Jikook! Jikook! Jikook!


Jimin lupa kalau ia menjemur sepatunya tadi siang. Sekarang sudah pukul sembilan lewat dua puluh tujuh malam, dan ia takut kalau harus keluar untuk mengambil sepatunya sendirian.

Ia mencoba mengingat-ingat, apakah tadi sore hujan sudah turun atau belum. Lalu ia memberanikan diri membuka gorden, melihat melalui kaca jendela, memastikan kalau ia memang lupa.

Sepatunya teronggok di luar sana, salah satunya tergeletak tidak benar, lalu ia mulai khawatir karena sudah ada suara gemuruh di luar.


Jimin terus menatap layar televisi, menekan-nekan tombol di remote, mengganti-ganti saluran dengan gelisah. Ia takut sepatunya basah. Lalu ia beranjak dari duduknya, berjalan menuju pintu. Membuka gerendel-gerendel yang ada, kemudian perlahan membuka kenop pintu.

Jimin terlonjak kaget mendapati Jungkook tengah berdiri di depan pintu, wajahnya datar.

"Sejak kapan kau di sini?"

Jungkook mengangkat tangannya, memperlihatkan sepasang sepatu yang Jimin kenali. Matanya membesar.

"Mengapa kau membiarkan mereka teronggok di sana hingga malam, hyung?" Tanyanya sambil menggoyang-goyangkan sepatu Jimin di hadapan pemiliknya.

jimin segera mengambil sepatunya dari tangan Jungkook. Dingin.

Jimin ingat. Tadi sore sudah gerimis.

"Lain kali, ingat-ingat apa yang kau lakukan, hyung. Lupamu itu terkadang konyol, ya."

Lalu Jungkook menggeser tubuh Jimin agar menyingkir dari jalannya. Menarik Jimin masuk agar ia bisa menutup pintunya. Jimin tidak berkutik, kemudian Jungkook mengunci gerendel-gerendelnya.

"Ayo, letakkan sepatumu, hyung. Jangan dipeluk terus begitu."

Jungkook meninggalkan Jimin yang masih diam di dekat pintu.

"Hyung, ayo! Aku bawa makanan."


Fin


Jimin berjalan menghampiri Jungkook yang baru saja berbalik. Memeluknya dari belakang.

"Terima kasih, Jungkook!" Serunya riang.

Jungkook berusaha melepaskan pelukan Jimin dari perutnya.

"Kau berlebihan, hyung."