*All I Need Is You*

Disclaimer: Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

NaruHinaSasusaku

Sebuah mobil limosin hitam mewah melaju cepat terus menjauh dari kota konoha. Seorang gadis bersurai indigo duduk dengan gusar dibangku penumpang, ia tidak tahu kemana mobil yang kini melaju itu memmbawanya pergi. Sementara pria bersurai coklat panjang dan dengan mata sama dengannya itu tengah duduk disampingnya. Mata pria itu menjelajahi setiap lekuk tubuh si gadis berkali-kali. Seperti seekor ular yang mulai mengendap-ngendap mencium bau mangsanya dan perlahan memikirkan trik licik dalam otaknya agar mangsa itu mudah ditangkapnya

"Hinata-sama." Pria itu mulai menggenggam tangan gadis itu. " jangan terlalu bersedih,Hiashi-sama tidak akan tenang dialam sana. Kau harus bahagia."

Hinata tersentak dan menatap pria itu, "Neji-Nisaan..." serunya lemah.

Neji menyeringai, sepertinya buruannya kali ini mulai bisa ia kendalikan. Ditariknya tangan Hinata kedalam pelukannya dengan kasar. Diciumnya tengkuk gadis itu, aroma lavender menguar membius otak mesumnya. " aku benar-benar sudah menunggu kesempatan ini sangat lama." Bisiknya

Hinata terkejut, ia berusaha berontak, ini bukan Neji-Nisaan yang biasanya ia kenal. Ia tidak mengerti bagaimana mungkin kakak sepupunya berani bertindak demikian.

"Hmmmpf," Neji meleguh, "Kau wangi sekali, Hinata sama. Terlambat buatku menginginkanmu sebagai adik. Karena aku sudah sangat mengungunkanmu sebagai laki-laki sejak lama." Tangan kiri Neji yang awalnya bertengger dipundak Hinata kini mulai berani turun bergerilya di dada besar gadis itu dan mulai meremas benda kenyal didalamnya.

"He..Hentikan kau bukan orang yang seperti ini Neji-ni!"

Hinata melakukan perlawanannya dengan sebisanya. Ia berusaha bergerak dan terlepas dari kurungan sepupunya itu. Memukul-mukul dadanya atau apapun agar terlepas. Tapi ternyata penolakannya itu tidak menyulutkan gairah dari sepupu kain yang menutupi lengan Hinata itu dengan paksa

KRAAAAKKKKK

"Aarggghh... kumohon hentikan Neji-ni... aku mohon..." Hinata mulai meneteskan airmatanya. Panik, sedih, takut, marah, perasaannya begitu campur aduk sekarang.

" Tenanglah sedikit Hinata-sama, kita akan bersenang-senang dan melupakan kesedihan karena kematian Ji-sama. Aku yakin kau akan menyukainya."

Neji mulai mendaratkan ciuman nafsunya di pipi mulus Hinata yang semakin meronta. Neji semakin menhujani Hinata dengan ciuman panasnya. Ia menekan tubuh Hinata hingga oleng dan terpaksa harus telentang karena ulahnya. Ia menindih Hinata dan dengan semakin leluasa menikmati pemandangan indah kedua bukit yang naik turun itu. "Kau benar-benar menggairahkan." Neji mendengus dan mencium bukit yang masih terbungkus itu dengan kasar.

"Tidaaaaaaakkkk! Hiks..hiks hentikan kumohon...!" Hinata memohon dalam teriakan penolakan itu.

Tidak digubris, Neji terus berusaha menikmati gadis dibawah kungkungannya itu. Ia benar-benar mendapatkan sebuah hadiah kemenangan besar tahun ini, pikirnya. Hadiah yang diidam-idamkannya selama ini akhirnya tak ada lagi aturan atau orang yang bisa menghalanginya. Neji sangat bernafsu, jantungnya berpacu dengan cepat berlomba dengan nafasnya yang mulai tak beraturan. Ia benar-benar tidak bisa menahan syahwatnya lagi padahal kini mereka sedang melaju cepat diatas jalanan. Neji mulai bangkit dari kungkungannya mencoba melepas pakaian yang sedang ia kenakan.

Hinata melihat itu sebagai sebuah kesempatan untuk melarikan diri. Dibukanya jendela limosin itu dengan cepat dan segera melompat keluar jendela.

"Siaalaan" umpat neji melihat Hinata kabur.

BRUAAKK

Mobil itu masih terus melaju karena kecepatannya. Hinata meringis kesakitan karena terjatuh,tapi ia harus segera berlari. Bisa jadi sepupu bejatnya itu segera menerkamnya saat dia menemukannya.

"Berhenti!" Teriak Neji memberi perintah sopir mobil itu. Secepat mungkin ia berusaha turun dari mobil dan mengejar Hinata. " Cepat cari dan temukan Hinata-sama! Jangan sampai ia kembali sebelum kita." Perintah neji pada sopir dan anak buahnya yang segera berlari mencari Hinata.

Dua pria bersetelan jas hitam berlari berpencar, sedangkan pria bersurai coklat bermarga Hyugapun juga mencari rute pencariannya sendiri.

Hinata terus berlari, sekalipun hampir sekujur tubuhnya memar karena jatuh dari mobil mewah berkecepatan 60km perjam itu. Nyeri, perih, dan sakit yang ia rasakan serta peluh yg mulai membanjiri tubuh mungilnya itu seperti tidak lagi penting ia harus segera pergi dari sepupu predatornya. Ia berhenti sebentar mengatur nafasnya. Ia merasa sudah cukup jauh dari kawanan buas itu.

Tapi, oh tidak...kemudian dia melihat sekelebatan pria berjas hitam berlarian didekatnya. Ia mencari sebuah tempat persembunyian. Mungkin gedung apartemen didepannya ini adalah satu-satunya pilihan yang ia punya sekarang. Yaa,... dia harus segera bersembunyi, begitu pikirnya. Tapi tidak mungkin dia memasuki kamar apartemen yang jelas-jelas memiliki pemilik yang tidak dikenalnya. Hinata tidak bisa berpikir lagi. Otaknya sudah oleng karena lelah berlari dan nyeri yang ia rasakan. ia hanya bisa terus berlari sampai ke atap dan bahkan menaiki menara bak penampung air dan bersembunyi terengah-engah, ia terduduk ditangga menara itu. Dia menunggu keadaan dan memastikan bahwa Neji dan anak buahnya tidak lagi mengejarnya. Dan kalau sampai Neji menemukannya disana dia bisa melompat bunuh diri dari gedung itu.

"Ahhhhh... Sial" seorang pemuda bersurai kuning membanting pintu rumahnya menuju balkon. "Bagaimana mungkin Danzo tua itu memotong uang taruhanku?aku tidak akan bertarung lagi untukmu keparat! Dasar tua bangka!"

Pemuda itu berjalan kepinggiran gedung sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. Berharap angin malam yang baru saja berhembus sedikit mendinginkan amarahnya. Ia memasukkan salah satu tangankedalam saku celananya lalu menunjuk satu bintang yang berkerlip diatasnya. Seperti tidak memahami suasana hatinya yang sedang buruk, pemuda itu menjadi marah karena bintang itu terlihat begitu cantik

" Kau beraninya kau meledek orang sepertiku. Turunlah dan aku akan memakanmu!" Umpat pemuda itu pada bintang yang ia tunjuk.

BRUG

Pemuda itu mendengar suara benda jatuh dari arah belakang dia berdiri. Ia segera mencari sumber suara. Dan,...
"Waaahhh... Bagaimana mungkin?" Pemuda itu terbelalak tak percaya. Umpatannya pada bintang itu mendadak menurunkan seorang gadis yang ia tak tahu dari mana asalnya.

Pemuda itu segera menghampiri gadis yang tengah tersungkur dihadapannya. Surai indigo,masih menggunakan baju terusan berwarna ungu muda dan tas selempang. Terdapat luka di siku, lutut dan dahi serta robekan di lengan kiri. Mungkinkah dia korban perampokan atau pemerkosaan? Begitu tanyanya dalam hati. Tapi kalaupun korban pemerkosaan harusnya pemuda itu mendengar teriakan karena dia ada didalam rumahnya sejak tadi. Ahh,... dia tidak punya banyak waktu buat berobservasi dan mengarang hipotesa ia segera mengangkat tubuh yang tergolek lemah itu dan membaringkannya ditempat tidurnya.

"Siapa kau? Bagaimana kau bisa disini?" Tanya pemuda bersurai kuning itu. Tentu saja tak mendapatkan jawaban dari gadis indigo yang sedang pingsan itu.

Sinar matahari sudah mulai tinggi. Memanas dan menelusupi celah-celah sempit ruangan kecil itu. Hinata merasakan ngilu yang menjalari hampir setiap inci ditubuhnya. Iris matanya mulai mencari sebuah objek yang mungkin bisa ia kenali. Tapi tidak ada. Ia mengingat peristiwa terakhir sebelum ia terpejam. Ya,... dia ingat. Loncat dari mobil yang sedang berjalan benar-benar tidak ia rekomendasikan bagi gadis yang ingin melarikan diri. Pening, ia memegangi kepalanya sambil berusaha bangkit dari pembaringannya.

"Hei Nona!" Seru suara bersebrangan dari tempatnya duduk sekarang. Hinata melihat kesumber suara." Kau sudah bangun rupanya." Pemilik suara itu kian mendekatinya.

Hinata tidak memberikan respon apapun selain memperhatikan pemilik suara itu baik-baik. Pemuda berusia dua puluh tahunan berkulit tan yang memiliki tiga goresan dipipinya membuatnya terlihat manis dimata Hinata. Tubuhnya jangkung dengan menggunakan kaos putih tanpa lengan dan celana olahraga berwarna oranye. Memiliki mata biru yang misterius dan mendamaikan. Rambutnya pirang dan dibiarkan begitu saja menutupi sebagian dahinya. Sebuah pemandangan yang sangat asing bagi Hinata.

"Kau bagaimana kau bisa ada di sini?" Tanya pemuda itu memecah diam Hinata.

Hinata mendongak, "A..ano.. aku tersesat." Jawab Hinata kelabakan.

"Tersesat?" Ulang pemuda itu. " Dengan luka-luka itu...apa kau korban pemerkosaan?" Pemuda itu mencari jawaban lebih rinci.

Hinata terbelalak, bagaimana bisa ia mengetahuinya dan Hinata mendadak gugup dan tak mampu menjawab.

"Siapa namamu?" Tanyanya lagi. Melihat gadis didepannya diam pemuda itu melanjutkan, " Naruto namaku." Sambil mengulurkan tangan.

Hinata hanya bisa tertunduk memandang tangan yang terulur padanya tapi ia tidak mampu mengulurkan tangan untuk membalasnya. Entah malu atau apapun itu ia tidak tahu. Melihat reaksi Hinata yang begitu lama Naruto mulai menarik tangannya dengan raut kecewa.

" Hinata, namaku Hinata." Sambil menundukkan kepala.

"Oh, selamat datang dirumahku." Ucap Naruto datar. "Ohya kapan kau pergi dari sini?"

Bukankah barusan pria kuning itu mengucapkan selamat datang padanya? Lalu kenapa dia juga menanyakan kapan Hinata meninggalkan rumahnya. Hinata mendadak panik.

"Aku tidak punya kemampuan merawat orang sakit, jadi kalau kau sudah baikan kau boleh pergi. Ini makan dan minumlah, aku cuma punya ini." Naruto memberikan satu ramen cup instant dan sebotol air mineral untuk Hinata yang masih terduduk di tempat tidur.

"Aku pergi dulu,kalau kau pergi nanti silakan saja tidak perlu mengunci pintu tidak akan ada pencuri yang masuk."ucap Naruto sembari pergi meninggalkan Hinata.

Hinata memakan ramen cup itu dengan lahap. Ia sangat lapar dan mungkin sangat kelaparan setelah kejadian kemarin. Ia tidak menyangka makan ramen disaat sedang lapar sangat enak baginya. Iapun meneguk air mineral yang diberikan Naruto. Naruto ternyata masih memperhatikannya di depan pintu sebelum melipat tangannya dan melihat Hinata dama sekali tidak memperhatikannya yang ada didekat pintu.

"Kau benar-benar lucu!"

Hinata langsung tersadar kalau sedari tadi ia diperhatikan, mukanya mendadak merah karena Naruto tersenyum tipis dengan bibirnya yang cukup menawan bagi Hinata. Naruto memegang kenop pintu dan bersiap melangkah pergi.

"Na..naruto-san" panggil Hinata yang menghentikan langkah pertama Naruto lalu menoleh ke arah Hinata. "Arigatou,.." Hinata ber ojigi "sudah menolongku."

Naruto lambaikan tangannya entah tanda perpisahan atau tanda tidak perlu berterima kasih. Hinata hanya bisa melihat segaris senyum dari bibirnya.

Fanfict pertama mohon review buat saran dan kritiknya..