Alone

Standart disclaimer applied.

Enjoy!

.

.

.

Angin menerpa wajahnya, menyenjukkan dan memberi sensasi tersendiri. Angin yang berbeda dengan yang pernah ia rasakan sebelumnya. Angin di laut. Jejak kakinya menapak jelas dari ujung pantai hingga ke tepi pantai. Ia berlari melihat hamparan air yang sangat luas di hadapannya, takjub dengan keindahan ini.

Kakeknya benar, tentang lautan dan semua yang ditulis di buku. Senyum kebahagiaan menghiasi wajahnya. Jika boleh, ia selalu ingin untuk berteriak, sekeras yang ia bisa. Mengungkapkan kebahagiaannya atas kemenangan umat manusia. Armin mencoba meneguk air laut, merasakannya. Rasa asin membuatnya memuntahkan sebagian yang hampir masuk ke dalam kerongkongannya. Kakeknya juga benar mengenai air laut yang asin karena mengandung garam.

Tapi sayang, kedua sahabatnya tidak ada disini, di sisinya. Seandainya mereka bisa ikut dengannya pasti kebahagiaan yang ia rasakan semakin lengkap. Ingin rasanya ia menemui keduanya dan berkata,

"Eren, Mikasa, aku sudah melihatnya, melihat laut!''

Pemuda itu menundukkan kepalanya, membiarkan ombak kecil menerpa kakinya dan menyeret beberapa pasir ke laut. Pasir lembap yang tersisa seakan berusaha menenggelamkannya ke bawah. Ia bergeming, dilema yang ia rasakan membuatnya kebingungan harus bahagia atau sedih mengingat kedua temannya tidak ada disini dan melihat pemandangan indah ini bersama dengannya.

"Armin.''

Seseorang memanggilnya, ia kemudian menoleh ke belakang. Seorang pemuda dengan rambut hitam dan beberapa bintuk menghiasi wajahnya dan gadis yang membawa bebeeapa daging dan kentang di tangannya. Mereka menepuk bahunya bersamaan. Di belakang mereka ada beberapa temannya yang lain.

"Sasha, jangan makan sambil berlari, kau bisa tersedak,'' ucap seorang pemuda yang menyusul mereka, penampilannya seperti biksu.

Armin menatap pemuda yang menepuk bahunya. Teman lana yang sudah lama tak ia temui.

"Lama tak jumpa, Armin.'' Pemuda itu tersenyum, entah kenapa hati Armin menjadi lebih tenang.

Helaian pirang itu bergoyang bersamaan dengan anggukkan kepalanya. "Ya, apa kabar, Marco?''

Setidaknya Armin tau dimana ia berada sekarang. Dan ia harus tegar, walau pun tidak ada Eren dan Mikasa, tapi setidaknya ada teman-temannya yang lain. Setidaknya ia tidak menikmati keindahan ini sendirian. Walau sedih rasanya mengingat jika lautan ini bukanlah aslinya. Yang asli mungkin jauh lebih indah dari ini.

Belum sempat Marco menjawab pertanyaan Armin, seorang pria muncul, mengenakan sebuah topi. Pria yang sangat dirindukan Armin lebih dari siapa pun.

"Kakek!'' Armin berseru bahagia kemudian langsung berlari memeluk pria itu. Sudah lama, lama sekali, Armin ingin bertemu dengan sang kakek. Pelukkannya semakin erat seakan tidak ingin melepaskan sosok itu untuk pergi lagi.

Pria itu tersenyum, mengelus pucuk kepala cucunya. "Kau telah menjadi seorang pahlawan, Armin. Kakek bangga padamu.''

.

.

.

"Walau dengan bayaran kau harus berpisah dengan kedua temanmu yang masih berjuang di dunia yang keras.''

END

N/A: baper Armin kebakar akhirnya memutuskan untuk menulis ini. Untuk berbagi kesedihan hiks.

Ok, pokoknya SEE U NEXT PROJECT!