Please, Stay With Me

::

Story By Double Kim

Sehun - Luhan

Slight : Kris - Yixing, Chanyeol - Baekhyun

Other Exo Member

Genre : Yaoi, BL, Drama, Angst

Rate T (aja)

::

Oh Sehun milik Luhan

Luhan milik Oh Sehun

But Kim Jongin, Kim Hanbin and this story is mine.

:

:

:

Satu hal yang Luhan tahu, Sehun adalah miliknya.

Dan Sehun harus tetap bersamanya, selamanya.

:

:

Chapter 3

:

:

Suara bantingan benda-benda menggema memenuhi gendang telinganya. Pecahan vas bunga tercecer di sekitar kakinya. Sesosok tubuh mungil dengan rambut acak-acakan, sudut bibir yang berdarah serta ujung kaosnya yang sobek tampak menggigil mengenaskan. Dia bergetar saat mendengar suara berat seorang lelaki meneriakkan namanya.

"Luhan!"

"Xi Luhan, keluar kau! Atau aku akan memukuli ibumu sampai dia mati! Keluar kau anak sialan!"

Suara gedoran pintu membuat si mungil bernama Luhan itu memejamkan matanya erat "Mama, Luhan takut, Hiks"

.

BRAK!

.

Pintu itu terbuka sempurna akibat tendangan kuat dari arah luar, membuat Luhan yang tengah bersandar di pinggir kasur langsung merangkak mendekati lemari pakaian ibunya. Sedikit lagi tangan mungilnya akan sampai pada handle pintu lemari tersebut saat tarikan kuat dia rasakan di rambut.

"Akh! Baba! Baba, sakit.. Hiks"

Air mata semakin deras mengalir di kedua pipinya saat sang ayah dengan tidak berperasaannya menyeret dia ke arah ruang tamu. Di sana terbaring sosok wanita cantik yang kini tampak sangat mengenaskan dengan darah disudut bibir dan pelipisnya, serta lebam di sekujur tubuhnya.

Luhan didorong dengan kasar ke arah wanita itu, dia merangkak mendekati wanita itu "Mama, hiks, mama.."

"Lulu, kenapa keluar nak? Bukankah mama sudah bilang untuk menunggu di dalam kamar?"

Suara wanita tersebut sangat lemah, air mata mengalir dari mata indahnya yang mirip dengan mata milik Luhan. Tangannya terulur untuk menyentuh pinggiran bibir Luhan yang terluka, membuat Luhan sedikit meringis. Sungguh hatinya sakit melihat putra semata wayangnya diperlakukan dengan sangat kejam, apalagi oleh suaminya sendiri.

Belaian hangat dari tangan sang mama menghilang saat lagi-lagi, tarikan kuat Luhan rasakan di kepalanya, membuat dia terpaksa berdiri mengikuti kemana arah sang baba membawanya.

"Hangeng, lepaskan Luhan, aku mohon Hangeng" Wanita tersebut berteriak lirih dan berusaha bangkit meskipun seluruh tubuhnya terasa hancur. Dia berjalan tertatih-tatih saat melihat ke arah mana Luhan akan dibawa oleh suaminya.

"Tidak Hangeng, jangan! Kau gila! Apa yang akan kau lakukan? Dia anakmu Hangeng, Demi Tuhan!"

"Anakku? Dia, anakku? Kau yakin? Bukankah dia anak harammu dan mantan kekasih bajinganmu itu, hah?!"

Wanita itu menggeleng sambil berusaha melepaskan cengkaraman kuat suaminya di kerah baju anaknya. Posisi Luhan sudah setengah badan menjorok ke bawah, ke arah kolam renang rumah mewah mereka. Seluruh tubuhnya bergetar dan dia tidak berani bergerak barang seinchi pun, dia takut sedikit saja dia bergerak atau berusaha meronta dari cengkraman ayahnya, maka ayahnya akan benar-benar melemparkankan dari lantai dua rumah mereka ke dalam dinginnya air kolam renang malam ini, Luhan sangat takut, apalagi dia phobia ketinggian.

"Xi Jihyo.. Ahh, maksudku Song Jihyo, apakah kau yakin jika darah anak ini sama denganku? Apakah kau yakin jika anak ini anak kandungku? Dan kenapa wajah busuknya ini semakin hari semakin mirip dengan mantan kekasih bajinganmu itu? Haruskah aku mengganti marganya menjadi Choi Luhan? Seperti ayahnya, Choi Siwon?!" Hangeng berdesis mengerikan saat menyebutkan nama seseorang itu di akhir kalimatnya.

"Tidak Hangeng, tidak. Dia anak kita, Luhan anakmu" Jihyo menggeleng keras saat dia melihat Hangeng semakin mendorong tubuh Luhan ke bawah "Hangeng tidak Hangeng! Jangan!"

Bersamaan dengan terdengarnya suara teriakan pilu ibunya, Luhan merasakan tubuhnya meluncur tak berdaya ke bawah, dan secepat itu juga dia merasakan air menampar keras tubuhnya dan perlahan-lahan memenuhi paru-parunya. Dia sudah akan menutup matanya saat sebuah tangan menggapai tubuhnya yang sudah melemas.

Perlahan-lahan mata rusa yang indah itu berkedip dan tiba-tiba dia terbatuk saat merasakan air mulai merangsek keluar dari mulut dan hidungnya.

"Luhan. Lulu, kau baik-baik saja sayang?" Tangan yang masih kokoh meskipun kulitnya mulai berkerut itu membawa Luhan kedalam dekapannya sambil mengelus sayang punggung cucu semata wayangnya itu.

"Kakek.." Luhan hanya sempat melihat senyum kakek tersayangnya sebentar saja, karena setelahnya semuanya gelap untuknya.

.

.

.

Tubuh itu terus bergerak gelisah dalam tidurnya, sesekali dia akan menggumam pelan. Peluh menetes di dahi sempitnya "Mama.. Kakek.."

Sehun yang merasakan sesuatu bergerak di sebelahnya berbalik dan terbangun saat melihat tubuh sang kekasih berguling dengan gelisah "Sshh.. Lu, tenang sayang. Hey ada aku, tenang sayang, tenang.."

"Baba jangan. Baba jangan!"

Luhan terbangun dengan nafas memburu serta air mata yang mengalir deras, ketakutan sangat terpancar di wajah cantiknya. Dia langsung memeluk erat Sehun, yang hanya bisa mengelus punggungnya untuk menangkannya.

"Mimpi buruk lagi, heum?"

Luhan tidak bisa menjawab, dia terisak di dalam pelukan hangat sang kekasih.

"Sshh, tenang sayang. Kau aman bersamaku"

"Jangan pergi.." Lirih Luhan disela tangisnya.

"Ne, aku di sini Lu. Aku tidak akan pergi kemana-mana"

"Jangan pergi"

"Iya sayang, aku tidak akan pergi"

"Berjanjilah Hunnie, kau tidak akan meninggalkanku atau aku akan mati"

Sehun menangkup wajah cantik kekasihnya itu dan memberikan ciuman menenangkan di seluruh wajah Luhan, mulai dari kening, kedua iris rusa itu, kedua pipi gembil kesukaannya, serta bibir mungil yang selalu meneriakkan perasaan frustasi itu.

"Berhenti mengatakan hal mengerikan seperti itu Lu. Aku tidak akan pergi, dan kau tidak akan mati sebelum Tuhan mengizinkan, mengerti?"

Luhan mengangguk dalam pelukannya "Kau mau langsung mandi atau tidur lagi Lu? Aku akan menyiapkan sarapan untuk kita"

"Aku sudah boleh ke kampus hari ini?" Luhan mendongakkan kepalanya sambil mengedipkan matanya yang terlihat sedikit sembab karena habis menangis.

"Lukamu sudah sembuh kan? Sudah bisa menulis lagi?" Sehun melihat keadaan telapak tangan kanan Luhan, dia menyentuhnya pelan dengan ujung telunjuknya "Masih sakit?"

Luhan menggeleng dengan cepat sehingga rambut caramelnya yang masih berantakan itu bergoyang dan semakin terlihat tak beraturan namun justru membuatnya terlihat semakin lucu.

"Arraseo, kau sudah boleh ke kampus hari ini. Mandilah, aku ke dapur dulu" Sehun mengecup kilat bibir mungil Luhan dan beranjak ke dapur, sementara Luhan langsung berlari kecil dan menutup pintu kamar mandi sampai berdebum keras, dia sangat senang akhirnya bisa kembali ke kampus dan bertemu teman-temannya, karena sungguh dia bosan seminggu ini dikurung di Rumah Sakit dan juga di apartemen mereka.

.

.

.

"Hunnie.."

Sepasang tangan melingkari perut kokohnya, membuatnya menoleh untuk melihat sang kekasih manjanya. Namun kepalanya tertahan oleh sebuah kecupan mendadak saat hendak menoleh.

"Masak apa? Wanginya enak sekali."

"Kau sudah mandi? Aku hanya masak nasi goreng kimchi kesukaanmu, telur dadar dan sosis goreng untukmu."

"Kenapa banyak sekali? Aku takut tidak bisa menghabiskannya, Hunnie.."

"Kau baru sembuh dari sakit, Lu. Badanmu juga terlihat lebih kurus belakangan ini, kau harus makan yang banyak, sayang."

"Tapi ini semua terlalu banyak, belum lagi aku harus minum susu."

"Akan aku suapi sampai makananmu habis. Aku mandi dulu sayang. Tolong taruh piring ini di meja makan ya, tapi berhati-hatilah."

"Ne.."

"Anak pintar." Sehun mengecup pipi kiri Luhan dan langsung menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka.

Luhan menunggu Sehun selesai mandi sambil bermain game bola yang ada di handphonenya.

"Luhan, ayo makan."

"Kau sudah selesai."

"Iya."

Sehun menarik kursi dan duduk bersebelahan dengan Luhan. Dia mengecup sekilas pipi Luhan "Kau ada kuliah jam berapa, heum?"

"Jam sepuluh. Hunnie?"

"Aku jam sembilan. Jadi kita harus bergegas, karena dosen pertamaku sangat galak."

"Hmm.. Arraseo."

Mereka makan sambil bertengkar kecil karena Luhan yang terus-menerus memindahkan sayuran dari nasi gorengnya dan juga sosis yang terlalu memenuhi piringnya.

.

.

.

"Aku jemput jam makan siang nanti. Baik-baik di kelas, Lu. Hubungi aku kalau ada apa-apa."

"Hunnie, aku hanya akan masuk ke dalam kelas dan belajar. Jangan berlebihan."

"Pokoknya jangan aneh-aneh ya Lu."

"Aku tidak aneh.."

"Betul. Kau cantik, tidak aneh."

"EKHEM!"

Suara dehaman itu menghentikan kegiatan Sehun yang sedang mengecupi seluruh wajah Luhan. Baekhyun melipat kedua tangannya di dada dan memasang ekspresi menyebalkan, di sebelahnya Yixing terkikik melihat pasangan telenovela ini.

"Maaf mengganggu romansa kalian, wahai burung pecinta. Tapi kami butuh jalan untuk bisa masuk ke dalam kelas." Baekhyun berjalan di tengah-tengah Sehun dan Luhan, membuat pelukan mereka terlepas.

"Sayang, jangan seperti itu. Kau cemburu? Mau bermesraan seperti mereka juga?" Chanyeol mengusak sayang rambut sang kekasih.

"Yak! Siapa yang cemburu! Dan siapa juga yang mau bermesraan seperti burung pecinta seperti mereka!"

"Kami? Burung pecinta? Lalu, kalian apa? Burung mesum? Yang kerjanya saling mendesah tidak tahu tempat?" Sehun menatap Baekhyun dan Chanyeol bergantian sambil menaik turunkan alisnya, tangan kanannya terulur untuk menarik Luhan ke dalam pelukannya lagi.

"Yak! Siapa yang mesum?!"

Baekhyun hendak menarik kerah kemeja Sehun dengan wajah merah padam karena malu, tapi Luhan membuat badannya menjadi tameng dari aksi brutal sang sahabat kepada kekasihnya.

"Sudah, sudah.. Ini masih pagi, Baek. Ayo masuk kelas. Kau juga Lu. Aku masuk dulu ya sayang." Yixing mengecup bibir Kris sekilas dan langsung masuk ke dalam kelas, di ikuti Luhan yang melambaikan tangannya ke arah Sehun.

"Chagi.." Suara bass sang kekasih membuat langkah Baekhyun yang baru saja hendak memasuki kelas terhenti.

"Apa?"

Chanyeol menyodorkan pipinya ke arah wajah Baekhyun. Tapi bukannya kecupan yang didapatkan, Baekhyun malah mencubit pipinya dengan kencang.

"Aww! Sakit Baekki.."

"Rasakan itu Yoda! Cepat masuk ke kelasmu!"

Chanyeol mencebikkan bibirnya dan berbalik, mengikuti langkah kedua temannya yang sudah lebih dulu berjalan menuju kelas mereka "Ck. Dasar iblis betina."

"AKU MENDENGARMU PARK CHANYEOL!"

Chanyeol berlari secepat kilat begitu mendengar teriakan maut kekasihnya. Cukup pipinya yang dicubit pagi ini, jangan sampai anggota tubuh lainnya ikut jadi korban kebrutalan kekasih cerewetnya itu.

"Kalian benar-benar kekanakkan." Kris melihat Chanyeol yang terengah-engah dengan tatapan menyebalkan.

"Kau dan kekasihmu yang sok dewasa."

"Kami memang sudah dewasa."

"Kalian bukan dewasa, kalian memang sudah tua."

"Kau mau aku hajar?" Kris mengangkat tangan kanannya seolah-olah akan memukul kepala Chanyeol.

"Dasar kakek tua!" Chanyeol berlari sekuat tenaga demi menghindari Kris yang terlihat akan melemparkan binder yang dipegangnya.

"Ck. Anak bodoh itu betul-betul. Badan saja yang besar, otaknya betul-betul seperti anak sekolah dasar."

Kris yang merasa orang yang di sebelahnya diam saja, menoleh. Dia melihat Sehun sedang mengetik pesan sambil tersenyum seperti orang gila.

"Mengirim pesan ke orang itu lagi?"

"Dia sahabatku."

"Iya, orang itu sahabatmu. Tapi, kau tahu kan-"

"Iya, aku tahu. Luhan tidak akan suka, tapi mau bagaimana lagi? Perasaanku tidak bisa hilang, hyung. Toh, Luhan tidak tahu. Dan aku tidak berselingkuh, kami hanya berkirim pesan layaknya sahabat baik, tidak apa kan?"

"Terserah kau saja. Luhan kekasihmu, kau yang paling tahu bagaimana wataknya. Jangan sampai kau menyesal nantinya."

"Tidak akan. Ayo masuk kelas, hyung."

Sehun merangkul pundak Kris memasuki kelas dengan senyum yang tidak hilang di bibirnya mengingat pesan yang baru saja orang itu kirimkan kepadanya.

.

.

.

Luhan mendongak saat suara nampan berisi piring penuh dengan makanan dan minuman di letakkan di depannya "Kris hyung, mana Sehun?"

"Dia harus mengumpulkan tugas kelompoknya ke ruangan Dosen Kang."

"Dia pergi sendiri?"

"Iya, sendiri. Tenang saja Lu, dia tidak pergi dengan Soojung."

Luhan mengangguk kecil, dia mengambil ponselnya dan menekan tombol cepat nomor satu yang langsung terhubung ke nomor telepon kekasihnya itu. Alisnya Luhan berkerut saat mendapati nada sibuk dari nomor telepon sang kekasih, siapa yang sedang dihubungi Sehun?

Luhan memasukkan dompet ke dalam tas dan segera beranjak dari duduknya.

"Kau mau kemana, Lu?" Yixing melirik Luhan sambil menyuapkan kimbab ke mulutnya.

"Aku mau menyusul Sehun ke ruang Dosen Kang. Kalian makan duluan saja, hyung."

"Mau aku temani?" Yixing hendak menaruh sumpitnya di meja, tapi Luhan menahan gerakannya.

"Lanjutkan saja makan siang kalian. Aku akan baik-baik saja hyung, sungguh. Aku hanya akan mencari Sehun."

"Jangan lama-lama, nanti makan siangmu dingin."

"Iya Kris hyung, aku tidak akan lama."

"Hati-hati Lu." Yixing melihat ke arah Luhan dengan tatapan khawatir.

"Ne, hyung."

Luhan berjalan ke ruangan Dosen Kang sambil terus mencoba menghubungi ponsel kekasihnya, tapi nadanya masih sibuk. Siapa yang Sehun hubungi? Kenapa lama sekali? Berbagai macam kemungkinan mulai berkecamuk di pikiran Luhan, dia menggelengkan kepalanya saat pikiran buruk tentang Sehun melintas di kepalanya.

"Tidak. Sehun tidak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh, dia menyayangiku. Ya, dia menyayangiku. Meskipun dia tidak mencintaiku.." Luhan tersenyum sedih di akhir kalimatnya.

Luhan tengah menempelkan kepalanya di jendela, berusaha melihat keadaan di dalam ruangan Dosen Kang saat pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan mengagetkannya.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan di depan ruanganku? Apa kau salah satu mahasiswaku?"

"Oh, Annyeonghaseyo. Saya, Xi Luhan. Saya mahasiswa jurusan Seni."

"Mahasiswa jurusan seni? Lalu, sedang apa kau di sini? Kau ada perlu denganku?" Dosen yang sudah memasuki usia kepala empat itu membenarkan letak kacamatanya dan memperhatikan Luhan dari atas sampai bawah, merasa aneh melihat ada mahasiswa seni yang datang ke ruangannya.

"Aku mencari Oh Sehun." Luhan tersenyum malu-malu saat menyebutkan nama kekasihnya di depan Dosen Kang.

"Kau mencari Oh Sehun?'

"Iya. Aku dengar dia ke sini untuk mengumpulkan tugas kelompoknya."

"Dia sudah keluar dari ruanganku sekitar lima belas menit yang lalu."

"A-apa? lima belas menit yang lalu?"

"Iya."

"Baiklah, aku pamit, saem. Selamat siang."

"Hm. Selamat siang." Dosen Kang menutup pintu ruangannya dan berjalan meninggalkan Luhan yang diam mematung. Kepalanya sedang di penuhi berbagai pertanyaan.

Di mana Sehun? Dia seharusnya sudah menemui dirinya di kantin lima belas menit yang lalu. Apa yang dilakukannya saat ini?

Luhan berjalan gontai dengan kepala tertunduk saat kembali menelepon Sehun tapi nomornya masih sibuk. Siapa yang Sehun hubungi selama itu? Dan kenapa Sehun tidak menghubunginya atau sekedar mengirim pesan mengabarkan di mana dia sekarang.

Luhan hendak ke toilet lantai tiga yang letaknya agak di belakang gedung sebelum kembali ke kantin untuk melanjutkan makan siangnya, saat suara yang familiar tertangkap oleh telinganya. Luhan melangkahkan kakinya mencari arah suara itu. Langkahnya terhenti di ujung lorong yang berada di samping ruang kesehatan yang terlihat sepi. Dia memicingkan matanya saat menemui Sehun lah sang pemilik suara itu.

Sehun terlihat sedang menerima telepon sambil duduk di lantai dan menyenderkan kepalanya ke tembok. Apa yang Sehun lakukan di sini? Dan kenapa juga dia harus menerima telepon di tempat seperti ini? Siapa yang sebenarnya dia hubungi?

Luhan menyembunyikan dirinya di balik tembok sambil berusaha mengamati pergerakan kekasihnya. Sayup-sayup dia mendengar percakapan Sehun yang sedang tertawa dengan seseorang di ujung telepon sana. Hatinya sedikit berdenyut menyadari bahwa Sehun tidak pernah tertawa lepas seperti itu saat bersamanya.

"Seokjin hyung, jangan bodoh! Mana mungkin aku melakukan hal itu. Hahahaha."

.

DEG!

.

Nama itu. Nama yang selama ini Luhan takutkan, akhirnya dia mendengar nama itu langsung dari mulut Sehun. Nama cinta pertama sang kekasih. Nama yang membuat Luhan tidak pernah bisa mendengar kata cinta terlontar dari bibir Sehun untuknya. Nama yang selalu membayangi hubungannya dan Sehun selama ini.

.

"Kau tahu, aku juga merindukanmu. Makanya cepatlah pulang. Kenapa betah sekali di negara orang, apa kau tidak merindukanku. Oh Sehun yang semakin tampan ini?"

.

Luhan tahu. Dia tahu bahwa nama itu adalah nama yang sering Sehun sebut dalam tidurnya. Nama yang selalu Sehun selipkan diantara doa-doanya sebelum dia beranjak tidur.

.

"Benarkah? Awas saja kalau kau sudah kembali dan kaget saat melihatku semakin tampan dan jatuh cinta kepadaku, Seokjin hyung. Hahaha."

.

Luhan mengigit bibirnya yang bergetar menahan tangis saat mengingat bahwa hati dan cinta Sehun bukanlah miliknya, meskipun tubuh Sehun selalu bersamanya selama empat tahun ini.

"Hiks.. Sehunnie.."

.

BRAKK!

.

Ponsel dalam genggaman Luhan terjatuh. Luhan cepat-cepat mengambilnya dan segera berlari dari tempat itu. Hatinya sakit. Sungguh.

Kepalanya tidak bisa berpikir dengan benar, bayangan saat Sehun tertawa sambil menyebut nama orang itu dengan penuh cinta memenuhi kepalanya. Luhan berlari keluar kampus. Dia ingin pergi kemana saja, asal tidak di sini.

Luhan menundukkan badannya dan bergumam kata maaf sambil menahan tangisnya ketika tidak sengaja tubuhnya menabrak seseorang saat tengah berlari ke arah gerbang kampusnya.

"Luhan? Kau tidak apa-apa?"

"Jongdae? A-aku tidak apa-apa, maaf menabrakmu. Aku tidak sengaja."

"Tidak apa-apa. Tapi, kau mau kemana? Dan, kau menangis? Ada apa Luhan?"

Jongdae berusaha meraih bahu Luhan, tapi Luhan segera menjauh dan kembali berlari ke arah luar area kampus mereka.

"Luhan! Yak, Xi Luhan! Kau mau kemana?"

Luhan tidak menghiraukan panggilan Jongdae, dia terus berlari.

.

CKITT!

BRAKK!

.

Sebuah motor terjatuh karena sang pengemudi mengerem mendadak saat melihat Luhan yang mnyeberang jalan dengan asal-asalan. Luhan pun yang hampir menjadi korban tabrakan jatuh terduduk dengan wajah kaget karena melihat sang pengemudi motor yang terlempar dari kendaraaanya.

Sosok berjaket kulit hitam dengan helm full face itu bangkit tertatih dan berjalan menghampiri Luhan yang masih duduk di tempatnya, dia masih lemas dan kaget akibat peristiwa itu.

"KAU MAU MATI HAH?!"

Orang tersebut menarik tangan kanan Luhan dengan kasar, sampai Luhan berdiri di hadapannya.

"M-maaf. Hiks.. A-aku benar-benar tidak sengaja. M-maaf membuatmu celaka.. Hiks.." air mata Luhan sudah mengalir dengan deras, dia sungguh takut akan amarah sang pengemudi motor yang secara tidak langsung sudah dia celakai.

"Luhan? Kau, Xi Luhan?"

Luhan mengangkat wajahnya saat namanya disebut. Dia berusaha mengenali sang pengendara motor tersebut, namun wajahnya masih tertutup oleh helm. Membuat Luhan tidak mengetahui identitasnya.

"Kau melupakan aku?" pengendara motor itu melepaskan helmnya dan tersenyum lembut melihat ekspresi kaget Luhan.

"K-kau? Kim Jongin?" Luhan membelalakan matanya, saat melihat sosok yang dulu selalu bermain dengannya dan menemani hari-harinya sebelum mereka berpisah karena Jongin harus ikut pindah bersama dengan orang tuanya ke Jepang.

"Iya, Lulu. Ini aku."

Luhan terkesiap saat Jongin memeluknya dengan sangat erat "Jongin."

"Aku sangat merindukanmu, Luhan. Sungguh beruntung aku bisa bertemu lagi denganmu, meskipun dengan cara seperti ini."

Luhan melingkarkan tangannya dan membalas pelukan sahabat masa kecilnya itu "Aku juga merindukanmu, Jongin."

Jongin menangkup kedua pipi Luhan dan tersenyum kala melihat sahabat kecilnya dulu tumbuh semakin cantik "Kau indah Luhan."

"Jongin.." Luhan bersemu mendengar pujian itu.

"Oh iya. Jangan melakukan hal seperti itu lagi. Tadi itu sungguh berbahaya, kau tahu?"

"Maaf, aku benar-benar tidak bermaksud mencelakakanmu."

"Ya sudah. Kau mau kemana?"

"Hmm.."

"Kalau tidak kemana-mana. Mau menemaniku berjalan-jalan? Aku sudah lama tidak berkeliling Seoul, bagaimana?"

"Baiklah."

"Kajja, naik Lu. Kita cari toko yang menjual helm dulu di depan ya."

"Ne."

Motor melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan Seoul yang mulai padat di siang hari.

.

.

.

Sehun yang mendengar suara barang terjatuh langsung bangkit dan melongokkan kepalanya, mencoba mencari tahu apa mungkin ada orang lain yang berada di sini selain dirinya. Tapi nihil, tidak ada siapa pun.

"Aku makan siang dulu ya hyung. Kau juga makan lah. Jangan sampai sakit lagi dan terlalu kurus, nanti kecantikanmu berkurang. Hahaha. Ne, Saranghae hyung. Jangan tertawa. Aku tutup teleponnya."

Sehun memasukkan ponsel ke saku celananya dan bergegas menuju kantin. Dia tahu, dia sudah terlalu lama di sini. Semoga Luhan tidak marah karena terlalu lama menunggunya.

Sehun membeli tiga bungkus roti dan satu cup bubble tea cokelat. Dia mengernyit saat mendapati hanya ada Kris dan Yixing di meja kantin yang biasa mereka tempati.

"Hai Sehun. Sudah selesai dengan Dosen Kang?" Yixing mengelap mulutnya dengan tissue dan meminum air putih setelah menyelesaikan makan siangnya.

"Sudah hyung. Omong-omong, di mana Luhan? Apa dia ke toilet?"

"Kau tidak bertemu dengannya?" Kris mengangkat kepalanya dan menatap Sehun dengan alis berkerut "Dia menyusulmu ke ruangan Dosen Kang. Lihat, bahkan makan siangnya belum dia sentuh."

Sehun menatap seporsi jjajangmyeon yang sudah nampak mendingin di sebelahnya.

"Menyusulku?"

"Iya, dia bilang akan menyusulmu ke ruang Dosen Kang. Aku kira kau bersamanya." Kris menghentikan makan siangnya dan mengelap bibirnya dengan tissue dan meminum air putih yang disodorkan Yixing.

Sehun terdiam, dia teringat suara seperti benda jatuh saat tadi sedang menerima telepon dari Seokjin hyung. Jangan bilang itu Luhan? Apakah dia mendengar percakapannya di telepon tadi? Semoga saja tidak.

"Ada apa, Sehun? Sesuatu terjadi?" Yixing memandang wajah tegang Sehun dengan penuh kecurigaan.

"Ah, tidak hyung. Aku akan mencari Luhan dulu."

Saat Sehun hendak bangkit, dari arah berlawanan datang Jongdae dengan senyum lima centinya "Hey Sehun!"

Jongdae langsung meminum bubble tea melik Sehun dengan tidak tahu malu "Kau mau ke mana?"

"Aku harus pergi."

"Ini bubble tea mu masih banyak."

"Habiskan saja. Rotinya juga untukmu."

"Wah! Terima kasih! Kau tahu saja aku belum makan siang. Hahaha."

"Hyung, aku pergi dulu mencari Luhan."

Kris dan Yixing mengangguk sambil memandang Sehun dengan tatapan berbeda. Kris dengan tatapan prihatin dan Yixing dengan tatapan curiga.

"Sehun tunggu!"

"Apalagi Jongdae? Habiskan saja semua makanannya. Itu untukmu."

"Bukan itu. Tunggu dulu." Jongdae menahan lengan Sehun yang hendak berlari meninggalkan kantin.

"Kenapa? Cepatlah. Aku terburu-buru."

"Kau mencari Luhan? Xi Luhan kekasihmu itu?"

"Iya, kenapa?"

"Aku tadi melihatnya."

"Di mana?" Sehun menatap Jongdae dengan penuh antusias saat nama Luhan di sebut.

"Tadi aku tidak sengaja menabraknya saat kembali dari parkiran. Dia berlari ke arah luar kampus, dan sepertinya dia habis menangis?"

"Keluar kampus? Menangis? Kenapa?"

"Mana aku tahu. Ketika aku bertanya, kekasihmu itu malah buru-buru berlari ke- Yak! Oh Sehun! Aku belum selesai bicara! Haish!"

Sehun langsung menuju parkiran dan mengemudikan mobilnya sambil berusaha menghubungi ponsel kekasihnya itu. Pikiran-pikiran buruk mulai berkecamuk di kepalanya.

"Tuhan. Semoga Luhan tidak mengetahui apa pun."

:

:

:

Tbc

:

:

:

Halo, masih ada yang ingat ff ini?

Maaf banget baru bisa update sekarang.

Buat yang masih setia mau baca dan mendukung ff ini lewat review-reviewnya, terima kasih yaa, kalian semangat aku lho~

:*

Buat yang penasaran siapa orang yang menjadi pemilik hati Sehun, ini udah aku buka identitasnya.

Btw yang jadi cinta pertama Sehun di sini adalah si cantik Seokjin BTS lho, bukan Seokjin Running Man. Itu mah udah kisut, hahaha.

Kalau ceritanya makin ngaco, mohon dimaklumi aja yaa /.\

Sorry for typo.

.

Mind to review?