Serangan yang benar-benar tidak bisa di lihat oleh mata manusia. Bahkan tak sempat berteriak, tak sempat menjerit, tubuh bagian atas cowok bertopeng itu langsung merosot ke bawah. Bagian bawahnya langsung ambruk ke belakang. Onyx Sasuke yang tadinya kosong, penuh kegelapan itu sekarang menatap tajam ke belakangnya.

"Romansa ya, huh"

Kubilang juga apa, baka.

Chapter 12

Island of Truth

End

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rated : T

Genre : Sci-fi, Romance, Angst, Crime, Adventure

RnR Please

Happy Read ^_^

Tuk...! Tuk...! Tuk...!

Suara langkah kaki perlahan bergema di dalam koridor dengan dinding putih tersebut. Deretan lampu dengan tingkat kecerahan yang luar biasa berbaris menerangi koridor sepanjang beberapa ratus meter tersebut seolah-olah, koridor yang terisolasi dari dunia luar itu tampak seperti disinari oleh cahaya mentari pagi. Dua orang dengan rambut coklat panjang tampak beriringan berjalan seirama dengan bunyi ketukan sepatu pantofel mereka.

Mata lavender milik salah seorang yang berada di depan tampak serius menatap ke depan sementara pria yang di belakangnya tampak mengikutinya dengan langkah terburu-buru sambil membaca data yang berada di tab yang sedang di pegangnya.

"Anda luar biasa, Hiashi-sama. Dalam waktu singkat bisa menumbangkan mereka semua meskipun si bocah ayam tadi sudah mempersatukan mereka. Apakah anda tidak ingin melihat akhir kisahnya?" Tanya pria yang membawa tab tadi kepada pria yang dipanggilnya Hiashi tersebut. Mata lavender milik Hiashi tetap menatap lurus ke depan tanpa menoleh ke arah pria yang nampaknya adalah asistennya tersebut.

"Tidak usah, bagaimanapun Hinata pasti akan melakukan tugasnya dengan baik" Katanya sambil tetap melangkah ke depan dengan langkah cepat.

"Yang penting sekarang adalah kita menyiapkan sistem yang akan digunakan untuk mewadahi jiwa dari bocah Uchiha itu. Apakah sudah siap, Ko?" Kali ini Hiashi menolehkan kepalanya kepada asisten yang dipanggilnya Ko tadi.

"Untuk itu, kita sudah siap untuk penanganan AI nya. Tapi untuk robot yang telah direncanakan bulan lalu itu masih sedikit terlambat" Jawab Ko. Hiashi tampak mengerutkan dahinya sebentar mendengar ucapan dari Ko.

"Jadi, kita harus tunda update dari robot yang sudah kita umumkan kemaren?" Tanya Hiashi dengan nada dingin. Aura kekejaman tampak keluar dari seluruh tubuhnya, membuat Ko sedikit bergidik merasakan aura yang begitu kuat tersebut. Setelah susah payah menelan kegugupannya bersama dengan ludah yang mengental di mulutnya, suaranya pun mulai keluar.

"Mungkin kita bisa mengupdatenya secara bertahap. Tuan tahu kan, fitur penting dari robot itu sudah siap meskipun masih belum stabil. Jadi, kita bisa menariknya dari pemasaran dengan dalih patch terbaru beberapa hari setelah update bulan lalu" Kata Ko dengan terbata-bata. Hiashi kemudian berhenti secara mendadak dan langsung berbalik ke arah Ko.

"Apa yang kau maksud fitur penting itu? Bukannya fitur yang akan kita kembangkan saat ini lebih penting. Target kita sekarang adalah untuk membuat robot yang bisa mengelabui Shiro, AI milik polisi yang bisa melacak pembunuhan. Jika kita tidak masukkan fitur itu sesegera mungkin, kita pasti akan dicurigai oleh kepolisian saat kita akan melaksanakan misi penting kita" Bentak Hiashi.

"Ba...baiklah tuan. Akan saya suruh bagian pengembangan untuk menyelesaikannya sesegera mungkin setelah kita mengambil jiwa dari bocah uchiha itu"

"Aku sudah memastikan bahwa Hinata pasti melakukan tugasnya dengan baik, jadi jangan sampai terlambat. Misi 'penting' kita kali ini mengenai seseorang yang sudah melacak organisasi kita sejak lama" Kata Hiashi dengan penuh penekanan.

"Baik, Tuan"

-0-

Sementara itu, dalam goa yang gelap, dua orang yang berbeda jenis kelamin itu tengah berhadap-hadapan dengan mengacungkan senjata masing-masing. Yang laki-laki sedang menatap tajam ke arah wanita berambut indigo. Tatapannya sinis, onyxnya menusuk tajam seolah ingin menguliti gadis tersebut hidup-hidup. Pedang yang begitu tajam nan indah sudah terhunus di tangannya. Bisa dilihat telapak tangan itu memutih saking eratnya dia memegang gagang pedang tersebut.

Sementara di seberang sana, wanit berambut indigo itu hanya menatap pria tersebut dengan tatapan sinis dan meremehkan. Tangannya sudah teracung ke depan, dengan jari telunjuk yang sudah siap menarik pelatuk pistol yang dibawanya.

"Pistol Ryouma, eh? Apakah orang dibalik dunia virtual ini tidak mengerti fantasi? Menggabungkan pedang sihir excalibur dan pistol Ryouma?" Tanya Sasuke sambil tersenyum sinis.

"Saa ne, aku tidak pernah mempertanyakan apapun yang akan dilakukan oleh Tou-chan" Jawab Hinata tanpa mengalihkan moncong senjatanya dari Sasuke. Mata onyx dan lavender itu bertemu, tidak dengan tatapan lembut dan penuh romantisme, tapi dengan tatapan sinis dan meremehkan sekaligus menegangkan.

"Sama seperti pedang itu, pistol ini juga akan beraksi secara cepat bila aku mengambil langkah awal yang cepat" Kata Hinata ketika melihat Sasuke sudah memasang kuda-kuda untuk menggunakan skill pedang miliknya. Pemuda berambut raven itu tampak mengurungkan niatnya mendengar ucapan Hinata. Tubuhnya kembali ke posisi normal, pedangnya di taruh di sisi tubuhnya. Pegangan tangannya pun mengendur.

Prang...!

"Eh...!" Gumam Hinata pelan ketika melihat apa yang dilakukan oleh Sasuke. Bukan hanya kuda-kudanya yang berubah. Tatapan sinisnya tadi tampak berubah, mata onyx yang semua berkilat tajam itu sekarang tampak berkaca-kaca. Buliran air mata mulai menumpuk meskipun harga dirinya sebagai laki-laki mampu menahannya agar tidak menangis di depan wanita. Pedangnya pun sekarang sudah jatuh disisinya. Raut wajahnya tampak seperti orang yang menyerah. Apakah ini Sasuke yang sebenarnya?

"Kau... berkepribadian ganda?" Kata Hinata dengan nada yang cukup terkejut. Pria itu tampak tersenyum lemah dengan wajah menyedihkan.

"Yare yare"

Sasuke's POV

Hei...! Apa yang akan kau lakukan bodoh? Kau gak tau apa itu pistol? Itu senjata api bego, kenapa kau menjatuhkan senjatamu. Kau ini...

Diamlah...! Kau tidak tahu apa rencanaku kan?

Iya, kau tidak punya rencana apa-apa. Aku bisa membaca pemikiranmu tau, kau tau kan apa rencanaku?

Tidak, tapi rencanamu pasti akan membuat masalah besar lain.

Dan rencanamu pasti akan membuat kita mati.

Haha...! Memang masalah apa jika kita mati? Toh, meskipun kau menggunakan rencanamu sekalipun kita juga akan mati. Setiap orang pasti akan mati cepat atau lambat bukan?

Huh...! Quote tidak bermutu mulai keluar dari pikiran pesimismu itu. Kenapa kau selalu depresi dan menginginkan kematian, dasar.

Bukankah kau juga sama pesimisnya, hanya saja...

Tidak, aku hanya berpandangan realistis.

Kau hanya takut pada kematian. Ketakutanmu membuat otakmu bekerja cukup keras dan membuatmu lebih jenius lagi dalam perencanaan.

Lalu, apa masalahnya?

Ini adalah masalah yang kubuat, jadi biarkan aku untuk menanggungnya. Kau sudah mengatakan bahwa Hinata yang bersalah, tapi aku tetap bersikeras untuk membunuh Tobi-san. Untuk sekarang, biarkan aku menanggung masalah ini. Jangan ikut campur.

Kau bercanda...! Kita ada dalam satu tubuh, jangan berlagak untuk menanggung semuanya sendirian. Aku juga akan kena impasnya.

Jadi, jika kita berpisah kau akan dengan senang hati menyerahkan tugas ini padaku.

Jelas, jika kau ingin mati, mati saja sendiri.

Kau tau, dari awal aku tidak berencana untuk mati.

Eh...! Kau... bukannya kau selalu ingin mati saja daripada harus menanggung kesedihan sebanyak ini? Jangan-jangan kau...

Lihat...! Aku bisa berubah kan? Kenapa kau tidak merubah pandangan paranoidmu itu. Takut akan kematian bahkan lebih buruk daripada kematian itu sendiri.

Huft...! Terserah deh. Aku akan katakan padamu apa yang aku tahu. Mungkin ini bisa membantu.

End Sasuke's POV

~o0o~

Island of Truth

~o0o~

"Pantas saja banyak rule yang gak berlaku bagimu, ternyata itu rahasia yang bisa mengelabui Shiro. Aku akan masukkan itu dalam penelitian, apakah teman berambut merahmu itu punya kepribadian ganda juga?" Tanya Hinata tetap mengacungkan pistol ke arah Sasuke. Cowok berambut raven itu hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Hinata.

"Bukankah kau juga kenal namanya, Hinata-chan? Dia itu Nagato" Kata Sasuke dengan seulas senyuman hangat di wajahnya. Hinata berdecak kesal mendengar ucapan dari Sasuke. Kenapa bocah ayam itu tidak takut meskipun sudah di todong pistol oleh Hinata? Apa ini kepribadiannya yang lain?

"Masa bodoh" Bentak Hinata. Sasuke hanya mengangkat bahunya sebelum akhirnya dia berjalan mendekat ke arah Hinata.

"Mau apa kau? Jangan dikira aku akan kasihan denganmu meskipun kau menunjukkan keberanian seperti itu" Kata Hinata dengan wajah yakin sambil bersiap membidik Sasuke dengan pistolnya. Tapi, pria bermata onyx itu hanya bisa tersenyum dan berjalan dengan langkah tegap tanpa ragu-ragu seolah berani menantang kematian di depan matanya. Cewek berambut indigo itu juga tampak tenang.

"Memang, aku juga tidak berharap akan dikasihani olehmu" Kata Sasuke sambil tetap berjalan. Tinggal beberapa meter lagi dia sudah sampai di depan Hinata. Gadis berambut indigo itu hanya berdiri tenang, toh, Sasuke bukan ancaman baginya.

"Karena satu-satunya yang kuharapkan sekarang adalah kematian" Lenjut bocah berambut raven itu ketika sudah sampai di depan Hinata. Dua insan berbeda jenis kelamin itu hanya bisa terdiam sambil menatap mata masing-masing. Hinata menatap dengan tatapan sinis kepada Sasuke sedangkan Sasuke masih mempertahankan tatapan dan senyuman hangatnya.

"Baiklah, akan ku kabulkan harapanmu" Kata Hinata sambil tersenyum sinis, merendahkan Sasuke yang terlihat putus asa tersebut. Diarahkannya moncong pistol miliknya tepat di dahi Sasuke, seperti algojo-algojo yang akan menghukum mati para terpidana.

"Ne, Hinata. Bisakah kau pindahkan targetmu menuju jantungku?" Tanya Sasuke.

"Aku tidak mau ikut campur dengan cerita romansa yang kau harapkan tadi" Sahut Hinata cepat. Seulas senyuman lemah tersungging dari bibir merah si bocah uchiha mendengar jawaban dingin dari Hinata.

"Aku memang tidak pernah berhasil dalam romansa. Mungkin seorang hacker tidak begitu pandai soal seperti itu" Celetuk Sasuke.

"Aku tidak tanya" Jawab Hinata masih berusaha untuk berkonsentrasi mengeksekusi Sasuke. Tapi, jari telunjuk yang sudah menempel di pelatuk itu terasa sangat seakan-akan ikut protes pada otaknya agar bisa mendengar suara lembut milik Sasuke lebih banyak lagi.

"Tidak, tidak. Apa yang kupikirkan, aku harus mematuhi perintah Tou-chan bagaimanapun keadaannya" Batin Hinata dalam hati.

"Kau tau, seorang hacker punya sebuah trik yang paling berguna jika mereka sudah buntu dengan sistem yang sulit di tembus. Itu adalah social engineering, mataku disini sudah terlatih untuk membedakan ekspresi setiap orang sehingga aku tahu..."

"Tutup mulutmu. Aku tidak mau dengar sampah yang keluar dari mulutmu itu, kenapa tidak kau jahit saja mulut yang penuh dengan omong kosong tentang kedamaian milikmu itu" Bentak Hinata langsung memotong perkataan Sasuke bahkan sebelum bocah itu menyelesaikan kalimatnya.

"Apa kau kesepian, Hinata-chan?" Pertanyaan selanjutnya dari bibir Sasuke membuat gadis berambut indigo itu terdiam.

"Tidak, aku tidak kesepian. Ada tou-chan yang selalu berada di sampingku selama ini, untuk apa aku membutuhkan orang lain kalo ada orang yang mengerti diriku mengalahkan semua orang. Selama ada tou-chan, aku tidak akan kesepian" Sangkal Hinata dalam hati.

"Dari sorot matamu aku bisa melihat bahwa kamu ingin dilindungi, kamu ingin dimanja, bukan dimanfaatkan seperti ini. Apakah kau ingin berbohong?"

"Jangan sok tau, kau hanya mengenalku selama beberapa jam saja. Kau bahkan tidak tahu jika aku bisa dengan mudah mengakali Shiro yang mendeteksi kebohongan karena aku adalah player special disini" Bantah Hinata.

"Tidak, aku tidak sok tau. Kau tidak perlu berpura-pura tabah dan tegar seperti itu, kau tau? Sekuat apapun seorang wanita, dan selemah apapun seorang pria, pasti akan ada saatnya sang pria melindungi wanitanya. Memang sudah menjadi insting pria untuk melindungi wanita, bukan untuk memperalat mereka" Jelas Sasuke.

"Apa kau sedang menyindir Tou-chan dan ingin membuatku berbalik melawannya yang sudah memperalatku?" Tanya Hinata dengan tersenyum sinis.

"Sejujurnya aku tidak peduli dengan Tou-chanmu. Aku hanya ingin mengatakan, jadilah dirimu sendiri, terimalah dirimu sendiri. Menjadi orang lain dan memakai topeng hanya akan membuatmu tidak dikenali oleh orang lain, dan akhirnya kau akan kehilangan dirimu selamanya"

"Urusai...! Apa urusanmu menasehatiku seperti itu? Kau itu cuma alat yang akan digunakan untuk melawan Shiro, jadi tutup mulutmu sampai aku selesai melakukan prosesnya" Bentak Hinata.

"Kau sudah lama menjadi mata-mata kan? Bahkan kau bisa berakting sebagus itu, seolah tidak memedulikan kata-kataku" Jawab Sasuke.

"Tapi, kau tidak bisa menyembunyikan kesepianmu. Tanpa ada yang melindungi, dan kau bereaksi secara spontan ketika aku membunuh penyihir itu" Lanjut Sasuke tanpa memedulikan moncong pistol yang sudah berada di dahinya. Hanya dengan sekali hentakan ringan dari Hinata, dia tidak tau lagi bagaimana nasibnya. Tapi entah kenapa jari gadis berambut indigo itu masih terlihat kaku untuk menarik pelatuk pistolnya. Jangan-jangan...

"Aku, tidak mau dikhianati lagi. Kumohon jangan berbohong lagi, Hinata-chan" Nada Sasuke berubah, dari yang semua tegas dan penuh penekanan menjadi lembut dan tampak memelas. Apa yang sebenarnya direncanakan oleh mereka berdua?

"Aku akan selalu tetap bersamamu, bukan untuk memperalatmu, dan berjalan di depanmu. Tetapi, untuk melindungimu. Jika kau tidak mau menerimanya sebaiknya aku..."

Dorr...!

"Kenapa kau tidak diam saja"

Prang...!

Mata onyx itu pun hanya bisa menatap kosong. Darah segar bermuncratan dari lubang yang terbentuk di mulutnya oleh tangan dingin Hinata. Onyx itu pun tertutup secara perlahan seiring dengan robohnya tubuh bocah tersebut.

Gagal ya?

Yups...! Rencanamu gagal. Mungkin kau salah membaca ekspresinya

Mana mungkin, bego. Kau meragukan kemampuanku.

Kau terlalu takut mati untuk melakukan hal itu

Jarang sekali kau menyalahkan orang lain.

Yah...! Penyesalan memang datang terakhir kan?

Kau tahu kalo ternyata kematian itu tidak setenang yang kau pikirkan.

Mungkin ketakutanmu pada kematian ada benarnya.

-0-

"Oi...! Bangun, bangun, cepat" Seorang gadis dengan rambut indigo tampak sedang berusaha membangunkan cowok yang sedang terlelap di atas sebuah tempat tidur. Bocah berambut raven itu pun bangun dengan tampang tidak mengerti, seperti orang ling lung.

"Ayo...!" Ajak gadis tersebut sambil menarik, atau mungkin bisa dibilang menyeret pemuda berambut raven tersebut. Mata lavender gadis tersebut menyiratkan sebuah kecemasan yang amat sangat, seperti orang yang terancam dengan dewa kematian. Sementara mata onyx pemuda itu hanya menatap gadis di depannya dengan tatapan kosong sambil terus berjalan sempoyongan karena di seret oleh sang gadis.

Suara langkah kaki gadis tersebut menggema di dalam lorong terang benderang yang rumit. Tanpa takut tersesat, gadis itu tampak yakin sekali dengan arahnya berjalan. Beberapa saat kemudian, sebuah pintu tampak berada di ujung lorong dengan seberkas cahaya kekuningan milik mentari yang jatuh lurus dari kaca yang menempel di pintu tersebut. Bibir merah gadis itu pun menyunggingkan seulas senyuman lega, tetapi segera berubah ketika dia melihat ke belakang.

"Hinata-sama..." Sebuah suara teriakan mengetuk gendang telinga gadis tersebut. Seperti sebuah sakelar yang tertekan, kakinya secara otomatis langsung berlari sambil menyeret pemuda di belakangnya. Tapi, tampaknya pemuda itu tidak bisa di ajak bekerja sama.

"Kenapa kau begitu merepotkan sekarang, Sasuke-kun" Gumamnya sambil membungkuk. Diangkatnya tubuh lemah pemuda tersebut diatas punggungnya dan mulai berlari menuju pintu yang berada di ujung lorong.

Seperti belalang yang baru keluar dari kotak, Hinata langsung berlari sekuat tenaga ketika dia sudah keluar dari pintu tersebut. Entah bagaimana caranya, dia harus segera berlari dari tempat itu. Di belakangnya, menjulang tinggi gedung yang tampak tua dan dikelilingi oleh hutan belantara. Mata lavender yang tampak lelah itu sekarang menatap bingung ke sekitarnya. Apa yang harus dia lakukan? Tapi sebentar kemudian dia langsung berlari meskipun tidak tahu arah mana yang akan memberikannya jalan keluar.

Krakk...!

Brukhh...!

"Aw...!" Pekik Hinata. Wajah putihnya kotor oleh tanah ketika dia terjerembab karena batang pohon yang melintang di tengah jalan. Dengan susah payah, dia mencoba berdiri dengan kaki yang lecet terkena duri pohon tadi. Ditambah dengan Sasuke yang berada di atas punggungnya membuat gadis cantik itu tampak lemah tak berdaya sekarang. Tapi, kenapa dia tidak merasakan Sasuke diatasnya?

Sebuah tangan yang kecil, tapi terlihat sangat kuat langsung menarik tangan Hinata. Bocah berambut raven yang tadinya linglung di atas punggungnya, kini menolongnya di saat kritis. Tatapan onyxnya masih tetap dingin dan tajam.

"Kau tau kemana kita akan pergi?" Tanya Sasuke sambil menoleh ke arah belakangnya. Hinata menggeleng cepat sambil menenggelamkan wajahnya di punggung lebar pemuda tersebut. Kaki kurus milik Sasuke langsung berlari tanpa aba-aba. Otak jeniusnya mulai berpikir kemana dia akan membawa gadis yang sedang terluka ini.

Meskipun ini di pulau terpencil, pasti ada akses untuk keluar masuk pulau. Tapi, mungkin saja ini bukan di pulau terpencil. Pembangunan sebesar ini memakan biaya besar untuk dilakukan di pulau terpencil, selain itu...

"Sasuke-kun..." Sahut Hinata dari belakang sambil menunjuk ke langit. Onyxnya pun mengikuti arah telunjuk Hinata dimana ada asap yang membumbung tinggi dari kejauhan.

"Apa kita mundur 100 tahun ke belakang?" Gumam Sasuke pelan ketika melihat kepulan asap tersebut. Tapi, beberapa saat kemudian dia dengan cepat menggelengkan kepalanya sambil tersu berlari. Tidak ada gunanya memikirkan kenapa masih ada kereta api uap di masa sekarang, prioritasnya adalah menyelamatkan Hinata.

Tuutttt...! Tuuttt...!

Tak jauh dari sana, suara kereta api itu pun mulai terdengar sayup-sayup di kanan Sasuke. Asap itu pun mulai terlihat bergerak menjauhi Sasuke.

"Bagus...! Dengan ini kita tidak perlu mengejarnya, tinggal menghadangnya saja" Batin Sasuke. Dia pun mempercepat larinya. Keduanya hanya terdiam selama beberapa saat selagi mengejar kereta yang sedang berjalan dari kanan mereka. Hinata tahu bahwa Sasuke yang sekarang adalah 'Sasuke' yang dingin, serius, dan paranoid dengan semuanya. Sedangkan Sasuke yang dia harapkan adalah Sasuke yang hangat, lemah lembut tapi tegas yang sudah di tembaknya tadi.

"Dia menyerahkan semuanya padaku karena dia tahu kalo aku pasti akan lebih jago bila urusan begini" Celetuk Sasuke seperti bisa mengerti apa yang Hinata pikirkan. Hinata hanya mengangguk pelan mendengar ucapan Sasuke.

"Yup...! Aku tau" Gumamnya pelan.

Keheningan kembali menyelimuti mereka berdua, sebelum akhirnya lokomotif berkepul asap itu terlihat di kanan Sasuke.

Bagaimana bisa ada jalur kereta api dekat sini tetapi tidak tahu kalo ada bangunan mencurigakan disana? Oh, iya. Jalur kereta apinya lebih tua daripada bangunan itu sendiri sementara setelah jalur kereta api dibangun tidak ada pengecekan lagi.

Sasuke pun berlari searah dengan lokomotif sambil melihat pintu mana yang masih terbuka. Gerbong-gerbong besar itu pun melewati Sasuke dengan pintu tertutup, seperti tidak mengizinkan Sasuke membawa pulang Hinata dengan selamat. Sasuke pun mulai mempercepat larinya ketika dia merasa sudah ketinggalan banyak gerbong dan tidak ada yang terbuka. Jangan-jangan ini adalah kereta barang lagi.

Onyx hitam pekat itu pun menangkap sebuah gerbong dengan pintu terbuka di dekat ekor kereta. Seulas senyuman puas tersungging dari bibirnya, segera dia sedikit melambatkan larinya agar dia bisa sampai di depan gerbong tersebut. Dengan sedikit menekuk lututnya, Sasuke pun dengan sigap melompat ke arah kereta tersebut...

"Sasuke-kun..." Dengan leher tercekik, Sasuke terhenti seketika di mulut pintu kereta api. Tampaknya Hinata kehilangan keseimbangan ketika Sasuke loncat dan hampir terjatuh jika saja dia tidak berpegangan pada kerah baju Sasuke.

Krieetttt...!

Tapi tampaknya keberuntungan juga masih belum memihak pada Sasuke. Baju kusut kering milik Sasuke langsung robek karena tidak kuat menahan berat Hinata, dan...

"Ugh...!" Dengan sigap Sasuke langsung menangkap tangan Hinata yang terjatuh. Mata onyx miliknya tampak begitu terkejut ketika melihat di bawah kereta. Sungai terjal sudah menyambut matanya, dia bahkan tidak menyadari kalo kereta sudah menyeberangi jembatan yang terletak tinggi diatas sungai. Apakah ini juga dunia virtual?

"Tidak, Sasuke-kun. Dari tadi aku juga mencari sungai ini. Di seberang sana adalah area pelatihan militer dimana kamu bisa mencari pertolongan" Kata Hinata sambil tersenyum. Kali ini senyumannya benar-benar tulus, sehingga membuat mata Sasuke yang tadinya dingin jadi menghangat.

"Kalo begitu, ayo naik" Jawab suara lembut milik Sasuke. Hinata sedikit terkejut dengan suara tersebut, tapi kemudian dia tersenyum kecil. Sebenarnya dia tahu kalo Sasuke sejak tadi menahan rasa sakit karena sudah menahan tangannya karena dia terjatuh tadi.

Dia ingin terus seperti ini, terus merasakan kehangatan tangan milik Sasuke yang selalu menggenggam erat tangannya, seolah tidak akan membiarkan tubuhnya yang rapuh terluka.

Benar kata Sasuke, dia ingin dilindungi, tidak untuk diperalat. Keinginan yang selama ini terpendam dalam hatinya seperti tersalurkan ketika dia bertemu Sasuke saat pria itu menenangkannya yang shock saat melihat Konan mati secara sadis. Memang benar, seseorang akan merasa bangga bila serba bisa dalam melakukan apapun, kuat, dan pandai dalam segalanya. Tapi, itu bukan berarti dia tidak punya kelemahan.

Setiap manusia pasti punya kelemahan kan? Itulah kenapa kita perlu seseorang untuk memback up kelemahan kita. Mempercayakan punggung kita, titik terlemah dalam tubuh kita, kepada orang yang benar-benar akan melindungi kita.

Bulir-bulir air mata tampak mengalir dari manik lavender itu. Gadis yang tampak sangat bahagia sekaligus sedih itu sadar, bahwa jika mereka terus berpegangan seperti ini, Sasuke pasti akan tertabrak tiang penyangga jembatan yang sebentar lagi akan mereka lewati.

"Terima kasih, Sasuke-kun. Kau sudah mau melindungi punggungku, aku akan selalu mengingatmu" Kata Hinata sambil tersenyum. Mata Sasuke tampak terbelalak mendengar ucapan Hinata, onyx hitam itu tampak mengkilat dengan kepanikan sekaligus kekhawatiran yang mendalam. Tangan kiri Sasuke yang kurus, dengan sigap mencoba membantu tangan kanannya menarik Hinata keatas.

"Tapi, kurasa kau harus menemukan orang yang lebih baik untuk menjaga punggungmu" Kata Hinata sambil menggenggam tangan Sasuke dengan kedua tangannya. Dengan wajah campur aduk, antara bahagia dan sedih Hinata melepaskan genggamannya dari Sasuke.

"Hinata...!" Teriak Sasuke tertahan. Rupanya 'Sasuke' yang dingin segera mengambil alih dan langsung menarik badannya sebelum tubuh bagian atasnya menabrak tiang penyangga. Tubuh pria itu berguling-guling di dalam gerbong yang kosong seperti orang yang terkena epilepsi. Beberapa saat kemudian, tubuhnya terhenti di pojokan gerbong.

"Arrrgggghhh...!" Teriakan putus asa yang terdengar menyedihkan keluar dari mulutnya. Wajahnya yang tampak sedih dan raut penyesalan yang amat dalam tertutup rapi oleh kedua telapak tangannya.

FIN?

Yah...! Juara bertahannya adalah, Sasuke XD. Gomen kalo endingnya ga sedramatis yang kalian kira dan juga, sepertinya sad end ya...?

Hmmm...! Gimana kalo sebenernya Hinata selamet ya?

Kepikiran buat bikin sekuel sih, tapi...

Rasanya saya punya ide lain untuk membawa fic ini kembali XD (tapi saya ga janji loh buat ide yang kemungkinan besar agak aneh juga sih)

Buat temen-temen reader, thanks buat ngikutin fic yang akhirnya juga sad end gini XD.

Setelah saya googling,tampaknya bipolar dan kepribadian ganda itu beda. Oke, gomen atas kegajean author yang sok tau ini ya XD.

Thanks for Read

Don't forget to review….!

Epilog

Seorang pria tampak duduk di depan komputer. Tatapan matanya tampak tajam meneliti berbaris-baris kode yang berada di layar hitam komputer, tapi matanya tampak kosong seperti robot yang sedang disuruh bekerja. Beberapa saat kemudian dia berlari menuju ke ranjang berantakan yang berada di belakang tempat duduknya. Dengan wajah frustasi dia menuangkan botol wine kedalam gelas sebelum akhirnya meneguknya habis.

Dengan tubuh lemas, pria itu tampak menyandarkan tubuhnya di dinding, seperti orang yang sedang sakit keras. Beberapa saat kemudian dia berdiri kembali dan menghampiri komputernya kembali.

"Kalo aku seperti ini terus, bukankah pekerjaanku akan terhambat"

Masa bodoh dengan pekerjaan.

Pria itu pun bungkam dan kembali melanjutkan pekerjaannya.. Beberapa saat kemudian onyx tajam itu tampak tertarik oleh feed yang dia subscribe di pojok kanan bawah layar komputernya. Matanya tampak membulat melihat berita yang ditayangkan disana. Dengan cepat dia mengeklik berita tersebut dan melihat video yang di tayangkan secara live. Terlihat seorang reporter berambut hijau yang dengan semangat memberitakan tentang seseorang yang tewas hanyut di sungai.

Meskipun sosok reporter itu hampir memenuhi layarnya, tapi onyx tersebut masih terfokus dengan seseorang berjubah putih di belakangnya. Wajah putihnya tampak tertutup sampai bagian hidung, sementara rambut indigo miliknya tampak terurai di belakang. Sosok berjubah putih itu terlihat panik sebelum akhirnya menjauhi kamera setelah terekam selama sepersekian detik.

"Hi...na...ta..."

END