"Baekhyun..."
Baekhyun tersenyum tipis, dan Baekhyun mencelos sendiri saat menyadari bahwa tersenyum yang biasanya selalu ia lakukan dengan mudah, kini justru dengan penuh perjuangan dan paksaan. Ia bahkan baru sadar bahwa ia nyaris tidak bernafas dengan benar dan tangannya mengepal kuat-kuat.
Chanyeol, di hadapannya, menatapnya sambil menggigit bibir. Iris hitam Chanyeol sesekali bergerak, seolah tidak mampu menatap tepat ke arahnya lebih lama.
Detik-detik berlalu dan Chanyeol membisu, seolah mencoba mengulur waktu. Sementara Baekhyun, yang bisa dilakukannya hanyalah menatap Chanyeol sendu. Ia serasa ingin menghantamkan kepalanya pada batang pohon di belakangnya sampai ia amnesia dan ia tidak akan tahu apa yang sedang Chanyeol coba untuk bicarakan. Sayangnya Baekhyun tidak bisa, dan pengetahuannya atas apa yang akan Chanyeol katakan selanjutnya membuatnya sesak dalam bisu.
"Katakan saja, Chanyeol." Senyuman Baekhyun masih bertahan, dan Baekhyun justru membencinya. Baekhyun benci kenapa ia masih bisa terasa begitu tenang padahal di dalam hatinya ia benar-benar berantakan. Tapi yang membuat Baekhyun semakin benci adalah kenapa ia tidak bisa untuk memukul Chanyeol saat ini juga—bahkan meski ia sangat ingin untuk melakukannya.
Hatinya bisa-bisanya menolak untuk melakukan itu.
"Baek, maafkan aku," Baekhyun bisa melihat Chanyeol yang menelan ludah susah payah, "tapi kupikir kita harus mengakhiri hubungan kita."
Baekhyun tahu cepat atau lambat Chanyeol akan mengatakannya, tapi mendengarnya sendiri membuat Baekhyun serasa kehilangan dunianya.
.
.
.
Pause
Cast :
Byun Baekhyun
Park Chanyeol
Other Cast :
Lu Han
Do Kyungsoo
Oh Sehun
and cameos can be seen by yourself
Genre :
Romance, Drama
Rated :
T
Summary :
[1/3] Baekhyun tidak menyangka bahwa Chanyeol akan memutuskannya di saat angkatan mereka tengah menyiapkan acara perpisahan. Dan ini, adalah perjuangan seorang Byun Baekhyun yang berusaha move on, meski pada akhirnya Baekhyun lagi-lagi jatuh di lubang yang sama—lubang yang bernama pesona Park Chanyeol. Lalu bagaimana dengan Chanyeol sendiri? ChanBaek/BaekYeol. Yaoi! RnR?
.
.
.
"Aku mengerti," Baekhyun masih tenang-tenang saja, "baiklah."
Baiklah pantatmu, Baekhyun mengumpati dirinya sendiri. Jangan tinggalkan aku seperti ini, Park Chanyeol bodoh. Jangan.
"Entahlah, Baek, aku masih merasa bersalah." Chanyeol berujar, nyaris seperti orang merintih. Sementara Baekhyun rasanya ingin menonjok sesuatu. Aku bahkan tidak bisa menyalahkan siapapun.
"Aku—tidak ingin melakukan ini, aku berharap kalau perasaanku masih sama seperti seharusnya. Tapi dengan berjalannya waktu dan bertemu dengan banyak orang yang berbeda, aku tidak bisa—"
Kepalan tangan Baekhyun semakin kuat, Baekhyun bisa merasakannya, seiring dengan mulutnya yang menyela. "Hentikan, Chanyeol. Tidak perlu kau jelaskan. Aku mengerti. Kau tidak mencintaiku lagi, sementara kita nyaris tidak bertemu di setiap harinya pada sebulan terakhir ini, dan rapat untuk acara kelulusan membuatmu yang sebagai panitia acara bertemu Kyungsoo, dan—bum. Kau jatuh padanya, dan kau ingin meninggalkanku. Aku mengerti dan aku tidak menyalahkan satupun dari kalian. Jadi, berhenti merasa bersalah dan minta maaf."
Mata Baekhyun terpejam. "Pergilah, Chanyeol."
"Maafkan aku, Baek," Baekhyun membuka matanya secara refleks, hendak mengatakan untuk berhenti minta maaf, tapi yang ia dapatkan adalah bibir Chanyeol yang menyentuh bibirnya, dan telapak tangan Chanyeol yang masih sehangat biasanya menekan tengkuknya.
Bibir mereka hanya saling bersentuhan untuk beberapa detik, dan Chanyeol melepaskannya. Baekhyun, entah mengapa, merasa dingin yang memuakkan menusuk tubuhnya ketika Chanyeol melepas rengkuhannya. Tatapan mereka bertemu dan Chanyeol berbisik. "Terima kasih untuk semuanya, Baek, aku—menghargainya."
Baekhyun diam di tempatnya, mengukir sebuah senyuman penuh paksaan yang berarti tidak apa-apa—tapi juga bukan tidak apa-apa, dan Chanyeol berbalik meninggalkannya.
Ketika Chanyeol menghilang dari jarak pandangnya, Baekhyun termenung. Oh, tidak, Baekhyun tidak menangis, tentu saja. Meski ia memang menjadi sisi perempuan dalam hubungan mereka, tapi Baekhyun tetap laki-laki yang tidak akan menangis meraung-raung hanya karena diputuskan kekasihnya.
Tapi percayalah, rasa sakitnya tetap sama.
Baekhyun tidak habis pikir, dengan Chanyeol, tapi terlebih dengan dirinya sendiri. Tubuh Chanyeol masih memancarkan aura yang sama, aura yang membuatnya bertekuk lutut pada Chanyeol, hangat telapak tangan Chanyeol juga masih seperti biasanya, hangat yang membuatnya nyaman seperti perasaan bahwa inilah rumahnya, dan lembutnya bibir Chanyeol juga masih sama seperti dulu, bibir yang tak pernah gagal membuatnya kembali jatuh cinta pada Chanyeol.
Bahkan ketika ia masih merasa bahwa Chanyeol tetap sama seperti Chanyeol yang dulu mencintainya, ia tidak bisa mengerti kenapa perasaan Chanyeol bisa berubah. Semudah itu.
Tapi Baekhyun bahkan tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Ia tidak mau. Karena ia tahu bahwa perasaan seseorang tidak bisa disalahkan, apalagi dipaksakan. Dan Baekhyun benci ketika ia tidak tahu perasaan marah dan kecewa yang ada dihatinya ini harus disalahkan pada siapa.
Kenyataannya, memang tidak ada yang salah.
.
.
.
Seumur hidupnya, Baekhyun tidak pernah memukul kaca. Dan di umur delapan belas ini, Baekhyun akhirnya melakukannya.
Cermin di kamarnya pecah begitu saja, dengan pecahan kacanya yang menggores pipi Baekhyun, ada pula yang menggores kakinya ketika pecahan itu jatuh berserakan di lantai. Sementara itu, kepalan tangannya sendiri yang mengeluarkan darah paling banyak.
Rasanya menyakitkan bagi Baekhyun karena ia tidak merasakan perih atau apapun.
Baekhyun masih diam di tempatnya dengan wajah datar ketika pintu kamarnya menjeblak terbuka dan Luhan muncul di sana, dan ia bisa mendapati dari ekor matanya bahwa Luhan tersentak kaget di tempatnya.
Kebisuan Baekhyun menjawab segala pertanyaan Luhan semacam ada apa, apa yang kau lakukan, apakah sakit, apa kau tidak apa-apa, dan sebagainya. Bahkan Baekhyun tidak bisa merasakan apa-apa seolah sarafnya mati rasa, ketika Luhan mengambil kotak P3K dari ruang tamu apartemennya—apartemen mereka berdua—lalu mengobati luka-lukanya dengan alkohol.
"Chanyeol akhirnya melakukannya," Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Baekhyun setelah setengah jam kebisuannya.
Tangan Luhan yang sedang mengoleskan kapas beralkohol di pipi Baekhyun menoleh. "Melakukan ap—oh Tuhan!"
Luhan seketika menghentikan kegiatannya dan refleks melingkarkan tangannya pada tubuh Baekhyun, mengusap punggungnya. Ini tidak pernah gagal membuat Baekhyun tenang.
"Tidak apa-apa, Baekhyun. Jangan terlalu dipikirkan. Mungkin itu adalah keputusan terbaik yang bisa Chanyeol lakukan. Setidaknya ia tidak berselingkuh di belakangmu dan memilih untuk mengakuinya langsung." Luhan berujar, mencelos ketika tubuh Baekhyun terasa bergetar di pelukannya.
"Aku tahu," Baekhyun bergumam lirih, "aku tahu."
Luhan melepaskan pelukannya dan Baekhyun mendapati Luhan yang tersenyum menenangkan ke arahnya. Baekhyun balas tersenyum, tipis, tapi tanpa paksaan. "Terima kasih, Hyung."
"Sama-sama," Luhan berujar, kemudian tertawa. "dan jangan memanggilku hyung, kau justru terlihat mengerikan jika bersikap sopan padaku."
Kali ini Baekhyun tertawa. Luhan benar-benar sahabat yang paling mengerti dirinya dan ia bersyukur untuk itu. Sementara itu, Luhan kembali melanjutkan untuk membalut tangannya yang berdarah dengan kain kasa.
"Nah, sudah selesai," Luhan tersenyum, "aku juga sudah memasak untuk makan malam. Ayo keluar, dan sehabis itu kau sebaiknya langsung tidur. Aku yang akan membersihkan pecahan kacanya."
Baekhyun mengangguk, tersenyum dan kemudian beranjak untuk berdiri. Luhan melangkah lebih dulu, dan kemudian berhenti di ambang pintu.
"Oh ya," Luhan menoleh, "dan jangan berani-beraninya untuk mencoba mendengarkan lagu galau."
Baekhyun lagi-lagi tertawa. "Aku mengerti, Lu. Aku juga masih berotak untuk tidak menghancurkan diriku sendiri."
"Pintar," Ujar Luhan sambil meringis, kemudian mereka berdua sama-sama menuju ruang makan.
.
.
.
Keesokan harinya, Baekhyun terbangun dengan perasaan seperti biasa. Meski ia merasa sedikit kosong, tapi afterall, dia baik-baik saja. Bahkan Baekhyun berpikir sendiri bahwa ia terlalu baik-baik saja untuk ukuran orang yang baru saja diputuskan kekasihnya sendiri.
Baekhyun memilih untuk menghilangkan pemikiran anehnya dan segera bersiap-siap menuju sekolah. Ia mandi sekitar lima belas menit, kemudian memakai seragam dan membawa keperluannya ke dalam tas yang menghabiskan waktu sepuluh menit.
Ketika ia keluar kamar, meja makan sudah diisi oleh sepiring besar bacon kesukaannya dan Luhan sedang makan dengan lahap di salah satu kursi. "Oy, Baek,"
Luhan menyapa dengan mulut penuh bacon, dan Baekhyun tak bisa menahan dirinya untuk mengernyit geli. "Pagi, Lu, kau terlihat jelek sekali."
"Terima kasih pujiannya," Luhan berujar penuh perasaan, "ayo makan."
Baekhyun mengangguk singkat dan segera mengambil nasi, lalu memakan sarapannya sendiri. Ia menghabiskan sekitar sepuluh menit untuk sarapan, dan ketika ia selesai, Luhan sedang mengikat tali sepatunya. Ia bergegas mencuci piring kotornya, menegak air mineral dari botol yang tersedia di kulkas, kemudian menyusul Luhan.
Mereka berjalan sekitar dua ratus meter untuk mencapai halte terdekat, dan bus sekolah sudah nampak di ujung tikungan. Mereka menaiki bus tersebut dan memilih duduk di kursi bagian tengah bus.
"Oh iya, soal perwakilan kelas untuk acara perpisahan, kelas kita mendapatkan tema akustik, kan?" Luhan membuka pembicaraan, dan Baekhyun mengangguk. "Iya, kan kemarin Chanyeol barusan mengatakannya."
"Seharusnya perwakilan kelas kita kan kau dan Chanyeol," Luhan melirik Baekhyun yang santai saja di kursinya. "tapi kalau kau sudah putus begini, kau tetap akan bersedia menjadi perwakilan?"
Baekhyun mengetukkan jari telunjuknya di dagu. "Sebenarnya aku sih tidak masalah, tapi kupikir ada baiknya kalau aku memilih mundur saja. Aku harus menjaga perasaan Kyungsoo juga."
"Ckck, kau benar-benar baik, Baek." Luhan bergumam, menekankan pada kata baik. "Kau bahkan tidak terlihat seperti orang yang baru saja putus."
Sebuah dengusan tertahan menjadi tanggapan Baekhyun. "Untuk apa bersikap sedih-sedihan lalu putus asa ketika diputuskan? Toh, diputuskan pacar juga tidak akan membuatku mati. Laki-laki di dunia ini juga bukan hanya Chanyeol. Atau syukur-syukur dengan putusnya aku dan Chanyeol, aku bisa menyukai dada besar lagi."
Luhan tertawa lebar. Dan Baekhyun memejamkan matanya. Tidak akan semudah itu, Lu. Tidak semudah itu.
Sekitar dua puluh menit, mereka akhirnya sampai di halte depan sekolah mereka. Baekhyun turun lebih dahulu, disusul oleh Luhan. Sekolah yang minggu kemarin terasa sepi—tentu saja karena mereka sudah ujian untuk kelulusan, hari ini menjadi ramai karena pembagian tema untuk acara perpisahan sudah diumumkan. Sehingga kelas dua belas seperti Baekhyun dan Luhan harus masuk untuk mempersiapkan acara kelulusan.
Ketika Baekhyun dan Luhan masuk kelas, suasana kelas sudah lumayan ramai. Baekhyun meletakkan tasnya di bangkunya—di samping Chanyeol yang mengejutkannya tetap duduk di sampingnya meski sudah putus—kemudian ia berjalan menuju Joonmyeon yang menjadi sekretaris. "Joonmyeon! Lihat daftar absensinya, siapa saja yang belum masuk?"
Jangan terkejut kalau Baekhyun yang serampangan itu bisa jadi ketua kelas.
"Oh, Baek, ada dua anak lagi yang belum masuk. Uh... Jongin, dan Luna." Joonmyeon berujar, tatapannya menelusuri buku absensi. Baekhyun mengangguk singkat. "Oke, hanya dua anak. Kurasa tidak masalah kalau kita mulai terlebih dulu."
"Baiklah," Baekhyun berjalan menuju ke depan kelas, mengetukkan spidol yang ia ambil dari meja guru kepada papan tulis. "aku minta perhatian kalian semua."
Suara bising kali ini terdengar sayup-sayup dan tak butuh waktu lama untuk mereka semua menaruh perhatiannya pada Baekhyun. Sementara itu, Luna yang baru masuk kelas, langsung dengan sigap duduk di bangkunya dan ikut memperhatikan Baekhyun.
"Baik. Dengarkan aku. Seperti yang dikatakan Chanyeol kemari—tunggu." Ucapan Baekhyun terhenti ketika ia sadar bahwa Chanyeol masih tertidur di bangkunya dengan tangan yang dijadikan bantal. Dan karena ia tidak menemukan barang lain selain spidol di tangannya, ia memilih melemparkan itu ke arah Chanyeol.
"Telinga besar, bangun!" Teriak Baekhyun, dan seisi kelas refleks menahan tawa ketika Chanyeol mengerang di tempatnya dan mendapati kalau Baekhyun menatapnya. Chanyeol mengerjapkan matanya, kemudian duduk dengan benar meski tatapannya masih sayu.
Oke, tatapan sayu itu membuat Baekhyun tergoda—sampai akhirnya hatinya mencelos ketika sadar bahwa Chanyeol bukan lagi miliknya. Jadi, Baekhyun memilih menggelengkan kepalanya dan kembali fokus. "Oke, seperti yang dikatakan Chanyeol kemarin, kelas kita mendapat tema akustik untuk tampil di acara kelulusan. Dan kemarin kita sudah sepakat bahwa perwakilan kelas kita yaitu aku sendiri dan Chanyeol."
Baekhyun menghela nafas, memantapkan dirinya sendiri. "Tapi maafkan aku, sepertinya aku harus mundur."
Dan seketika itu, kelas menjadi ramai. Rata-rata semua menanyakan seperti ada apa, kenapa, bagaimana kedepannya, dan yang lain. Sampai akhirnya suara Chanyeol memecah kebisingan. "Tunggu."
Kelas menjadi sunyi dan Chanyeol kembali berujar. "Kenapa begitu, Baek?"
"Tidak ada alasan khusus sebenarnya," Baekhyun menghendikkan bahunya santai, "hanya saja kita sudah putus dan—"
"Apa?"
"Huh?"
"Putus?"
"Ha?"
—dan seperti itu kira-kira reaksi anak sekelas. Alih-alih memikirkan siapa yang akan menggantikan Baekhyun untuk menjadi perwakilan kelas, berita putusnya Baekhyun dan Chanyeol yang diceploskan Baekhyun sendiri itu justru menjadi perbincangan semacam gosip panas.
"Baiklah, hentikan perbincangan kalian. Jadi, Chanyeol," tatapan Baekhyun menubruk mata Chanyeol, "karena kita sudah putus dan sekarang kau dengan Kyungsoo—"
"Wow."
"Kyungsoo?"
"Si mata besar itu?"
"Anak kelas sebelah?"
"Perwakilan panitia dari kelas B?"
Baekhyun bisa melihat Chanyeol yang gelagapan di tempatnya. "Heh, tunggu, aku bahkan belum jadi—"
Baekhyun memilih mengibaskan tangannya dengan raut aku tidak peduli dan meminta anak sekelas kembali memperhatikannya. "Maka dari itu, aku memilih mundur karena kupikir aku perlu menghargai perasaan Kyungsoo juga—"
"—Yah, Byun Baekhyu—"
"—meski itu terkesan tidak profesional, tapi tolong dimaklumi—"
"Byun Baekhyun!"
Mata Baekhyun mengerjap dan ia menoleh ke arah Chanyeol. "Ya?"
"Ish, setidaknya cabut kata-katamu sebelumnya, Baek, aku bahkan belum berpacaran dengan Kyungsoo dan kau sudah membuat gosip—"
"—itu urusanmu." Baekhyun menyela, kemudian menyeringai.
Joonmyeon mengangkat tangan dan Baekhyun menoleh. "Kenapa, Joonmyeon?"
"Itu, Baek, lalu siapa yang akan menggantikanmu untuk duet bersama Chanyeol?"
Baekhyun mengedarkan tatapannya pada teman-teman sekelasnya. Mencoba untuk memikirkan siapa kandidat yang tepat untuk menggantikannya. Kalau Luhan, suaranya memang bagus, tapi tipe suaranya kurang cocok kalau dipadukan dengan suara berat Chanyeol. Lalu ada Krystal, tapi ia pikir Krystal lebih baik dimasukkan ke perwakilan formasi dance untuk performance angkatan mereka.
Tatapan Baekhyun menyapu bagian pojok kelas dan ia menjentikkan jarinya. "Ah, Jongdae!"
Jongdae yang tatapannya tadi mengarah pada ponselnya kini mendongak. "Huh? Aku? Kenapa?"
"Kau yang akan menggantikanku untuk duet bersama Chanyeol." Baekhyun berujar final, sementara Jongdae menganga di tempatnya. "Apa? Tapi aku kan sudah di bagian perwakilan acapella untuk performance angkatan!"
Baekhyun menepuk dahinya. "Oh iya."
Beberapa detik Baekhyun terdiam, sampai akhirnya ia tersenyum lebar. "Kalau begitu biar aku yang menggantikanmu di perwakilan acapella! Kita bertukar tempat, bagaimana?"
Baekhyun rasanya ingin tertawa memikirkan bahwa ia semacam sedang melakukan negoisasi untuk membeli barang. Jongdae di tempatnya masih memasang wajah ragu. "Memang kau bisa?"
"Yak!" Baekhyun menatap Jongdae tajam. "Kau meremehkanku?"
"Baiklah, baiklah," Jongdae berujar pasrah, "aku akan menggantikanmu."
Baekhyun meringis lebar. "Yay! Oke, selanjutnya kita pilih perwakilan untuk dance. Kita pilih dua orang."
"Maaf aku terlambat!" Baekhyun menolehkan kepala ke arah pintu masuk dan mendapati Jongin yang terengah-engah di sana. Ia mengangguk, menyuruh Jongin duduk dan akhirnya kembali mambahas perwakilan dance, acapella, drama, dan sebagainya.
Pembahasan mereka berakhir tepat pukul dua belas siang, dan Baekhyun memerintahkan semuanya untuk istirahat lima belas menit lalu kembali ke kelas untuk menyiapkan penampilan mereka.
.
.
.
Baekhyun berjalan seorang diri ke kantin. Luhan yang seharusnya ikut bersama Baekhyun malah mendadak mendapat panggilan alam sehingga ia ijin ke toilet lebih dulu, sementara Baekhyun memilih untuk menunggunya di kantin.
Sesampainya di kantin, suasana tidak terlalu ramai. Terhitung sekitar lima atau enam meja yang belum ditempati. Baekhyun hendak melangkahkan kakinya ke meja paling ujung ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya.
"Baekhyun!"
Begitu menoleh, ia mendapati Kyungsoo yang melambaikan tangannya ke arahnya. Singkat ceritanya, meski Kyungsoo berbeda kelas dengan Baekhyun, tapi mereka berada di satu ekstrakulikuler yang sama sehingga mereka terhitung sebagai teman dekat.
Sementara itu, Chanyeol yang di samping Kyungsoo menatapnya canggung, tapi Baekhyun memilih mengabaikannya dan tersenyum ke arah Kyungsoo. Ketika ia sampai di hadapan Kyungsoo, Baekhyun mendapatkan senyuman manis Kyungsoo. "Ayo gabung bersama kami, Baek."
"Uh..." Mata Baekhyun melirik ke arah Chanyeol yang masih menatapnya canggung, kemudian kembali menatap Kyungsoo. "aku tidak mengganggu kencan kalian?"
"Kencan?" Kyungsoo tertawa, dan bibirnya membentuk hati yang begitu indah. Baekhyun yang melihat itu sangsi sendiri. Mengetahui bahwa Kyungsoo yang begitu manis—tentu saja Chanyeol bisa jatuh hati dengan begitu mudahnya. Dan Baekhyun merasa kalah begitu saja.
"Tidak masalah, Baek." Putus Kyungsoo final, menoleh ke arah Chanyeol. "Tidak apa, kan, Chanyeol?"
Kali ini tatapan Baekhyun jatuh kepada Chanyeol, alisnya terangkat—menanyakan dengan isyarat apakah benar tidak apa-apa. Chanyeol menghendikkan bahunya, tersenyum tipis. "Tidak masalah, semakin ramai semakin bagus."
Jadi, Baekhyun memutuskan untuk duduk. Sebelah tangannya menopang dagu, sementara itu Kyungsoo menatapnya dengan mata bulatnya. "Kudengar kau putus dari Chanyeol?"
Baekhyun menahan tawanya. "Chanyeol menceritakannya padamu?"
"Tidak juga," Baekhyun dapat melihat Kyungsoo melirik Chanyeol yang sedang menyeruput milk tea-nya dengan cuek. "hanya itu menjadi gosip di antara teman-teman sekelasmu dan aku mendengarnya."
Sebuah hendikkan bahu menjadi jawaban Baekhyun. "Begitulah."
Sementara itu, mata Baekhyun menangkap siluet Luhan yang memasuki kantin dengan kepala yang tertoleh kesana kemari. Baekhyun tersenyum lebar. "Luhaeeen!"
Kepala Baekhyun tertoleh ke arah Kyungsoo yang sedang menatap Luhan. "Aku boleh mengajak Luhan di sini?"
Kyungsoo mengalihkan tatapannya ke arah Baekhyun dan tersenyum. "Tentu saja."
Ketika Luhan sampai di hadapan Baekhyun dan yang lainnya, ia menduduki kursi di samping Baekhyun dengan serampangan, kemudian tertawa. "Wow, serius Baek, kau mencoba menjadi nyamuk di antara dua sejoli ini? Katanya ikhlas putus."
Baekhyun memutar bola matanya malas. "Bukan begitu, bodoh. Kyungsoo mengajakku."
"Oke kalau begitu. Aku mau pesan minum dulu." Luhan hendak beranjak sebelum Baekhyun menyelanya. "Pesankan aku jus strawberry sekalian."
Luhan mendengus, tapi Baekhyun tahu Luhan akan melakukannya. Jadi ketika Luhan beranjak pergi, Baekhyun menyandarkan punggungnya santai. Tatapannya terjatuh pada Chanyeol dan Kyungsoo yang berbincang-bincang di hadapannya. Chanyeol terkadang tertawa dan mengusak rambut hitam kelam Kyungsoo, dan entah mengapa Baekhyun termenung sendiri.
Kalau diingat-ingat, dulu Chanyeol selalu tertawa di depannya. Tangan itu selalu mengusap pucuk kepalanya, dan kini kehilangan itu semua membuat Baekhyun merasa aneh dengan dirinya sendiri. Terlebih Baekhyun entah mengapa merasa bersalah sendiri ketika bisa-bisanya ia sakit hati untuk melihat itu. Sakit hati ketika dirinya sendiri mengakui kalau Chanyeol dan Kyungsoo nampak cocok bersama.
Padahal Baekhyun ingat dulu Chanyeol selalu mengelu-elukan bahwa ia terlahir untuk Baekhyun.
Baekhyun tidak sadar bahwa Kyungsoo tengah menatapnya, dan ia sedikit tersentak ketika Kyungsoo berujar sembari memanggil namanya. "Baek, aku jadi penasaran. Kenapa kau putus dengan Chanyeol?"
Tepat ketika Kyungsoo menyelesaikan pertanyaannya, Luhan telah duduk di samping Baekhyun sembari menyodorkan segelas jus strawberry, sementara di hadapan Luhan sendiri terdapat orange juice. Baekhyun membuka mulutnya, namun belum sempat suaranya keluar, Luhan lebih dulu berujar. "Mereka putus karena Chanyeol suka padamu."
"Woy!" Baik Baekhyun maupun Chanyeol terkejut sendiri karena mereka berteriak ke arah Luhan dalam waktu yang sama. Chanyeol gelagapan sendiri dan ia menggaruk puncak kepalanya. "Tidak, bukan begitu..."
Baekhyun tidak bisa menahan dirinya untuk memutar bola mata. "Kyung, maafkan Luhan karena dia memang suka ceplas-ceplos—"
Sebuah seringai muncul di bibir Baekhyun. "—tapi, itu benar sih."
"Serius?" Mata Kyungsoo yang sudah bulat kini semakin membulat. "Uh, aku jadi merasa bersalah..."
Baekhyun terkejut sendiri ketika ia dengan refleks mengibaskan tangannya. "Tidak, tidak masalah. Lagipula," Baekhyun menelan ludahnya susah payah, "aku juga tidak lagi menyukainya."
Bullshit.
Kalau bukan karena Kyungsoo, Baekhyun tidak akan sudi mengatakan kebohongan belaka ini.
Berterimakasihlah, Do Kyungsoo.
"Wow, benarkah itu Baek?" Kali ini Chanyeol berbicara, sorot matanya memperlihatkan bahwa ia serius penasaran. Baekhyun mengalihkan tatapannya pada gelas di hadapannya, menyeruputnya perlahan sebelum akhirnya ia berujar. "Begitulah. Mungkin karena kau sibuk menjadi panitia untuk acara kelulusan dan aku kemudian terbiasa menghabiskan waktu tanpamu, aku jadi tidak lagi menyukaimu."
Tidak, bukan begitu Chanyeol. Jangan percaya kata-kataku, jangan.
"Tetap saja, Baek, maafkan aku dan jangan benci Chanyeol karena itu." Kyungsoo kembali berbicara, menatap Baekhyun dengan tatapan penuh penyesalan. Baekhyun tersenyum tipis. "Lupakan saja, Kyung. Pokoknya, kalau Chanyeol suatu saat menyatakan perasaannya padamu—"
Tatapan Baekhyun jatuh pada Chanyeol yang menatapnya dengan sorot mata kelam. Baekhyun rasanya ingin menatap mata itu lebih lama, ingin lagi tenggelam dalam sorot mata yang selalu berhasil menenangkannya. Tapi ia tahu bahwa sekarang tak lagi sama.
Baekhyun mempertahankan senyumannya, kembali berujar, "—terima saja dia dan jangan pikirkan aku juga hubunganku bersama Chanyeol yang dulu."
"Terima kasih, Baek." Kyungsoo tersenyum, Baekhyun tahu itu adalah senyuman yang tulus. Dan Baekhyun mendadak benci dirinya sendiri kenapa ia tidak bisa merasa bahwa ia tidak menyesal untuk mengatakannya sekalipun ia begitu menginginkannya. Ia menyesal.
"Aku lega, ketika kau bilang kalau kau memang tidak lagi menyukaiku," Chanyeol memecah keheningan, tersenyum tipis. "Setidaknya kekhawatiranku berkurang setelah meninggalkanmu."
Baekhyun tertawa singkat. "Ayolah Chanyeol, meski begini aku juga laki-laki. Aku tidak akan menangis meraung-raung ketika kau meninggalkanku bahkan jika seandainya aku masih mencintaimu. Kau lihat? Sekarang aku super baik-baik saja bahkan setelah kau memutuskanku."
"Kau benar." Balas Chanyeol. "Kau benar-benar baik-baik saja."
Baekhyun tersenyum tipis tanpa membalas tatapan Chanyeol, memilih menyeruput kembali jus strawberry-nya sementara hatinya mencelos. Ia tidak pernah biasa berbohong dan Baekhyun benci bagaimana ia bisa berakting begitu baik di hadapan semua orang. Seolah ia baik-baik saja padahal—benar, ia baik-baik saja, secara keseluruhan. Tapi hatinya, meski hanya satu per sepuluhnya, tetap merasa tidak baik-baik saja.
Baekhyun kecewa.
Kecewa bahwa Chanyeol tidak mengetahui semua tipu dayanya hari ini.
Dan Baekhyun hanya bisa menurut ketika Luhan pamit untuk menemui ketua OSIS sembari menggeretnya pergi. Tentu saja, itu hanyalah kebohongan semata.
Luhan tertawa—antara tertawa sinis dan mengejek—ketika posisi mereka sudah jauh dari meja yang ditempati Kyungsoo dan Chanyeol.
"Apa kabar, Byun Baekhyun?"
Baekhyun menghela nafas,
"Ingatkan aku untuk tidak lagi satu meja dengan Chanyeol dan Kyungsoo setelah hari ini."
.
.
.
Ketika Baekhyun dan Luhan sampai di kelas, keadaan kelas sudah lumayan ramai. Maka dari itu, Baekhyun memerintah sebagian murid yang sudah ditentukan bagian performance-nya untuk berkumpul dalam satu kelompok.
Sementara itu, sebagian murid yang tidak masuk bagian performance, diperintahkan untuk mengatur kelangsungan performance mulai dari kostum dan yang lainnya. Baekhyun meminta mereka untuk memikirkan usul yang menarik, yang nantinya akan diberikan ketika perwakilan kelas mereka berkumpul dengan perwakilan kelas yang lain untuk menentukan jalannya performance.
Sepuluh menit kemudian, kelas 12-C—kelas Baekhyun—sudah terisi lengkap. Siswa yang baru masuk kelas langsung diarahkan Baekhyun untuk bergabung dengan bagiannya masing-masing. Kemudian Baekhyun kembali menghampiri sebagian murid yang mengikuti performance dan yang dihampirinya pertama kali adalah bagian dance. Perwakilan dari kelasnya adalah Jongin dan Krystal. Sama seperti drama dan acapella, ketiga jenis performance tersebut merupakan performance angkatan di mana setiap kelas dua belas akan memberikan perwakilan, dan dipentaskan secara bersama. Dan untuk performance angkatan itu, temanya belum ditentukan. Setiap perwakilan kelas diharuskan untuk mencari tema yang nantinya diusulkan bersama usulan tema dari kelas lain, dan mereka semua akan memilih tema mana yang cocok untuk dipentaskan.
Tanpa terasa, Baekhyun kini menghampiri Chanyeol dan Jongdae yang sedang berdiskusi di ujung kelas. Untuk bagian Chanyeol dan Jongdae ini sedikit berbeda dengan ketiga performance angkatan karena performance mereka merupakan performance perwakilan kelas. Setiap kelas mendapat tema yang berbeda-beda, mulai dari genre pop, R&B, akustik, rock, dan sebagainya. Temanya sudah ditentukan oleh panitia dan setiap kelas memilih tema tersebut dengan kocokan, yang berakhir dengan kelasnya mendapatkan tema akustik.
"Sudah memutuskan sesuatu?" Tanya Baekhyun. Chanyeol dan Jongdae yang sedang mengobrol langsung menoleh ke arah Baekhyun. Jongdae menanggapi lebih dahulu dengan senyuman. "Kami masih berpikir untuk menentukan tema yang nantinya akan kami buat menjadi lagu."
Nah, di sini adalah tantangannya. Lagu yang akan dipentaskan setiap kelas nanti bukan lagu yang sudah dinyanyikan oleh artis atau sebagainya. Tapi setiap kelas akan membuat lagunya sendiri. Dan di sini, Chanyeol dan Jongdae yang akan membuat nada dan juga liriknya. "Tidak apa-apa, masih banyak waktu. Mungkin di antara yang lain, kalian akan sedikit lebih bekerja keras karena kalian harus membuat lagu dari awal dan mengaransemennya. Tapi berjuanglah demi kelas kita, oke?"
Kemudian Baekhyun menyeringai. "Karena kalau kita bisa menjadi yang paling baik, kita akan pesta makanan."
Mungkin sedikit aneh, tapi acara perpisahan ini juga memiliki nilai tersendiri. Khusus untuk setiap performance kelas akan dinilai mana yang paling bagus maupun yang paling buruk, dan yang paling bagus akan mendapat hadiah.
Hebatnya—hadiahnya sudah diumumkan dan itu berupa makanan.
Konyol memang, tapi, namanya juga have fun.
"Sebenarnya aku menantikan untuk membuat lagu bersamamu," Chanyeol berujar, bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Tatapannya sendu, menancap langsung ke mata Baekhyun dan membuat Baekhyun terenyuh. "Tapi—lupakan saja, dan terima kasih sudah menyemangati."
Baekhyun bungkam untuk beberapa saat. Tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh menggelayuti hatinya. Seolah geram, tapi juga sedih di saat yang bersamaan. Geram karena, demi Tuhan, ia juga menantikan selama berbulan-bulan untuk membuat lagu bersama Chanyeol kemudian mementaskannya di acara perpisahan angkatan mereka. Dan sedih, karena Chanyeol sendirilah yang membuatnya menggagalkan penantian mereka berdua—kalau-kalau Chanyeol memang benar menantikannya seperti Baekhyun.
Pada detik kelima, Baekhyun memaksa untuk menguasai pikirannya sendiri dan menghendikkan bahunya. "Bukan masalah."
Kaki Baekhyun sudah bergerak untuk meninggalkan mereka berdua dan hendak menghampiri kelompok bagian acapella, tapi suara Jongdae menahannya. "Aku heran kenapa kalian bisa putus,"
Saat Baekhyun menoleh, Baekhyun mendapati Jongdae tengah menopang dagu dengan sebelah tangan, tatapannya menatap Baekhyun dan Chanyeol bergantian. "kalian bahkan masih terlihat membutuhkan satu sama lain."
Reaksi yang bisa Baekhyun berikan hanyalah tertawa seadanya. "Mungkin kau salah melihat dan mengasumsikannya?"
Di sudut matanya, Baekhyun bisa melihat Chanyeol yang terkekeh. Entah mengapa—Baekhyun tidak ingin berharap, tapi kekehan itu terdengar begitu palsu di telinga Baekhyun. Dan kalimat selanjutnya yang bisa Baekhyun tangkap sebelum benar-benar pergi adalah, "Kami sudah tidak cocok untuk satu sama lain, Jongdae."
Ya, Baekhyun tersenyum tipis. Tangannya terkepal. Kita tidak cocok. Aku masih mencintaimu seperti orang bodoh dan kau mencintai orang lain semudah membalikkan telapak tangan.
Baekhyun menggelengkan kepalanya, memilih mengabaikan perasaannya untuk lebih lama, dan mencoba memfokuskan diri pada kelompok acapella-nya. Ia mendudukkan diri bersama dengan dua perwakilan kelasnya yang lain, Luna dan Luhan.
.
.
.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima ketika Baekhyun menginjakkan kakinya di apartemennya bersama Luhan. Ketika ia berjalan masuk, ia mendapati siluet Luhan yang tengah duduk di sofa sambil menonton televisi.
Seolah keberadaan Baekhyun begitu mudah dideteksi, Luhan langsung menoleh ke arah Baekhyun yang berjarak tiga meter darinya. Baekhyun tersenyum tipis. "Sudah pulang daritadi, ya?"
"Kau dari mana saja? Sampai menyuruhku pulang duluan seperti itu." Ujar Luhan, matanya kembali fokus pada televisi yang menayangkan drama roman picisan—ugh, girly sekali. Baekhyun mengabaikan tayangan televisi di hadapannya dan menghempaskan dirinya di samping Luhan. "Aku tidak percaya sekarang aku berubah menjadi stalker."
Suara mengunyah terdengar dari samping Baekhyun. Dari ekor matanya, ia bisa melihat Luhan yang memakan wafer rasa strawberry—yang sebenarnya milik Baekhyun. Suara kunyahan tersebut bertahan hingga beberapa detik, sampai suara Luhan kembali terdengar. "Memangnya siapa yang kau stalker?"
Baekhyun menghela nafas. Matanya terpejam dan kepalanya sedikit terangkat mengarah ke atap apartemennya, sementara punggungnya bertemu dengan sandaran sofa yang empuk. Ia bisa merasakan tatapan Luhan yang mengarah padanya, tapi Baekhyun tetap memilih memejamkan matanya. Menghela nafasnya sekali lagi, Baekhyun kemudian membuka mulutnya. "Mantan."
Seketika itu juga tawa Luhan menyembur dan Baekhyun refleks merengut.
"Yak—ahahahah! Seputus asa itukah kau karena diputuskan Chanyeol sampai kau menguntitnya?"
"Stalker bukan berarti menguntit!" Baekhyun memajukan bibir bawahnya sementara tangannya menutupi sebelah wajahnya. "Dan berbicaralah pelan-pelan! Wafermu muncrat kemana-mana, ck."
Kali ini Baekhyun sudah membuka matanya dan menatap Luhan yang sedang membersihkan bibirnya dari remah-remah wafer. Baekhyun bisa mendapati Luhan yang memutar bola matanya malas. "Stalker dan menguntit sama saja, bodoh. Lalu apa yang kau dapatkan? Chanyeol yang bergandengan dengan Kyungsoo? Chanyeol mengantar Kyungsoo pulang? Chanyeol mencium Kyungsoo? Chan—"
"Ish, berhenti!" Tangan Baekhyun kini berpindah untuk menutup telinganya. Wajahnya makin keruh, apalagi melihat raut geli sekaligus mengejek milik Luhan. "Tidak yang seperti itu. Aih, kau membuat mood-ku tambah buruk!"
Luhan terkekeh di tempatnya. "Lagipula siapa suruh kau menguntit Chanyeol seperti itu."
"Aku sudah cukup buruk untuk sadar bahwa aku bertingkah menjadi stalkernya," Baekhyun mendesah pelan, "dan aku hanya mengintip dari jendela kelas untuk melihat Chanyeol yang membuat lagu dengan Jongdae."
Tatapan Luhan kini beralih kembali menuju televisi. Luhan berujar kembali. "Apa saja yang kau lihat?"
"Wajah serius Chanyeol, kemampuannya membuat nada," Baekhyun nyaris menggeram di tempatnya, "dia mempesona."
"Dan?"
Tangan Baekhyun terkepal. "Aku masih jatuh cinta."
Baekhyun sedikit tersentak ketika merasakan tepukan pelan di bahunya. Ketika ia menoleh, ia bisa mendapati Luhan yang tersenyum. "Tidak apa-apa, Baek."
Tatapan Baekhyun masih terasa kosong, sampai akhirnya ia kembali tersentak untuk kedua kalinya ketika Luhan menarik tangannya hingga berdiri dan mendorongnya sampai ke depan pintu kamarnya. "Sebaiknya kau mandi. Aku akan memanaskan makan malam. Dan santailah, menjadi stalker tidak seburuk yang kau pikirkan."
Baekhyun memaksakan diri untuk menoleh. "Lu—"
"—dan yang lebih baik lagi," Luhan menyela, "masih jatuh cinta dengan mantanmu tidak akan membuatmu masuk neraka. Gembiralah sedikit."
Baekhyun memutuskan diri untuk tertawa. "Kau benar."
.
.
.
Keesokan harinya yang merupakan hari selasa, Baekhyun masuk sekolah seperti biasa bersama Luhan. Jam menunjukkan pukul setengah delapan ketika ia menginjakkan kakinya di kelas. Keadaan kelas sudah ramai, tentu saja, mengingat Baekhyun dan Luhan sengaja memilih berangkat lebih siang. Untungnya saja pagar sekolah selalu terbuka hingga pukul sembilan khusus selama persiapan acara perpisahan. Jadi jam masuk sekolah tidak terlalu ketat seperti hari-hari biasa.
Baekhyun meletakkan tasnya di bangkunya. Chanyeol sudah duduk di kursinya sendiri—di sampingnya. Earphone tersumpal di telinga lebarnya, namun Baekhyun memilih untuk mengabaikannya dan duduk di kursinya sendiri. Suara decitan kursi dengan lantai terdengar tidak begitu keras saat Baekhyun menduduki kursinya, tapi entah mengapa bisa membuat Chanyeol menoleh bahkan dengan telinga yang masih tersumpal earphone.
Masih tidak ambil pusing, Baekhyun dengan sedikit terburu mengeluarkan ponsel dari saku terdepan tasnya, kemudian langsung menenggelamkan fokusnya pada ponselnya. Kali ini Baekhyun benar-benar sepenuhnya mengabaikan Chanyeol yang masih menatap ke arahnya karena keadaan mendesak—kelompok acapella kelasnya masih belum tahu akan mengusulkan lagu apa yang cocok dinyanyikan dengan acapella.
Saking konsentrasinya, Baekhyun sampai berjengit ketika Chanyeol menoyor pipinya. Ia mengerjap dua kali sebelum akhirnya menoleh ke arah Chanyeol yang berwajah keruh. Baekhyun jengkel sendiri merasa bahwa konsentrasinya terganggu. "Kenapa, sih?"
"Aku memanggilmu lima kali," Chanyeol mendesah sebal, "apa suaraku kurang keras, huh?"
Baekhyun lagi-lagi mengerjap, merasa terpengarah. "Serius lima kali? Aku tidak mendengarnya sama sekali."
Saat tatapan Baekhyun bertubruk dengan mata Chanyeol, ia bisa melihat Chanyeol yang memutar bola matanya sebal. Chanyeol berdecak, "Dasar, sebegitunya ingin mengabaikanku, ya?"
Suara Chanyeol terdengar seperti anak kecil yang merengek untuk minta perhatian orang tuanya, dan wajah Chanyeol yang setengah memelas setengah frustasi itu membuat Baekhyun tak dapat menahan kekehannya. "Bukan begitu, bocah tiang. Kau tidak lihat aku sedang apa?"
"Bermain ponsel?"
Kali ini Baekhyun tak segan untuk menyentil dahi Chanyeol keras-keras. "Bodoh. Aku sedang mencari lagu yang cocok untuk dijadikan acapella!"
Baekhyun merengut sementara Chanyeol mengaduh sambil mengusap dahinya yang sedikit memerah. Baekhyun memilih mengabaikannya dan kembali fokus kepada ponselnya. Diam-diam, Baekhyun menahan panik saat melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan, padahal setiap perwakilan acapella dari setiap kelas akan dikumpulkan di ruangan paduan suara tepat pukul delapan nanti. Dan Baekhyun, Luhan, maupun Luna sama-sama belum tahu lagu apa yang cocok untuk dijadikan acapella.
Dari ekor matanya, Baekhyun sendiri juga bisa melihat Luhan yang menggigit bibir bawahnya—kebiasaan bocah itu kalau panik—sambil memainkan ponselnya. Sementara Luna yang duduk tak jauh dari Luhan, nampak membanting pelan ponselnya di meja sembari mengacak rambutnya frustasi. Seketika itu juga Baekhyun menyesal memperhatikan mereka dari ekor matanya, karena Baekhyun jadi tambah panik melihatnya.
"Aish, aku harus bagaimana?" Baekhyun bergumam, sebelah tangannya meremas rambutnya sendiri. Tapi kemudian Baekhyun langsung mengerang refleks saat merasakan pipinya ditarik dengan tidak berperikemanusiaan.
Dan tentu saja Baekhyun tahu jelas siapa yang memperlakukan pipinya seperti itu. "Yak, Park Chanyeol!"
Chanyeol yang mendapat lirikan tajam dari Baekhyun justru tertawa. "Lihat, kau selalu menggemaskan kalau panik, Baek."
Sialan.
"Senang sekali lihat mantannya frustasi, ya?" Baekhyun menyindir—tidak tahu menyindir Chanyeol atau justru dirinya sendiri. Tapi Chanyeol nampak tidak ambil pusing dan masih tertawa. "Dibuat santai saja, Baek, sesantai pertumbuhan tinggi badanmu."
Baekhyun menggeram. Dia sudah panik, jam juga sudah berjalan sehingga menjadi jam tujuh lewat empat puluh lima menit, dan Chanyeol bisa-bisanya mengganggunya bahkan menghina tinggi badannya?!
"Park Chanyeol," Baekhyun menoleh ke arah Chanyeol yang santai-santai saja menumpu samping kepalanya dengan sebelah tangan, "kalau kau tidak berniat menolongku lebih baik diam dan—apa-apaan hinaanmu pada tinggi badanku, hah? Mentang-mentang kelebihan kalsium saja bangga."
Chanyeol tertawa, dan ini pertama kalinya sejak putus Baekhyun benar-benar memperhatikan bagaimana Chanyeol tertawa. Ia terenyuh sendiri, merasakan kupu-kupu imajiner menggelitik perutnya—entah karena tawa Chanyeol yang konyol tapi mempesona atau karena Chanyeol kali ini tertawa hanya padanya.
"Kau masih saja sensitif soal tinggi badan, ya," Tawa Chanyeol kini berubah menjadi kekehan, "dan, baiklah, akan kubantu. Kau sudah menentukan kandidat lagu yang cocok?"
Kali ini Baekhyun berusaha fokus—mengabaikan pernyataan Chanyeol yang mengejek dirinya soal sensitif terhadap tinggi badan, dan ia mengangguk. "Yah, sudah ada tiga, sih."
"Bagus, apa saja?" Tanya Chanyeol, kini menegakkan duduknya. Baekhyun mengadahkan wajahnya—kebiasaannya ketika sedang berpikir keras. "Monster by Bigbang, Only Love by SM Town, dan Baby Steps by TaeTiSeo. Bagaimana menurutmu?"
"Wow," Tatapan Chanyeol menusuk tepat ke mata Baekhyun. "Perasaanku saja, atau lagu yang kau pilih itu lagu galau semua?"
Ucapan Chanyeol berakhir dengan sebuah seringai mengejek, sementara Baekhyun sendiri mencibir. "Ish, berisik, ah. Menurutku tiga lagu itu yang bagus. Tapi yang cocok untuk acara perpisahan, kira-kira yang mana?"
"Kenapa harus berpikir lagi?" Chanyeol menjentikkan jarinya, "jelas saja Only Love jawabannya. Kalau Monster, liriknya lebih bertema romance fantasy dan menurutku itu tidak cocok untuk perpisahan. Baby Steps liriknya terlalu hurt, dan itu lebih didedikasikan untuk orang yang jatuh cinta. Sebenarnya Only Love juga untuk orang jatuh cinta, sih, tapi coba perhatikan liriknya. Intinya memberi semangat, bersatu untuk berjuang, dan meminta kita untuk tidak merasa terbuang. Cocok untuk memberi semangat angkatan kita."
Baekhyun termenung selama beberapa detik, mencoba mencerna perkataan Chanyeol, sebelum akhirnya ia tersenyum lebar. Eye smile-nya terukir cantik tapa ia sadari. "Kau memang bisa diandalkan! Terima kasih, Chanyeol!"
Baekhyun tidak memperhatikan raut wajah Chanyeol yang kosong, terlebih ketika ia secara refleks menyentuhkan bibirnya secara kilat di pipi Chanyeol, kemudian berlari menuju Luhan dan Luna.
Saat itu juga, jam menunjukkan pukul delapan tepat seiring dengan pengumuman yang terdengar dari speaker kelas, mengatakan murid kelas dua belas untuk berkumpul sesuai bagiannya masing-masing di ruangan yang telah ditentukan sehingga Baekhyun, Luna, dan Luhan langsung bergegas meninggalkan kelas diikuti sebagian murid yang menjadi perwakilan untuk performance angkatan. Lorong sekolah juga sudah ramai oleh murid dari kelas lain dengan tujuan yang sama.
Sementara itu, Chanyeol masih dengan raut wajah yang kosong, dan tubuhnya tidak bergerak sekalipun bahkan ketika Jongdae sudah berada di hadapannya dan mengibas-kibaskan tangannya di hadapan wajahnya—sampai getaran ponselnya menyadarkannya begitu saja.
Membuka ponselnya, kemudian Chanyeol tertawa—mengabaikan Jongdae yang menggumamkan semacam kau gila.
.
From : Baekhyun
Maafkan aku sudah menciummu, itu refleks. Aku nyaris lupa kalau kita sudah putus.
.
Jauh di sana, Baekhyun sedang memasuki ruang paduan suara dengan wajah merah padam.
Dasar sinting!—Baekhyun menggigit bibir bawahnya. Kenapa harus mencium pipinya juga?!
.
.
.
Baekhyun bersama Luna dan Luhan baru saja keluar dari ruang paduan suara tepat pukul setengah dua belas. Yang dilakukan hari ini adalah setiap perwakilan kelas mengumpulkan usul lagu mereka yang nantinya akan dijadikan acapella. Usul tersebut dituliskan di papan tulis yang tersedia, kemudian dilakukan voting untuk menentukan lagu yang akan dipilih.
Percaya atau tidak, usul kelas Baekhyun yang dipilih.
Selama perjalanan mereka ke kantin, Baekhyun diam-diam bergumam—si tiang listrik itu boleh juga.
Keadaan di kantin sangat ramai. Karena kebetulan kelas dua belas selesai tepat ketika jam istirahat murid kelas sepuluh dan sebelas, sehingga ketiga angkatan itu berkumpul di kantin. Menyebabkan kantin nyaris penuh sesak.
Setengah berlari, Luna memilih duduk di salah satu bangku yang baru saja ditinggali, persis bangku yang berada di tengah-tengah kantin. Baekhyun dan Luhan menyusul, kemudian ikut duduk bersama Luna tepat ketika petugas kantin datang untuk membersihkan meja mereka.
Luhan dan Luna memilih bangkit untuk memesan makanan, sementara Baekhyun yang bertugas untuk menjaga meja. Baekhyun titip untuk memesan seporsi jjajangmyeon dan sekotak susu strawberry yang diangguki Luhan.
Tak sampai lima belas menit, Luhan dan Luna sudah kembali dengan cengiran lebar. Jjajangmyeon milik Baekhyun dibawa oleh Luhan yang kemudian disodorkan padanya, dan susu strawberry-nya disodorkan oleh Luna. Luhan sendiri memesan semangkuk ramyeon, sementara Luna memesan onigiri.
Mereka makan dalam diam selama beberapa menit, sampai Baekhyun menangkap suara Luhan. "Hey, Baek, hari ini pulang bersamaku atau tidak?"
Tatapan Baekhyun masih fokus pada sumpit dan mangkuknya ketika ia membuka mulut untuk menjawab—di tengah-tengah kunyahannya. "Aku pulang agak sore, kau duluan saja."
"Agak sore? Bukankah jadwal kita sudah selesai saat ini?" Kali ini Luna yang bertanya. Baekhyun hendak menjawab, tapi Luhan sudah mendahuluinya. "Paling juga dia akan menguntit lagi."
"Yah!" Baekhyun melirik Luhan dengan tajam, sementara yang dilirik hanya meminum lemon juice-nya dengan santai seolah tanpa dosa. Luna kini mengernyitkan dahinya, kemudian mencondongkan tubuhnya mendekati Baekhyun. "Menguntit siapa, Baek?"
"Aku tidak—"
"—Chanhmmph!"
Baekhyun menghentikan ucapannya sementara dirinya terfokus untuk membungkam mulut ember Luhan yang doyan sekali membocorkan aib. Kemudian Baekhyun tersenyum manis kepada Luna yang menatapnya setengah mengintimidasi setengah menggoda. "Tidak ada. Aku tidak menguntit siapa-siapa dan aku bertahan di sini sampai sore, karena..."
Dahi Baekhyun mengerut, berusaha berpikir. "Karena..."
"Karena...?" Luna mengulang.
"Hmpph!" —ini Luhan.
"Karena..." Dan Baekhyun merasa mulutnya membodohi dirinya sendiri. "Ah! Keperluan acara perpisahan."
Kali ini Baekhyun melepaskan bungkamannya pada Luhan yang langsung megap-megap, mengais oksigen sebanyak mungkin. "Hey, bung! Berniat membunuhku ya?!"
Baekhyun memilih mengabaikannya dan menyeruput susu strawberry-nya, sementara Luna masih menatapnya, kali ini menggoda terang-terangan. "Keperluan acara perpisahan diurus panitia, Baek. Panitia kelas kita kan—"
Baekhyun menahan nafas.
Luhan menyeringai.
Luna nyengir. "—Chanyeol."
Baekhyun membuka mulutnya, menutupnya, kemudian membukanya, dan menutupnya kembali. Matanya melirik ke ujung kantin, tidak berani membuat kontak mata dengan siapapun sampai akhirnya ia mengerang frustasi. "Berhenti memojokkanku! Aku tidak menguntit Chanyeol!"
"Aku tidak bilang kalau kau menguntit Chanyeol, loh, Baek." Luna berujar mendayu, sementara Luhan sudah tertawa terbahak-bahak di tempatnya. Sekilas dari ekor matanya, Baekhyun mendapati Luhan dan Luna yang ber-high five ria. Teman bejat macam apa kalian ini?!
Baekhyun masih merengut dengan tangan yang bersidekap di depan dada. Luhan dan Luna masih bertah tertawa—di atas penderitaan Baekhyun—sampai tak lama kemudian, sebuah tangan mencolek bahu Luna. Membuat tawa Luna terhenti seketika. "Eh? Krystal?"
"Kau ditunggu pacarmu di dekat lapangan basket, katanya mau mengajakmu pulang." Krystal menyampaikan informasi yang dengan cepat diangguki Luna. "Ah, ya. Luhan! Baekhyun! Kutinggal dulu ya."
Baekhyun dan Luhan melambaikan tangannya sampai Luhan menyenggol lengan Baekhyun. "Sekalian kembali ke kelas?"
Anggukan Baekhyun menjadi jawaban Luhan dan mereka berdua beranjak dari kursi kantin, melangkah menuju kelas. Sesampainya di kelas, kelas sudah lumayan sepi. Sekitar nyaris setengah bangku sudah tak ada tas ranselnya, dan beberapa anak berkumpul di pojok ruangan dan berbincang-bincang tentang kostum acara perpisahan, kalau Baekhyun tidak salah dengar. Di pojok ruangan yang lain, Chanyeol dan Jongdae berada di sana. Chanyeol sesekali menggenjreng gitarnya sementara Jongdae menggumamkan nada.
Baekhyun tidak sadar bahwa sedari tadi ia terdiam dengan tas yang tersampir di sebelah bahu, setengah melamun sambil memperhatikan Chanyeol dan Jongdae. Hingga sebuah jentikan jari persis di depan wajahnya menyadarkannya. Baekhyun menegang sejenak dan sebelum ia menoleh, sebuah suara sudah mampir di telinganya, nyaris seperti bisikan. "Mantannya tampan sekali, ya? Sampai rahangmu jatuh melihatnya."
Dengan sepenuh hati, Baekhyun menghantamkan sikunya pada sang pembisik, membuat suara erangan yang cukup keras terdengar. Namun Baekhyun sudah tak lagi peduli. "Berisik, ah, Lu. Sana pergi."
"Ish, dasar sensitive." Luhan menggunjing sambil memberengut—Baekhyun dapat melihat dari ekor matanya, kemudian Luhan baerbalik untuk keluar kelas. Baekhyun mengikutinya, namun setelahnya berjalan berlawanan arah dengan Luhan.
Untuk menyamarkan diri dari teman-teman sekelasnya seolah ia sudah pulang, Baekhyun memutuskan untuk membeli sebotol green tea jasmine dan membawanya menuju atap. Atap sekolah mereka sangat luas dan bersih, sayangnya hanya terdapat sedikit saja bagian teduh yang tempatnya agak memojok. Namun itu bukan masalah untuk Baekhyun.
Setelah menyamankan diri dengan duduk dan menyandarkan tubuhnya pada dinding di belakangnya, Baekhyun membuka segel tutup minumannya, kemudian menyeruputnya dengan santai. Tatapannya sejenak terpaku pada awan putih yang bergumpal besar di beberapa bagian langit dan bergerak perlahan. Sementara itu, tangannya merogoh sakunya, mendapati ponsel dengan earphone yang ia lingkarkan secara asal pada ponselnya. Baekhyun memasangkan earphone tersebut tepat di kedua telinganya, kemudian menekan tombol shuffle hingga alunan musik terdengar di telinganya.
Perlahan, mata Baekhyun terpejam.
.
.
.
Mata Baekhyun terbuka ketika jam menunjukkan pukul satu siang, yang menandakan nyaris satu jam Baekhyun terlelap di atap. Tangan Baekhyun tergerak untuk melakukan peregangan sejenak dengan mulut yang mengeluarkan erangan pelan, sebelum akhirnya ia memilih untuk bangkit dari duduknya. Kakinya tergerak untuk beranjak dari tempatnya, sementara tangannya membelitkan earphone pada ponselnya dan meletakkannya di saku.
Lorong sekolah masih terhitung ramai, walaupun tidak seramai saat pagi dan jam makan siang tadi. Baekhyun berjalan santai, sampai saat dirinya mendekati kelasnya, derap kakinya ia halusnya. Berusaha mengeluarkan suara seminimal mungkin. Baekhyun buru-buru menyembunyikan tubuhnya di balik dinding kelasnya sendiri, kemudian berjinjit untuk mengintip kelasnya sendiri melalui jendela.
Sebuah desahan lega keluar dari bibir Baekhyun ketika mendapati kelasnya sudah sepi, tidak ada orang lagi selain Chanyeol dan Jongdae. Suara gitar yang dipetik Chanyeol terdengar samar-samar, dan bisa Baekhyun lihat sesekali petikan jari Chanyeol pada senar gitarnya terhenti sementara dia menuliskan beberapa not di kertas.
Dilihat dari kertasnya—Baekhyun mencoba berjinjit lebih tinggi untuk mengintip sampai-sampai ia merasa ujung jarinya keram—lagu Chanyeol dan Jongdae baru jadi setengah. Itupun baru nadanya, masih tanpa lirik. Sesekali Jongdae mencoba menyanyikan nada lagunya menggunakan kata na-na-na, atau terkadang la-la-la—entahlah, Baekhyun tidak peduli.
Diam-diam, Baekhyun ikut menggumamkan nada yang ditulis Chanyeol dengan suara lirih—menyerempet berbisik—dengan tatapan mata yang terus terpaku pada Chanyeol. Chanyeol begitu mahir untuk membuat nada, dan cara Chanyeol memetik senar gitar tidak pernah gagal membuat Baekhyun terpukau. Dari dulu, Baekhyun selalu suka dengan orang yang bisa bermain gitar, tapi dari sekian banyak permainan gitar yang Baekhyun tonton, hanya permainan gitar Chanyeol yang bisa mengggetarkan dirinya hingga rasanya menancap ke ulu hati.
Baekhyun tidak tahu itu karena Chanyeol yang terlalu piawai dalam memainkan gitar, atau karena Chanyeol-lah yang memainkan gitarnya.
Hingga setengah jam kemudian, Baekhyun masih betah berjinjit untuk mengintip Chanyeol dan Jongdae yang mengerjakan lagu mereka. Mengabaikan dengan sepenuh hati perihnya jari kaki karena dibuat berjinjit setengah jam nonstop. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk bergerak cepat, berlari pergi, saat Chanyeol dan Jongdae memutuskan untuk menghentikan pengerjaan lagunya.
.
.
.
To Be Continue
.
.
.
Yayyyyy akhirnya saya bener-bener comeback kkkk. Absurd banget nggak sih ini? :")
Berbulan-bulan terakhir ini saya ngerasa kalo skill menulis saya jadi agak menurun. Entah karena efek writer block apa gimana, tapi serius, saya bener-bener frustasi. Meskipun tangan gatel buat nulis fanfic, begitu mulai ngetik, pasti bakal stuck di tengah-tengah. Kayak berasa nggak puas sama hasil saya sendiri deh pokoknya.
Dan akhirnya, setelah berbulan-bulan usaha, saya berhasil nyelesaiin fanfic ini yeay! Wordsnya juga lumayan bangetlah, total semuanya 17k+ hwhwhw dan ini bakal 6k pertamanya yayy. Semoga hasilnya nggak mengecewakan ya.
Mungkin ada yang kangen saya? /ditendang/
Oke, nggak banyak bacot lagi, review, please?
.
.
.
.
.
xoxo,
baekfrappe.