BLUE NEIGHBORHOOD

.

.

BANGTANSONYEONDAN belong to BIGHIT ENTERTAINMENT

WARNING!

typo(s), AU, OOC, and etc.

PAIR

Kim Taehyung x Jeon Jungkook

.

Sorry for the very very late update, aku sungguh sibuk di kelas 12 ini tugasnya menggila T-T semoga kalian mengerti dan sabar menunggu ya '-')/

ENJOY!

.

.

.

CHAPTER 1 : FOOLS

.

"But everything is shatering and it's my mistake,

Only fool fall for you,

Only fool fall."

.

.

Empat tahun lebih dua bulan, itulah tenggat waktu yang Jungkook hitung setiap hari sambil menunggu Taehyung kembali. Ia lelah mencari, menanyai seluruh tetangga namun jawabannya nihil. Bahkan dengan nekat dan tak tahu malu datang ke sekolah Taehyung dan menanyai kemana Taehyung pindah, dan tak ada yang menjawab tahu.

Jungkook lelah berdoa kepada Tuhan setiap malam, setiap minggu di gereja, bahkan setiap detik di tiap hembus nafasnya. Meminta Taehyung kembali, mengintip dari jendela kamarnya sambil membawa komik dan bilang, 'Boo, Aku tak pergi. Aku disini, ayo bermain.' Dan doa itu tak pernah—belum, belum terkabul. Jungkook hanya lelah berdoa, tapi ia tak ingin lelah berharap. Bahwa Taehyungnya masih Taehyung yang dulu, yang selalu menangis jika tidak bisa bermain dengannya. Yang selalu memeluknya saat Ia menangis, yang menghabiskan hampir delapan belas jam bersamanya.

Jungkook hanya ingin Taehyung kembali, dan mengucapkan selamat tinggal dengan benar.

.

.

2016/13/06

Hari ke-1625. Taehyung belum mengetuk kaca jendelaku. Padahal tinggiku sudah 179cm dan aku ingin menunjukkan hal hebat ini padanya.

Jungkook menutup jurnalnya. Sudah menjadi kebiasaan sejak Taehyung pergi tanpa kabar untuk menulis apapun yang Ia lakukan dan menyatut nama Taehyung di dalamnya. Katakan saja Jungkook punya obsesi terhadap Taehyung, tapi Jungkook hanyalah remaja delapan belas tahun yang merindukan sahabatnya. Itu saja.

Tuk, tuk.

Jungkook mendengar jendelanya diketuk, terdiam sebentar dan mencoba mendengar kembali apakah akan ada ketukan lain yang menyentuh jendelanya. Tapi tak ada. Jungkook membuang nafas panjang, berpikir bahwa Ia sudah terlalu gila bahkan berhalusinasi Taehyung mengetuk jendelanya di sana.

"Kebiasaan, tak pernah mengunci pintu padahal hanya ada kau di rumah. Kalau ada pencuri bagaimana?"

Jungkook terdiam. Mempercayai bahwa semua suara itu bukanlah halusinasi, dan menoleh perlahan untuk mendapati Taehyung tengah berdiri santai bersandar pada kusen pintu kamarnya. Taehyung tersenyum, berjalan dua langkah memasuki kamar sahabatnya sebelum terhenti karena Jungkook menubruknya dan memeluknya dengan amat sangat erat.

"Bodoh, Taehyung bodoh." Jungkook menangis, mengeluarkan seluruh kerinduannya dan kelelahannya menunggu selama ini. Taehyung masih sama, aromanya masih sama. Hanya rambutnya disemir dirty blonde dan tubuhnya semakin tegap.

"Cengeng," Taehyung balas memeluk Jungkook, mengelus punggung Jungkook yang rasanya semakin tegap selama empat tahun ini. Taehyung menahan diri untuk tidak menangis, betapa Ia merindukan Jungkook lebih dari apapun di dunia. "Aku di sini, jangan menangis. Aku sudah di sini."

"A-aku, merindukanmu," kata Jungkook di sela tangisannya yang kacau, wajahnya bertumpu pada pundak Taehyung dan menumpahkan air matanya di sana. Tak peduli baju Taehyung akan basah dan Taehyung akan memarahinya.

"Aku juga Jungkook-ah, aku juga." Taehyung mengecupi kepala Jungkook, merapalkan kata-kata penenang juga rindu yang sudah Ia tahan selama empat tahun.

Jungkook mengangkat kepalanya, menatap Taehyung dengan mata berairnya dan tersenyum saat Taehyung tersenyum juga ke arahnya sambil menahan air matanya untuk keluar.

"Kau tak banyak berubah," kata Taehyung sambil memindahkan tangannya untuk memeluk pinggang Jungkook, merapatkan posisi mereka sampai hidung mereka tersentuh. "Sialan kau sepantar denganku sekarang."

"Aku bertambah tinggi hyung. Aku minum susu dengan baik, seperti katamu." Jungkook bersemu, Ia tak pernah sedekat ini dengan Taehyung dan semua ini membuat detak jantungnya terdengar dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Wah, harusnya aku sering-sering meninggalkanmu. Supaya kau menuruti perkataanku—aw! Aw!" Taehyung mendapati pinggangnya dicubit oleh kekuatan yang amat kuat. Darimana Jungkook mendapat kekuatan macam pegulat seperti ini?

"Jangan tinggalkan aku, sialan." Jungkook menatap Taehyung tajam, kemudian mendapat tatapan tak percaya dari Taehyung. "Kau belajar mengumpat darimana? Katakan siapa yang mengajarkanmu, aku akan memberikannya dua pukulan maut Kim Taehyung."

"Aku sudah delapan belas tahun dan aku sudah sah untuk mengumpat. Dan sekarang aku ingin mengumpatimu." Jungkook melingkarkan lengannya di leher Taehyung, memeluknya dan berkata, "Kim Taehyung, hyungku sialan. Aku begitu merindukanmu, keparat. Tak mengertikah dirimu bedebah aku disini seperti orang gila mencarimu? Aku bahkan menunggu empat tahun enam bulan hanya untuk mengumpatimu. Kurang ajar sekali dirimu—"

Dan umpatan Jungkook sekaligus ucapan rindunya itu terpotong oleh ciuman Taehyung yang tiba-tiba, mengecup bibir Jungkook lembut sebelum melumatnya pelan-pelan sampai membuat Jungkook menutup matanya.

Jungkook dapat merasakan telapak tangan Taehyung yang besar meraba halus pinggangnya, memeberikan impuls-impuls kecil yang membuatnya merinding dalam ciuman lembut Taehyung. Ia hanya satu kali mendapat kecupan singkat di bibir saat berusia dua belas tahun dari Taehyung dan tak pernah kontak bibir lagi dengan siapapun.

Taehyung meraih tengkuk Jungkook untuk memperdalam ciuamannya, masih menenggerkan satu tangannya di pinggang Jungkook dan memberikan remasan-remasan kecil di sana. Jungkook mengerang saat Taehyung menggigit bibirnya, membuat mulutnya terbuka dan memberikan jalan bagi lidah Taehyung masuk ke mulutnya. Membiarkan lidah Taehyung menjalar di rongga mulutnya, menari dengan lidahnya.

Taehyung melepas ciumannya, menatap Jungkook yang juga menatapnya dengan mata sayu dan bibir bengkak yang terkuak, begitu kacau dan menggoda. Taehyung mengecupi rahang Jungkook, turun ke lehernya dan memberikan jilatan panjang di sana. "Ayah ibumu, kemana?"

"Ke-ke Busan," kata Jungkook susah payah, tangannya mencengkram bahu Taehyung kuat saat dirasa Taehyung menghisap dan menggigit kulit lehernya di sana kuat-kuat. "Kembali dua hari—ahh lagih—"

Jungkook hanya tak bisa menahan suaranya saat Taehyung menghisap kuat kulit lehernya sambil meremas buah pantatnya sensual.

"Bagus," Taehyung bergumam di leher Jungkook, lalu berdiri tegap dan menggiring Jungkook untuk berbaring di ranjangnya. Ini masih ranjang yang sama dengan yang digunakan Jungkook empat tahun yang lalu, dan sprei Iron Man-nya pun belum terlihat kusam. "jangan tahan suaramu."

Taehyung membuka jaket denimnya yang berwarna pudar, juga sepatunya lalu merangkak menanungi tubuh Jungkook. Ia memberikan ciuman lagi, lebih dalam dan membuat Jungkook candu untuk terus merasakan bibir Taehyung berada di bibirnya.

Tangan Taehyung tak ingin diam, menyentuh tiap-tiap kulit Jungkook yang masih tertutup kain dengan jari kurusnya. Jungkook di bawah sana benar-benar tidak bisa tetap diam dan tenang menerima seluruh ini, tangannya bergerak meraih rambut Taehyung untuk menyalurkan seluruh rasa yang bergejolak di tubuhnya.

Jungkook bisa saja gila saat ini. Ciuman di sepanjang lehar hingga selangkanya, kausnya telah tersingkap dan ada telapak tangan Taehyung yang begitu besar bermain di perut juga dadanya. Dan Jungkook ingin mengakui Taehyung benar-benar terampil dalam seluruh hal ini.

"Tae—hyungh!" Jungkook berteriak saat Taehyung dengan amat sangaja meremas ereksinya di bawah sana, mengabaikan seringaian Taehyung karena telah berhasil membuat jungkook meneriakan namanya dengan begitu indahnya.

"Kau tahu Jungkook-ah," Taehyung membuka kaus berwarna hitamnya ke atas dengan begitu pelan, memperlihatkan tubuh atasnya yang cukup atletis dengan kulit tan yang begitu menggoda. Jungkook hanya mengikuti instingnya menatap tubuh itu terus menerus, "aku nyaris gila tak melihatmu selama empat tahun."

"A-aku juga—Ahh!" Jungkook hanya tak bisa menyelesaikan perkataannya saat Taehyung sekali lagi meremas sesuatu di bawah sana. "Berhenti menggodaku."

"Oh kau tidak mau digoda?" Taehyung menurunkan zipper celana denim Jungkook dan dengan segera membuka celananya beserta boxernya. "Mau masuk ke acara inti tanpa pemanasan?"

Jungkook diam, wajahnya bersemu hebat apalagi setelah celananya yang dilepas tanpa seizin yang punya. Taehyung tertawa, lalu tersenyum dan kembali memberikan ciuman di bibir Jungkook. Keduanya berciuman amat lama, sampai rasanya Jungkook sudah menelan seluruh sisa oksigen di bumi untuk memperlama ciuman tapi tetap saja dia butuh asupan lebih.

Taehyung membantu membuka seluruh pakaian Jungkook, menatapnya teramat rindu lalu kemudian mengecupinya. Memberitahukan setiap inchi tubuh Jungkook bahwa Taehyung merindukannya, bahwa Ia tak ingin pergi meinggalkan Jungkook, bahkan tanpa ucapan dua kata selamat tinggal.

"Kau merindukanku?" Ujar Taehyung dengan suara gumam karena sedang menjajah leher Jungkook.

"Sangat—" Jungkook menahan napasnya saat Taehyung mengelus paha dalamnya teramat pelan dan seduktif, membuatnya merinding dan melengkungkan punggungnya. Seluruh akal pikirannya hilang tertutupi kabut yang berbisik bahwa semua ini layak dinikmati, dan jangan ada penolakan sedikitpun. Bisikan itu langsung ditanggapi oleh sel-sel saraf tubuh Jungkook dan Jungkook sendiri tak sanggup lagi untuk mengontrolnya.

Dalam pikiran Jungkook kini hanya tercatat satu nama, hanya ada Taehyung di sana. Indranya pun hanya dapat menatap Taehyung, mendengar suara baritone Taehyung yang membuatnya merinding, juga merasakan betapa halusnya kulit Taehyung di atas kulitnya yang memanas.

Semua yang berujung kata Taehyung membuat Jungkook mabuk, matanya berair dan kini Taehyung tengah memberikan godaan pada kejantanannya dan ia ingin menangis karena semua ini begitu nikmat dan tak tertolakkan.

"Hyunghh" Jungkook menangis, menumpahkan air matanya saat seluruh kenikmatannya tak bisa tertahan lagi. Otaknya tak dapat berfungsi dengan baik tapi Taehyung menuntunnya, mengecup pipinya dan menyapu air matanya teramat lembut seolah takut akan merusak Jungkook hanya dengan satu sentuhan.

Jungkook meremas spreinya kuat saat Taehyung memberi penetrasi dengan dua jarinya, menambah satu lagi disaat rasanya Jungkook belum cukup regang. Dan hal itu cukup untuk membuat Jungkook meneriakkan nama Taehyung—entah sakit ataupun nikmat, otak Jungkook sudah terlalu macet untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk untuk saat ini.

"Katakan kau siap," ujar Taehyung sambil mengecup bibirnya, menempatkan dirinya di pintu masuk dan siap menghujam Jungkook kapan saja.

"A-aku siap, siap." Jungkook mencari apapun untuk diraih, dan berakhir mencengkram keras pundak Taehyung sampai Jungkook dapat mendengar ringisan nyeri dari Taehyung.

Jungkook berteriak amat keras saat Taehyung masuk dengan tiba-tiba, membenamkan seluruh miliknya di dalam sana. Air matanya berderai hebat dan kukunya menancap tajam pada pundak Taehyung, sampai rasanya kulit Taehyung akan robek saat itu juga.

"Rileks, baby." Taehyung kembali mengecupnya, menghujani wajahnya dengan ciuman lembut dan membisikkan kata-kata penenang.

Otot perut Jungkook terasa menegang, ada rasa yang ingin terpenuhi saat perlahan Taehyung bergerak, menyentuh titik-titik sensitif tubuhnya dan menciumnya. Pinggulnya ikut bergerak berlawan dengan gerak yang Taehyung lakukan, mengeluarkan suara desah kenikmatan yang menjamu telinga Taehyung dengan sangat baik.

Jungkook hanya tak ingin semua ini berakhir—tak peduli air matanya kering dan tenggorokannya perih karena terus meneriakkan nama Taehyung, tak peduli hari sudah menggelap dan tak ada penerangan apapun di antara mereka kecuali cahaya rembulan, tak peduli jika tubuhnya juga Taehyung sudah termandi keringat, yang ia pedulikan hanyalah ia tak ingin Taehyung pergi lagi.

.

"Jangan tinggalkan aku lagi," kata Jungkook pelan sambil memeluk Taehyung erat, badannya begitu lemas dan Ia bahkan enggan bergerak untuk membersihkan diri.

"Maafkan aku." Taehyung mengecup kepala Jungkook, begitu pelan dan sarat akan perasaan Taehyung untuk Jungkook.

"Katakan," Jungkook mengangkat kepalanya, menatap Taehyung dan dibalas oleh tatapan tanya, "kenapa kau pergi tiba-tiba? Aku tahu ini karena pertengkaran ayah kita, tapi ... kenapa sampai kau pergi tanpa ucapan selamat tinggal?"

Taehyung terdiam, kemudian tersenyum dan mengecup pipi Jungkook lama sebelum bercerita.

"Saat itu aku masih kecil, tak tahu apa-apa soal urusan ayah kita dan saat itu, aku masih memegang prinsip untuk menuruti seluruh perkataan ayahku." Taehyung bercerita, Jungkook mengangguk-angguk bahwa ia pun dulu takut untuk melanggar perintah ayahnya, dan akan meminta pada ibunya jika ingin melakukan hal-hal yang sedikit di luar normal.

"Jadi pagi sekali, ayah telah di kamarku mengemasi seluruh baju, buku, bahkan mainanku dan bicara padaku," Taehyung menjedanya, mengulum senyum dan menarik napas, "'Taehyung-ah', katanya, 'maafkan ayah, tapi karir ayah akan hancur jika terus tinggal di sini'."

Jungkook mengangkat alisnya, ia sudah cukup mengerti soal kehancuran karir dan lain-lain tapi masih belum cukup mengerti soal mengapa tetap tinggal di sini memperburuk karir ayahnya.

"Ternyata, ayahmu mengetahui keterlibatan ayahku dalam salah satu kasus korupsi—tapi ayahku tidak benar-benar terlibat, hanya sebagai saksi karena ditawari uang suap, tapi ayahmu berspekulasi ayahku menerimanya dan mereka bertengkar hebat karena itu."

Jungkook menggumam mengerti, hanya sebuah kesalah pahaman kecil dan ayahnya sangat membenci Taehyung. "Lalu, kenapa ayah tak ingin kita berteman?"

"Mungkin ayahmu berpikir, jika ayahnya seorang koruptor, mungkin anaknya juga." Taehyung mengelus surai Jungkook perlahan dan mencium keningnya. "Lagipula, sudah sejak lama kantor ayah memberskan kasus tersebut dan ayahku bersih dari keterlibatan."

"Baguslah," Jungkook tersenyum lega, memeluk Taehyung lebih erat dan mengusak kepalanya di ceruk leher Taehyung, "lalu bagaimana kabar ayah dan ibumu?"

"Baik, ibuku semakin cantik dan ayah ... baik." Taehyung tersenyum, namun matanya berkaca-kaca, Taehyung hanya bersyukur Jungkook tak melihatnya saat ini.

"Aku rindu kue keju buatan ibumu, Hyung." Jungkook bergumam pelan nyaris tak terdengar tapi Taehyung masih sanggup mendengarnya, bicara sambil bergumam adalah kebiasaan Jungkook sedari dulu dan Taehyung masih mengerti gumaman Jungkook.

"Aku juga, ibu jarang memasak kue akhir-akhir ini."

Lalu keduanya diam, hanya ada suara lembut gumaman Taehyung yang menemani Jungkook, tangannya menyisir surainya pelan dan sesekali mencium pipi, kepala juga keningnya. Jungkook baru kali ini diperlakukan seperti ini oleh Taehyung, dan rasanya ia tak ingin Taehyung meninggalkan dirinya barang satu menit pun. Cukup sudah ia kehilangan Taehyungnya selama empat tahun, cukup sudah ia ditinggalkan tanpa ucapan selamat tinggal, cukup sudah, ia lelah merindukan Taehyung.

"Hyung, lalu kau ke sini untuk apa?" Jungkook bertanya-tanya, kenapa Taehyung ke sini baru saat ini, kenapa tidak sejak dulu, kenapa tidak lebih cepat sedikit saja.

"Merindukanmu,"

"Jadi kau merindukaku baru setelah kita berpisah selama empat tahun?"

"Bukan begitu aigoo," Taehyung mencubit hidung Jungkook gemas melihat wajahnya yang mendadak sedih dan muncul sebuah tanda-tanda Jungkook akan ngambek selama-lamanya jika ia menjawab iya. "satu hari baru pergi pun aku sudah merindukanmu, sayang."

"Lalu," Jungkook bersemu mendapat panggilan sayang dari Taehyung, "kenapa baru sekarang ke sini?"

"Mari kita lihat nanti saat ayahmu datang."

Jungkook bangun dari acara sender-menyendernya di dada Taehyung, menatap Taehyung yang tiba-tiba memberi pernyataan yang menginput nama ayahnya.

"Memang ada apa jika ayahku sudah datang? Kenapa sih dari dulu tidak berubah, selalu bikin orang penasaran."

Taehyung menangkup pipi Jungkook yang mengembung lucu karena cemberut, lalu mencium bibirnya lembut membuat Jungkook sedikit terkejut kemudian menerima ciuman Taehyung.

"Hobiku, tapi tunggu dua hari lagi ya, aku mohon."

"Baiklah, baiklah." Jungkook tersenyum kecil dan membaringkan tubuhnya di sebelah Taehyung dan menarik selimutnya. "Gantinya selama dua hari nanti kau milikku, hyung."

"Baik sayang aku milikmu, kita akan jalan-jalan dan makan makanan yang enak." Taehyung yang tadinya bersandar pada kepala ranjang pun ikut membaringkan diri dan memeluk Jungkook, "Aku juga bawa skateboard, kita akan bermain skateboard."

Jungkook mengangguk semangat, mengingat dulu ia sangat ingin diajari skateboard oleh Taehyung tapi kakinya lebih dulu patah dan Taehyung lebih dulu pergi meninggalkannya. Dan ia dapat membayangkan besok adalah harinya dengan Taehyung.

"Selamat malam Jungkookie."

Dan Taehyung memberikan satu ciuman selamat malam pada kening Jungkook sebelum mereka benar-benar terlelap menunggu hari esok tiba.

.

.

Jungkook sudah mandi dan Taehyung di sana tengah mengoles beberapa helai roti dengan selai stroberi yang manis dan warnanya merah. Jungkook menghampiri Taehyung dengan rambut yang masih basah dan mengambil salah satu roti yang telah dioles.

"Hari ini jadi kan?" Jungkook menggigit rotinya, mengunyahnya dengan tidak pelan dan menggigit kembali rotinya. "Awas saja kau berbohong padaku, aku akan mematahkan lehermu."

"Mentang-mentang tubuhmu sekarang lebih berisi begini. Jangan main kekerasan dengan tamu, dong."

Taehyung dan Jungkook tertawa, menikmati roti masing-masing dan hawa hangat pagi hari di musim panas. Jungkook benar-benar bersemangat untuk hari ini, berbahagia bahwa sekarang Taehyung di sampingnya, akan menemaninya seharian penuh seperti dulu kala. Juga berbahagia, bahwa ia akhirnya tak perlu bermimpi untuk bertemu Taehyung, tak perlu mencari-carinya, tak perlu berlarut dalam kerinduannya. Karena sekarang Taehyung ada di hadapannya.

Mereka berangkat ke skate park di pagi menjelang siang, bertemu dengan banyak anak-anak dengan papan skate bermain di libur sekolah musim panas. Jungkook menggenggam erat skateboard-nya, dan tersenyum begitu lebar saat Taehyung menunjuk beberapa anak yang tengah melakukan flip atau pun spin sederhana.

"Kau sudah bisa berdiri di atas papan 'kan?" tanya Taehyung saat mereka tiba di suatu lapang yang cukup lengang dibanding yang lain, dan Jungkook mengangguk dua kali untuk menjawab pertanyaan Taehyung dengan antusias. "Baiklah kita akan melakukan flip, jangan bermimpi untuk melakukan three-sixty sebelum kau bisa flip, okay?"

Dan Jungkook benar-benar belajar dengan cepat—amat sangat cepat, ia melakukan flip sempurna hanya dengan beberapa kali uji coba, hampir berhasil melakukan three-sixty meski berakhir jatuh dan melukai sikutnya sendiri. Tapi Taehyung terus menerus mengungkap pujian pada Jungkook, berkata bahwa Jungkook melakukannya dengan baik dan itu membuat Jungkook tersenyum lebih lebar lagi hari ini.

"Huwa Jungkookie, kau belajar dengan cepat. Butuh satu minggu untukku untuk bisa flip dan kau hanya perlu seratus dua puluh menit, daebak."

Jungkook tertawa kecil dan pipinya memerah saat Taehyung memujinya, mendapati Taehyung yang iri dengan kecepatan belajarnya dan terus menerus bilang bahwa jika Taehyung punya tubuh seperti Jungkook ia akan belajar dengan lebih mudah.

Mereka memutuskan untuk membeli es krim di salah satu sebrang skate park, menghilangkan keringnya tenggorokan setelah bermain skateboard sampai tengah hari seperti ini. Taehyung memesan rasa stroberi—masih sama persis seperti saat terakhir kali mereka membeli es krim bersama. Dan Jungkook masih dengan chocolate cream-nya.

"Hyung, gomawo," kata Jungkook pelan, memakan es krim cokelatnya dan memainkan kakinya sembari duduk di salah satu bangku taman.

"Untuk apa? Aku tak melakukan apa-apa untukmu." Taehyung tersenyum menghadap Jungkook, memakan es krim-nya sedikit lebih lahap daripada Jungkook.

"Memenuhi janjimu," kata Jungkook pelan, ia memandang Taehyung dan tersenyum, "terimakasih telah memenuhi janjimu untuk mengajariku bermain skateboard. Aku pikir kau akan lupa tentang janji ini. Bahkan aku pikir kau telah melupakanku."

"Aigoo, mana mungkin aku lupa pada Jungkookie-ku tersayang yang satu ini hmm—"

"Kim Taehyung?"

Jungkook dan Taehyung sama-sama terperangah, ada seorang remaja perempuan yag berhenti di depan mereka dan menyebut nama Taehyung dengan lancar dan jelas. Jungkook bertanya-tanya siapa wanita ini, tapi Taehyung terlihat begitu bersemangat saat bangun dan langsung memeluk perempuan itu.

Ada setitik rasa sakit saat Taehyung memeluk orang lain. Jungkook akui ia serakah, tapi ia memang akan serakah jika kehilangan pelukan Taehyung selama empat tahun lamanya dan kini Taehyung memberikan pelukan itu kepada orang lain.

"Joohyun-ah? Ah sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu, kau makin cantik. Sungguh."

Jungkook menunduk, Taehyung bicara begitu manis pada perempuan bernama Joohyun itu. Bahkan Joohyun mengecup pipi Taehyung sambil berkata ia merindukannya, dan semua itu cukup untuk membuat Jungkook hancur menjadi berkeping-keping, hampir sama saat Taehyung meninggalkannya dulu.

Mereka berbincang cukup lama—sangat lama bagi Jungkook sampai rasanya ia bisa merasakan es krimnya mulai meleleh di tangannya. Mereka berdua bicara banyak hal, dari yang Jungkook tangkap, mereka dulu satu sekolah menengah atas. Jungkook hanya tak mengerti mengapa tarikan napasnya begitu sulit setiap kali Taehyung tertawa dengan guyonan Joohyun, setiap kali Joohyun mencubit Taehyung karena perkataannya yang kelewat ngawur, atau posisi mereka yang terlalu dekat saat hendak membisikkan sesuatu. Dan itu mereka—Taehyung lakukan di depan Jungkook, tepat di depan Jungkook.

"Jungkook-ah, Joohyun mengajak kita untuk mencoba kedai ramyun baru di dekat sini, ayo ikut."

Jungkook terdiam, ia menggigit bibir bawahnya keras dan berpikir. Ia hanya ingin Taehyung untuknya hari ini, ia hanya ingin Taehyung memperhatikannya. Dan ia ingin, Taehyung tak punya hubungan khusus apa pun dengan Joohyun.

Ia hanya tak ingin menampik bahwa Taehyung dan Joohyun terlihat begitu cocok bersama, bahkan Joohyun memanggil Taehyung dengan panggilan Taetae, membuat Jungkook semakin takut jika Taehyung benar adanya menyukai Joohyun atau sebaliknya.

"A-aku ..." Jungkook menelan ludahnya kasar, lalu menggapai papan skate-nya dan berdiri. "Aku lelah, aku ingin pulang saja."

Jungkook hanya mempercepat langkahnya, menahan air matanya untuk tidak keluar dan berharap ia segera sampai ke rumah, menggelung diri di balik selimut dan menyadarkan dirinya sendiri, bahwa ia bodoh berharap banyak pada Taehyung.

Ia tak seharusnya menunggu Taehyung pulang, tak seharusnya berharap bahwa Taehyung hanya menyayanginya. Mungkin Jungkook masih tak tahu betul ia mencintai Taehyung atau tidak, tapi melihat Taehyung bersama Joohyun tadi, membuatnya enggan berharap bahwa Taehyung menyukainya, atau bahkan mencintainya.

Langkahnya ia percepat menjadi lari, menembus awan cerah kota Seoul dan berdoa agar semua ini tak pernah terjadi.

Ada sebuah perakataan yang tertulis di otaknya bahwa Taehyung hanya mengganggap dirinya adik kecil, sahabat kecil, atau tetangga, dan apa pun itu. Jungkook selalu menomorsatukan Taehyung, menaruh namanya pada daftar teratas yang disebut dalam doa setelah nama kedua orang tuanya. Tapi Jungkook tak berpikir Taehyung demikian, berpikir bahwa Taehyung baru kembali setelah empat tahun lamanya karena memang Taehyung tak menganggap dirinya lebih—berbeda seperti dirinya.

.

Dan detik itu, Jungkook mempertanyakan, apakah Taehyung menyukai—mencintainya juga?

.

.

TO BE CONTINUED

.

.

WAAAAAAAAAA FINALLY! Mohon maaf karena update yang amat sangat lama ini, aku ada di posisi akan menghadapi UN /kalau un-nya jadi/ jadi aku benar-benar sibuk maafkan aku huhuhuhu sampe ada yang nanyain kapan ini bakal update akutuh merasa bersalah :(((

Thanks buat peachpeach-nim yang menanyai keberadaan ff ini, aku jadi semangat nyempetin nulis hehe love you deh:*

Btw ini ceritanya beda ya sama mv trilogy-nya, Cuma mengambil konsepnya aja hehehehehehehe:(((

Review juseyong! Chapter selanjutnya akan di update lebih cepat dengan judul Talk Me Down!

[overflakkie, 2016]