I'm Not Four Years Old Anymore, Hyung!
.
Author : syubsyubchim
.
Cast :
Park Jimin X Min Yoongi
Slight!BTS
.
NOTE :
YAOI! BOYXBOY! TYPOs! Review Juseyo
.
.
.
"Yoongi, keluar sebentar," Ny. Min sedikit berteriak memanggil anak satu satunya yang diyakini sedang bergelung malas di kasur kamarnya. Yoongi berlari kecil menuju ruang tamu dan menemukan orang tuanya dengan tiga orang lain yang ia yakini sebagai tetangga baru mereka.
"Perkenalkan dirimu, Yoongi-ah ."
Yoongi membungkuk kecil, "Annyeonghaseyo,Min Yoongi imnida. Umurku sembilan tahun," lalu menunjukan kesembilan jarinya dengan jari kelingking kanan yang ditekuk. Tuan dan Ny. Park terkekeh gemas dengan tingkah Yoongi. "Annyeonghaseyo Yoongi"
"Jimin, perkenalkan dirimu juga,"
Jimin turun dari pangkuan eommanya dan ikut membungkuk kecil, "Annyeonghaseyo, aku Park Jimin, empat tahun," lalu berjalan menghampiri Yoongi dan berdiri tepat didepannya. "Yoongi hyung mau jadi pacar Chimchim tidak?"
"MWO?!"
Itulah pertama kalinya Min Yoongi bertemu dengan seorang bocah yang dianggapnya mesum yang diketahui sebagai tetangga sebelahnya, Park Jimin.
.
.
.
"Yoongi hyung, Yoongi hyung," Jimin menyibak selimut tebal Yoongi, lalu mengguncang-guncang tubuh Yoongi. Yoongi mengerang kesal. Mau apa lagi bocah ini dirumahnya pada hari Minggu yang Yoongi yakini masih pagi itu. "Ayo bangun. Min Ahjumma memanggil hyung untuk sarapan."
"Katakan pada eomma aku masih mengantuk, Jimin." Yoongi berusaha meraih selimut tebalnya yang sempat dienyahkan Jimin beberapa saat lalu dan membalut tubuhnya menyerupai sushi.
Jimin mendengus kesal. Tetangga manis kesayangannya ini benar-benar sulit untuk disuruh bangun pagi. Apalagi di hari libur begini. Tetapi Jimin tidak kehilangan akal tentunya. Namja berpipi chubby itu naik ketempat tidur Yoongi dan menyibak selimut Yoongi, memperlihatkan wajah Yoongi dengan manik yang masih tertutup - enggan terbuka.
CHUP
Dengan lancangnya Jimin mengecup bibir Yoongi yang membuat bocah berumur sembilan tahun itu membelak kaget dan mendorong Jimin, "YAK APA-APAAN KAU BOCAH MESUM!"
"Akhirnya putri tidur Chimchim bangun juga"
"SIAPA YANG KAU PANGGIL PUTRI, HAH?"
Dan Minggu pagi Yoongi diawali dengan wajah tertekuknya sepanjang hari. Ciuman pertamanya baru saja direbut oleh bocah berumur empat tahun yang baru dikenalnya seminggu lalu, man.
.
.
.
"Jimin akan tinggal dengan kita selama seminggu, Yoongi. Park Ahjusshi dan Ahjumma harus mengurus perusahaan mereka diluar kota. Jadi Jimin dititipkan kepada kita selama seminggu," jelas Ny. Min saat Yoongi mengerutkan alisnya tidak suka melihat Jimin ikut serta saat makan malam berlangsung.
"Aku tidak mau," tolak Yoongi mentah-mentah. Tidak tinggal seatap saja Yoongi bisa ditempeli Jimin 24/7 terhitung sejak Yoongi pulang sekolah di siang hari dan hanya akan pulang kerumahnya kalau Ny. Park sudah memanggil Jimin untuk tidur. Itupun dengan rayuan maut.
Bahkan keluarga Min punya beberapa pasang baju ganti Jimin yang dititipkan di lemari Yoongi karena terkadang Jimin sering menolak pulang kerumahnya untuk sekedar mandi. Jimin selalu mengatakan bahwa kamar mandi di kamar Yoongi adalah yang terbaik dan selalu merasa lebih segar kalau mandi disana, apalagi bersama Yoongi - yang tidak pernah terjadi karena selalu Yoongi tolak.
"Tahu apa kau tentang kebersihan dan kesegaran bocah berumur empat tahun," adalah respon Yoongi setiap mendapati Jimin mandi di kamar mandinya. Dasar bocah menyebalkan. Modus. Mesum.
"Tenang saja Yoongi hyung, Chimchim akan menemani hyung agar hyung tidak kesepian lagi. Chimchim juga akan menemani hyung tidur, 'ya kan Ahjumma?" sahut Jimin polos sambil memandang kearah Ny. Min - meminta dukungan untuk tidur dengan Yoongi.
Manik Yoongi membulat sempurna, "Aku tidak mau, bocah," jawab Yoongi kesal. Apa-apaan bocah itu, mau tidur dengannya? Bisa bisa Yoongi tidak tidur semalaman mendengarkan celotehannya.
"Tapi kita tidak punya kamar lain dirumah ini, Yoongi. Jadi Jimin hanya bisa tidur denganmu. Mau 'ya?" Ny. Min mencoba membujuk anak semata wayangnya yang sudah mengerucutkan bibirnya kesal.
Yoongi lagi lagi menggeleng. Sekali tidak ya tidak, apalagi yang ada hubungannya dengan berdekatan dengan bocah bantet bernama Park Jimin. Heol, jika Yoongi bisa memusnahkan bocah chubby yang selalu dipuji semua orang itu dari hidupnya maka akan Yoongi lakukan. "Suruh saja Jimin tidur diluar."
Kini giliran Jimin yang mengerucutkan bibirnya "Yah! Masa hyung tega membiarkan Chimchim tidur sendirian diluar. Nanti Chimchim ketakutan bagaimana? Nanti Chimchim kedinginan bagaimana? Nanti Chimchim digigit nyamuk bagaimana? Nanti Chim-"
"Bodo!"
.
.
.
Yoongi memeluk boneka kumamonnya dan tidur membelakangi Jimin. Pada akhirnya bocah tengil itu tetap tidur dikamar Yoongi. Sekasur pula. Yoongi kesal sekali, sungguh.
"Yoongi hyung sudah tidur?" Lima kali. Sudah lima kali Jimin menanyakan pertanyaan yang sama kepada Yoongi yang selalu diacuhkannya.
"Sudah, jadi diamlah bocah."
"Kok masih bisa menjawab Chimchim?" Jimin mencoba memanjati tubuh Yoongi, penasaran dengan wajah hyungnya. "Tuh belum tidur."
"Apa maumu bocah?" Yoongi membalikan tubuhnya menghadap Jimin, merasa jengah dengan bocah berpipi chubby itu. Meskipun hanya berumur empat tahun, tetapi Yoongi tetap merasa Jimin adalah makhluk paling menyebalkan yang pernah ada dalam sembilan tahun hidupnya.
Jimin tersenyum lima jari sampai sampai matanya membentuk garis tipis yang sangat menggemaskan. "Memelukmu," Jimin melingkarkan lengan gemuknya kearah Yoongi. Kini yang menjadi jarak antara tubuhnya dan tubuh Yoongi hanyalah boneka kumamon yang Yoongi peluk sedari tadi. "Jaljayo, hyung"
Yoongi pun menyerah. Dirinya membiarkan Jimin memeluk tubuhnya sepanjang malam dan ikut terlelap saat bocah gempil itu akhirnya menghentikan semua celotehannya.
.
.
.
-Years Later-
"Hyung, bangun. Kau memangnya kau tidak sekolah?"
"Lima menit lagi, Jim," Yoongi mengerang malas, menarik selimut tebalnya sampai menutupi seluruh kepalanya. "Aku masih mengantuk."
Jimin berdecak kecil. Sembilan tahun, ya, sudah sembilan tahun lamanya Jimin selalu membangunkan Yoongi dan namja berkulit pucat itu sudah terlalu terbiasa akan rutinitas yang Jimin lakukan. Entahlah, dirinya sudah kebal dan tidak lagi merasa terganggu akan atensi Jimin disampingnya.
Sekarang, Jimin sudah berumur tiga belas tahun -tahun kedua Junior High dan Yoongi sudah berumur delapan belas tahun -tahun terakhir Senior High. Mereka bersekolah di sekolah yang sama. Tentu saja itu semua keinginan Jimin sejak kecil.
Jimin memaksa orangtuanya menyekolahkannya di sekolah yang sama dengan Yoongi sejak sekolah dasar. Jimin bahkan menangis seharian saat mengetahui Yoongi akan tamat dari sekolah dasar dan pindah ke junior high. Namja bantet itu memaksa Yoongi agar tidak lulus dan menunggunya agar mereka lulus sekolah dasar bersama-sama. Ayolah, meskipun Yoongi naik ke junior high, mereka hanya akan terpisah oleh sebuah gedung dan tetap dalam sekolah yang sama. Memang Jimin saja yang berlebihan.
Bahkan sampai Yoongi berada di tahun terakhirnya, dia dan Jimin masih menghadiri sekolah yang sama. Okay, paksaan Jimin.
Jimin melirik tumpukan kertas partitur di meja belajar Yoongi, "Bergadang demi membuat lagu lagi, eoh?"
Yoongi hanya diam, tidak memberikan respon apapun. Dan tentu saja Jimin juga sudah terlalu biasa dengan kondisi dicuekin hyung gulanya.
Jimin menghampiri kasur Yoongi dan menyingkap selimutnya. Mengecup pelan bibir Yoongi dan berbisik, "Ayo bangun putri tidur Chimchim, kau hanya punya waktu lima menit untuk berbenah."
Dan Yoongi tetap diam dalam tidurnya. Bibirnya sudah terbiasa dikecupi oleh Jimin sampai sampai tidak menganggap hal itu aneh lagi. Kecupan bangun tidur, kecupan terima kasih, kecupan sebelum tidur, dan kecupan random lainnya yang bahkan tidak mau Yoongi ingat. Oleh karena itu, Yoongi memutuskan untuk menganggap bahwa kecupan Jimin hanyalah kecupan iseng seorang bocah yang masih labil. Atau kecupan seorang bocah mesum berumur empat tahun.
"Hyung, aku sedang sungguh-sungguh, ini sudah jam enam lewat empat puluh lima menit dan kau hanya punya-"
"MWOYA?! Kenapa tidak bilang dari tadi, bodoh!" Yoongi bangkit dari kasurnya, mengambil asal handuknya dan masuk kedalam kamar mandi dalam hitungan detik. Jimin hanya terkikik kecil, "Dasar, sleeping beauty."
.
.
.
"Kalau ada yang menggangumu katakan saja padaku, hyung. Aku pasti akan menghajar mereka."
"Hng," seperti biasa, Jimin akan berceloteh sebelum mereka berpisah didepan kelas Yoongi. Sejak Jimin masuk junior high tahun lalu, Jimin selalu membuntuti Yoongi kemanapun. Persis seperti anak ayam yang membuntuti induknya.
Junior high dan Senior high berada pada gedung yang sama, jadi Jimin bebas mengekori Yoongi kemanapun. Baik saat mereka baru tiba disekolah, jam istirahat, jam makan siang ataupun jam pulang sekolah Jimin akan selalu menghampiri Yoongi. Bahkan kalau Yoongi harus berlatih basket sampai malam, Jimin akan setia menunggu dan menemani Yoongi. Lain halnya kalau Jimin yang ada latihan tambahan di klub menarinya. Yoongi akan dengan senang hati meninggalkan Jimin sendirian dan menikmati harinya tanpa bocah berisik menyebalkan itu.
"Kekasih bocahmu tidak mencium bibirmu hari ini, hyung?"
Yoongi mendelik kesal, melempar tatapan kau-mau-mati kearah Namjoon. Yang ditatapi Yoongi hanya mengangkat kedua tangannya, "Tidak ada yang salah kan? Dia mencintaimu terlalu dalam."
Yoongi hanya memutar bola matanya malas. Ya, semua orang disekitarnya selalu mengatakan hal yang sama dengan Namjoon - teman sekelasnya. Tidak jarang orang-orang mengira mereka adalah sepasang kekasih dari cara Jimin memperlakukan Yoongi. Tetapi lagi-lagi respon Yoongi hanya menganggap bahwa Jimin hanya bocah tengil yang main-main dan tidak pernah serius. Yang benar saja seorang bocah berusia tiga belas tahun mengenal apa itu cinta. Heol, lagipula Yoongi sudah mendengar itu selama sembilan tahun lamanya sejak bocah kurang ajar itu berusia empat tahun.
"Pinjam tugasmu, Namjoon" Yoongi membongkar tas Namjoon dan mengeluarkan sebuah buku yang ia yakini sebagai buku tugas Statistika Namjoon. "Hm," Namjoon hanya bergumam pelan dan melanjutkan kegiatannya, menulis lirik.
Namjoon berusia satu tahun dibawah Yoongi, lebih tepatnya satu tahun dibawah semua teman-teman seangkatannya. Karena kemampuan otak Namjoon yang berada diatas rata-rata, membuatnya mampu melakukan percepatan kelas. Namjoon juga memiliki hobi yang sama seperti Yoongi. Menciptakan lagu, menulis lirik, rapping. Dan mereka merasa cocok begitu saja sejak pertama kali bertemu di senior high.
.
.
.
"Pulanglah dulu, Jimin," Yoongi membuka lokernya, mengganti sepatu sekolahnya dengan sepatu olahraga. Yoongi harus berlatih basket dengan anggota klubnya hari ini.
Jimin menggeleng keras, "Tidak mau, nanti kalau ada yang berani berbuat macam-macam kepadamu tanpa aku disampingmu bagaimana, hyung? Terlalu beresiko." Lihatlah, sifat berlebihan Jimin keluar lagi.
"Dengar Park-bocah-Jimin, aku sudah berumur delapan belas tahun dan kau hanya berumur tiga belas tahun. Kau kira apa yang bisa kau lakukan kalaupun ada orang yang berbuat macam-macam kepadaku? Melindungiku? Menghajar mereka untukku? Jangan membuatku tertawa, Park. Tubuhmu bahkan lebih kecil dariku." nada sinis Yoongi terdengar kental disetiap hembusan nafasnya.
Jimin kembali mengerucutkan bibirnya sebal. Ya, Jimin sadar dirinya tidak akan sebanding dengan teman-teman Yoongi yang berbadan tegap ataupun orang-orang berumur delapan belas tahun seperti yang dikatakan Yoongi. Tetapi Jimin hanya mencari alasan agar dapat menemani Yoongi latihan. Menyorakinya dari pinggir lapangan, memberikan handuk dan minuman saat istirahat berlangsung, memijat tubuh Yoongi jika namja itu merasa pegal, mengipasinya saat Yoongi merasa panas. Bukankah maksud Jimin sangat mulia? Masa Yoongi tidak sadar sih.
Yoongi kembali berdecak sebal, "Terserah," dan berjalan meninggalkan Jimin menuju lapangan basket tempatnya latihan dengan teman seklubnya. Jimin hanya mengikuti Yoongi dari belakang dan menyapa beberapa - hampir semua - teman Yoongi yang sudah dikenalnya.
Saat Yoongi berlatih ditengah lapangan, Jimin akan melakukan rutinitasnya, menyoraki Yoongi dari pinggir lapangan, bertingkah seolah-olah dirinya adalah penggemar berat Yoongi nomor satu di dunia. Yoongi sendiri mencoba mengabaikan eksistensi Jimin, dirinya dan teman-temannya sudah terlalu biasa dengan suara cempreng Jimin yang selalu merecoki sesi latihan mereka dengan nama Yoongi disetiap teriakannya.
Setelah sesi pertama latihan Yoongi selesai, Jimin berlari kearah Yoongi, membawakan sebotol air mineral dingin dan sebuah handuk bersih dan memberikannya kepada Yoongi. Lalu dengan telatennya Jimin mengipasi tubuh berpeluh Yoongi, "Capek tidak, hyung?" pertanyaan omong kosong kembali Jimin lemparkan yang hanya dijawab gumaman malas Yoongi.
"Yoongi, Zhoumi hyung memanggilmu!"
Yoongi membuka matanya yang sempat terpejam beberapa saat lalu, "Ya, aku datang," dan melangkahkan kaki malasnya menuju ruang ganti, dimana pelatih mereka yang merupakan alumni dua tahun lalu itu memanggilnya.
"Kenapa, hyung?"
"Yoongi, kalau sekolah kita menang pada pertandingan minggu depan-"
Jeda
"-jadilah kekasihku."
Yoongi tidak mengeluarkan respon apapun, dan detik berikutnya, tawa Yoongi meledak begitu saja, "Kau kalah taruhan dengan siapa, hyung?"
Tetapi, tawa Yoongi perlahan-lahan berhenti saat tatapan serius Zhoumi tidak berubah, malah menatapnya makin intens, "Aku sedang serius, Min Yoongi." Zhoumi mendekat menghampiri Yoongi, menggenggam lengan seputih salju itu dan mengusap punggung tangannya, "Kalau sekolah kita berhasil menang pada pertandingan minggu depan, kumohon izinkan aku menjadi kekasihmu."
"H-Hyung," Yoongi tidak tau harus merespon bagaimana. Kalau saat ini yang sedang menyatakan cintanya adalah Jimin, maka Yoongi akan dengan senang hati mengabaikan bocah bantet bermental empat tahun itu. Tetapi ini berbeda, yang sedang menyatakan perasaannya saat ini adalah salah satu senior yang dia kagumi. Ya, Yoongi mengagumi Zhoumi karena bakat bermain basketnya yang begitu bagus yang selalu berhasil membuat Yoongi semangat menontonnya bermain basket. Tentu saja Yoongi tidak bisa mengabaikan Zhoumi seperti dirinya yang mengabaikan Jimin.
"Kau tidak perlu menjawabku sekarang, Yoongi-ah , kau punya waktu untuk memikirkannya sampai pertandingan minggu depan. Kuharap kau menjawab ya. Sekarang ayo kita lanjutkan latihannya," Zhoumi menggandeng lengan Yoongi, menariknya halus menuju lapangan basket untuk melanjukan latihan mereka yang sempat tertunda.
Yoongi hanya menurut dengan wajah malasnya sampai manik karamelnya menangkap sosok Jimin didepan ruang ganti klub basket dengan sorot mata yang tidak pernah Yoongi lihat selama sembilan tahun bersama Jimin. Sorot mata yang mengekspresikan kesedihan dan kekecewaan yang kental didalamnya, bercampur dengan amarah yang ditahan, entahlah, Yoongi tidak bisa menjabarkannya dengan sempurna.
Dan saat iris karamel Yoongi bertemu dengan iris gelap Jimin, namja bantet itu segera memutus kontak mata mereka dan pergi begitu saja dari tempat latihan Yoongi. Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun mereka bersama, Jimin meninggalkan Yoongi tanpa berpamitan.
.
.
.
TBC
.
.
.
INFIRES !
Annyeong semua, syubsyubchim balik lagi bawain MinYoon setelah hari-hari midterm yang melelahkan. Sebenarnya ini mau buat VKook, tapi syubchim merasa Jimin lebih tengil, jadi diubah alurnya buat MinYoon. Masih dalam proses sih, benar-benar proses tanpa rencana masa depan yang jelas (maafkan). Tapi gatau kenapa syubchim lagi semangat buat nistain Chimchim maka jadilah fanfic ini, series pula (hehehe). Kalo banyak yang respon, mungkin akan syubchim update dengan kilat (padahal utang fanfic lain masih numpuk).
Buat VHopenya dan sequel Know Your Limit ditunggu ya, masih dalam tahap pengetikan. Sungguh, VHope itu couple yang susah dibuat fanficnya, mau buat Tae jadi uke manis salah, uke tsundere salah, jadi semenya Hobie juga salah (serba salah) tapi syubchim tertarik untuk mencoba (maafkan). Kalau ada yang mau kasih saran, boleh langsung PM karena sungguh ide-ide kalian akan sangat membantu syubchim dari segala sisi (lebay).
Terakhir, makasih banget yang udah ngerelain luangin waktunya buat ngebaca fanfic gajelas ini, apalagi sampai meninggalkan review (bow 90 degrees).
Terima Kasih.
Salam, INFIRES !