osomatsu-san © akatsuka fujio. saya tidak mengambil keuntungan apa-apa dari pembuatan fanfiksi ini.
a/n: bisa jadi ooc. supernatural au. kachaw. etc etc. dari prompts: do you ever want to go home, but don't know where is the home?
"Harusnya kau tidak menjemputku,"
Osomatsu di depan setir meliriknya sebentar, tersenyum menyebalkan. Ichimatsu tahu kaki kakak kembarnya sedang bergerak-gerak bosan sekalipun ada rem dan gas yang harus dikendalikan, dia bahkan tidak perlu melihatnya untuk tahu. Kepalang hapal.
"Ah, masa? Kau kan tidak lanjut kuliah ini. Apa salahnya?" Mata Osomatsu menari-nari menyusuri jalanan lengang di hadapan.
"Cih," Ichimatsu berdecak kesal. "Aku mau, tahu. Tapi tidak diterima. Belum."
"Itu artinya kau tolol!"
"Brengsek! Mati kau!" teriakannya nyaring membelah sunyi. "Seperti kau pintar saja. Semua juga tahu otakmu itu otak judi."
Osomatsu terkekeh. "Yah, setidaknya aku lebih mudah bersosialisasi daripada kau. Lagi pula, bukankah kau harusnya berterimakasih padaku? Kau tidak punya teman, kan? Di apartemenmu itu kau ngapain saja memang?"
"Enak saja. Aku punya teman. Banyak. Mendekam sendirian pun lebih menyenangkan dibanding berkendara sepanjang hari dan menjadi pemburu hantu amatiran tanpa bayaran, kalau mau tahu."
Ada yang berubah dari raut Osomatsu dan Ichimatsu berharap dia tidak menyemburkan kalimat terakhirnya sedingin tadi.
"Tapi kan, kautahu sendiri, Ayah—"
"—mengelilingi seantero negeri untuk mencari iblis itu? Yang membunuh kembaran kita yang lain di malam Ibu pergi? Tidak perlu kau ulang-ulang. Aku sudah tahu."
"Kau melihatnya," Osomatsu mengangkat bahu. "Kau melihatnya, Ichimatsu. Kau lihat sendiri bagaimana iblis itu memanggang Karamatsu dan yang lain."
Ichimatsu menghela napas. "Ya," katanya, mengambil jeda yang cukup panjang sebelum meneruskan. "Tapi aku ingin berhenti. Aku ingin pulang."
Sebab Ichimatsu ingin menjadi orang normal pada umumnya; pergi dan bermain sepuas hati, tertawa dan jatuh hati, menangis dan patah hati, lalu kembali, pulang ke rumah pada dini hari. Hujan berjatuhan mengetuk-ngetuk jendela mobil dan Ichimatsu ingin pulang. Ingin kembali ke rumah. Beristirahat. Merebahkan diri.
Tapi di tengah laju Impala dan fenomena supernatural di seluruh kota, makna rumah mengabur dan hilang begitu saja. Bangunan yang mereka jadikan tempat bernaung sudah lama ditinggalkan, berganti pemilik. Hidup mereka tidak pernah terkait dengan suatu tempat. Tidak pernah. Osomatsu dan Ichimatsu adalah dua entitas yang terlunta-lunta di tengah kehidupan, tersesat, hilang. Ke sana, ke sini. Membasmi setan tidak tahu diri. Apa yang mereka punya selain Impala tua, gen kriminal dan satu sama lain? Tidak ada.
Ichimatsu (dan barangkali Osomatsu juga) ingin pulang ke rumah, tapi mereka tidak punya.
[ rumah itu sudah hangus bertahun-tahun lalu. berubah menjadi debu bersama empat nyawa tak beruntung. ]
terima kasih telah membaca!