Tak pernah sekali pun dalam hidupnya ia menjalani hidup seperti ini, menghabiskan sepanjang usiannya bersama sosok perempuan yang tak pernah ia sukai, tak pernah ia cintai. Benarkah?

Namun, apakah ada sebuah keterpaksaan yang berakhir dengan kehadiran seorang anak yang menjadi hasil dari cinta mereka?

Apakah ia akan terus memungkiri perasaannya? Apakah ia akan terus lari dari semua kenyataan yang ia jalani selama ini? Sementara keberadaan sosok wanita dan bocah kecil itu selalu menghiasi hari-harinya setiap hari.

.

.

For You

.

.

Melihat ke bawah pada putranya, ia tersenyum pada bocah itu, "Ayo! Waktunya kau mandi Kou!"

"Tidak." Kou terisak, matanya telah dipenuhi air mata, "Tidak mau mandi."

"Mama tidak mau mendengar alasan apapun, tuan muda! Ayo mandi sekarang!" perintah Ino, tak terkejut ketika melihat Kou mulai mengacak-acak dan melempar mainannya ke sembarang arah.

"Hentikan tingkahmu itu bocah!" Sasuke setengah berteriak memerintahkan anaknya untuk diam. Wajahnya nampak datar tak berekspresi namun cukup untuk membuat bocah 2 tahun itu ketakutan.

Hening…

Kou terisak menahan tangisannya agar mereda, bocah itu benar-benar takut dengan sosok ayahnya yang mulai mengeluarkan aura mengerikan itu, "Sekarang ikuti mamamu dan mandi!"

Kou mengerucutkan bibirnya sebal, pipi gembilnya nampak mengembung dan perlahan beranjak dari tempatnya duduk kemudian menggandeng tangan ibunya, pasrah.

"Terimakasih." Wanita yang telah menikah dengannya selama 3 tahun itu tersenyum simpul pada suaminya yang tengah memijit pelan kepalanya, ia sudah cukup pusing dengan segala permasalahan di tempat kerja, namun sesampainya di rumah ia harus masih berurusan dengan tingkah anaknya yang suka sekali merajuk itu. Salahkan Ino yang selalu memanjakan bocah itu hingga menjadi manja seperti itu.

"Hn." Sahutnya singkat.

Dasar Uchiha!

"Papa…"

"Jangan ganggu papamu, Kou-chan!"

Sang bocah tambah mengerucutkan bibirnya membuat Ino gemas dan tak tahan untuk menciumi putranya, Ahhh! Ia benar-benar jatuh cinta pada putranya ini, bagaimana tidak jika kau memiliki putra yang sangat mirip dengan orang yang kau cintai, mata, rambut, bibir, hidung dan tidak ada sedikitpun penampilan sang ayah yang tidak menurun pada bocah itu.

"Jangan ganggu papamu, huh?! Waktunya mandi." gelak tawa Ino memenuhi seluruh ruangan, sementara ia mengangkat tubuh bocah itu tinggi-tinggi dan membuatnya tertawa terbahak, "Mama! Mama!"

Sasuke menghela napas panjang begitu istri dan putranya telah meninggalkan ruangan, menyisakan dirinya dan segala pikiran-pikiran yang tengah menggelayut manja.

Apa semua keputusannya benar selama ini?

Perjodohan sialan yang dilakukan oleh Itachi dan kedua orangtuanya yang membuatnya berakhir dalam posisinya saat ini, padahal waktu itu ia tengah menjalin hubungan dengan Karin, sepupu sahabatnya.

Ia bertahan karena Kou, putranya. Jika saja tidak ada Kou diantara mereka, pasti ia akan meninggalkan wanita itu sejak pernikahan mereka menginjak usia 3 bulan, namun sialnya saat ia akan meninggalkannya, Ino malah mengandung hasil dari hubungan mereka. Sial! Benar-benar sial.

Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat dan segera beranjak dari kursi, mengambil jaket dan kunci mobil yang tergantung rapi di sudut ruangan santai rumah mereka.

=F=

"Nah! Kau sudah tampan." Ino merapikan rambut hitam legam sang putra dengan satu tangannya, mendekap sosok Kou dengan tangannya yang lain, balita digendongannya menyunginggakan cengiran lebar, bangga dengan pujian sang ibu.

Keduanya kini memasuki ruangan santai kembali, berharap bahwa Sasuke masih berada di ruangan itu namun nihil bahwa yang dicari kini nampaknya telah meninggalkan rumah. Ino menghela napasnya panjang, "Apa yang harus kulakukan?"

"Main mama! Main!"

Ino menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil, ia kemudian menurunkan Kou dari gendongannya agar bocah laki-laki itu dapat bermain dengan beberapa mainannya yang masih tergeletak di lantai, "Bermainlah sana!"

"Mama?" kedua onyx-nya menatap Ino dengan penuh tanda tanya, "Tidak mau."

"Tidak mau apa, Kou-chan? Kau tidak mau bermain?"

Kou mengangguk dengan kedua tangan miliknya terangkat ke atas, meminta untuk digendong sang ibu.

Aneh, biasanya anak ini akan sibuk dengan mainannya selepas ia mandikan, namun apa yang terjadi dengannya sekarang?

"Mama…" rengeknya kembali, membuat mau tak mau Ino terkikik geli dengan ekspresi putranya yang mengerucutkan bibir tipisnya sebal dan melipat kedua tangan mungilnya di depan dada, "Hahaha, kau benar-benar mirip seperti papamu, kau tahu?!"

"Papa…?"

Ino mengangguk.

Balita itu nampaknya mengesampingkan rasa kesalnya pada sang ibu, "Iya papa. Kau merindukannya? Tenang saja, Kou-chan! Papa pasti pulang setelah ia merasa baikkan."

Tak mengerti apa yang ibunya katakan bocah itu memilih diam dan mengamati ibunya yang sekarang tengah melamun.

"Mama…?"

"Hum?"

"Bel! Bel! Bel!" serunya, menarik-narik ujung rok sang ibu begitu mendengar bahwa pintu bel yang berada di depan pintu rumah mereka berbunyi, "Kau mau melihat siapa yang datang?"

Kou mengangguk, semangat ia berlari menuju pintu dan meninggalkan ibunya yang menggelengkan kepala takjub dengan tingkah anak pertamanya itu, Ino kemudian melangkahkan kaki jenjangnya untuk mengikuti Kou, setelah sampai ia menemukan putranya berdiri tepat di depan pintu dan menunjuk-nunjuk sebuah pintu kayu berwarna cokelat tua, "Mama! Buka!" ucapnya penuh semangat.

"Iya, Kou-chan." jawab Ino dengan kikikan geli, "Selamat da…,"

"Ino-chan, Kou-chan…"

Seru pria itu dengan memasang cengiran khas miliknya, sementara itu Kou mengedipkan matanya tak mengenali sosok paman 'aneh' itu, ia memandang ibunya yang nampak tersenyum riang dengan kedatangan paman ini.

"Naruto-kun!" pekiknya, "Ayo masuk!"

Ibunya benar-benar berisik. Balita itu mendengus kesal, pelan ia melepaskan genggaman tangan mungilnya pada ujung rok Ino dan berjalan pelan menuju tempat mainannya berada, meninggalkan sang ibu dan paman aneh dengan cengiran lebar itu.

"Ia benar-benar putra Teme, huh?!"

Keduanya tertawa terbahak bersamaan, "Tentu saja!" Ino kembali menutup pintu rumahnya dan mengikuti Naruto yang terlebih dahulu masuk ke dalam ruangan santai untuk mencari keberadaan Kou, "Kau mencari Sasuke-kun?"

"Aku mencari, Kou-chan!" Naruto mengerucutkan bibirnya sebal kemudian menyunggingkan cengiran khas miliknya begitu menemukan sosok mungil yang sedang menyesap pacifier-nya, "Hei, jagoan! Lihat! Paman membawakan sesuatu untukmu!" pria bertubuh tinggi dengan tanda lahir aneh itu melangkahkan kaki jenjangnya untuk mendekat pada balita yang memandang penasaran, mata bulatnya membuka dan menutup memandang sesuatu yang dibawa oleh paman itu, "Uhh?" dia menunjuk barang itu, Naruto mengangguk dan mengambil tempat duduk di samping putra sahabatnya itu, sementara Ino tersenyum melihat pemandangan dihadapannya, andaikan Sasuke bisa bersikap seperti itu pada Kou-chan.

"Bukalah!" perintah Naruto pada Kou, dengan semangat balita yang memakai piyama berwarna biru laut dengan gambar kumpulan awan itu berteriak ceria, "Dan yang ini pasti menurun darimu, Ino-chan!"

Naruto mengalihkan pandangannya dari Kou kepada Ino yang tengah melamun, "Kau baik-baik saja?"

"Tentu saja! Kau mau minum apa?" tak mengindahkan pertanyaan Naruto, ia membalikkan tubuh rampingnya menuju dapur, "Aku akan membuatkan ramen juga untukmu."

Naruto menaikkan satu alisnya heran dan menghela napasnya panjang, "Kemana Teme? Apa dia masih belum berubah?" tak ada jawaban. Naruto memandang punggung Ino yang mulai menjauh, ia tahu benar bahwa sahabatnya itu tidak baik-baik saja, pemuda berambut pirang jabrik itu mengalihkan pandangannya pada sosok bocah yang menyunggingkan senyuman padanya, "Papa?" Kou mengangkat mainan yang diberikan Naruto padanya, "Papa?"

Naruto menaikkan satu alisnya, "Papamu tidak ada?"

Kou menggelengkan kepala, "Papa pelgi."

Naruto tersenyum, mengacak rambut hitam bocah itu gemas, sementara pikirannya melayang pada Sasuke dan Ino, apa yang terjadi pada keduanya? Sepertinya 3 tahun bersama tidak juga membuat mata Sasuke terbuka dengan keberadaan Ino dan Kou, Karin saja sudah berhasil untuk menata kembali hidupnya pasca peristiwa itu, lalu mengapa Teme tidak mampu dan lebih memilih larut dalam ketertekanannya?

Padahal jika ia mau untuk lebih memilih menikmati hidupnya maka ia akan benar-benar bahagia karena memiliki istri seperti Ino dan putra yang sangat mirip dengannya itu. kedua sapphire Naruto memandangi sosok bocah yang balas memandanginya dengan senyuman yang sama seperti milik Ino, "Sepertinya kau mewarisi senyuman ceria, Ibumu!"

Kou mengangguk, "Paman… ini." Kou mengangkat mainan yang masih tersegel di dalam kardus itu, "Mobil."

Naruto terkikik geli, "Kau mau paman rangkaikan mobil-mobilan ini?"

Lagi, ia mengangguk, nyatanya bocah ini lahir tanpa sedikitpun kasih sayang Sasuke, sahabatnya itu hanya berada di sisi Ino untuk memberikan 'status' untuk putranya, darah dagingnya, pewarisnya.

Konoha Bar

"Jack Daniel's."

Suigetsu, Bartender sekaligus sahabat Sasuke itu menaikan satu alisnya, "Kau yakin akan meminumnya?" pemuda berambut putih itu meyakinkan Sasuke kembali, "Kau tidak bisa mentolerir whiskey, vodka dan bahkan 4 botol bir sekalipun."

Sasuke menatap pemuda didepannya dingin, sementara sang pemuda tertawa canggung, "Kau sudah kuperingatkan!" dengusnya kesal kemudian menyajikan line glass dan botol whiskey yang dipesan oleh pelanggan tetap bar tempatnya bekerja, kedatangan Sasuke selalu saja membawa aura 'menyeramkan' seperti ini. Suigetsu mendengus kesal, ia yakin bahwa tak lama lagi pria itu akan mabuk dan dia harus membawanya ke rumahnya kembali. Tidak akan! Ia ingat betul saat terakhir kali pria Uchiha itu mabuk dan ia bawa ke flat-nya, tuan muda Uchiha itu berteriak-teriak sehingga membuat tetangganya kesal dan keesokan paginya dirinya harus mendapat ancaman agar pergi dari flat itu jika ia membawa Sasuke kembali ke lingkungan mereka.

Pemuda yang akrab disapa Sui itu mendengus kesal, sesekali ia akan memandangi Sasuke di sela kegiatannya mengocok campuran wine dan jus di dalam shaker untuk pelanggan bar yang lain. Ia tahu benar bahwa Sasuke sedang berada dalam masa-masa sulit dalam hidupnya, ia tahu benar karena ia menyaksikan sejak awal kebersamaan Karin dan dirinya, di saat Karin sudah berbahagia dengan Shikamaru, dan disinilah pria itu sekarang, tak mampu untuk melepaskan meskipun ia sudah memiliki keluarga kecil dengan istri cantik dan putra yang sangat menggemaskan.

Uchiha Kou, bocah menggemaskan dengan pipi gembil itu benar-benar lucu dan menyenangkan dengan hanya melihatinya saja, namun mengapa sahabatnya itu tak mampu untuk menerima kehadiran Ino dan Kou di dalam kehidupannya?

.FY.

Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam dan Sasuke tidak kunjung menampakkan batang hidungnya, Naruto mengalihkan pandangannya dari arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya pada bocah laki-laki yang tidur di paha miliknya, sementara Ino hanya tersenyum memandangi putranya, "Nampaknya ia kelelahan, tunjukkan kamarnya padaku! Aku akan menggendongnya ke kamar."

Ino mengangguk dan memberi isyarat agar Naruto mengikutinya, pemuda jabrik itu pelan-pelan mengangkat tubuh mungil Kou, sejenak bocah itu menggerakkan tubuhnya, merasa terganggu oleh gerakan yang mengganggu tidur pulasnya, "Shhh." Ucap Naruto, menenangkan Kou. Ia mengikuti Ino dalam diam, hingga sampailah mereka di depan kamar berpintu putih dengan papan bertuliskan 'Uchiha Kou' mengisyaratkan siapa yang menempati ruangan itu, pelan Ino membuka pintu kamar dan menghidupkan lampunya, mengijinkan Naruto memasuki ruangan yang syarat akan warna putih dan merah sesuai dengan lambang Uchiha.

"Maaf. Aku telah banyak merepotkanmu."

Naruto menggeleng dan menyunggingkan cengiran khas miliknya, Ia meletakkan tubuh mungil Kou pada kasur empuknya, sang bocah secara otomatis memeluk gulingnya, seolah tahu bahwa ia sudah berada di kamarnya.

Naruto menyelimuti bocah yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri itu meskipun ia sendiri belum mempunyai anak, alih-alih anak, bahkan seorang istripun ia belum punya.

"Terimakasih, Naruto-kun."

"Shhh! Sebaiknya kita keluar dari kamar, jangan ganggu Kou-chan!" Naruto menyunggingkan cengiran khas miliknya lebar-lebar, sementara satu tangannya ia gunakan untuk menggaruk kepalanya. Gatal? Ah! Sepertinya tidak, karena gerakan seperti itu sudah menjadi kebiasaan pemuda Uzumaki sejak dulu.

Ino mengangguk pasrah dengan senyuman manis menghiasi paras ayunya, keduanya mematikan kembali lampu kamar Kou, menyisakan penerangan dari lampu kecil yang terletak di samping kasur bocah kecil itu.

Cklek.

Kedua makhluk pirang itu berjalan beriringan menuju ruang tamu kembali setelah menutup pintu kamar Kou, "Katakan padaku! Ada apa dengan pernikahan kalihan 3 tahun ini? Apa Sasuke menyakitimu? Apa si bodoh itu bersikap dingin padamu?"

"Menurutmu?" Ino menghela napas panjang, tak berselang lama kemudian ia tertawa kecil, "Aku sudah siap dengan apapun ketika aku bersedia menerima perjodohan itu, Naruto-kun!"

"Karin dan Shikamaru telah berbahagia bersama, ku kira Sasuke akan melepas semuanya, termasuk perasaannya pada sepupuku itu."

Ino tersenyum kecil. Keduanya kini telah kembali berada di ruang tamu, pemuda pirang itu kemudian mendudukkan dirinya di sofa, mencoba mencari posisi nyaman untuk mendengarkan keluh kesah wanita yang ia kenal sejak ia duduk di bangku kuliah itu, wanita disampingnya tak lantas menunjukkan ekspresi sedih, ia nampak tegar, meskipun Naruto tahu benar tentang bagaimana perasaan wanita itu, "Menangislah!" perintahnya.

Hening. Ibu satu orang anak itu tersenyum simpul, "Mengapa harus menangis? Lelah? Sudah pasti, ku pikir lebih baik jika aku melepasnya jika denganku hanya menyakitinya, membuatnya tertekan dengan semua ketertekanan juga keterpaksaan ini. Kou-chan juga akan lebih bahagia tanpa melihat papa dan mamanya yang hidup dalam kepalsuan, bukan?"

Naruto membulatkan matanya tak percaya atas penuturan wanita ayu, pewaris satu-satunya keluarga Yamanaka itu, dilihatinya kembali wanita yang duduk disampingnya, apa yang baru saja ia dengar itu benar? Dia tidak perlu membuat janji dengan Dokter untuk memastikan pendengarannya baik-baik saja, bukan?

Namun, wanita itu nampak tenang. Apakah ia benar-benar mantap dengan keputusannya itu? sementara ia tahu benar bagaimana Ino begitu mengagumi dan mencintai pria Uchiha itu.

"Jangan mengasihani aku, Naruto-kun! Aku bukan orang yang patut dikasihani, aku masih bisa melihat, aku masih bisa mendengar, aku masih bisa menggerakan anggota tubuhku dan aku bukan penderita gangguan mental. Kou-chan adalah segala-galanya bagiku, rasa cintaku pada Sasuke-kun tentunya tidak sebesar rasa cintaku pada Kou-chan. Ku rasa aku siap."

Benarkah demikian?

Terdengar nada dering ponsel pintar milik Ino berbunyi, Ino menaikkan satu alisnya heran karena tidak mengetahui nomer yang meneleponnya saat ini, "Siapa?"

"Entahlah." Wanita itu menggelengkan kepalanya tak tahu, "Halo. Selamat malam."

"Ino. Ini aku Suigetsu! Bisakah kau ke bar tempatku bekerja? Sasuke tengah mabuk berat saat ini dan aku tidak bisa membawanya pulang ke flat-ku, kau tahu 'kan apa yang telah ia perbuat waktu itu?"

"Ahh, Baiklah! Aku akan datang secepatnya, tolong awasi dia selama aku belum datang, Sui-kun!"

"Kau tidak perlu khawatir! Aku akan mengawasi tuan muda pembuat onar ini. Kau jangan mengebut, Ok?!"

"Iya aku mengerti. Terimakasih telah mengabariku, aku akan menutup teleponnya."

Haaah~

Ia menghela napasnya panjang.

"Sui? Suigetsu? Pemuda bergigi aneh itu?"

Ino mengangguk, "Aku harus menjemput Sasuke-kun di tempatnya bekerja, ia tengah mabuk berat saat ini."

"Biar aku saja yang ke sana!" seru pemilik saham terbesar keluarga Uzumaki itu, kilatan amarah nampak menghiasi wajahnya, "Kau di rumah saja! Bagaimana dengan Kou-chan, huh?"

"Aku harus ke sana! Naruto-kun, bisakah aku meminta pertolonganmu?" tanya wanita itu beranjak dari tempat duduknya dan mengambil kunci serta mengenakan sweeter-nya yang tergantung di sebuah sudut di dekat pintu masuk, "Tolong temani Kou-chan untuk malam ini saja. Maukah kau menginap dan menjaga Kou-chan untukku malam ini?"

Ahhh! Wanita ini! Bagaimana ia mampu menolaknya? Ia benar-benar tidak mampu menolak permintaan gadis ini, baik dulu maupun sekarang…

"Baiklah."

Ino tersenyum simpul, "Terimakasih." Bisiknya kemudian segera berlari keluar dan meninggalkan Naruto yang menatap kepergiannya dalam diam.

Diam. Ya diam! Seperti yang sudah-sudah. 3 tahun tak pernah bertemu namun ternyata ia tak bisa memusnahkan perasaannya.

.

.

.

.

TBC

Aneh? Hahah, tapi kebelet bikin SasuInoNaru xD. Sederhana? Iya memang ga bisa bikin yang ribet plus ruwet. Rush? Gaje? Ga sesuai EYD? Ahhh, masih perlu belajar ini.

ENJOY ^^