Could It Be Love?

Jaehyun x Taeyong

NCT-U © SM Entertaiment

BL. AU. Typo(s). OOC(s)

.


Bibir Jaehyun yang memagut bibirnya terasa lembut. Taeyong bisa melihat wajah sang saeng yang tengah menciumnya itu dari jarak dekat. Dan ia tidak bisa berkutik. Ia tidak bereaksi sama sekali karena otaknya terasa tiba-tiba berhenti berfungsi. Tubuhnya kaku dan kepalanya terasa pusing. Debaran jantungnya bertalu tak menentu ketika Jaehyun mulai memiringkan wajahnya untuk mendapatkan sudut yang lebih nyaman untuk menciumnya, kembali memberikan tekanan lembut pada bibirnya, memagutnya beberapa kali.

Rasanya menggelitik tapi menyenangkan

Mungkin perasaan itu yang membuatnya, untuk sesaat, tanpa ia sadari membalas ciuman itu. Sebelum berakhir mendorong Jaehyun menjauh.

"A-apa itu tadi?" Nafasnya tercekat. Kaget dan bingung dalam waktu bersamaan. Taeyong merasakan suaranya menghilang, bersamaan dengan terlepasnya tangan Jaehyun dari wajahnya.

Jaehyun membuka matanya yang sedari tertutup, menarik dirinya menjauh. "Maaf, hyung―"

Taeyong menatap hati-hati Jaehyun yang masih menunduk. "A-apa yang terjadi?"

"Orang yang aku cintai―" lirih Jaehyun, sebelum memandang Taeyong dan menyunggingkan senyum lemah, "Ya. Itu memang kau, hyung."

Ini tidak mungkin terjadi. Ini tidak mungkin. Taeyong pasti sedang bermimpi sekarang, atau jika tidak Jaehyun pasti sedang bercanda. Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin Jaehyun―orang yang telah ia anggap sebagai teman terbaik sekaligus saengnya itu berkata jika dia―mencintainya? Taeyong seakan tidak bisa merasakan apapun karena kaget. Ia tak pernah menyangka jika saengnya itu memiliki perasaan seperti itu. Padanya. "Tapi― tapi kau tidak pernah mengatakan bahwa―"

"Kau menyukai orang lain dan aku tidak ingin kehilanganmu, hyung." Jaehyun sungguh merasa takut saat melihat ekspresi Taeyong yang menatapnya saat itu. Dan ia mulai menyesali perbuatannya, karena bagi Jaehyun tatapan itu bahkan lebih menyakitkan daripada harus berusaha menahan perasaannya selama ini. Sosok Taeyong yang pergi dari hidupnya adalah satu-satunya hal yang tak diinginkan olehnya. Kehilangan tawa dan kebersamaan mereka, Jaehyun tak bisa membayangkannya bahkan dalam mimpi terburuknya. Dan kini ia takut jika itu akan benar-benar terjadi karena kelakuan bodohnya. "Hyung bisakah kita melupakan ini?" Jaehyun bisa melihat mata Taeyong membulat. Ia tahu seharusnya ia tak mengatakan ini, karena dadanya serasa diremas. " Aku sungguh menyesal―"

"Kau baru saja menciumku!" Taeyong berteriak tak percaya, "Bagaimana aku bisa berpura-pura itu tidak pernah terja―"

"Aku tidak mau kehilanganmu, hyung!" Jaehyun berteriak frustasi, membuat Taeyong tersentak. "Sial!" Jaehyun mengalihkan pandangan sambil mengacak rambutnya sendiri, marah pada dirinya. Perasaan bersalah muncul lagi saat ia sadar jika ia baru saja membentak hyungnya. "Maaf, hyung. Harusnya aku tak melakukan itu, tapi kau―bukan ini bukan salahmu, tapi aku, aku dengan bodohnya mengacaukan semuanya. Aku menyesal hyung, sungguh. Jadi… kumohon jangan membenciku…"

Taeyong yang masih diliputi bingung namun melihat Jaehyun yang sampai seperti itu akhirnya menghela nafas. Seberapa besar ia telah membuat luka di hati Jaehyun selama ini? Taeyong merasa menjadi orang paling jahat di dunia. "Aku tidak akan membencimu, Jaehyun-ah. Aku hanya―kaget, ya, kaget." Semuanya terasa serba salah baginya, ia masih bingung dengan apa yang seharusnya ia lakukan. "Baiklah kita lupakan saja, oke? Anggap ini tidak pernah terjadi."

"Terimakasih, hyung…"

Jaehyun menatapnya dengan senyum, dan itu membuat perut Taeyong bergejolak aneh.

.


Malam itu. Taeyong bergerak gelisah di tempat tidurnya, mencoba untuk menemukan posisi yang nyaman untuk tidur meski sama sekali tak mengantuk. Bukan Oh Sehun yang mengisi pikirannya, tetapi seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidupnya, bahkan menjadi bagian dari dirinya untuk waktu yang lama. Ia memikirkan Jaehyun, memikirkan saengnya itu dengan sesuatu yang tak pernah bisa ia bayangkan sebelumnya akan ia pikirkan dengan cara seperti itu.

Tangannya menyentuh bibirnya dan tanpa sadar melamun mengingat ciuman mereka di taman yang seakan bisa terekam jelas di pikirannya. Bagaimana bibir itu memagut bibirnya dan menekan bibirnya dengan lem―

"Apa yang kupikirkan!" Taeyong menarik selimutnya menutupi seluruh badan, menyembunyikan wajahnya yang tiba-tiba memerah karena terbakar. Jantungnya masih berdetak terlalu cepat dan ia mulai membayangkan wajah Jaehyun yang tersenyum manis padanya. Jaehyun, saengnya itu. Kenapa dia tidak pernah melihat apa-apa sebelumnya?

Taeyong masih sibuk melamun sampai sebuah 'ting' pelan terdengar dari ponselnya yang ia letakkan di samping bantal. Sebuah pesan masuk. Pada jam-jam seperti ini, hanya ada satu orang yang mungkin.

Hyung, aku tidak bisa tidur

Jung Jaehyun.

Aku juga

Dan meskipun Taeyong kini masih bingung dengan perasaannya, ia tetap membalas pesan itu. Mereka berdua sudah sepakat untuk melupakan kejadian itu dan bersikap seperti biasanya. Meski Taeyong sendiri yakin jika dirinya bisa, karena semua yang berhubungan dengannya saat ini bisa membuat Taeyong mengingat kejadian itu lagi.

Tok tok. Aku sudah mengetuk pintu alam mimpi tapi sepertinya pintunya tak mau terbuka. Hyung~ bagaimana ini?

Taeyong tersenyum membaca pesannya.

.


Pesan terakhirnya mendapat balasan;

Selamat malam, Jaehyun-ah.

Dan Jaehyun tak bisa lebih senang dari itu.

"Ahh―" Jaehyun membuat suara frustrasi saat ia menaruh ponselnya. Dia kini menutupi wajahnya dengan bantal. Mencoba menahan perasaan senang berlebihan yang meletup di dadanya, karena seharusnya ia tak merasa begini. Ia tak boleh mengharap apapun. Karena ia sendiri yang meminta untuk menganggap kejadian itu tak pernah terjadi. Jaehyun benar-benar berharap sesuatu akan bisa menghapus kejadian ciuman itu dan mengembalikan semuanya seperti sebelumnya. Jadi ia bisa lebih cepat melupakan perasaannya.

Ia tak menginginkan perasaan ini sejak awal. Tidak pada hyungnya itu, karena ia tahu perasaan semacam ini hanya akan merusak hubungan mereka. Tapi seperti apa yang ia bilang, kita tak dapat memilih pada siapa kita akan jatuh cinta karena itu terjadi begitu saja.

Sudah sekitar enam bulan sejak Jaehyun menyadari perasaannya pada sang hyung, dan semakin hari terasa semakin sulit baginya. Apalagi sejak tiga bulan terakhir saat Taeyong bercerita jika ia menyukai senior di club dancenya, Oh Sehun, dan mulai menceritakan segala hal tentang sosok itu. Jaehyun harus merasakan hatinya patah tiap kali melihat ekspresi senang Taeyong saat menceritakan orang yang ia sukai.

Jaehyun ingin berhenti menyukai Taeyong-hyungnya itu sejak lama. Tapi itu tak semudah yang ia pikirkan.

"Sudahlah." Jaehyun hanya akan menjalaninya saja mulai sekarang. Setidaknya satu beban yang selalu mengganggunya tiap malam sudah ia tanggalkan. Ia sudah menyatakan apa yang ingin ia nyatakan, dan yang menjadi pilihannya adalah untuk menganggap hal itu tak pernah terjadi. Itu keputusannya. Karena bagi Jaehyun bisa tetap berada di samping hyungnya itu sudah cukup.

Ya. Sudah cukup.

.


Dua minggu berlalu cepat.

Sejak kejadian ciuman itu. Keduanya, Taeyong dan Jaehyun, mencoba untuk bertindak seolah-olah tidak pernah terjadi apapun diantara mereka. Tidak pernah ada malam dimana Jaehyun menciumnya dan mengatakan perasaan padanya. Tapi Taeyong tak bisa membohongi dirinya sendiri. Karena perbedaan itu tetaplah ada, meski tak ada satupun yang mau mengakuinya, dan memperbaiki hal itu.

Jaehyun dan Taeyong menghabiskan lebih sedikit waktu bersama. Selain karena ujian kelulusan (bagi Taeyong) dan ujian kenaikan kelas (bagi Jaehyun) semakin dekat, dan mereka mulai menyibukkan diri dengan belajar, Taeyong sadar jika Jaehyun mulai menjaga jarak darinya secara perlahan. Dan ia, yang masih merasa malu karena selalu teringat dengan kejadian itu, juga melakukan hal sama. Ia dan Jaehyun masih sering bertukar pesan, bertemu beberapa kali dalam seminggu, tapi semuanya waktu yang mereka habiskan bersama terasa anehnya berbeda.

"Aku bisa gila…"

Taeyong mengeluh lagi untuk kesekian kalinya hari ini. Ujian kelulusan dan ujian masuk universitasnya sudah semakin dekat, dan ia tak juga bisa menghilangkan perasaan ganjil mengenai Jaehyun yang selalu menganggunya. Ia harus membereskan dulu hatinya sebelum benar-benar terfokus pada ujiannya.

Dan itulah yang membuatnya kini mengobrak-abrik semua benda-benda yang berhubungan dengan Jaehyun yang ia punya, mengenang semua kenangan dan kebersamaan mereka. Sepuluh tahun adalah waktu yang tak sebentar. Banyak hal yang ia lewati dan Jaehyun selalu ada di sana. Saat ia tertawa, menangis, marah, kesal. Selalu ada Jaehyun di sampingnya, menemaninya, bersamanya.

Dan Taeyong bahkan tak sadar jika nama Sehun sudah benar-benar terhapus dari benaknya sejak lama. Jantungnya kini tak berdebar untuk Sehun, tapi untuk sosok lain. Tergantikan sosok sang saeng dan senyuman manisnya.

"Jaehyun-ah…"

.

Apa ini cinta?

Apa aku... mencintaimu?

.

Ia merindukan Jaehyun. Dia benar-benar merindukannya.

.


"Apa Jaehyun ada?"

Taeyong sengaja datang ke kelas Jaehyun hari itu, tepat pada jam istirahat pertama. Ia sudah mencoba menghubungi ponselnya namun tidak aktif.

Teman sekelas yang ia tanya menjawab jika Jaehyun pergi ke kantin. Dan benar saja, dongsaengnya itu sedang menikmati makan siangnya dengan teman-temannya. Dari kejauhan Taeyong bisa melihat senyuman lebar Jaehyun, yang rasanya sudah jarang ia temukan di wajah sang saeng saat mereka bersama. Jaehyun lebih sering melemparkan senyum padanya sejak saat itu, dan itulah salah satu perubahan yang ia rasakan.

Niatannya untuk menemui Jaehyun tiba-tiba menghilang. Dan ia memilih pergi.

Setelah dua minggu, Taeyong masih tidak dapat menemukan jawabannya dari pertanyaan mengenai perasaannya terhadap Jaehyun. Tapi ia benar-benar merindukan sosok itu.

Setelah beberapa menit kebingungan, Taeyong mengambil ponselnya dan mengirimi Jaehyun pesan;

Jaehyun-ah, aku sedang jenuh. Ayo temani aku makan cake dan ice cream.

Beberapa detik kemudian, dia mendapat jawabannya.

Oke, hyung. Aku kerumahmu jam delapan.

Dan untuk pertama kalinya dalam dua minggu, Taeyong merasa benar-benar senang.

.


"Ayo pergi, hyung."

Jaehyun menepati janjinya untuk menjemput Taeyong di rumahnya malam itu. Keduanya berjalan menuju tempat tujuannya sambil mengobrol ringan, namun masih terasa ada yang kurang. Jaehyun tidak mengamit tangannya seperti waktu itu.

Taeyong memesan hal yang sama seperti yang ia pesan sebelumnya. Satu slice chocolate cake dan dua scoop ice cream, yang kini dipegangi Jaehyun. Tapi saat ia mengambil sedikit potongan kecil dan cake nya dan menawarkannya pada Jaehyun, pemuda itu menolaknya.

Jaehyun masih menceritakan mengenai pertandingan basket yang ia menangkan beberapa waktu lalu, yang Taeyong tak sempat lihat.

"Oh, hei, Taeyong! Jaehyun!'

Ada perasaan déjà vu bagi keduanya saat melihat Oh Sehun dan Kim Jongin menyapa dan berjalan mendekat ke arah mereka. Jaehyun menatap Taeyong.

"Kita bertemu lagi," Jongin mengambil tempat duduk yang kosong di meja itu, tersenyum. Sementara Sehun berjalan ke counter untuk memesan.

"Menemani Sehun-hyung beli bubble tea lagi, hyung?"

Jongin mengangguk, tertawa.

Mereka terlibat obrolan ringan. Dan selama itu Jaehyun tak mengalihkan pandangan dari wajah Taeyong-hyungnya. Bahkan sampai keduanya pamit dan meninggalkan toko, yang kali ini bahkan sampai berpegangan tangan.

Taeyong kembali memakan cakenya seakan tak terganggu.

"Hyung, kau baik-baik saja?"

"Mm?" Taeyong menatap Jaehyun sebentar, memakan potongan terakhir dari cakenya dan mengambil alih ice creamnya dan mulai memakannya. "Aku baik-baik, Jaehyun-ah," lanjutnya.

Jaehyun menatapnya tak percaya tapi mengangguk. "Baiklah," katanya, berusaha untuk tak terdengar khawatir. "Mau kemana setelah ini? Pulang?" tanya Jaehyun. Ia melihat jam tangannya dan kenapa waktu berjalan lambat sekali?

Taeyong menggeleng. "Aku mau ke suatu tempat."

"Kemana?" Taeyong tersenyum, bangkit berdiri dan menarik tangan Jaehyun untuk mengikutinya meninggalkan tempat itu. "Mau kemana, hyung?"

Taeyong tak menjawabnya.

.


Mereka berbaring di rumput, menatap langit malam yang terbentang jauh di atas mereka, menyerupai sebuah kanopi dan bertabur bintang-bintang perak. Tidak ada awan malam ini dan langit terang benderang dengan cahaya dingin dari purnama. Bintang-bintang terlihat begitu jelas dari sini. Jaehyun tak menyangka akan kembali lagi ke tempat ini. Ia tak pernah mengira hyungnya itu akan membawanya ke sini.

"Jaehyun-ah?"

"Mm?"

"Kapan pertama kali kau tahu?"

"Tahu apa, hyung?"

"Kalau kau… menyukaiku?"

Jaehyun membeku. Kenapa hyungnya itu mau membahas hal ini sekarang? Ia harusnya menatap balik wajah sang hyung yang kini menatapinya dari samping. Tapi ia merasa tak sanggup. Bintang-bintang di sana tiba-tiba saja menjadi sangat menarik baginya.

"Aku tidak benar-benar tahu, hyung." Jaehyun menggeleng kecil, merasa sesuatu yang berusaha ia tahan sedemikian rupa tiba-tiba kembali. "Maksudku―aku benar-benar tak bisa memastikan kapan. Hanya saja... aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Dan itu semakin parah saat hyung bilang menyukai seseorang dan orang itu Oh Sehun." Jaehyun berharap bahasan ini cepat berakhir. Atau semua yang ia lakukan selama minggu-minggu terakhir akan sia-sia."Aku merasa marah… tak nyaman dan yah…sakit…begitulah. Hyung tahu sendiri aku payah dalam mengunggapkan kata-kata."

"Tapi kenapa kau menyukaiku?"

Jaehyun menatap hyungnya itu. "Kenapa… hyung bertanya?"

"Aku hanya penasaran."

Jaehyun mendudukkan dirinya, menghela nafasnya. "Aku hanya―" perasaan tak menentu itu kembali mengganggunya. Jaehyun merasa pusing tiba-tiba, perutnya bergejolak aneh. "Aku juga berharap aku tahu kenapa aku menyukaimu, hyung. Setidaknya jika aku tahu aku bisa menemukan cara untuk berhenti. Karena menyukai seseorang itu menyebalkan... ketika orang itu tak balas menyukaimu."

"Lalu bagaimana jika orang itu ternyata juga menyukaimu?"

"Tentu saja aku akan sangat se―apa?" Jaehyun menatap Taeyong kaget.

Taeyong duduk, tangannya perlahan mengelus kepala Jaehyun, beralih meletakkan sebelah tangannya pada pipi sang saeng, mengusapnya pelan. Pikiran Jaehyun berkecambuk dan dadanya berdetak begitu keras saat tatapan mereka bertemu. Butuh beberapa menit jeda keheningan antara mereka. "Aku―" Taeyong menyerah mencoba untuk menempatkan perasaannya dengan kata-kata dan hanya mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Jaehyun sebagai gantinya.

Jaehyun mengerjap. Kaget.

Taeyong menutup matanya perlahan dan menggerakkan bibirnya, memagut bibir itu dan menunggu Jaehyun membalas. Tapi itu tak pernah terjadi.

Baik sepertinya cara ini takkan berhasil.

Taeyong menjauhkan wajahnya yang memerah. Sudah hendak langsung pergi dari sana dan berharap menghilang saja.

Tapi tangan Jaehyun menahannya.

"Hyung. Apa yang kau―" Jaehyun menatap lekat-lekat wajah sang hyung yang tak mau balas menatapnya. Perasaan kagetnya berganti dengan gejolak perasaan senang saat ia mencoba mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia bahkan tak percaya dengan pikiran yang baru saja melintas di pikirannya ini. Jaehyun tersenyum lebar, dadanya berdebar kencang dan sesuatu serasa tercekat di tenggorokannya. "Hyung… Kau baru saja menyatakan perasaanmu―padaku?" bisiknya tak percaya.

Taeyong membuang muka, wajahnya semakin memerah. "A-aku hanya mengikuti caramu―"

"Hyung!'

Taeyong terlonjak kaget. Jaehyun yang benar-benar senang langsung menarik tangan dan memeluk tubuh hyungnya itu erat.

"Jaehyun―"

Dan Ia tak membiarkan satu kata lagipun terucap dari bibir tipis hyungnya. Menyatukan bibir mereka dan membawanya dalam sebuah ciuman yang terasa lebih manis. Sebelah tangannya digunakan untuk menangkup wajah sang hyung sedangkan sebelah tangan yang lain, yang berada di pinggang Taeyong membawa tubuh kecil itu agar lebih dekat dengannya.

"Hyung―"

Ia memiringkan wajahnya, memagut bibir bawah Taeyong berkali-kali untuk meminta ijin. Dan tak perlu waktu lama untuk Taeyong mulai memejamkan mata, membuka celah bibirnya dengan senang hati agar Jaehyun dapat memperdalam ciuman mereka.

Rasanya―

"Saranghae, Hyung." Ini adalah malam yang paling menakjubkan yang pernah Jaehyun alami, yang mereka lalui bersama. Karena pada malam ini, sang hyung membalas perasaannya.

Dan ini juga adalah malam yang paling berarti bagi Taeyong, karena pada akhirnya ia yakin. Jika yang ia rasakan pada Jaehyun memang cinta. "Saranghae, Jaehyun-ah."

.

Ini adalah malam paling indah.

Karena pada malam ini, akhirnya mereka bisa bersama.

.


END

.


Berakhir dengan gajenya. Lalala~

Byul minta maaf kalo misalnya ini aneh sekali karena alurnya secepat kereta express dan banyak kekurangan di sana-sini. Maklum, hehe. Semoga suka yah. Wkwk.

Tapi maaf nih berhubung Byul mau nonton NCT Life in Seoul jadi ga bisa balas review satu-satu *alasan* Pokoknya terimakasih yang sebesar-besarnya untuk semua yang sudah favorite, follow dan meluangkan waktu mereview chapter sebelumnya;

blakcpearl, ShimYeonhae, Sekar310, capungterbang, kim joungwook, Guest, ulfah. cuittybeams, martabakcoklat, bbykon, ayahana73, jaeyongyong, jaeeeyong, Guest, Guesteu,Flowyurin99, EunhyukJinyoung02

Dan mau promote juga ff Byul yang judulnya Catatan Hati Seorang Fans. Barangkali ada yang mau barengan curhat tentang kisah kasih jadi Kpopers. Wkwk.

Sekali lagi, gamsahamnida, chingudeul~ Ditunggu lanjutan cerita yang belum update, ditunggu juga cerita baru JaeYongnya. Dan so pasti, ditunggu banget komentar untuk chapter ini.

Review juseyoo~

=D

.


[OMAKE]

Keduanya menatap langit bertabur bintang, dengan tangan saling tertaut dan bahu saling bersandar. Senyum menghiasi wajah keduanya.

"Kenapa kau bisa jadi membalas perasaanku, hyung?" tanya Jaehyun.

"Aku sudah berpikir tentang hal itu selama dua minggu lamanya, saat kau tiba-tiba menghindariku―" Taeyong cemberut mengingat masa itu. "―dan kemudian aku menyadarinya begitu saja."

"Kau tidak bisa hidup tanpaku 'kan?" goda Jaehyun.

"YA!" Taeyong memukul Jaehyun dengan sebelah tangannya karena kesal, "Kalau sudah tahu kenapa kau lakukan, huh?"

Jaehyun tertawa. Membawa tangan sang hyung yang ada di genggaman tangannya dan menciumnya. Matanya menatap langsung mata sang hyung yang kini sudah menjadi kekasihnya itu. "Aku tidak akan melepaskanmu lagi, hyung. Jadi… tetaplah bersamaku, ne?"

Taeyong merasa malu tapi tersenyum kecil dan menjawab pelan, "Tentu."