"Oh My Ghost"

'
Chapter 5

'
By : Ochandy/Ananda

'

Disclaimer : ©Boboiboy All Elemental & Friends
(Boboiboy hanya milik Monsta/Animonsta Studio)
Konsep cerita Ocha yang punya weeks *meletin lidah :pp

'

Warning : Typo, Gaje, OOC, Alur kadang lamban kadang cepat, EYD ancur dan beragam hama pengganggu lainnya :v

'

Holla, Ocha come back again, hari ini pas banget Ocha lagi syedih dan insyaallah chapter ini bakan nyesek *pose sok yakin :v oke dah kelamaan. Ocha mau bilang Terimakasih buat review dari para Readers yang bikin Ocha makin semangat. Terimakasih juga atas kritik dan sarannya untuk kemajuan cerita ini. Buat yang nanya nanti waktu akan menjawabnya, alias di chapter berikutnya pasti ada jawabannya *digiles.
Oke dah Ocha kebanyakan bacot. Silahkan membaca...

'

Happy Reading...

'

~O.o.O~

"Aku ingin hidup kembali demi adik-adikku..."

~O.o.O~

"Dan aku berjanji akan segera menemukan jasadmu..." seruku membuat Halilintar terdiam disampingku.

Tampak senyuman tipis dari wajahnya nan suram. Halilintar menatapku sejenak, sorot matanya begitu kosong, tatapannya seolah mengunci pergerakkanku. Mata ruby itu seakan menelurusuri ragaku begitu dalam.

"Akh..." nafasku tercekat bersamaan dengan Halilintar yang menghilang dari pandangan. Mataku terasa memberat.

Author POV...

Yaya memegangi kepalanya yang berdenyut, matanya menutup.

Dan...

"Maaf..." gadis itu bergumam.

Kelopak matanya membuka perlahan menampakkan iris ruby manik yang berkilauan.

Tunggu?

Ruby manik?

Bukankah mata milik Yaya itu hazel?

Ya, iris gadis cantik ini memang berwarna hazel namun Halilintar marasuki tubuhnya atau 'meminjam' tubuhnya sementara sehingga ruby manik terlihat dominan. Kalian mengerti maksudku kan? Kalau tidak, lupakan saja :v

Tidak ada perbedaan yang signifikan dari gadis berhijab ini, hanya iris mata beserta warna kulitnya yang lebih pucat dari sebelumnya.

"Kau gadis yang baik, tapi maaf aku pinjam tubuhmu sebentar untuk menenangkan Air..." ucap Halilintar yang berada di tubuh Yaya.

"AIR SADARLAH... INI KAKAK, TAUFAN! KAK HALILINTAR SUDAH TIADA AIR, JANGAN BUAT DIA SEDIH..."

"KAK HALILINTAR AIR RINDU DENGAN KAKAK..."

Ruby manik berkilau itu berkaca-kaca.

"Maafkan kakak."

~Oh My Ghost~

"Lepaskan!" pemuda beriris biru aquamarine itu memberontak hebat dalam pelukkan sang kakak kedua -Taufan-.

"Air... sadarlah Air kakak mohon..." Taufan menangis pilu melihat keadaan sang adik.

"LEPASKAN AKU... KAK HALILINTAR TOLONG! ADA ORANG YANG INGIN MENCULIKKU... TOLONG KAK HALI..." jerit Air meninju lemah dada Taufan.

"Hiks... Tuhan sadarkan dia... Air ini kakak, Taufan!" pemuda beriris biru shapire itu mengusap perlahan kepala sang adik.

Dimana Boboiboy Gempa?

Pemuda beriris coklat karamel itu tengah menenangkan kembarannya -Api- yang ketakuttan.

"Api tenanglah Air akan baik-baik saja," ucap Gempa lembut mengusap pipi Api yang basah.

"Hiks... hiks..." mata jingga itu tak henti-hentinya mengeluarkan kristal bening yang mulai membasahi baju Gempa.

"LEPASKAN!"

Bruuk...

Taufan terjatuh dengan tidak elitnya.

"Kak Taufan!" pekik Gempa dan Api bersamaan.

"Kakak... kakak tidak apa-apa?" seru Api membantu sang kakak berdiri.

"A-aku tak a-apa... uhk..." Taufan memegangi perutnya yang ditendang Air.

"AIR KAU KETERLALUAN!" ucap Gempa geram.

"Siapa kau? Apa pedulimu?" tanya Air datar. Taufan, Gempa dan Api terbelalak kaget.

"Kau?" Gempa menggeleng tak percaya.


Tes...


Setetes air bening mengalir melalui sudut mata Gempa.

"Ini aku... kakakmu... Gempa..." ucapnya parau.

"Kakakku?" tanya Air bingung.


Hening...


"Ahahahaha... o iya kau kan kakakku yang super duper sibuk... setiap kali aku ajak bermain kau selalu bilang ada tugas Osis, rapat Osis, Osis itu, Osis ini hahahaha... bahkan kerap kali aku, kau ABAIKAN. Kakak macam apa kau?" Air melirik Gempa tajam.

Gempa bergeming...

Ya dia kakak yang egois...

Sibuk dengan Osis...

Bahkan Gempa lupa kapan terakhir kali dia bermain bersama Air.

"Kau! Juga kakakku kan? Heh,"

Taufan tersontak saat Air menunjuknya dengan angkuh.

"Kakakku yang sering lupa janji. Sudah lebih dari seribu janji yang kau buat denganku tapi tak ada satupun yang kau tepati. DASAR PEMBUAL!"

Pemuda beriris biru shapire itu terdiam, matanya berkaca-kaca mendengar ucapan Air.

"Dan kau! Si anak manja yang sok kuat..." kini Air melirik pemuda beriris jingga disamping Taufan.

"Terkadang aku merasa lebih pantas menjadi KAKAKmu dari pada ADIKmu."

Jleeb...

Ucapan Air bak panah imajiner yang menusuk hati Api.

Boboiboy Api akui kalau dia manja...

Sok kuat...

Dan sifat kekanak-kanakkan yang melekat dengan imej-nya.

Ketiga kakak pemuda aqumarine itu terdiam.

"Ahahahaha... Akh..." Air memegangi kepalanya yang berdenyut.

"Argh... sakit..." rintihnya.

"A-ir kau kenapa?" tanya Taufan menghampiri sang adik, sementara Gempa dan Api masih diam akibat perkataan Air tadi.

"Kak Hali..." gumam Air lirih. Taufan terdiam lalu segera memeluk erat sang adik.

"Haha... kak Halilintar, kau pelukkanmu... hangat sekali... Air membalas pelukkan Taufan yang dianggapnya sebagai pelukkan Halilintar.

Taufan kembali menangis. Kenapa Tuhan memberinya cobaan seperti ini?

"Air rindu kak Halilintar... Air takut tidur semalaman, gelap... semalam Air cari kakak di kamar, tapi kakak gak ada. Kakak nginap di rumah teman ya? Kok kakak gak ngasih tau Air? Kak Taufan gak izinin Air tidur bareng dia, kak Api? Dia bilang kasurnya sempit, kak Gempa? Dia sibuk ngetik proposal sampai-sampai gak menyadari keberadaan Air..." curhat pemuda dengan topi lambang air ini.

"Mereka gak peduli sama Air..."

Air mata Taufan semakin mengalir 'deras', isakkan kecil terdengar dari sudut bibirnya.

"Kak Hali? Kok kakak nangis?" tanya Air polos.

"DASAR GILA! KAU TIDAK SADAR APA? ITU KAK TAUFAN! BUKAN KAK HALILINTAR! KAK HALILINTAR SUDAH PERGI AIR... SADARLAH... MANA AIR YANG KU KENAL?" teriak Gempa frustasi sambil melepas paksa pelukkan Taufan pada Air.

"YA AKU MEMANG GILA! KENAPA?" balas Air tak kalah nyaring.

"KAK HALILINTAR YANG MEMBUATKU GILA..." jeritnya menjambak rambut sendiri.

"Karena aku?" gumaman pelan dari sesosok gadis di depan pintu. Namun keberadaannya tidak disadari oleh siapapun.

"K-kau! Menyebalkan!" geram Gempa mengepalkan tangannya bersiap meninju Air.

Haap...

Kepalan tangan itu ditahan oleh tangan mungil milik gadis berhijab ini dengan mata terpejam.

"Yaya!" pekik Taufan dan Api bersamaan.

"Apa-apaan kau Yaya? Lepaskan..." ucap Gempa kesal.

"Jangan terlalu kasar pada Air... dia sedang rapuh sekarang." kelopak mata itu terbuka perlahan menampakkan ruby manik berkilau yang dikilati amarah.

"Apa pedulimu? Dia adikku!" hardik Gempa seolah tak menyadari perubahan dari teman sekelasnya ini.

"Kenapa sekarang kau mudah meledak? Cih... dia adikku juga tahu!" gadis beriris ruby ini melepaskan tangan Gempa. Aura mematikan miliknya menguar membuat Gempa terdiam.

"Air itu tidak setenang namanya, bersikap lembutlah padanya..." ruby manik itu menatap tajam ke mata coklat karamelnya Gempa.

"Kenapa sekarang kau lebih mirip sepertiku?" tanyanya.

"Maksudmu?" Gempa mengernyit.

"Lupakan." ucap gadis itu singkat.

Gadis itu menghampiri Air yang masih menjambak rambutnya. Disingkirkannya tangan Air perlahan lalu diusapnya ubun-ubun sang adik lembut.

"Ka-kak Halilintar...?" Air mendongak melihat sosok gadis bermata ruby yang tengah mengusap kepalanya. Gadis itu hanya mengangguk.

"Kak Halilintar!" seru Air gembira. Dia segera menghambur memeluk tubuh 'Yaya' yang dipakai 'Halilintar'.

"Itu Yaya, Air..." gertak pemuda beriris karamel.

"Sudahlah Gempa... mungkin Yaya bisa menenangkan Air, setidaknya,..." Taufan menggantungkan kalimatnya setelah melihat Air yang mulai tenang saat dipeluk Yaya. Gempa hanya mengangguk pasrah seraya menggenggam erat tangan saudaranya -Taufan, Api-.

"Ini benaran kak Halilintar kan?" Yaya mengangguk pelan sambil memberi isyarat agar Air kembali ke ranjang UKS. Pemuda beriris aquamarine itu langsung melunak dan menuruti ucapan sang kakak. (Tubuh Yaya tapi yang ngendaliin Halilintar, ngerti gak Readers? Kalau enggak lanjut aja *ditimpuk).

Air segera duduk di kasur empuk UKS dengan kaki menjuntai tak menyentuh lantai. Dia segera memeluk sang gadis yang dianggap Halilintar.

"Air sayang kakak... kakak jangan tinggalin Air lagi..." Air mempererat pelukkannya. Setitik air mata lolos dari mata sang pemuda.

"Air..." suara Yaya yang biasanya cempreng berubah serak. Pemilik nama itu menoleh dan menatapnya penuh 'rasa bersalah'.

"Kakak jangan nangis, cukup Air aja yang nangis. Nanti kalau kak Halilintar nangis diusilin kak Taufan loh, hihihi..." canda Boboiboy Air tertawa lepas membuat mata ruby itu semakin berkaca-kaca.

"Kakak sedih?"

"Gara-gara Air?"

"Ma-maaf..." lirihnya berhenti tertawa.

"Boboiboy Air... adik bungsu kakak, Hali gak pernah ninggalin Air..." gadis bermata ruby itu mengusap punggung Air lembut.

"Terus kenapa kakak gak ada di kamar semalam? Air kan takut gelap. Kakak-kakak yang lain gak peduli sama Air." pemuda aquamarine ini menatap Taufan, Gempa dan Api silih berganti.

"Jawab Air kak! Kakak kemana?"

"Kakak sudah dipanggil Tuhan dek..." Halilintar yang bersemayam dalam tubuh Yaya menangis tak bersuara.

Suasana mendadak hening... Batin kelima orang ini bergejolak.

"Tapi kak Halilintar ninggalin Air, hiks... hiks..." Boboiboy Air memecah kebisuan yang ada. Matanya menerawang ke segala arah.

"Gak... kakak gak pernah ninggalin Air..." Halilintar 'yang memakai tubuh Yaya' mendekati wajah sang adik, hembussan nafasnya menenangkan Air.

"Separuh jiwa kakak ada bersama Air dan yang lainnya..." bisiknya lembut membuat kekosongan di mata Boboiboy Air memudar. Sementara Taufan, Gempa dan Api sedikit terkejut.

'Itukan kata ajaib milik Halilintar yang selalu menenangkan kita' batin mereka bertiga.

"Kakak selalu mengawasi kalian semua, walau terkadang kalian gak menyadari hal itu." Halilintar tersenyum tipis. Dia menyuruh Air berbaring dan pemuda itu segera menurutinya.

Pemuda yang menculik tubuh gadis berhijab ini tersenyum lembut, dia membelai pipi Air perlahan.

"Jika Gempa bumi datang melanda, Halilintar akan menyambar ke segala arah, menimbulkan percikkan Api, Taufan akan membuat percikkan tadi berkobar dan Air akan memadamkannya. Bukankah begitu, Air?" tanyanya membuat Air terbelalak. Fikirannya yang mulanya kosong kembali berisi kenangan-kenangan manis bersama saudaranya yang lain semasa kecil.

Mengerti maksudnya? Itu hanya perumpamaan...

Gempa umpama masalah dalam kehidupan.

Halilintar umpama seseorang.

Api umpama luapan emosi yang labil.

Taufan umpama badai kehidupan yang berhembus.

Dan...

Air, anggap saja dia penawarnya. Pemuda yang selalu tenang dalam segala situasi.

"Jika masalah dalam kehidupan datang melanda, semua orang akan tersulut emosi, emosi yang mulanya kecil semakin besar akibat hembussan badai kehidupan dan aku? A-aku..." Air tak bisa meneruskan kalimatnya, matanya berlinang mengingat arti kalimat itu.

"A-aku pe-penenangnya..." sambungnya terbata-bata.

Senyuman gadis berhijab dengab mata ruby itu melebar.

"Jika Tuhan mau mengabulkan do'aku, aku hanya meminta satu hal..." ucapnya memandangi adiknya satu persatu.

"Aku ingin hidup kembali demi adik-adikku..."

Empat pasang mata disana melebar. Taufan, Gempa dan Api sedang berfikir keras kenapa Yaya yang mereka kenal tampak begitu mirip Halilintar. Entah mengapa rasanya gadis ini tampak berbeda.

"Kakak selalu menyayangi kalian..."

Bruuk...

"Yaya!" pekik Taufan, Gempa dan Api histeris melihat sang gadis yang mendadak ambruk di hadapan mereka. Sementara Air memandangi kepanikkan para saudara-saudaranya dengan tatapan kosong. Seulas senyuman mengambang dari wajahnya nan datar.

"Kakak datang..." gumamnya (Air) bahagia lalu segera pergi ke alam bawah sadar.

~Oh My Ghost~

Ketiga Boboiboy -Taufan, Gempa dan Api- langsung membopong Yaya menuju sofa di sudut ruangan. Raut panik begitu dominan di wajah mereka.

"Aduuh... Yaya pakai pingsan segala lagi." gerutu Taufan.

"Hm, Air?" gumam Api.

"Hah? Air!" serunya melihat sang adik yang sudah terlelap di ranjang UKS.

"Huh syukurlah..." ujar mereka bersamaan.

~Yaya POV~

"Egh..."

Silau, loh? Aku ini kenapa? Dimana?

"Eh Yaya sadar, Yaya sadar." suara keributtan mengusik indra pendengaranku.

Mataku terbuka perlahan, intensitas cahaya tengah disesuaikan oleh pupil mataku. Nampak tiga sosok tengah duduk rapi disampingku.

Mataku mengerjap beberapa kali dan...

"Kyaaaaa..."

Plaak...

Plaak...

Plaak...

"Aduuh sakit..."

Tiga tamparan keras dariku mendarat mulus di pipi mereka.

"Apa yang kalian lakukan?" seruku panik, pakaian masih lengkap. Dompet masih ada, uang saku ada. Jadi apa yang mereka lakukan!

"Hey Yaya... tenanglah ini kami, Boboiboy bersaudara." ringis pemuda berjaket hitam dengan corak kuning seraya mengelus pipinya.

"Hwuaa Yaya sakit tau!" pemuda beriris jingga nampak hampir menangis.

"Kau sudah sadar?" tanya seseorang dengan topi yang dimiringkan.

"Aku, apa yang terjadi?" gumamku bingung.

"Kau pingsan lalu sadar lalu menampar kami, hwuaaa sakit..." jelas pemuda beriris jingga singkat padat dan rapat (?). Otakku masih memproses kejadian demi kejadian tadi.

"Kau orang pertama yang menamparku, bahkan kak Halilintar yang temperamen belum pernah melakukan hal sekasar itu." lirihnya sendu.

"Cih Api..." seru yang lainnya bersamaan.

"Apa aku menampar kalian?" pertanyaan bodoh meluncur begitu saja. Kan sudah jelas aku memang menampar mereka tadi.

"Maafkan aku Boboiboy bersaudara, aku panik, aku kira aku diculik maaf..." teriakku linglung.

"Iya gak apa..." sahut mereka.

"Ngomong-ngomong terimakasih udah menenangkan Air..." tunjuk Taufan pada seseorang di atas kasur UKS.

"Aku?" tanyaku bingung.

"Iya, perkataanmu semuanya mirip dengan ucapan kak Halilintar bahkan intonasinya sama..." Api berterus terang.

Halilintar?

"Kyaaaaaaaa..." teriakku nyaring.

"Loh kamu kenapa Yaya?" tanya Gempa heran.

O jadi kau Halilintar, kau mau menculik tubuhku! Awas kau petir merah!

"Yaya?" panggil Gempa. Aku tak menggubrisnya dan segera berlari keluar.

~Oh My Ghost~

Author POV...

"Si Yaya kenapa ya?" tanya Api bingung memandangi kepergian sahabatnya itu.

"Entahlah..." jawab Boboiboy Gempa seraya mengendikkan bahu.

Taufan memandangi kepergian Yaya dengan tatapan horor.

Api yang menyadari tingkah perilaku Taufan mengernyit.

"Kak Taufan kenapa?" tanya Api menyikut Gempa.

"Kak... kak Taufan kenapa?" tanya pemuda beriris coklat karamel ini.

"Tadi di kelas iris Yaya warnanya apa?" tanya Taufan masih dengan muka horornya.

"Loh kok nanya gitu?" tanya Api balik.

"Jawab aja..." ujar pemuda beriris biru shapire itu.

"Hazel..." jawab Api dan Gempa bersamaan.

"Terus saat di depan UKS pas nyusul kita?"

"Masih sama kok, hazel..."

"Pas dia datang, menenangin Air?" suara Taufan bergetar.

"Haz... eh bukan ruby manik..." sahut Gempa.

Deg...

Deg...

Taufan, Gempa dan Api saling pandang...

"Terus pas dia sadar tadi?" kata mereka bersamaan.

"IRIS MATANYA HAZEL!" seru mereka dengan wajah makin menghoror.

"Jangan-jangan..." Api bergidik ngeri sambil menerawang seluruh isi UKS. Bulu romanya berdiri.

Glek...

Dengan bersusah payah dia menelen ludah lalu memandangi Taufan dan Gempa bergantian.

"HWUAAAAA... JANGAN-JANGAN ADA HANTU YANG MERASUKI YAYA!"

"KYAAAAAAAAA!"

~To Be Continue~

Bersambung dengan gajenya...
Wah chapter ini susunan EYD-nya semakin absurd dan berantakkan...

Sorry kelamaan nextnya, ide pada menguap semua sih...
Kritik dan saran diterima, TAPI GUNAKANLAH BAHASA YANG SOPAN DAN SANTUN!

FIC INI JAAAAUUUUH DARI KESEMPURNAAN *caps-jebol.

Oke sekian...

Review please...

Flame dan antek-anteknya jangan digunakan / plaak...

Ngomong apa daku ini?

See you Next time ;)