Crime and Punishment

Disclaimer: all casts belong to themselves. i just own the story

Prolog


Oh Sehun.

Pria mapan berusia 27 tahun itu tengah melakukan pekerjaannya seperti biasa.

Menyuruh anak buahnya menghabisi siapapun yang tak patuh padanya maupun melanggar kontrak perjanjian yang telah mereka buat. Ketua mafia di Korea Selatan dengan usia termuda itu berhasil menaklukan semua geng lainnya dengan mudah berkat ayahnya, sang batu lompatan.

Terlihat tubuh jangkungnya tengah berdiri tegap dengan senyum angkuh di atap sebuah gedung besar. Di kedua sisinya dan belakangnya terdapat beberapa orang kepercayaan seorang Oh Sehun. Rambut pirangnya tertiup angin malam yang dingin menusuk, sekilas menampilkan tatapan kejam dari kedua matanya.

Dihadapannya, dua orang sedang berlutut dengan hanya mengenakan boxer mereka saja. Wajah dan tubuh mereka penuh lembam serta darah dari luka yang disebabkan oleh orang kepercayaan Oh Sehun. Laki-laki itu masih menyilangkan kedua tangannya di depan dada, membuka mulutnya yang selalu irit bicara.

"Untuk terakhir kalinya aku bertanya, apa kalian bisa bertanggung jawab atas semua kesalahan bos bodoh kalian itu?", yang sebenarnya baru untuk kedua kalinya.

Kedua orang yang tengah menderita itu semakin tertekan. Dengan gemetar mereka menjawab ya. Tidak ingin nyawa mereka melayang. Sosok di hadapan mereka menyeringai. Sehun menyentikkan tangannya. Dengan satu gerakan tersebut, dua orang dari sisinya memaksa mereka berdiri dan memberikan mereka ponsel.

"Sekarang, cari dan bawa bos bedebah itu ke hadapanku dengan sejumlah uang yang sudah ia janjikan dalam waktu 24 jam. Jika melewati batas waktu, nyawa dan organ tubuh kalian yang menjadi tanggungannya."

Kedua orang tersebut langsung membungkuk 90 derajat, meninggalkan Oh Sehun dan anggotanya yang masih berada di sana.

"Bos, sekarang sudah hampir fajar. Kita harus segera kembali ke Seoul. Besok siang akan ada pertemuan penting dengan klan Anha," ucap Kris, tangan kanan Oh Sehun nomor satu. Ia membantu Sehun memakai mantelnya.

"Hm... Aku tahu. Ayo pulang."

Dan semuanya kembali menuju Seoul dengan pesawat pribadi milik Oh Sehun.

Sesampainya di Gimpo Airport, Oh Sehun dan lainnya bergerak menyebar agar tidak dicurigai oleh siapapun sepanjang perjalanan.

Setidaknya itu upaya.

Sehun diserang oleh geng mafia yang bisa dibilang sangat rendahan cara bermainnya jika ia boleh berkomentar. Ia merasa geng itu benar-benar berniat membunuhnya. Dua peluru bersarang di bahu dan lengan kirinya. Sehun berhasil kabur, namun ia tidak sempat mengkontak rekan-rekannya akan lokasinya sebab darah yang keluar cukup membuatnya kehilangan kesadaran.

.

-exo-

.

Xi Luhan baru saja tiba dari China. Pesawatnya mendarat pagi in di Gimpo Airport. Pemuda berusia 20 tahun dengan rambut coklat karamel ini dengan gugup berjalan sendirian. Bukan karena ia sendiri dan tak tahu arah.

Luhan sudah lama tinggal di Korea dan ia sering kembali ke kampung halamannya hanya sekedar menumpahkan rasa rindu dan mencari aman.

Ya, aman.

Tenang, Xi Luhan. Kau pasti bisa. Kau pasti baik-baik saja. Kau Xi Luhan yang kuat dan ceria.

Ia kerap kali memberi sugesti pada dirinya sendiri. Sambil mendorong koper hitamnya, ia mengepalkan tangannya erat-erat. Di tengah kesibukannya dengan dunia sendiri, Luhan mendengar keributan tidak jelas yang berakhir dengan suara tembakan beruntun.

Xi Luhan terlonjak kaget.

Ini di airport.

Ada apa? Apa ada teroris?

Matanya menangkap seorang pria paruh baya tengah menembak pemuda yang usianya dikira hanya selisih beberapa tahun. Darah merah segar dan wanginya menguar menusuk bagi seorang Xi Luhan walau berdiri cukup jauh.

Perasaan tidak nyaman kembali menggeluti hatinya. Jantungnya berdebar kencang bukan karena melihat pemuda itu, namun darah tersebut. Luhan menahan diri, melawan dirinya sendiri. Tanpa ia sadari, langkah kakinya mengikuti pria yang kabur tertembak tadi. Ketika Xi Luhan melihat pria itu jatuh ke tanah yang penuh salju, hatinya tercelos sakit. Salju putih berubah menjadi merah darah.

"Betapa kasihannya dirimu."