke dalam air membawa celana pendek sutra hitam.

"Itu basah." kata Chanyeol jijik.

"Sekarang hujan."

Baekhyun kembali mengarungi ombak dan merosot di atas pasir. Beberapa saat kemudian, Chanyeol jatuh di sampingnya.

"Ya Tuhan, kita hampir tenggelam." katanya, dengan suara yang serius.

Baekhyun mulai tertawa. Begitu pula Chanyeol dan dia tidak bisa berhenti. Mereka berbaring, menggigil, terpercik dengan pasir, kehujanan dan terus tertawa. Chanyeol meraih tangan Baekhyun. Jari-jari mereka terjalin dan berpegangan erat-erat dan mereka berbaring bersama, dingin, basah dan masih hidup.

Chanyeol memutar kepalanya ke arah Baekhyun dan menunggunya untuk berpaling padanya. Ketika ia melakukannya, Chanyeol berbicara. "Jadi."

"Jadi apa?"

"Apa kau tidak bertanya padaku apa yang aku lakukan di luar sana?"

"Bukan urusanku."

Chanyeol tertawa singkat. Segala sesuatu yang Chanyeol lakukan adalah urusan semua orang.

"Kau tahu siapa aku." Itu bukan pertanyaan. Tentu saja dia tahu.

Alis Baekhyun berkerut.

"Tidak, meskipun kau terlihat tidak asing." Chanyeol tersenyum. Dia tidak percaya padanya.

"Apakah kau tinggal di dekat sini?"

"London."

"Tepatnya?"

"Greenwich."

"Itu lebih dekat daripada Islington. Mau mengundangku?" Ketika Baekhyun tidak menjawab, Chanyeol melanjutkan, "Semua kejadian tadi membuatku lapar."

"Seharusnya aku tidak bicara dengan orang asing. Kau bisa saja seorang pembunuh." Mereka tertawa lagi.

Persetan, aku masih hidup. Aku senang.

Chanyeol duduk sambil mengerang dan berdiri. Ia menarik Baekhyun padanya. Mereka berdua gemetaran, gigi mereka bergemeletuk. Chanyeol menatapnya. Dia menduga Baekhyun berusia pertengahan dua puluh, beberapa tahun lebih muda darinya. Dia tinggi dan kurus, rambutnya gelap biru-keunguan lebih pendek darinya. Saat Baekhyun memalingkan wajah pucat dan mata gelapnya, dia merasakan tarikan akrab di pangkal pahanya. Kemaluannya hidup kembali. Dia menunduk dan melihat kaki Baekhyun.

Kakinya panjang sekali.

"Jadi kau bukan kuda nil," kata Baekhyun.

"Apa?" Chanyeol kembali melihat ke wajahnya.

"Aku menghabiskan beberapa jam terakhir hanya dengan melihat kepala dan bahumu. Aku tahu kau berambut gelap berantakan dan mata besar yang sedih, tapi aku bertanya-tanya apa tubuhmu gemuk, kurus, berekor, bersirip?"

"Aku berpikir kau adalah seorang putri duyung seksi dan kau pikir aku adalah kuda nil gemuk? Aku tersinggung."

"Mungkin aku suka sesuatu tentang kuda nil."

"Jadi, apa kau melihat seekor kuda nil?" Tanya Chanyeol, membuka lengannya.

Baekhyun melihat ke arahnya.

"Seekor kuda nil anoreksia."

Chanyeol tersenyum.

"Lalu, bagaimana kalau kita minum?"

Chanyeol mengambil pakaian dan sepatu botnya yang basah.

Baekhyun mulai berjalan.

"Aku bisa jadi penumpang," katanya, ketika Baekhyun tidak menjawab.

Baekhyun menghela napas. "Mungkin aku juga. Aku meninggalkan kuncinya di dalam mobil. Seseorang pasti telah membongkarnya."

Ketika mereka sampai di tempat parkir, hanya ada satu mobil di sana. Sebuah mobil rongsok merah yang berbaur dalam segala macam karat yang kompleks. Chanyeol nyaris berharap seseorang telah membongkar mobilnya, tapi Baekhyun langsung menuju ke situ. Matahari terbit dan mobil itu tampak lebih buruk lagi.

"Aku tidak terkejut mobil itu masih di sini." kata Chanyeol.

"Jika kau berkata kasar tentang mobilku, kau bisa melupakan tentang mendapat tumpangan." Baekhyun masuk dan membanting pintu. Chanyeol meringis, menunggu pintu itu copot. Dia masuk ke kursi penumpang dan membuang sepatu dan pakaian basah di kakinya.

"Istana di atas roda, untuk memastikan. Ini pertanda." Chanyeol menggunakan aksen dari film terakhirnya.

"Ada apa dengan aksen yang aneh?" Tanya Baekhyun.

Dia mengerutkan kening. "Hei, aku berpura-pura menjadi orang Irlandia."

"Untuk apa?"

Apakah dia benar-benar tidak tahu siapa dirinya?

"Jadi, jika kau tidak datang dengan mobil, bagaimana kau bisa sampai di sini?" Tanya Baekhyun.

"Kereta ke -ke-yang-lain, lalu berjalan."

Saat Baekhyun menyalakan mesin, kakinya terpeleset dari pedal gas. Mobil meraung dan macet. Chanyeol menahan tubuhnya dari dashboard.

"Maaf, kombinasi jari kaki beku dan tidak pakai sepatu," kata Baekhyun sambil tersenyum.

"Berusahalah untuk tidak membunuh kita," katanya.

Mereka saling memandang dan keduanya terkikik.

Dalam kehangatan mobil, Chanyeol tertidur. Baekhyun terus melirik padanya. Sekarang wajahnya santai, dia tampak tidak asing, tapi Baekhyun tidak mengenalnya. Apakah dia terkenal? Baekhyun cenderung untuk tidak melihat orang-orang di wajah, terutama pria. Lebih baik tetap menundukkan kepala, memikirkan urusannya sendiri. Mungkin Chanyeol pernah ke Crispies, kafe tempat Baekhyun bekerja. Mungkin dia tahu Minho. Baekhyun mengalami kram kepanikan sesaat bertanya-tanya apakah dia adalah salah satu teman Minho dan kemudian momen itu berlalu. Murni kegilaan. Minho sudah menunjukkan dia tidak peduli pada Baekhyun. Mengapa ia mengirim orang untuk mengikutinya?

Kepala Chanyeol bersandar di Jendela. Mulutnya menganga dan Baekhyun bisa melihat ujung giginya sangat putih. Dia lebih tua dari Baekhyun, tapi tampak lebih muda sekarang. Tidak cemas lagi. Bocah kecil yang hilang. Akan tetapi dia bukan seorang anak kecil, tapi seorang pria. Seorang pria tampan. Baekhyun tidak tahu apapun tentangnya, namun mereka telah berbagi pengalaman yang lebih intens daripada kebanyakan pasangan pernah melakukannya. Mereka tidak akan bertahan tanpa satu sama lain dan dengan sebuah keberuntungan. Itu semacam ikatan yang aneh. Mungkin semakin cepat mereka pergi sendiri-sendiri, semakin baik.

Menjelang sore, mereka terperangkap pada kemacetan kota. Selama sepuluh mil terakhir, mesin masih bertahan hidup mengendus tangki bensin. Baekhyun tidak punya uang untuk membeli bahan bakar. Tasnya tertinggal di apartemen. Dia berpikir panjang dan keras supaya bisa mengganti mobilnya.

Itu adalah jaring pengaman yang mahal. Ketika dia pagi itu, ia berencana menggunakan kendaraannya untuk menabrak dinding. Ide yang tidak akan berhasil setelah dia menyadari dia mungkin akan berakhir terluka, mungkin lumpuh dan orang lain mungkin akan terluka. Dia butuh ide lain.

Jadi dia mengabaikan semua dinding dan terus mengemudi sampai ia mencapai pantai. Kemudian dia mengagumi kecocokan tertentu pada lautnya. Dia bisa bersembunyi selamanya. Ide bertubrukan dengan maniak bunuh diri yang lain tak pernah masuk dalam kepalanya.

Semakin dekat dia ke Greenwich, Baekhyun menjadi lebih cemas, suasana hatinya tenggelam lebih cepat dibanding Titanic. Sekarang dia kembali—Luhan, Jongin dan Kyungsoo ingin bicara dengannya tentang pernikahan yang tidak terjadi. Mungkin ia akan kembali ke pantai besok dan mencobanya lagi. Toh, tidak ada yang berubah. Hidupnya masih saja kacau. Jika Chanyeol tidak datang, hari ini akan menjadi hari terakhirnya. Besok harus terjadi. Lebih banyak pakaian akan membantu. Beberapa lapis sweater supaya memberatkannya ke bawah. Seolah-olah dia tidak merasa cukup. Di cermin, ia melihat senyum sangat tipis yang nyaris tak terlihat melintasi wajahnya.

Dia mengaktifkan remote untuk membuka gerbang, berbalik ke tempat parkir nya di belakang blok dan mematikan mesin. Baekhyun melirik ke Jendela apartemennya. Dia pikir dia melihat pemandangan terakhirnya pagi itu, tapi dia tidak mati hari ini.

Chanyeol bergerak dan mengerang. Dia membuka matanya dan duduk, mengernyit saat bahu telanjangnya menjauh dari jok vinyl.

"Apa kita sudah kembali?" Gumamnya.

"Dari mana?" Baekhyun mendorong membuka pintu dan melangkah keluar dari mobil.

Kemeja linennya kering seperti karung amplas yang tidak nyaman, kakinya kaku oleh garam, pasir dan lumpur.

Chanyeol mengambil pakaian basah dan bergabung dengannya di jalan.

"Kita akan membuat kekacauan," katanya saat mereka berjalan menuju gedung.

"Kita membawa setengah dari pantai bersama kita."

Di dinding beton, di samping pot bunga kecil, selang hijau melingkar seperti ular tidur.

"Kita bisa membersihkan diri dengan selang. Kau akan melakukannya padaku lebih dulu." kata Chanyeol.

Dia meletakkan pakaiannya di bawah pintu dan kemudian berdiri di tengah-tengah area parkir dengan tangan terentang, tubuhnya yang sempurna bagai dewa tak tertahankan. Baekhyun menyalakan keran, mengambil pistol selangnya dan menggunakan air hangat pertama yg keluar pada kakinya. Saat suhu berubah, dia mengarahkan pancaran air di tengah dada Chanyeol dan menyemprotnya dengan air dingin.

"Brengsek," dia berteriak. "Aku berubah pikiran." Chanyeol melompat ke samping, berusaha menahan semburan air dengan tangannya. Baekhyun mengarahkan pancaran air ke bawah kakinya dan Chanyeol berputar menjauh darinya. Saat ia mengerang dan merengek, Baekhyun menyadari sedang menikmati dirinya sendiri.

"Apa kau belum selesai?" Teriaknya.

"Hampir."

Baekhyun memaksa Chanyeol terlalu jauh. Lalu Baekhyun menyadari pistolnya direnggut dari tangannya. Dia menjerit dan berlari, tapi tak ada jalan keluar. Ketika ia mencoba untuk menghindar ke sisi mobil yg lebih besar, Chanyeol mengatur pancaran supaya mencapai lebih jauh dan menyemprot Baekhyun dari atas mobil. Baekhyun menjerit. Air laut terasa lebih hangat.

"Kau bisa lari, tapi tak ada tempat untuk bersembunyi." gerutu Chanyeol meniru logat Clint Eastwood dengan buruk.

Dia menggeliat di depan salah satu mobil dan mencoba untuk bersandar di sisi yang lain.

"Buka bajumu," kata Chanyeol.

"Ada beberapa rumput laut atau sesuatu yang menempel di punggungmu."

Baekhyun mendengar kata rumput laut dan panik. Dia melompat dari tempat persembunyiannya dan melepas kemejanya begitu cepat, sehingga salah satu kancingnya terlempar ke pipi Chanyeol.

Jarinya melepas pelatuk selang dan air berhenti menyembur.

"Ya Tuhan, Baekhyun. Apa yang kau kenakan?"

"Pakaian dalam."

"Itu tidak terlihat seperti pakaian dalam."

"Anggap saja bikini."

"Itu tidak membantu," katanya, ekspresi sedih di wajahnya.

"Singkirkan rumput lautnya dan bilas aku sebelum kita mati beku." Chanyeol menurut. Ini tidak seperti pakaian dalam yang ia lihat sebelumnya, dan ia melihat lebih dari bagiannya secara adil. Merah api, berjumbai, berenda dan luar biasa mengganggu. Bahan-bahan tadi dihiasi dengan bunga-bunga hitam kecil dan di tengahnya terletak manik merah kecil. Kecuali tidak ada bunga di bagian putingnya. Dia bisa melihat itu begitu indah—seperti penghapus pensil kecil yang tajam menonjol keluar di dadanya. Kepingan material yang cocok di sekitar pinggulnya adalah sebuah pita lurus, tapi di belakang, hampir tidak ada apa-apa. Baekhyun memiliki bagian punggung paling manis, paling mudah digigit dari yang Chanyeol pernah lihat seumur hidupnya. Darah naik ke pangkal pahanya saat Baekhyun berlari ke lobi. Bagus mengetahui bahwa air dingin tidak memiliki efek yang berlangsung lama.

Dia mematikan selang di keran dan kemudian mengikutinya menaiki tangga, pakaiannya yang basah berkumpul seperti bola untuk menyembunyikan ereksinya. Satu Jentikan dari jarinya dan bra-nya akan lepas, biasanya dia tahu bagaimana seorang wanita akan bereaksi terhadap itu tapi dengan Baekhyun ia tidak yakin.

Ketika ia memindahkan pandangannya kepunggung Baekhyun yamg halus dan kecokelatan, matanya berlama-lama pada bekas luka putih lurus sekitar tiga inci panjangnya, bertengger di bawah tulang bahunya. Operasi? Diserang?

Di dalam apartemennya, dia membuka lemari, mengambil beberapa handuk dari rak di atas penghangat dan melemparkan satu ke Chanyeol. Handuk lainnya mengelilingi dadanya.

"Pakaianmu," desaknya.

Chanyeol menyeringai dan menyerahkannya.

"Ada sesuatu di kantong?" Baekhyun membuka pintu lain dan memasukkan semuanya ke mesin cuci, bersama dengan bajunya.

"Tidak."

Dia mengunci ponsel, dompet dan kunci di apartemennya. Tindakan buruk.

"Ini, kau mungkin menginginkan ini, juga."

Dia meraih ke bawah handuk, mengeluarkan celana boxernya dan menyerahkannya sambil tersenyum.

Tidak ada reaksi. Dia mengerutkan kening ketika Baekhyun mengambil dari tangannya, memasukkannya ke dalam drum dan menyalakan mesin.

Chanyeol mengikutinya ke ruang utama dan mundur. "Ya Tuhan, kau telah dirampok."

Ruangan itu hampir kosong. Sebuah dapur menempati sebagian kecil dari itu, tapi di bagian lain satu-satunya perabot adalah sofa tua, ditumpuk dengan bantal, berada di sudut seberang ruangan. Tidak ada TV, tidak ada sound system, tidak ada tanaman, tidak ada ornamen, tidak ada foto, tidak ada tirai.

"Tidak, ini memang biasanya seperti ini."

Dari sudut matanya, Chanyeol melihat Baekhyun melepas catatan yang telah dia tempelkan di pintu lemari. Meremasnya menjadi bola dan memegangnya. Chanyeol datang di belakang Baekhyun.

"Aku pikir kau bercanda tentang Mars Bars." Dia mengangguk pada bungkusan di atas meja.

"Aku hanya makan sembilan. Lalu aku mual. "

"Mengapa kau makan begitu banyak?"

"Aku tidak ingin membuang-buangnya." Baekhyun menyeringai dan Chanyeol tertawa.

"Kau punya minum apa?" Tanya Chanyeol.

"Teh, kopi, cokelat panas."

"Tak ada bir, Jack Daniel atau sejenisnya?"

"Tidak."

"Kalau begitu cokelat panas saja. Terima kasih." Ia tersenyum padanya, tapi Chanyeol bisa melihat Baekhyun melamunkan sesuatu di kepalanya. Dia mengambil kotak minuman cokelat dari jari-jari Baekhyun dan menyendok ke dua mug.

"Aku kira kau pasti tidak memiliki marshmallow?" Tanyanya.

"Tidak."

"krim kocok?"

"Tidak."

"Twiglets?"

Baekhyun menatapnya sekilas.

"Aku suka Twiglets," kata Chanyeol.

"Mmm, stik renyah dilapisi dengan Marmite. Favoritku."

"Aku juga suka, tapi tidak dengan cokelat panas."

"Coba saja. Itu adalah kenikmatan yang nyata."

Dia menyaksikan pikiran Baekhyun pergi lagi dan menggigit bibirnya.

"Minggir dan duduklah. Aku yang akan membuat minumannya." kata Chanyeol.

Dia menuangkan air dan mengaduk dengan sendok di masing-masing tangan. Baekhyun tidak bergerak, dan mengambil cangkir yang ditawarkan.

"Apakah kau ingin menggunakan kamar mandi duluan? Ada bak mandi dan shower terpisah." katanya dengan suara datar.

"Setelahmu." kata Chanyeol otomatis menelan kembali kata "Denganmu" .

Yang membuat Chanyeol kecewa, Baekhyun membawa gumpalan catatannya. tapi ketika Baekhyun sibuk di tempat lain, Chanyeol menjelajahi ruangan. Pintu pertama yang ia buka membawanya ke sebuah ruangan kosong hampir sama dengan ruang utama. Tidak ada lemari, tidak ada karpet, tidak ada tirai. Satu-satunya perabot adalah meja topang di dinding, kursi plastik terselip di bawahnya. Di atas meja terletak komputer lama dan mesin jahit dan di bawahnya, tiga buah kardus. Ia membuka salah satu tutupnya. Penuh dengan bahan hitam halus.

Ketika Chanyeol membuka pintu kamarnya, nafasnya tercekat di tenggorokan.

Dia merasa seolah-olah dia melangkah ke dunia lain, tepatnya sebuah apartemen yang berbeda. Ruangan yang didominasi oleh tempat tidur bertiang empat di hiasi logam rumit yang memutar dengan kupu-kupu perunggu di bagian kepala ranjangnya. Tirai kain warna krem dilimpahi dengan ornamen kupu-kupu warna-warni yang diikat dengan tali perak di sudut logam tiap tiang. Tiba-tiba Chanyeol membayangkan mereka berdua di ranjang, telanjang dalam pelukan masing-masing, tirai ditutup untuk memisahkan mereka dari dunia luar. Dia mengerang saat kemaluannya menonjol dari balik handuknya. Dia berkhayal terlalu banyak.

Jari-jarinya bergerak ke arah laci. Tidak seharusnya, tapi dia melakukannya. Dia menelan ludah ketika melihat pakaian dalam bermacam-macam warna dan bahan—renda, beludru, katun, kulit, sutra, denim. Dia menutup laci, tidak berani melihat lebih jauh. Dia berdiri sejenak dan kemudian kembali ke kamar mandi.

"Baekhyun, aku harus menggunakan toilet," serunya melalui pintu.

"Kau baru manghabiskan waktu berjam-jam di laut. Bukannya kau sudah mengeluarkannya?"

"Mom bilang padaku untuk keluar dari air terlebih dahulu."

"Apa? bahkan di laut sekalipun?"

"Kita bersalah bila mencemarinya." Chanyeol mencoba terdengar serius.

Dia bisa saja menyelinap di tempat parkir atau bahkan menggunakan wastafel dapur—itu bukan yang pertama kali—tapi sebenarnya Chanyeol memiliki motif tersembunyi dan berpikir Baekhyun hanya perlu sedikit dorongan. Siapapun dengan laci penuh pakaian seksi harus siap untuk itu.

Baekhyun melompat dari tangga di depan Chanyeol, tahu Baekhyun tampak nyaris telanjang dari belakang, sehingga Chanyeol perlu lebih meningkatkan pesonanya. Chanyeol benar-benar ingin masuk ke dalam bak mandi dengannya, tapi itu adalah sejenis tindakan yang akan mengacaukan segalanya. Pelan-pelan saja.

"Kumohon," pintanya, dengan suara menggoda terbaik yang dimilikinya. "Aku sudah tak tahan." Baekhyun melihat sekelilingnya. Gelembung busa menutupi semuanya, tapi dia juga tidak peduli.

Baekhyun sudah menyingkirkan kesopanan bertahun-tahun yang lalu. Dia telah menghabiskan seluruh hidupnya berbagi kamar mandi dan kamar tidur. Sekali saja menunjukkan rasa malu dan kamu berakhir.

"Pintu tidak ada kuncinya," kata Baekhyun.

Chanyeol bahkan tidak mencoba untuk tidak melihat ke arahnya.

"Air hangat lagi?" Tanya Chanyeol.

"Aku tidak memintamu untuk memulai pembicaraan."

"Maaf."

Baekhyun mendengarkan suara gemericik dan memikirkan Minho. Chanyeol tak pernah merasa cukup nyaman untuk buang air kecil ketika Baekhyun berada di kamar mandi. Dia tenggelam kembali ke dalam air, mendorong lututnya sehingga kepalanya meluncur di bawah permukaannya. Benar-benar kacau, berantakan dan mengerikan. Baekhyun tidak mati, tapi dia merasa mati.

Ketika Baekhyun muncul kembali, Chanyeol sedang berlutut di sisi bak mandi. Dia mengingatkan Baekhyun pada siapa ya? Chanyeol mengusap gelembung dari bibir Baekhyun.

"Bolehkan aku masuk?"

"Tidak."

Dia menghela napas. "Bisakah kau berpura-pura untuk tidak berpikir tentang hal itu?"

"Tidak."

"Bahkan tidak sedikitpun?"

"Tidak."

"Jadi, kenapa kau mencoba bunuh diri?" Tanya Chanyeol.

"Kau mungkin bisa menggunakan shower selagi ada di sini. Ada handuk lebih di lemari."

Pada saat Chanyeol keluar dari shower, Baekhyun telah pergi dan membawa catatan yang diremasnya, membuat Chanyeol bahkan lebih penasaran untuk membacanya. Di bawah wastafel, Chanyeol menemukan paket pisau cukur, sekaleng gel cukur pria dan tiga kotak kondom. Semua terbuka.

Chanyeol tidak yakin apakah dia senang atau tidak tentang itu. Dia tidak memeriksa ada pakaian pria di lemari, namun Chanyeol tidak mengira Baekhyun tinggal bersama atau pernah tinggal bersama seorang pria. Tidak ada pria yang bisa bertahan hidup tanpa TV. Mungkin sang pacar hanya datang untuk melakukan seks dan bercukur. Sedikit sama seperti dia. Kecuali untuk bercukur, karena Chanyeol akan menunggu sampai ia pulang. Tapi sekarang, ia menikmati kesenangan busuknya dengan bercukur menggunakan pisau cukur pria lain. Chanyeol tidak yakin mengapa, tapi dia tidak menyukai bila Baekhyun punya pacar, meskipun ia menduga Baekhyun tidak akan berada di laut jika dia punya pacar.

Mungkinkah dia hamil? Mungkin pria itu tidak menginginkannya. Chanyeol meradang dengan kemarahan.

Siapapun orang ini, dia adalah seorang banci. Bahkan saat pikiran itu berputar di dalam pikirannya, menyaring asap ke setiap celah, Chanyeol sadar ia jadi begitu bodoh. Dia tak tahu apapun tentang Baekhyun. Itu karena Baekhyun tidak terlihat tertarik padanya yang membuat Chanyeol bahkan lebih menginginkan dia. Chanyeol masih tidak mengetahui bagaimana perasaan Baekhyun tentang dirinya. Pipi Chanyeol tergores pisau cukur ketika ia mendengar ketukan di pintu depan, tangannya terlompat dan setetes darah mengalir melalui busa. Dia bersumpah dan menatap ke tubuh telanjangnya.

Dia berharap itu bukan pacar Baekhyun.

"Baekhyun, aku sangat yakin kau di dalam."

Chanyeol menjadi santai ketika ia mendengar suara wanita.

"Mobilmu ada di sana, tadi sempat menghilang dan sekarang sudah kembali. Biarkan aku masuk. Aku ingin bicara denganmu."

"Hai, Luhan," kata Baekhyun.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Luhan.

"Ya."

"Benarkah?" Suaranya naik menjadi jeritan.

Chanyeol senang Luhan bisa melihat Baekhyun sedang dalam keadaan tidak baik.

"Kami tahu apa yang terjadi kemarin. Kau pasti hancur."

Apa yang terjadi kemarin, Chanyeol bertanya-tanya.

"Bisakah aku masuk?" Tanya Luhan.

Tidak. Chanyeol berpikir lalu memanggil, "Baekhyun, aku butuh pakaian, kecuali jika kau lebih memilih aku berjalan-jalan dengan telanjang."

"Oh, mungkin tidak sehancur itu." kata Luhan.

Chanyeol terkikik.

"Aku sedang ada seorang teman." kata Baekhyun.

"Aku akan bicara lain waktu."

Chanyeol mendengar pintu ditutup. Kemudian pintu kamar mandi dibuka. Sebuah T-shirt putih dan celana tidur dilemparkan ke dadanya.

Chanyeol berpakaian dan menemukan Baekhyun di dapur.

"Mau mengakui kalau kau mengenaliku sekarang?" Tanya Chanyeol.

Baekhyun berbalik menghadapnya dan dalam sekejap rasa panas langsung menjalar ke pangkal pahanya. Baekhyun berpakaian sama sepertinya dan tampak begitu seksi, dengan rambutnya yang basah dan berantakan, ia memaksa diri untuk tidak menarik Baekhyun ke dalam pelukannya dan menidurinya.

"Chanyeol, kuda nil laut peliharaanku." bisiknya.

Apakah Baekhyun benar-benar tidak tahu siapa dia?

"Coba lagi."

Baekhyun mengerutkan matanya.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Kau agak berjerawat," katanya.

Chanyeol tertawa. Itu adalah kata yang tak pernah ditujukan kepadanya sebelumnya—tampan, menggoda, indah, tidak pernah ada kata berjerawat. "Ini gara-gara pisau cukur."

"Oh. Lapar?"

"Kelaparan."

"Apakah kau makan daging?"

"Aku makan apa saja. Hampir," ia mengoreksi, jika Baekhyun tidak membuat otak rebus atau tembolok panggang. "Punya anggur?" Chanyeol menatap botol kosong di samping wastafel.

"Hanya sampanye."

Baekhyun mengambil dua kontainer dari freezer, membuka tutupnya dan menaruhnya dalam microwave untuk dicairkan.

"Apa sampanye-nya kau taruh di lemari es?" Tanya Chanyeol dan membuka pintunya.

Baekhyun meluncur ke arah Chanyeol dan menutup pintu kulkas dengan keras.

"Whoa." Chanyeol mundur, tangan di udara.

"Maaf. Aku yang akan mengambilnya."

"Apa yang kau taruh di sana? organ tubuh?"

"Oh Tuhan, kau kan bisa mengiranya. Aku suka mentraktir beberapa pria ke pria lain dan seterusnya. Salah satu kebiasaanku. Aku kira kau tidak ingin tinggal hanya untuk makan sekarang." Baekhyun mengepalkan catatan yang ditempel di sampanye dan menyerahkan botol padanya.

Chanyeol terkesiap saat melihat labelnya. Tidak ada perabot tapi ia bisa membeli Cristal?

"Astaga. Ini untuk acara khusus?" tanya Chanyeol, mengacungkan botol.

"Kupikir mungkin tidak ada kesempatan yang lebih istimewa daripada sekarang."

"Memiliki aku di rumahmu, ya, kau benar."

Baekhyun tertawa dan Chanyeol tersenyum. Baekhyun tampak begitu berbeda ketika dia tertawa, seolah-olah setiap kekhawatiran telah lenyap.

Chanyeol akan melangkah lebih lanjut, selagi Baekhyun sedang dalam suasana baik.

"Bolehkah aku menginap?"

Kekhawatiran itu kembali.

"Aku tidak punya tempat tidur cadangan."

"Aku bisa tidur di sofa."

Ketika Baekhyun tidak mengatakan apa-apa, Chanyeol menambahkan, "Atau aku bisa pergi. Tapi aku akan butuh tumpangan."

"Kupikir," Baekhyun berkata, "Aku lebih suka jika kau tinggal." Chanyeol merasa seakan-akan Baekhyun menaruh tangan di keningnya untuk menenangkannya. Chanyeol mendorong gabus pelan-pelan keluar dari botol sampai terdengar bunyi pop dan menuangnya.

"Untuk apa kita minum?"

"Kau dan aku."

"Dan seekor anjing bernama Sue," Chanyeol bernyanyi dan mendentingkan gelasnya pada gelas Baekhyun.

Baekhyun memutar matanya.

"Dia anjing yang cantik," kata Chanyeol. "Setengah Chihuahua, setengah Doberman. Ibunya adalah Chihuahua. Bukan hubungan yang mudah."

"Jadi siapa dirimu?" Tanya Baekhyun. "Seorang komedian yang tidak lucu?" Chanyeol geram. "Biasanya aku menyanyi, tapi sekarang aku berakting."

"Ya Tuhan." Baekhyun memutar matanya.

Chanyeol tertawa. "Apa kau benar-benar tidak mengenaliku?"

Baekhyun menatap lurus ke arahnya dan Chanyeol melihat momen pengenalan menghantam Baekhyun.

"Oh, sial." kata Baekhyun.

.

.

TBC

.

.

Haiiii^^ newbie hereee.

Untuk pertama ini aku mau meremake novel erotic Strongers karyanya mba Barbara Elsborg

Aku cuma mengganti nama dan ada beberapa bagian yang aku hilangkan karena tidak merasa diperlukan, untuk latar tetap di inggris ya, jadi mata uangnya mengikuti.

Ini ada sinopsis tapi aku langsung masuk bab. Semoga ga mengecewakan ya.

Ummm, sebenernya ini ada adegan NCnya, jadi aku akan lanjut abis lebaran/pas malem? *nambahdosa.

Itu terserah kalian sih hehe.

Jangan lupa review ya?;)

Byunnerate