BLUE NEIGHBORHOOD
Menjadi tetangga sejak kecil adalah awal hubungan yang baik untuk mengakhirinya dengan baik pula. Tapi sayang, Jungkook mendapat akhir yang satunya. A BTS Fanfiction. VKook/Taekook. Kim Taehyung x Jeon Jungkook. Enjoy!
.
.
BANGTANSONYEONDAN belong to BIGHIT ENTERTAINMENT
WARNING!
typo(s), AU, OOC, and etc.
PAIR
Kim Taehyung x Jeon Jungkook
.
Heyho! Aku kembali dengan fanfiction vkook angst request dari my partner Rices Friedtofu yang pengen ff vkook angst dan aku baru bisa buatin sekarang hehe. Tadinya mau pure angst tapi malah melenceng ada this-and-that nya ya mau gimana lagi otak pervy saya lagi bekerja, mianhae:'). Btw ini inspired sama mv trilogy nya troye sivan yang wild, fools sama talk me down!
ENJOY!
.
.
.
CHAPTER 1 : WILD
.
"Leave this blue neighborhood
Never knew loving could hurt this good,"
.
.
Jungkook berusia tujuh tahun saat Taehyung pindah ke rumah kosong tepat di samping rumahnya dengan dua truk sedang yang berisi kardus-kardus, juga perabotan yang dilapisi plastik kumal penuh debu. Jungkook melihat dari pagarnya bagaimana para pegawai perusahaan jasa pindah rumah mengangkat satu-satu barangnya turun dari box truk, kemudian pegawai yang lainnya dengan estafet membawa masuk ke dalam rumah yang modelnya hampir sama persis dengan miliknya.
Jungkook lalu tersenyum riang melihat satu anak keluar dari mobil bmw dengan rambut coklat madu dan perawakan manis yang lebih tinggi darinya. Teman baru, itu pikiran Jungkook setelah melihat anak itu berjalan bersama ibunya untuk memandangi pegawai yang mengangkut barang entah tujuannya apa. Selama ini Jungkook tidak punya kawan seumuran atau setidaknya sepantaran dengannya, hanya ada Cloe bayi perempuan kecil di depan rumahnya juga Seokjin hyung anak sekolah menengah pertama yang sangat baik dan mau membantunya mengerjakan tugas. Sisanya anak-anak sekolah menengah atas dan anak kuliahan, serta bayi-bayi yang lebih mungil dari Cloe sehingga masih belum bisa diajak bermain oleh Jungkook.
"Annyeong." Itu sapaan pertama dari Taehyung saat Jungkook masih asyik memperhatikannya sampai tak tahu bahwa Taehyung sudah ada dibalik pagar setinggi lehernya itu. Ternyata Taehyung lebih tinggi dari dirinya sejauh lima sampai sepuluh sentimeter.
"Uu-uh, Annyeong" Jungkook membalas sapa, tersenyum dan memperlihatkan gigi kelincinya yang putih bersih karena digosok pagi dan malam secara rutin tanpa terlewat. Taehyung balas tersenyum, senyumnya begitu lucu membentuk persegi dan memperlihatkan giginya yang rapi. Lelaki di hadapannya mengenakan kaus merah berlogo LEGO dan celana denim pendek kumal serta sepatu kets yang Jungkook tak yakin mereknya apa. Taehyung terlihat begitu kasual dan menarik perhatian di saat yang bersamaan, belum lagi rambutnya yang bukan hitam membuat Jungkook mempertanyakan apa Taehyung blasteran atau murni Korea. "Taehyung, namamu?"
"Jungkook, Jeon Jungkook" Jungkook mengambil tangan Taehyung yang mengulur di atas pagar sambil berjinjit dan melebarkan senyumnya saat mereka berjabat tangan dan saling mengisyaratkan untuk pertemanan.
"Kuharap kita bisa berteman dengan baik, Jungkook-ah"
.
.
Dan ya, mereka berteman dengan amat sangat baik. Di hari pertama mereka bertemu mereka sudah berkeliling desa dengan sepeda setelah Taehyung merengek pada ibunya untuk meminta pegawai mengeluarkan sepedanya dari truk dengan cepat. Mereka pergi ke segala tempat—danau, sungai, bahkan hutan di pinggir desa yang banyak rusa-rusa dan ada rumah pohon sederhana buatan ayah Jungkook disana. Pulangnya, mereka sudah disambut oleh acara makan-makan kecil di rumah baru Taehyung dan disana ada orang tua Jungkook yang hadir, ibu Cloe beserta Cloe-nya, juga ada Seokjin hyung dan ibunya yang mengenakan baju berwarna sama.
Di hari-hari berikutnya pun tak dapat dilewatkan tanpa adanya waktu main berdua dari waktu pulang sekolah sampai senja menjelang. Ternyata Taehyung dua tahun lebih tua dari Jungkook dan itu membuat Jungkook harus menunggu Taehyung pulang sekolah karena memang jadwal pulang anak kelas satu dan tiga berbeda. Ada begitu banyak hal yang dapat dimainkan dalam enam jam masa bermain mereka, mulai dari memanjat pohon, bermain LEGO, membuat rumah-rumahan dari sprei di jemuran dan mengakibatkan amukan kedua ibunda bocah-bocah ini.
Terkadang jika hujan, mereka akan bermain indoor baik di rumah Taehyung atau Jungkook dan mendapat amukan kembali jika mendapati rumahnya berantakan. Atau mereka hanya akan bermain surat-suratan via jendela kamar mereka yang kebetulan berhadapan dan hanya dibatasi halaman juga pagar pendek. Permainan favorit Jungkook adalah playstasion, karena hanya ini mainan yang yang bisa Jungkook menangi dari Taehyung dan membuatnya bisa mengejek Taehyung. Karena selama ini hanya Ia yang diledek masih kecil, pendek, dan sebagainya. Taehyung akan selalu menang dalam berbagai permainan papan maupun balapan, Taehyung mengerti seluruh pelajaran dan berbaik hati mengajarkannya pada Jungkook sehingga beban Seokjin yang sudah mulai sibuk sendiri itu berkurang.
Jungkook begitu memuji Taehyung, kebaikannya, kebisaannya dalam segala hal—kecuali bermain playstasion dan berkata dengan logis, bahkan wajahnya yang begitu tampan untuk ukuran anak sembilan tahun. Jungkook kecil belum tahu apa arti menyukai atau bahkan mencintai, maka sebab itu Jungkook hanya mengklaim dirinya mengagumi Taehyung sebagai seorang kakak yang patut di contoh.
.
.
"Hyung,"
Taehyung mendehem kecil, tangannya sibuk pada sebuah bangunan setinggi pahanya berwarna merah-kuning-hijau-biru yang terbuat dari balok-balok LEGO dan sebentar lagi akan ditancap bendera untuk kemudian diberi nama 'Kerajaan Kim Taehyung'. "Kau tahu... kita sudah cukup besar untuk memainkan LEGO."
Itu Jungkook, yang usianya sudah menggamit dua belas tahun dan sudah lulus sekolah dasar, menunggu pengumuman masuk sekolah menengah pertama favoritnya yang sama dengan Taehyung duduki saat ini. "Tepatnya kau hyung, aku masih dalam kategori umurnya." Kata Jungkook sambil membaca bungkus LEGO yang bertuliskan 'For childern under 12 y.o'
"Bocah," Taehyung menancapkan benderanya di atas kerajaan sederhananya dan berbalik pada Jungkook yang sedaritadi setia menatapi punggungnya, mendekatkan duduknya pada Jungkook dan bersila di hadapannya yang berpose sama. "Jadi kau mau egois main LEGO sendiri sampai bulan september nanti?"
"Bu-bukan begitu.." Jungkook manyun, dan satu sisi senang Taehyung ingat bulan ulang tahunnya—biasanya Taehyung lupa dan ibunya yang akan mengingatkannya, "Bisakah kita memainkan permainan yang lebih dewasa?"
Taehyung mengernyit, dia sudah empat belas tahun dan dia mengerti dua konteks dewasa berbeda yang Ia ketahui beberapa bulan setelah pertama masuk sekolah menengah pertama. Yang pertama, dewasa dalam konteks sudah besar, pemikiran matang, tingkah laku bijak, dan lainnya yang menggambarkan kejenuhan kehidupan orang dewasa. Dan yang kedua—Taehyung meneguk lidahnya saat memikirkan ini, yang kedua tentu saja konteks dewasa yang lebih menyenangkan. "Dewasa.. bagaimana?"
"Kita bermain kartu, atau jalan-jalan ke kota misalnya atau bermain skateboard," Jungkook memikirkan hal-hal menyenangkan yang dapat dilakukan dengan tubuhnya yang sudah tumbuh cukup tinggi dan empat sentimeter lagi akan menyamai tinggi Taehyung. "Apapun hyung asal jangan main LEGO dan rumah-rumahan seperti anak SD."
"Kau juga anak SD Kookie," Taehyung menghembus nafas, Jungkook masih sepolos yang Ia tahu dan tak ketularan noda seperti dirinya yang nonton porno di umur dua belas. "Minggu depan aku anak SMP!" Jungkook menyentak keras, tangannya dilipat di depan dada setelah melempar bungkus LEGO asal ke sampingnya. Bibirnya mengerucut lucu sehingga Taehyung gemas ingin mencubit pipinya. "Masih minggu depan, belum resmi sekarang."
"Ayolah Tae," Taehyung melotot mendengar namanya dipanggil tanpa sufikasi kakak lelaki lebih tua dan Jungkook menatapnya amarah, "Kita hanya perlu main skateboard dan jalan-jalan ke kota lalu berhenti memainkan permainan bodoh ini."
"Oke, kita akan memainkan permainan yang lebih dewasa," Taehyung tersenyum tipis dan itu membuat Jungkook bingung, "Tapi tadi pagi kata berita akan ada badai yang datang jadi kita tidak bisa main skateboard atau jalan-jalan."
"Jadi apa yang akan kita mainkan?" Jungkook mengerucut lagi, entah sudah yang keberapa kalinya dan Ia memandang sedih ke luar jendela yang awannya sudah saling bergemuruh dan mengelabu. Taehyung terdiam, sesuatu terbesit dalam pikirannya dan Ia yakin akan melakukan hal itu kepada Jungkook. Atau lebih tepatnya, mengenalkan kedewasaan pada Jungkook. "Mau kuajarkan yang biasa dilakukan orang dewasa?"
"Memangnya kau mau mengajarkanku yang seperti apa?" Kata Jungkook sambil menatap Taehyung sinis, Ia sudah sebal setengah mati karena tidak bisa belajar skateboard yang baru saja dibelikan oleh ayahnya karena badai sialan yang meruntuhkan semua moodnya.
Taehyung mengangkat alisnya, lalu tersenyum sekilas dan mendekatkan kepalanya ke arah wajah Jungkook untuk kemudian diraih tengkuknya, "Seperti ini,"
Detik berikutnya bibir Taehyung sudah bertemu dengan bibir Jungkook, menempel lembut tanpa tekanan dan sungguhan ciuman cinta pertama. Jungkook membulat mata dan tangannya dengan lemah memukul dada Tahyung, merasakan degup jantungnya yang menggila dan aliran darahnya yang saling berpacu. Kelopaknya kian menutup saat Tahyung lebih menekan tengkuk Jungkook untuk merapatkan ciuman, memberikan impuls-impuls yang membuat tangan Jungkook begitu bergetar saat bersandar di dada Taehyung.
"Nah," Katanya terengah, sambil menarik mundur kepalanya yang mabuk kepayang ulah dirinya sendiri. "Itu yang mau aku tunjukan padamu,"
Jungkook juga terengah, wajahnya memerah sampai ke telinga dan kepalanya menunduk. Tangannya masih setia bertopang pada dada Tahyung menahan agar tubuhnya tak ambruk ke depan menubruk tubuh tetangganya. Jungkook tahu, sangat tahu bahwa ciuman adalah hal yang dilakukan oleh orang dewasa. Ayah dan ibunya tak jarang melakukan itu di hadapan Jungkook, dan Jungkook pun senang karena pertanda orangtuanya saling menyayangi. Ia juga sering mendapat kecupan di bibir dari ibunya, atau bahkan Cloe.
Tapi yang ini berbeda, berbeda sekali. Tangannya berkeringat bahkan pelipisnya, jantungnya meronta ingin keluar dan pikirannya kacau. Ia tak mengerti kenapa Taehyung melakukan itu, kakaknya—panutannya, melakukan hal itu. Karena yang Jungkook tahu, ciuman adalah tanda dari sebuah kasih sayang. Dan Jungkook tak yakin Taehyung tengah memberikan hal itu.
"Bagaimana?" Tanya Taehyung, tanpa tersirat dosa ataupun lainnya dari matanya, bibirnya menyungging senyum dan alisnya terangkat, setelah itu Jungkook mengangkat kepalanya. "Bu-bukan hal dewasa seperti itu!"
Taehyung tertawa berat, dan Jungkook memukulinya sampai Ia tertindih di lantai. Ia kira Jungkook akan ngambek dan tidak mau bertatap wajah lagi dengannya. Namun hasilnya sesuai perkiraannya yang satunya.
.
.
Jungkook berusia empat belas tahun saat Taehyung berusia enam belas tahun dan sudah masuk sekolah menengah akhir. Keduanya masih sering bermain bersama meski hanya mengobrol dan mengerjakan tugas, tidak membuat rumah-rumahan atau main di rumah pohon sempit yang kini sudah lapuk di makan usia. Taehyung adalah remaja yang mendapat anugerah dari Tuhan, dengan ketampanan yang bertambah dan badan yang bagus, tidak terlalu kurus ataupun gendut meski belum terbentuk otot-ototnya. Jungkook pun sama, tingginya sekarang hampir menyamai Taehyung dan Ia bangga akan hal itu.
Jungkook merasa rasa kagumnya pada Taehyung semakin bertambah saat menginjak dewasa, Taehyung semakin pintar dan jago bermain playstasion—meski sekarang Jungkook yang lebih jago balapan sepeda tapi tetap saja, Taehyung adalah panutan baginya. Pernah suatu ketika kaki Jungkook patah karena terjatuh dari rumah pohon saat mereka mengambil beberapa mainan disana untuk dibawa pulang, dan itu murni kecelakaan karena Taehyung tak sengaja menyenggol Jungkook. Dan saat itu Taehyung dengan setia merawat Jungkook, datang setiap hari saat pulang sekolah ke kamarnya dan membawakan komik-komik yang Ia sewa dari toko buku dekat sekolahnya atau membawa beberapa snack yang bisa dimakan berdua sambil mengobrol atau bermain playstasion.
Nyonya Jeon sampai berterimakasih pada Taehyung karena Jungkook tidak down dan masih bersemangat seperti biasanya meski tidak bisa bersekolah satu bulan dan tertinggal begitu banyak pelajaran dan tugas. Dan dengan amat sangat baik hatinya lagi, Taehyung mengajarkan pelajaran yang tertinggal itu lewat buku-buku pegangan sekolah di rak buku Jungkook. Taehyung bahkan sempat membantunya buang air kecil meski Jungkook menolak mentah-mentah dan Taehyung tetap memaksa dan berakhir persetujuan dengan telinga Jungkook yang memerah.
"Jungkook-ah, kapan kau sembuh sih? Lama sekali." Kata Taehyung meratapi betis Jungkook yang masih diperban tebal dan gips tertanam di dalamnya. Jungkook ikut menatap ke kakinya, lalu tersenyum pada Taehyung, "Sebentar lagi kata dokter. Hmm, mungkin dua minggu lagi aku bisa membuka gipsku."
"Syukurlah." Taehyung membuang nafas, lalu menarik dirinya dari kursi di samping ranjang untuk ikut duduk berselonjor di sebelah Jungkook dan bersandar pada kepala ranjang. Taehyung merangkul pundak Jungkook lalu memejamkan matanya dengan tenang, "Aku bisa gila melihatmu tidak sekolah selama hampir dua bulan dan nanti kau akan kesekolah dengan tongkat, dan semua itu karena aku."
"Ayolah hyung," Jungkook menatap Taehyung, memandangi bulu mata hyungnya yang begitu panjang bila dilihat dari jarak sedekat ini. "Ini semua bukan salahmu, ini murni kecelakaan. Lagipula aku senang jadi tidak perlu ke sekolah dan mendapat banyak tugas."
"Yaa kau tidak boleh begitu, pendidikan itu penting—"
"Ya, ya aku tahu hyung, aku tahu." Jungkook memotong perkataan Taehyung sambil terkekeh, jika sudah membahas soal kemalasan Jungkook dengan belajar pasti Taehyung akfan memulai ceramah panjang lebarnya soal pentingnya belajar juga pendidikan untuk meraih cita-citamu dan bla bla bla lainnya. "Lagipula hyung, aku cedera begini kau juga jadi lebih perhatian padaku. Tak mengejekku lagi."
Taehyung terkekeh, tawa Jungkook memang selalu seperti itu, begitu cerah dan menular. Taehyung menyamankan duduknya dengan masih merangkul Jungkook, lalu telunjuknya di arahkan ke dada Jungkook sambil menunjuk-nunjuknya. "Kau masih bayi Jungkook-ah, masih perlu perawatan telaten supaya kulitmu tetap halus dan rambutmu tetap lembut, apalagi kaki bayi kecilku ini sedang sakit. Aigoo, pasti adik bayi kecil kesakitan, kan?"
"Ya! Aku bukan bayi!" Bibir Jungkook mengerucut lucu dan tangannya Ia gunakan untuk memukul paha Taehyung yang terpampang akibat celana pendeknya yang tersingkap. Ia tidak suka dianggap anak kecil, bocah, dan apalagi ini bayi ya Tuhan Jungkook sudah masuk usia remaja.
"Ampun, Ampun! Iya iya kau bukan bayi Jungkookie,tapi balita. Bagaimana?"
"Terserah!" Jungkook melipat kedua tangannya di depan dada dan memalingkan wajah. Taehyung tertawa gemas, menggoda Jungkook adalah hal terbaik di dunia karena Jungkook begitu menggemaskan saat marah dan poutnya yang begitu imut membuat Taehyung ingin saja memeluk Jungkook sepanjang hidupnya.
"Maafkan aku Jungkookie," Kata Taehyung masih mencoba menetralkan tawanya agar Jungkook tidak berakhir ngambek dan mendiamkan Taehyung selama tiga hari—ini pernah terjadi saat Taehyung lupa ulang tahun Jungkook dan berakhir baikan dalam tiga hari setelah Taehyung menyogok Jungkook dengan komik Naruto volume terbaru yang Ia beli dengan susah payah. "Sebagai permintaan maaf, aku akan mengajakmu jalan-jalan."
"Dengan apa? Kuda terbang?" Kata Jungkook mengejek, Ia tahu Ia tidak bisa berjalan dan belum bisa menggunakan tongkat. Diajak berjalan-jalan sama saja menawarkan diri untuk menggendong Jungkook pulang pergi. "Kugendong, serius."
"Kau ini kurus hyung, kalau tulang punggungmu patah karena aku bagaimana?"
"Berat badanku lima puluh tujuh dan kau empat puluh delapan, aku masih lebih berat darimu sebelas kilogram. Kurus bilang kurus, bercerminlah karena disini kau yang kurang gizi." Badan Jungkook memang lebih kecil karena mengertilah Taehyung mengalami pubertas duluan yang mengakibatkan tubuhnya lebih cepat berkembang dari Jungkook yang masih kurus kecil di kelas dua sekolah menengah pertama ini.
Taehyung bangkit dari kasur, berdiri membelakangi sisi ranjang saat Jungkook terus memperhatikannya tanpa bergerak. "Ayo cepat, keburu sore dan kita kehilangan waktu untuk membeli burger paman Sam"
Jungkook tersenyum lalu menyeret badannya ke pinggir ranjang, menggantung kakinya lalu meraih pundak Taehyung untuk kemudian dipeluknya sampai leher. Tanpa ragu Taehyung mengangkat tubuh Jungkook dan dilingkarkannya kaki Jungkook yang sulit digerakkan itu ke pinggangnya, memastikan semuanya aman sebelum berjalan keluar rumah dengan Jungkook yang mengomel bahwa dia sekarang terlihat seperti perempuan.
Taehyung membawa Jungkook di punggungnya ke kedai hamburger paman Sam seperti yang tadi Ia janjikan, menikmati hangatnya matahari sore musim semi sambil mengunyah ham dengan saus mayonaise dan saus tomat serta irisan tomat dan daun selada yang renyah di mulut. Mereka pulang setelah pergi ke danau sebentar untuk melihat sunset yang sudah lama tak Jungkook lihat bersama Taehyung. Jungkook masih berada di gendongan Taehyung saat ayahnya berteriak dengan amarah untuk cepat kemari dan ada ayah Taehyung juga disana dengan emosi yang sama.
"Lihat? Anakmu lah yang membuat anakku cacat, Ia tida bisa sekolah sampai dua belan kedepan." Kata Tuan Jeon saat Taehyung membawa Jungkook ke dekat ayahnya, keduanya melongo dan tidak menegerti apa yang sedang terjadi. Kemudian Nyonya Jeon dengan terburu menghampiri Jungkook untuk memapahnya masuk ke dalam rumah.
Jungkook masih tak mengerti apa yang terjadi, tapi Ia juga dapat mendengar Tuan Kim yang menyentak Taehyung untuk segera masuk ke dalam rumah juga. Dari jendela kamarnya yang terbuka, sayup-sayup Jungkook dapat mendengar percakapan penuh emosi di antara kedua ayah tersebut, sesekali namanya juga Taehyung disebut di sela-sela pekikan amarah ayahnya dan ayah Taehyung.
"Anakmu itu pengaruh buruk anakku, jangan banggakan anakmu yang bodoh itu."
"Anakmu yang membuat anakku malas belajar, bermain sepanjang waktu bahkan tak mendengar ucapan orang tuanya!"
"Dengar ya, Taehyung tidak punya temen di SMA dan itu karena dia terlalu mengasihani anakmu yang bodoh itu!"
"Itu urusan Taehyung, dan Jungkook tak ada sangkut pautnya. Memangnya kau tahu apa soal anakku?"
Jungkook menengang, matanya membulat saat mendengar kalimat bahwa Taehyung tak punya teman. Hatinya terasa ditusuk-tusuk belati mendengar perdebatan ayahnya dan ayah Taehyung yang begitu menjadikannya tersangka dan memekakkan telinganya. Beberapa saat kemudian, perdebatan itu reda dan Tuan Jeon masuk dengan mata yang masih memerah juga amarah yang masih meluap-luap.
"Jika aku masih melihatmu bersama Taehyung, jangan harap aku menganggapmu menjadi anakku." Dan kata-kata itu diakhiri oleh gebrakkan pintu kamar Jungkook yang berdebum begitu keras membuat pajangan di dinding sekitar pintu bergetar.
Jungkook menangis, tidak mengerti apa yang terjadi secara tiba-tiba dan menyangkutpautkan dirinya juga Taehyung. Jungkook tidak bisa tidak berteman dengan Taehyung, tidak bertemu dengannya, tidak bermain dengannya. Tidak, Jungkook tidak bisa. Isakannya semakin keras saat ibunya masuk dan memeluknya, merapalkan ucapan penenang yang membuat isakannya mengecil meski air matanya tetap turun.
"Mianhae, Jungkook-ah. Kau juga Taehyung jadi terlibat masalah ini." Jungkook ingin bertanya apa yang terjadi tapi mulutnya masih begitu kelu dan malah terus menerus mengeluarkan isak tangis yang membuat ibunya makin erat merengkuhnya. "Ayahmu dan ayahnya Taehyung akhir-akhir ini sering bertengkar dan tadi mereka membawa-bawa namamu juga Taehyung. Maafkan ayah ya, Jungkook?"
Jungkook tak menjawab, karena jika memafkan ayahnya pun, Taehyung akan tetap pindah rumah keesokan harinya. Ya, dua truk perusahaan jasa pindah rumah datang untuk mengepak barang-barang keluarga Kim dan Jungkook tak melihat Taehyung sama sekali dan dimanapun. Taehyung tak mendatanginya, tidak mengucapkan selamat tinggal atau sekedar menaruh tulisan di jendela kamarnya agar Jungkook bisa membacanya.
Karena jika Ia memafkan ayahnya pun, Ia tetap tidak bisa melihat Taehyung, untuk tahun yang banyak kedepannya.
.
Karena bodohnya Jungkook baru tersadar saat Taehyung pergi,
bahwa Ia menyukainya.
.
TO BE CONTINUED
.
.
Kkeut/? Ini bakal jadi trilogy sesuai mv nya hoho, rated M in chap 2 but a lil bit explicit,
Hope you like this vkook ff, review juseyo!
[overflakkie, 2016]