Namanya Jeon Wonwoo, kelas XI – D dan duduk di kursi paling ujung dekat jendela.
Semua orang selalu menganggapnya aneh. Aneh, tetapi tampan dan cerdas. Membuatnya mendapatkan banyak penggemar, meski ia tidak mempunyai banyak teman.
Hong Jisoo hanya teman sekelasnya yang kebetulan duduk di sebelah mejanya sejak sebulan yang lalu. Dia tidak begitu dekat dengan Jeon Wonwoo.
Akan tetapi, semuanya berubah ketika suatu hari ia iseng menoleh ke Jeon Wonwoo—hanya untuk membuat rasa bosannya hilang di jam pelajaran Sejarah.
Jeon Wonwoo tidak pernah fokus di jam pelajaran.
Dan Jisoo pun akhirnya ikut terlibat dalam keanehan 'tetangga' sebelahnya.
Di Sebelah Jeon Wonwoo
.
.
Inspired by manga 'Tonari no Seki-kun' Morishige Takuma
.
.
Semua orang sudah tahu kalau Jeon Wonwoo itu aneh, tetapi Jisoo tidak pernah menyangka bahwa dia akan seaneh itu.
Membuat miniatur istana dari kartu? Bermain hoki sendiri dengan uang logam? Merubah meja menjadi papan rancangan? Jisoo sudah melihat semuanya.
.
Rumah Kartu atau Istana dari Kartu?
.
Semua dimulai karena kebosanan yang menyerang Jisoo di jam pelajaran.
Guru-guru mengenalnya sebagai anak baik-baik yang selalu menyabet peringkat dua di kelas—membuatnya merasa malu jika sampai tidak memperhatikan pelajaran. Dia tidak akan bisa mendapat peringkat satu, karena peringkat satu selalu disandang oleh seseorang yang kini duduk di sebelah mejanya. Siapa lagi kalau bukan Jeon Wonwoo.
Jisoo tidak pernah memiliki masalah dengan Jeon Wonwoo, tenang saja. Mereka sudah sekelas dari kelas satu SMA, meski tidak pernah mengobrol lebih dari lima dialog. Itu juga selalu dalam konteks pelajaran. Akan tetapi, Jisoo tahu bahwa teman sekelasnya yang pendiam lagi pintar ini adalah orang yang baik. Maka dari itu Jisoo tidak pernah terlalu memikirkannya.
Hanya saja, astaga… Pelajaran hari ini membosankan sekali. Bahkan Lee Jihoon dan Yoon Jeonghan yang merupakan dua anak paling rajin di kelasnya sudah menguap secara diam-diam.
Leher Jisoo pegal karena terlalu banyak melihat papan tulis. Ia memutuskan untuk menoleh, mungkin sedikit melihat keluar jendela akan menyegarkan pikirannya.
"Boom."
Suara pelan nun berat tetapi masih bisa didengar itu pun masuk ke indra Jisoo. Ia melebarkan matanya begitu melihat meja Jeon Wonwoo, penghuni meja di sebelah mejanya.
Tak ada buku atau alat tulis yang tergeletak di meja Jeon Wonwoo. Sama sekali tidak ada sesuatu berbau pelajaran di atasnya. Alih-alih buku dan pena, ada satu tipe benda yang membuat Jisoo mengernyitkan dahinya.
Dua pak kartu remi yang sudah dibuka diletakkan di atas meja.
"Jeon Wonwoo, apa yang kau lakukan?" desis Jisoo pelan, agak takut jika Kim ssaem bisa mendengarnya. "Kemana bukumu?"
Sebenarnya, Jisoo bukan tipikal orang yang akan mencampuri urusan orang lain. Hanya saja, dia tidak mau Jeon Wonwoo terkena masalah—bagaimana pun juga, manusia bermarga Jeon itu tetap temannya, sekalipun mereka tidak akrab.
Tidak ada balasan dari Jeon Wonwoo. Yang pemuda itu lakukan malah mengambil dua buah kartu dan membentuk segitiga dengan kartu tersebut.
Serius, apa yang akan dia lakukan?
"Jeon Wonwoo!" kini desisan Jisoo sedikit lebih keras. Berhasil, Jeon Wonwoo menoleh. Akan tetapi, Jisoo langsung bergidik begitu ia menoleh.
Kini mata Jeon Wonwoo tersorot tajam ke arahnya, seakan siap melubangi kepalanya kapan saja. Jisoo takut, demi apapun. Teman sebelah mejanya ini menakutkan, tetapi Jisoo lebih takut jika Jeon Wonwoo membuat masalah di jam pelajaran Kim ssaem. Guru itu terkenal tidak ampun jika memberi hukuman. Salah satu teman Jisoo, Choi Seungcheol, sudah pernah terkena hukumannya dan membuat pemuda berekskul basket itu harus tidak masuk selama dua hari setelah menyelesaikan hukumannya.
Jemari Jeon Wonwoo kini diletakkan di depan bibirnya sendiri, sebuah isyarat untuk Jisoo agar tenang. Jisoo menelan ludahnya, tatapan mata Jeon Wonwoo yang mencekam masih terpantri di benaknya.
Akhirnya, Jisoo memutuskan untuk kembali fokus ke pelajaran. Dia yakin dia sudah tertinggal banyak catatan karena terlalu peduli dengan apa yang dilakukan Jeon Wonwoo.
Belum ada yang bertambah di papan tulis, Kim ssaem sepertinya masih menjelaskan sesuatu kepada Kwon Soonyoung yang tampaknya kebingungan dalam beberapa runtutan sejarah. Jisoo menghela nafas, kembali meletakkan penanya yang tadi sempat ia pegang dalam posisi siap.
Matanya kembali melirik meja Jeon Wonwoo, menemukan pemuda itu telah berhasil membuat setengah dari keseluruhan bagian rumah kartu.
Tunggu, rumah kartu?!
Jisoo mengerjapkan matanya, tidak yakin apa yang ia lihat. Ternyata benar, Jeon Wonwoo tengah membuat rumah kartu. Ia menyusun kartu demi kartu dengan sangat hati-hati dan telaten. Jisoo menggigit bibirnya, berharap tidak ada angin yang berhembus atau tanah yang berguncang—karena dalam menyusun rumah kartu benar-benar dibutuhkan kesabaran. Jisoo sendiri pernah membuatnya bersama Seungcheol dan Jeonghan pada saat libur musim panas lalu.
Akan tetapi, Jisoo membuatnya saat liburan dan Jeon Wonwoo membuatnya di saat jam pelajaran!
Ini gila. Bagaimana jika sampai Jeon Wonwoo ketahuan guru? Terlebih lagi, jika sampai Jisoo ikut kepergok menikmati pekerjaan pemuda yang duduk di sebelah mejanya. Meski ia tidak terlibat secara langsung, Kim ssaem pasti ikut memarahinya karena tidak berusaha menghentikan perbuatan Jeon Wonwoo dan malah menontoninya.
Ngomong-ngomong, hidung Jisoo terasa gatal.
"H-H-HATCHIM!"
Mata Jisoo langsung terbuka kembali begitu ia selesai bersin. Syok, dia langsung kembali menengok ke meja Jeon Wonwoo.
Jeon Wonwoo kini melindungi rumah kartu hasil karyanya dengan tubuhnya agar tidak tertiup bersin Jisoo. Meski begitu, kartu di bagian atas ada yang tetap terjatuh.
"Hong Jisoo, kau baik-baik saja?"
Suara Kim ssaem menyadarkan Jisoo. Ia langsung menghadap ke depan kelas dan membungkuk di kursinya. "Saya baik-baik saja, ssaem. Tadi hanya bersin singkat," jawab Jisoo. Dia ingin mengadu ke Kim ssaem bahwa Jeon Wonwoo sedari tadi tidak fokus di jam pelajarannya, tetapi ia langsung teringat bahwa ia juga tidak memperhatikan pelajaran.
Dalam hati, Jisoo mengerang. Bagaimana bisa kelakuan aneh dari seorang teman yang duduk di sebelahnya baru ia ketahui secara nyata? Orang-orang sudah sering mengatakan bahwa Jeon Wonwoo aneh—pernah dipanggil ke Ruang BK karena berusaha memanipulasi ibu kantin, selalu mendapat nilai tertinggi di kelas, dan hanya mau bergaul dengan Kim Mingyu dari kelas sebelah dan terkadang Seungcheol. Ramuan apa yang digunakan Seungcheol sehingga ia bisa berteman dengan Jeon Wonwoo, Jisoo tidak tahu.
Ketika Jisoo kembali menoleh ke meja Jeon Wonwoo, ia kembali terkejut dengan pemandangan yang disuguhkan.
Jeon Wonwoo tidak membuat rumah kartu yang biasa saja. Fondasi piramida dari kartu itu memang sama, tetapi bagian luarnya tersusun oleh kartu-kartu bertumpuk yang membentuk rumah kartu besar.
Atau mungkin lebih tepatnya, istana dari kartu.
Jisoo terperangah, sebelum ia mendesis kembali ke Jeon Wonwoo. "Jeon Wonwoo, rumah kartumu sudah terlalu besar, Kim ssaem pasti melihatnya!"
"Ada apa, Tuan Hong?"
Otomatis Jisoo membeku di tempatnya. Kini Kim ssaem tengah berjalan ke tempatnya, dan istana kartu buatan Jeon Wonwoo masih berdiri gagah di mejanya.
"Aa-aah, anu, halaman 79, tolong jelaskan lagi, ssaem," kata Jisoo dengan gugup, melirik buku paketnya dengan segera. Sebenarnya, ia sangat mengerti pokok bahasan pada halaman 79. Bahkan tanpa perlu Kim ssaem jelaskan, karena ia sudah membacanya di rumah.
"Kita belum sampai ke pokok bahasan itu, Hong," Kim ssaem tersenyum samar, menepuk bahu Jisoo dengan pelan. Jisoo langsung tahu bahwa posisinya selamat, tetapi bagaimana dengan Jeon Wonwoo? "Itu akan baru dibahas di pertemuan selanjutnya. Seperti biasa ya, juara kelas akan selalu lebih dulu mempelajari materi. Kalian harus mencontoh Hong Jisoo."
Juara kelas? Itu memang harapan Jisoo. "M-Maaf ssaem, tapi juara kelas di kelas ini ada Jeon Wonwoo. Di-dia duduk di meja sebelahku."
Kim ssaem langsung memuat badannya dan tertawa kikuh. "Oh astaga, aku lupa! Ya Jeon Wonwoo, selalu menjadi peringkat pertama—baik di kelas maupun paralel."
Meja Jeon Wonwoo kini sudah bersih, tidak ada satu pun kartu yang ada di atas meja tersebut. Kartu itu digantikan dengan buku paket dan buku catatannya, lengkap dengan tempat pensil warna biru yang Jisoo ketahui adalah hadiah dari satu produk sereal yang juga ia konsumsi.
Bagaimana bisa Jeon Wonwoo merapikan istana dari kartunya dalam waktu yang sangat singkat?
Kim ssaem kembali ke depan kelas untuk melanjutkan pelajarannya, meninggalkan Jisoo yang masih syok dengan apa yang terjadi. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya sambil menatap buku catatannya, berusaha memproses apa yang terjadi.
"Lucu."
Sontak, Jisoo menoleh mendengar suara Jeon Wonwoo terdengar lagi. Pemuda itu kini memandang ke buku catatannya dengan tangan memegang pena, tetapi Jisoo yakin bahwa Jeon Wonwoo sedang tidak mencatat.
"Kau lucu, Jisoo."
Tanpa Jisoo bisa kendalikan, wajahnya langsung memerah tipis. Ia kembali menatap buku paket sejarahnya, berusaha menetralkan hatinya yang tiba-tiba berdebar keras.
"T-Terima kasih."
Jeon Wonwoo benar-benar anak yang aneh dan misterius.
Bagaimana caranya orang seperti itu bisa selalu menyabet peringkat tertinggi?
.
.
Jam sekolah sudah usai, begitu juga dengan jadwal piket harian yang digilir. Kebetulan sekali, sejak semester kedua datang dan susunan tempat duduk berubah—kini jadwal piket Jisoo bersamaan dengan jadwal piket Jeon Wonwoo.
Jisoo sudah menyadarinya, tetapi kini sepertinya eksistensi Jeon Wonwoo lebih terasa di hidupnya sejak beberapa jam lalu—saat Jisoo menyadari apa yang telah dilakukan Jeon Wonwoo di tengah jam pelajaran.
Perilakunya normal di jam pelajaran lain selain Sejarah. Dia masih konsentrasi pada pelajaran, bahkan sesekali terlihat mencatat. Akan tetapi, di pelajaran Sejarah dia bahkan berhasil membuat istana dari kartu tanpa ada yang menyadari.
Ia menghela nafas, kembali menyusun buku-buku paket Sejarah milik teman-teman sekelasnya di rak buku yang ada di belakang kelasnya. Dia sedikit menyesali kenapa sekolahnya tidak menggunakan rak gantung, ia agak lelah berjongkok untuk menyusun buku-buku tersebut.
Teman-teman yang satu hari piketnya sudah pulang terlebih dahulu, termasuk Jeon Wonwoo. Jisoo menatap buku-buku Sejarah di tangannya, mendadak penasaran apa yang ada di dalam buku Jeon Wonwoo.
Dia memiliki spekulasi sendiri tentang apa isi buku Jeon Wonwoo, mengingat bahwa anak itu sama sekali tidak menaruh atensi pada pelajaran tersebut.
Dan Jisoo kembalu menghela nafas ketika melihat lembar pertama buku sejarah milik Jeon Wonwoo.
"Seharusnya, aku sudah menduga ini."
Ada satu sketsa unit Gundam yang belum rampung. Sketsanya sangat rapi dan Jisoo mengapresiasinya—hanya saja itu digambar di buku pelajaran yang seharusnya bersih tanpa coretan.
Terlebih lagi, sketsa itu digambar menggunakan pulpen. Bagaimana cara menghapusnya?
"Ya Tuhan, Jeon Wonwoo…"
Jisoo nyaris saja membenturkan kepalanya ke rak buku di hadapannya, jika saja Jeonghan tidak berteriak dari luar kelas untuk menyuruhnya segera bergegas.
.
.
A/N : Di sini, anggap aja umur 95l & 96l itu seumuran. Dan masalah Mingyu yang sudah seangkatan dengan mereka padahal masih ingusan(?), itu nanti akan dibahas.
Maaf belum bisa ngelanjutin Bring Colour To My Skies karena gakbada laptop hiks. Datanya ada di flashdisc, membuatku tidak bisa melanjutkan proses editing dan malah membuat cerita baru.
Ini cerita berlanjut, haha. Entah kenapa Wonshua enak banget kalau dibikin chaptered.
SELAMAT RAMADHAN 1437 H DAN BERPUASA BAGI YANG MENJALANKANNYA! :D
Mind to review?