.

.

.

Ibarat air mendidih yang suhunya mencapai 100 Celcius mungkin kepala seseorang yang tengah meringkuk disudut ranjang sana tak akan ada henti-hentinya mengeluarkan uap panas berdenging, menandakan sesuatu yang memanas semakin mencapai puncaknya.

Lihatlah seorang Yamanaka Ino sekarang, sosoknya yang belum mandi dengan rambut acak-acakan tengah bergelut dengan perasaan bercampur aduk didadanya.

Jika separuh bagian tubuhnya terkena sayatan pisau seorang Ino tidak akan merasakan sakit sedikitpun, iya bersumpah.

Aaaaaaaaaaa!!!!!

Perhatikan sekali lagi, anak itu kini membanting-banting tubuhnya diatas Springbed, sambil menjambak rambut panjangnya sekuat mungkin.

Tokk Tokk Tokk

"Ino ayo bangun. Sarapan sudah siap!"

Seolah tersadar, dengan wajah mengerikannya ia menoleh kearah pintu yang masi tertutup. "Hai buuu"

Dan untungnya sang ibu tidak melihat secara langsung penampilan Ino sekarang, jika tidak, kalian sudah bisa menebak suara ribut apa yang akan menyapa indera pendengar kalian sepagi ini.

oOoOo

Sejak beberapa menit lalu pria yang akrab disapa Tobirama ini menikmati suasana hening yang melingkupi sekitarnya.

Seraya mengetuk-ngetuk cangkirnya iris mata Tobirama masih berpusat pada satu arah.

Drrt Drrt Drrrt

Oke! Suara barusan adalah getar ponselnya, tanpa mengalihkan pandangannya Tobirama dengan santai meraih ponsel disaku celananya lalu kemudian mengangkatnya.

"Moshi Moshi, Sensei aku ada didepan rumahmu"

Tobirama bergeming, "Baiklah, tunggu disitu Ino"

Tobirama berjalan keluar, melangkah menuju pintu utama, lalu kemudian membuka pintu.

Berdiri seorang remaja cantik didepannya, tubuh berisinya yang indah dihiasi rambut pirang yang digerai dibawah bahu, Tobirama mengakui jika wanita ini memang yang paling cantik.

Saat ini Yamanaka Ino lebih terlihat seperti seorang wanita dewasa yang sangat cantik daripada terlihat seperti seorang remaja SMA.

Betapa indahnya sosok wanita didepannya ini.

"Silahkan masuk" Tobirama menyunggingkan senyum kecil.

Dan dengan senang hati Ino melangkah masuk, "Hai Sensei"

"Wahh perabotan rumah ini begitu lengkap sensei, apa Sensei yang membeli ini semua?" tanya Ino mencoba mengusir suasana canggung yang memenuhi hatinya.

Jika boleh jujur Ino sebenarnya ingin berlari sekencang-kencangnya, mencari dimana letak jurang, kemudian melompat sambil meneriakan kata 'Aaaaaaaa!'.

Hey ia gugup sekali, jika kau ingin tahu badannya diselimuti hawa panas dingin sekarang.

Ia bertanya-tanya seperti inikah rasanya berpacaran dengan Tobirama?

Seperti inikah suasana yang tercipta ketika menjadi pacar seorang Tobirama?

"Ino"

"Oh ya Sensei?" dengan keterkejutannya Ino menoleh.

"Mau minum apa?"

Ino menggeleng, "Aku bisa mengambil sendiri Sensei terima kasih"

Tobirama tersenyum kecil, "Baiklah, kalau begitu ayo masuk kita duduk diruang TV"

"Baik Sensei"

Ino mengikuti Tobirama, hingga sampai diruang tengah, Ino dipersilahkan duduk terlebih dahulu.

Sementara Tobirama menyalakan TV, memindah satu persatu acara TV yang menarik perhatiannya, Tobirama kemudian meletakan remote disamping TV kemudian duduk tepat disamping Ino.

Dan dengan santai menopang sikunya disofa, jangan tanyakan kondisi Ino saat ini, tubuhnya tengah mematung kini, nafasnya bahkan setengah tertahan.

"Sudah sarapan Ino?"

Ino mengangguk,"Sudah, Sensei bagaimana?"

Tobirama menatap Ino, "Sudah, tapi jika kau belum sarapan aku akan menemanimu"

Pipi Ino seketika bersemu, sebelah tangannya meremas kuat pinggiran sofa, jika Tobirama membuatnya tersipu terus ia tidak bisa berjanji untuk tidak akan pingsan sebentar lagi, sungguh Ino tidak kuat menghadapi rayuan kecil namun maut dari Tobirama.

Terasa menyesakan, seolah ada batu besar yang menghimpitnya hingga membuatnya susah bernafas.

"A- aku sudah sarapan S- sensei"

Tobirama menoleh seraya mengernyit, "Ada apa Ino? Kenapa bicaramu tersendat?"

Ino membeku, ia tidak tahu ingin menjawab apa, yang membuatnya sulit berbicara itu karena Tobirama yang terlihat begitu keren dan tampan ditambah lagi diperlakukan dengan istimewa seperti tadi, andai Tobirama tahu penyebabnya Tobirama tidak perlu menanyakan tingkah laku yang dirinya timbulkan kan.

Mati saja Ino sekarang.

"Baiklah, saatnya kita berbicara dengan serius"

"Aku memilih rumah ini sebagai tempat pertemuan kita, agar salah satu diantara kita lebih leluasa membahas hal penting yang menyangkut masa depan hubungan yang akan kita jalani"

"Intinya kita saling terbuka, aku ingin mendengar sendiri seperti apa perasaanmu sebenarnya"

Ino menunduk malu, sedangkan Tobirama kini menghadap Ino.

"Jadi, apa kau benar-benar siap menjalin hubungan denganku"

Ino menatap Tobirama dan mengangguk pelan, "I- iya Sensei"

Tobirama mengangguk,"Kalau begitu aku akan melamarmu"

Ino membeku sekali lagi, ia terkejut bukan kepalang, ia malu sekaligus senang, tapi menurutnya ini terlalu cepat, tapi jika Tobirama mengajaknya menikah dalam waktu dekat ini ia akan menerima saja.

"Aku akan menemui kedua orang tuamu nanti"

Tobirama kembali menatap Ino.

"Apa kau keberatan, Ino?" tanya Tobirama.

Ino menggeleng gugup."T- tidak Sensei aku akan mengikuti kata-kata Sensei jika itu baik untukku"

Tobirama menyunggingkan senyum tipis,"Sokka bagus"

Tobirama mengelus puncak kepala Ino seraya menggumam,"Lugu ya"

"Aku suka" ujar Tobirama, sebelah tangannya kini turun meraba lengan Ino, memijitnya pelan kemudian turun meremas bagian pinggang Ino.

Untuk yang kesekian kalinya Ino membatu.

"Ino"

"I- iya Sensei" sahutnya gemetaran.

"Aku ingin kau jujur dengan kehidupan pribadimu, aku ingin mengetahui masa lalumu sebelum memulai hubungan yang serius denganku"

"Aku pikir kau mengerti maksudku, kita pernah melakukan hubungan yang sangat intim sebelumnya, jadi aku ingin mendengar pengakuanmu secara langsung"

Ino menarik nafasnya gusar, perasaan malu tiada henti-hentinya menghujaminya, jika maksud Tobirama adalah adegan seks mereka yang sebelumnya Ino keberatan untuk menjelaskan, karena Tobirama tidak mengetahui seberapa keras Ino menepis kenangan itu, kalau boleh ia teriak ia akan meneriakan kalimat "malu" sampai ia benar-benar lupa dengan kejadian itu.

Bahkan hubungan intim yang terjadi antara ia dan Tobirama waktu itu terjadi begitu saja, Ino bahkan sempat heran dengan dirinya sendiri.

Sebut saja waktu itu ia terbawa suasana.

"M- maksud Sensei "

"Siapa yang mengambil keperawananmu, aku ingin tahu siapa pria beruntung itu, aku hanya akan menanyakan hal ini sekali dan tidak akan menanyakan lagi, jadi kuminta jawab yang sejujur-jujurnya Ino"

Ino menunduk, ia malu sekali, dipaksa mengingat kembali kenangan buruk itu lagi rasanya Ino ingin mati saja.

"S- sasori Senpai S- sensei"

Tobirama mengangguk,"Berapa kali kalian melakukannya" tanya Tobirama, kali ini terdengar menuntut.

"T- tidak tau S- sensei, itu sudah terjadi sering kali-" Ino semakin menunduk.

"Begitu, dimana kalian melakukannya?"

Ino menahan airmatanya agar tidak jatuh, ia malu sekaligus menyesal, ia baru menyadari jika yang dilakukannya dimasa lalu adalah sebuah kesalahan besar yang bodoh.

Kenikmatan yang dirasakan hanya sesaat tidak memberi keuntungan apa-apa untuknya, malah semakin menjatuhkan harga dirinya didepan orang yang benar-benar serius ingin berhubungan dengannya.

Andai ia tahu pria masa lalunya itu bukan jodohnya, ia tidak akan pernah mau melakukannya, ia menyesal.

"D- di rumahnya, pernah 2 kali dirumahku Sensei"

Tobirama memandang lurus kedepan,"Jadi paling sering dirumah si pria ya"

Ino menunduk diam.

"Lalu setelah dengan Sasori apa ada lagi yang lain" Tanya Tobirama, Bibir Ino bergetar.

Kalau boleh ia ingin menyudahi pembahasan ini, Ino rasanya tidak sanggup untuk berbicara.

"Ino" Tobirama menginterupsi, meminta jawaban darinya.

"U- uchiha Itachi" jawab Ino bergetar.

Tobirama kini menatapnya, tatapan yang seolah menguliti itu terlihat melukiskan sebuah kalimat tidak terima.

"Berapa kali" kali ini terdengar dingin, Ino sangat mengerti, ia tahu saat ini harga dirinya sudah benar-benar hancur didepan Tobirama.

Airmata Ino jatuh tak tertahan.

"Ino" Tobirama kembali menginterupsi.

"Empat kali Sensei" jawabnya sembari terisak, bulir airmata semakin deras menjatuhi pipinya.

"Ada lagi"

Ino menggeleng,"Sensei yang terakhir.."

Ino tidak dapat membendung airmatanya lagi, isakan kini lolos dari bibirnya, ia tidak mampu lagi untuk berbicara.

Sungguh ia menyesal, andai waktu bisa diulang ia tidak akan pernah mau termakan rayuan siapapun, kini dirinya harus menanggung malu dihadapan seseorang yang ingin melamarnya.

Secara mengejutkan Tobirama meraih dan menggenggam tangannya,"Sudah"

"Tidak apa-apa, hal kelam yang terjadi dimasa lalumu adalah sebuah kesalahan"

"Meski begitu aku tidak berubah, aku akan menerimamu apa adanya" tangis Ino semakin pecah, ia benar-benar malu, ia tidak tahu ingin menjawab apa, ia sudah terlanjur malu.

"Asal kau berjanji tidak akan mengulangi dengan orang yang sama, apa kau mengerti maksudku Ino"

Ino mengangguk terisak.

"Jika suatu saat kau bertemu dengan salah satu dari mereka aku ingin kau sebisa mungkin menghindar, dan apabila terjadi dan kau sampai berinteraksi dengan mereka aku tidak akan mengampunimu, kau tahu pada saat itu juga hubungan kita berakhir"

Ino masih menangis, airmata demi airmata masih membanjiri pipinya, Tobirama hanya memperhatikan saja, ia tidak memiliki niat untuk mengusapnya.

Ia tidak tahu apakah airmata yang mengalir itu keluar dengan tulus atau tidak.

"Aku tidak menyukai penghianatan, kau tahu seorang penghianat dimataku terlihat lebih rendah dari mahkluk hidup yang tidak bernyawa"

"Dan secepat mungkin harus dimusnahkan sebelum lebih lama menodai pandanganku"

Tobirama menggenggam kedua tangan Ino.

Disela-sela tangisnya Ino terpaku, ia berpikir jika harus berhati-hati dalam bertindak mulai sekarang, kalimat Tobirama terdengar mengerikan ditelinganya.

"Kita jalani hubungan ini, kita tanamkan rasa saling percaya, aku berikan kepercayaan padamu dan kau pun sama"

"Tapi bukan berarti kau bebas melakukan apapun tanpa ijin dibelakangku Ino"

Ino mengangguk sembari menjawab dengan bibir bergetar,"Baik~"

Tobirama mencium punggung tangan Ino kemudian mengulas senyuman hangat.

"Kita jalani ya"

Ino mengusap airmatanya kemudian membalas senyum Tobirama.

"Iya.. Sensei" jawabnya terisak.

Tobirama tertawa kecil,"Sensei Ka?"

"Saat menjadi kekasihku pun kau masih memanggilku Sensei? Bahkan saat dirumah?"

Ino menatap Tobirama dengan pandangan bingung, mata sembab Ino kini balik menarik perhatian Tobirama, melihatnya Tobirama jadi iba, ia tidak tega.

"Panggil aku dengan panggilan yang lain, sayang"

Ino tersipu malu.

"Bagaimana kalau Tobirama Oni-Chan? Atau Tobirama-Kun atau Tobirama Oni"

"Terserah padamu saja.."

Tobirama mengetuk dahi Ino dan kemudian meraih sebuah majalah dan membukanya dihadapan Ino.

"Kau lihat ini banyak sekali tawaran tempat berlibur, bagaimana kalau hari minggu nanti kita pergi berlibur?"

Ino mengangguk senang,"Iya aku mau Tobirama Oni-san"

"Baiklah hari minggu nanti kita pergi berlibur, tapi aku harus menemui orang tuamu terlebih dahulu, jadi jangan terlalu berharap"

Ino cemberut.

"Bertemu dan mengobrol tentang masa depan dengan orang tuamu lebih penting bukan"

"Iya Tobirama Oni-san"

Tobirama tertawa kecil,"Anak pintar"

Ino mencebikan bibirnya kesal, dibenaknya berputar kata 'Anak pintar' Tobirama mengatakan kalimat seperti itu seakan ia anak TK yang sedang marah lalu dirayu dengan sepotong Ice Cream.

Tobirama terlihat beranjak.

"Dikamarku banyak sekali buku materi kelas tiga Ino, kau boleh meminjam untuk dibawa pulang jika kau membutuhkan, aku baru memesan buku untuk ujian kelas tiga, atau nanti kalau ada waktu aku yang akan mengajarimu"

Ino mengangguk.

"Berapa bulan lagi kau akan mengikuti ujian kelulusan, jadi kau harus belajar, jika ada materi yang kau tidak mengerti tanyakan padaku, kurangi bertemu dengan teman-temanmu"

Ino mengangguk-angguk.

"Setelah ujian selesai baru aku mengijinkan kalian bertemu sepuasnya, aku kekamar kecil dulu"

"Baik Oni-San"

"Tapi kalau aku ajak teman-temanku belajar bersama bagaimana?"

Tobirama menoleh,"Boleh saja, aku mengijinkan kau bertemu dengan teman-temanmu jika tujuannya belajar bersama"

Ino tersenyum,"Baik Oni-san"

Tobirama kemudian pergi, meninggalkan Ino yang kini berdiri, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar Tobirama, ia melihat satu persatu kamar, dan dari tiga kamar yang ada ternyata kamar paling depan yang merupakan kamar Tobirama.

Kamar tersebut terlihat lebih luas, dan dipenuhi dengan almari dan rak buku, kemudian TV.

Rapi sekali.

Ino melangkah menuju Springbed, duduk dipinggirannya dan menepuk-nepuk area sekitarnya, dalam keadaan santai begini Ino rasanya malas untuk menyentuh buku, membuka bahkan membaca, ia terlalu malas.

Oh iya, sekarang dirinya resmi berpacaran dengan Tobirama kan, nah mungkin tidak ya pria itu mengajaknya untuk melakukan... itu.

Oke pipi Ino memerah malu sekarang, karena jika Tobirama menyusulnya kemari dan hanya ada berdua dengan Tobirama maka dapat dipastikan hal tersebut akan terjadi.

Apa jangan-jangan Tobirama menyuruhnya kemari adalah sebagian dari skenario yang dibuat Tobirama saja, dan maksud Tobirama sebenarnya adalah ingin menyentuhnya.

Aaaa tidakk!

"Ino?"

Deg Deg Deg!

Barusan suara Tobirama, terlihat disana Tobirama menutup pintu, dan... apa itu Tobirama menguncinya!

Tubuh Ino dalam sekejap diselimuti hawa dingin, ia tidak tahu ingin bersikap bagaimana, astagaaa ia tidak mampu membalas tatapan Tobirama.

"Ada apa denganmu? Kau sakit Ino?"

Ino menggeleng,"T- Tidak"

Tobirama duduk disofa lalu menatap Ino sebentar.

"Hn, oh ya apa kau sudah melihat lihat bukunya, disana banyak sekali soal ujian yang akan diambil untuk dijadikan soal ujian akhir, jadi aku mau kau mempelajarinya dengan baik"

Perasaan gugup mulai berkurang dibenak Ino, Tobirama sepertinya tidak berniat untuk menyentuhnya, lihatlah jika Tobirama berniat menyentuhnya Tobirama tidak akan duduk berjauhan dengannya.

"I- iya Oni-san"

Tobirama melangkah kearah rak buku, memilah beberapa buku disana kemudian mengambil dua buah buku lalu membawa buku tersebut mendekatinya.

"Ini pelajari"

Ino mau tak mau mengambilnya, ia malas sekali berurusan dengan buku, ia bahkan lebih senang jika yang dipelajari adalah kunci jawaban. Hahaha

Setelahnya Tobirama kembali kesofa.

"Jangan malas belajar, lulus dengan predikat nilai yang bagus adalah masa depanmu, apa kau ingin tetap berada diSMA selamanya?"

Ino menoleh lalu menggeleng.

"Tidak Tobirama Oni-san"

"Bagus, jadi pelajari ya"

"Iya Oni-San"

Suasana kemudian hening, tidak ada yang membuka suara, Tobirama bahkan, ia kini menyibukan diri dengan buku bacaan ditangannya.

Lama terdiam Ino pun memilih berbaring, ia bingung ingin melakukan apa, ia berbalik memunggungi Tobirama, ia tengah gugup sekarang, entah mengapa ia merasa area belakangnya seakan panas terbakar.

Ia perlahan menoleh, alis Ino mengernyit, Tobirama bahkan tidak meliriknya sama sekali Tobirama sepertinya masih saja fokus dengan buku ditangannya, lantas apa yang membuat area belakangnya seakan terbakar tadi?

Ia berpikir jika Tobirama lah pelakunya, ada kemungkina Tobirama menatapnya saat ia berbalik.

Ya kan?

Ino menghela nafas, atau dirinya saja yang kelewat percaya diri, andai Tobirama mengajak untuk berhubungan intim Ino tidak akan menolak.

Kkkkk~

"Ino.."

Ino terkejut, ditambah lagi sebuah tangan yang kini bertengger dibahunya.

"Tobirama Oni-San" gumam Ino kaget.

"Geser sedikit, aku ingin baring juga"

Ino pun bergeser memberikan tempat untuk Tobirama, dan Tobirama segera berbaring, merebahkan tubuhnya menghadap Ino.

Tiap desahan nafas Tobirama terdengar memburu, melihatnya Ino tersenyum nakal, Ino mengerti tanda apa itu.

Ino memeluk tubuh Tobirama dan dengan keberanian yang entah ia dapat darimana ia meremas selangkangan Tobirama yang mengeras.

Ino tertawa nista dalam hati.

"Kau ingin melakukannya?"

Ino hanya diam, ia lalu menarik tangannya namun seketika dihentikan oleh Tobirama, kini giliran tangan Tobirama yang masuk kedalam bajunya.

Sudut bibir Ino terangkat, ini yang ia tunggu-tunggu dari tadi.

"anghhhh~" Tobirama meremas payudaranya.

Tubuh Ino semakin memanas ketika Tobirama melepaskan seluruh atasannya, menaiki tubuhnya dan menghisap payudaranya secara bergantian.

"Sshh nghh"

Rasanya nikmat tiada tara, ini yang membuat Ino tidak bisa menolak ajakan untuk berhubungan seks, ia tidak mau memunafikan hatinya tapi percayalah seks adalah hal yang nikmat, ia tidak sanggup untuk mengatakan berhenti sekarang.

Tobirama menciumi area perutnya, melepas rok beserta dalamannya. Lalu mengangkangkan kedua pahanya, jari tangan Tobirama satu persatu masuk kedalam lubang vaginanya.

Mengeluar masukan jarinya disana dengan tempo cepat.

Terasa agak sakit tapi menyenangkan, dan kini berganti dengan lidah Tobirama yang menjilati vaginanya serta memasukan lidahnya kedalam lubangnya.

Ino tidak dapat menahan desahannya.

Ino menutup matanya saat Tobirama menoleh, dan secara reflek tubuhnya menggelinjang ketika merasakan benda keras mencoba masuk kedalam lubangnya.

"Ahhh~ "

Tobirama memasukan secara perlahan benda miliknya, sedangkan Ino kini menggeliat dibawah tubuh Tobirama.

Sambil meremas kedua belah dada Ino, Tobirama memaju mundurkan panggulnya.

Membuat Ino mendesah gila-gilaan sekarang, benda yang keluar masuk didalam lubang vaginanya membuat ia lupa akan segalanya, sudah berapa lama ia tidak menikmati ini.

"Haa~ ahhhh ahh"

Tobirama semakin mempercepat gerakannya.

Merasa bosan dengan posisinya Tobirama membalik tubuh Ino agar membelakanginya, kemudian memasukan kembali miliknya kelubang Ino dan mengeluar masukan benda miliknya secepat mungkin.

Tobirama menggenggam rambut Ino agar terus mendongak, Seringaian tercipta disudut bibir Tobirama, dibenaknya menyukai pemandangan saat ini, Ino terlihat sangat seksi meski tengah memunggunginya.

"Ohhh~" Tobirama menutup matanya.

Suara hentakan tubuh bagian bawah keduanya semakin terdengar jelas, menandakan betapa keduanya saling menikmati penyatuan tersebut, Ino kini mendesah, ia mengagumi jika ternyata seorang Tobirama begitu perkasa, Ino hampir dibuat gila, ia jadi sangat mencintai Tobirama, sangat mencintainya.

"Hmnghh~ ahh"

Tobirama kemudian mengganti posisi dengan ia yang kini berada dibawah, Ino pun menanggapi dengan cepat, kini ia berada diatas tubuh Tobirama, menggenggam milik Tobirama kemudian memasukannya kedalam lubang vaginanya.

"Sshhh h~ahhhh"

Kedua belah bibir Ino mendesah tak karuan, ia menaik turunkan tubuhnya dengan gerakan cepat membuat kedua belah payudara besarnya bergoyang tak tentu arah, dan hal tersebut menarik perhatian Tobirama, pemandangan indah bagi seorang Tobirama, dan dengan gemas ia meremasnya.

Seraya melayangkan tatapan kagum, dari tempatnya Tobirama melihat jika Ino terlihat beberapa kali lipat lebih cantik sekarang, kedua tangan Tobirama ganti meremas kedua bokong seksi Ino, betapa hebatnya seorang Ino saat ini dan Tobirama menyukainya.

Tobirama menghentikan pergerakan Ino dan mengganti posisi bercinta mereka dengan Ino yang kini berada dibawah.

"Vagina mu becek" ucap Tobirama sembari memasukan benda miliknya kedalam liang kewanitaan Ino.

Nafas Tobirama semakin tersengal gerakannya bahkan lebih cepat dari sebelumnya.

Ino menarik leher Tobirama lalu menyatukan bibirnya dengan bibir Tobirama.

Tak lama Tobirama mengeluarkan miliknya.

"Ohhhhh shhh" Tobirama mengeluarkan habis cairannya, dan menumpahkannya diatas perut Ino lalu kemudian beranjak.

Disisi lain Ino menarik nafas, sembari menatapi Tobirama yang berjalan mendekatinya dengan membawa sekotak tisu.

"Ini, bersihkan vaginamu" perintah Tobirama, Ino mengangguk.

Setelahnya Tobirama melangkah menuju kamar mandi.

oOoOo

KRAAKK!

"Wow wow apa maksudnya itu Tobirama" Kagami berujar heran.

Pria dengan penuh wibawa itu mengamati Disk yang baru saja dipatahkan oleh Tobirama.

"Aku tidak membutuhkan ini lagi"

Kagami menyunggingkan senyuman miring.

"Benarkah? Wah seorang Tobirama ternyata memang sudah kembali kejalan yang benar"

"Urusai! kono yatsu"

Kagami ganti tertawa.

"Ya baiklah baiklah"

"Aku tidak tega jika harus mengancamnya dengan ini, kau tahu aku masih memiliki hati nurani"

Kagami masih menyunggingkan senyuman miring.

"Tidak akan ada gunanya mengancamnya dengan ini, lagipula aku sudah bosan berpetualang didunia sesat itu"

Kagami mengangguk-angguk.

"Jadi.. apa maksudnya kau menyerahkan Yamanaka Ino untukku?"

"Lakukan saja jika kau masih ingin hidup Uchiha Kagami"

Kagami kini terkekeh,"Wah wah.. kau semakin terlihat seperti malaikat maut Senju Tobirama"

"Aku akan melamarnya"

Tawa Kagami sejenak terhenti, kedua bola mata Kagami kini melongo.

"Hah?"

"Ya aku akan menikahinya"

Kagami menatap Shock Tobirama.

"Nani yo apa aku tidak salah dengar?"

Tobirama memungut patahan Disk dimejanya.

"Aku akan membakar rekaman cctv ini"

Kagami kini membuka mulutnya dan melayangkan tertawaan bangga pada Tobirama.

"Sou desu ka, baiklah selamat"

.

.

TBC

Haii im back, bdw aku buatin kelanjutannya, gak ada omake tapi aku buatin chaptered, banyak yg minta fic ini buat dilanjut, gak tega banget, gw ngebayanginnya itu gw coba yg mati penasaran.

jadi aku lanjutin deh ya, nah semoga suka :)

buat yg gak suka sm pair TobiIno gak usah baca, gak ada yg maksain buat kalian yg anti TobiramaXIno buat ngebaca kok.

setiap orang punya pilihan masing-masing, manusia diciptain dengan selera yg berbeda, jadi yg gak suka silahkan klik 'X'Out'Back' ato sejenisnya.

Harap saling menghargai.

Terima Kasih.