I Think I Love You

Cast:

Oh Sehun

Luhan

-HunHan-

Rated:

T = Tentukan sendiri(?)

Genre:

Romance, Family, Boys Love –Shounen ai-

.

.

.

.

Kata orang, dunia ini sempit. Kalau kau bertanya itu benar atau tidak pada Luhan, pasti ia akan bilang "Itu hanya teori bodoh!" Tapi setelah ia bertemu dengan sosok Sehun, Luhan yakin ia bisa menjelaskan sesempit apa dunia ini.

.

.

.

.

.

.

Tangannya bergemetar dan tiba-tiba lebih dingin, jantung berdegup kencang, dan suara yang bergetar adalah kondisi Luhan saat ini. Ia tengah duduk disebuah sofa berwarna putih bersama ibunya disampingnya. Ibunya menepuk punggungnya pelan beberapa kali, berkata padanya agar tidak terlalu gugup dan semuanya akan baik-baik saja. Luhan juga ingin seperti itu. Ia juga tidak ingin gugup, tapi tetap saja ia sulit untuk menetralkan denyut jantungnya yang menggila saat ini.

Hari ini akhirnya tiba. Hari dimana ia dan Sehun akan melangsungkan sebuah pernikahan sakral dan setelahnya memulai hidup baru sebagai sepasang suami istri. Luhan benar-benar tidak sabar untuk menyelesaikan hari ini. Sungguh, dari tadi malam bahkan dirinya tidak bisa memejamkan matanya barang sedetikpun, dan sialnya matanya mulai mengantuk tiga jam sebelum ia harus bangun guna mempersiapkan keperluan pernikahan. Beruntung mata panda miliknya bisa tertutupi oleh make up, kalau tidak penampilannya akan terlihat mengerikan. Mana ada yang mau melihat penampilan pernikahan yang buruk? Luhan adalah orang pertama yang sangat menolak. Pernikahan itu hanya terjadi satu kali seumur hidup dan karenanya ini harus menjadi sangat sempurna.

Beberapa orang masuk silih berganti. Salah satunya adalah wanita yang membawa sebuah kotak kaca dengan pita berwarna perak dan meletakannya dimeja berwarna putih tepat disebelah Luhan. Isi kotak kaca itu adalah bunga yang akan ia bawa ke altar nanti. Astaga, terkadang Luhan ini bingung dirinya wanita atau pria. Ia menginginkan pernikahan yang biasa-biasa saja. Mengucapkan janji suci, bertukar cincin lalu pulang kerumah. Hanya itu. Tapi memang dasar ayahnya yang terlalu berlebihan. Memang dirinya menggunakan tuksedo, tapi tetap saja peralatan didekatnya mirip sekali dengan milik mempelai wanita. Kalau boleh Luhan ingatkan sekali lagi, Luhan ini pria dan ia sungguh enggan membawa bunga itu ke altar.

Luhan tersenyum, memikirkan ayahnya yang banyak bicara akhir-akhir ini. Dia memperingati Luhan untuk tidak ceroboh diatas altar nanti. Ayahnya sangat tidak mau sampai Luhan bertingkah bodoh dan mengakibatkan cincin yang harusnya tersemat dijari manis anaknya malah menggelinding. Itu akan menjadi hal yang sangat memalukan. Oleh karena itu, semuanya adalah aturan ayahnya dengan alasan aku tidak mau ada hal yang memalukan dipernikahanmu.

Ngomong-ngomong ayah, Luhan jadi teringat ayahnya Sehun. Beberapa kali ia bersitegang dengan pria paruh baya itu. Entah itu saat tidak sengaja bertemu diluar atau saat ia berada dirumah Sehun. Ini aneh. Sangat-sangat aneh sekali. Saat pertama kali membicarakan perjodohan konyol ini, wajah ayah Sehun sangat tenang dan selalu tersenyum, malah Luhan yang muak berlama-lama berada dirumah Sehun. Tapi sekarang justru berkebalikan. Saat ia sudah mulai menerima keadaan dirinya yang menyimpang bersama Sehun, pria paruh baya itu seakan-akan terus saja menyalahkan Luhan. Memang apa salah Luhan?

"Ada yang kau pikirkan?" Ibunya mengibaskan sebelah tangannya didepan wajah anaknya, agak merinding melihat sang anak tiba-tiba terdiam dengan pandangan kosong seperti itu.

Luhan mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Mengembalikan kesadarannya kedunia nyata, menoleh kearah ibunya dan tersenyum canggung. "Aku tidak apa eomma," Ujar Luhan berbohong. Ia beranjak dari sofa dan berjalan menuju cermin besar disudut ruangan. "Apakah hari ini akan berjalan lancar?"

"Tentu Luhan, semua akan berjalan dengan baik." Kata ibunya dari kejauhan. Merasa aneh melihat tingkah laku Luhan yang tiba-tiba lebih gugup dari sebelumnya. Terlihat pria cantik itu mengepal beberapa kali dan menghembuskan nafasnya kasar. "Ada sesuatu yang mengganggumu?"

"Ada apa Luhan?" Tiba-tiba ayahnya masuk kedalam ruangan serba putih itu dan menghampiri Luhan. Memandangi wajah pucat anaknya dari arah cermin dan tersenyum maklum atas kegugupan putranya menghadapi pernikahan hari ini.

"Ayah Sehun tidak menyukaiku baba, bagaimana bisa pernikahan ini berjalan kalau ayah Sehun saja tidak menyukai pernikahan sesama jenis. Memangnya dia pikir siapa yang membuat aku seperti ini?" Luhan memasang wajah cemberutnya. Merasa marah dengan sikap ayahnya Sehun yang terlihat tidak menghargainya dan terus saja mengungkit masalah kakak Sehun, padahal wanita itu sudah sangat biasa saja terhadap Luhan. Malah mereka sudah berteman. Tapi kenapa jadi ayahnya Sehun yang seperti ini sekarang?

"Jangan khawatir, aku akan memberinya pengertian. Lagipula ini adalah acara yang sudah dia rancang jauh-jauh hari bahkan sebelum kalian berdua saling menyukai satu sama lain. Mungkin dia hanya khawatir," Ayahnya terkekeh pelan, mengingat sesuatu yang baru saja dikatakan oleh temannya itu.

"Kekhawatirannya memang tidak mendasar. Abaikan saja dia. Semangat sayang." Ayahnya mengusak pucuk rambut Luhan gemas dan mengecup pipi kanan anaknya. Melihat wajah anaknya untuk beberapa detik dan sedikit tak percaya kalau anak lelaki satu-satunya dikeluarganya sudah akan melepas masa lajangnya hari ini.

"Hm, terimakasih baba."

.

.

.

.

Seorang pria berwajah tampan dan bertubuh tinggi tengah berdiri ditengah altar bernuansa putih dengan bunga-bungaan cantik disana sini. Ia berusaha mati-matian untuk menarik senyumannya saat ini karena sungguh ia ingin mengumpat bukannya tersenyum canggung seperti sekarang ini. Bukan mengumpat karena ia tidak menginginkan pernikahan ini. Demi tuhan ia sudah menunggu-nunggu waktu seperti ini tiba. Jadi hal yang mustahil kalau ia membenci hari sakral ini. Ia ingin mengumpat karena jantungnya berdegup sangat kencang mengakibatkan tangan-tangannya sedikit bergetar. Ia sangat khawatir apabila dirinyalah yang menyebabkan kekacauan untuk pernikahannya sendiri.

Ia menatap pria cantik tepat didepannya yang memandangnya seolah mengatakan kita bisa melewati ini bersama, dan hal itulah yang membuang jauh-jauh rasa kegugupan miliknya yang sudah mati-matian ia tekan sedari tadi.

Setelah menit-menit menyiksa, pria yang lebih tinggi tersenyum lega. Mereka mengucapkan janji suci dengan nada bahagia, menyatakan untuk saling mencintai, saling melengkapi dan saling menyayangi satu sama lain sehidup semati. Sehun tidak bisa menahan senyuman bahagia dibibirnya saat tiba waktunya bertukar cincin. Ia meraih tangan lembut pria yang lebih pendek dan menyematkan cincin cantik disana, membuat tangan mungil digenggamannya terasa sangat indah bersanding dengan cincin itu.

Sehun lagi-lagi tersenyum saat melihat rona samar dipipi Luhan sebelumnya berubah menjadi warna merah kentara saat ia menarik pinggang si pria mungil untuk lebih mendekat padanya, sontak Luhan meletakkan kedua tangannya dipundak pria yang lebih tinggi dan mendongak. Sehun memiringkan wajahnya, mendekat kearah wajah pria yang lebih pendek dan menempelkan bibirnya disana selama beberapa detik dan menyesapnya lembut. Sampai suara riuh sekeliling disertai beberapa tepukan tangan menghentikan kegiatan mereka berdua. Suara tepuk tangan yang paling ramai diberikan oleh Chanyeol juga Baekhyun dikursi nomor dua dari deretan depan. Mereka berteriak heboh dan setelahnya tertawa bersama, merasa bodoh dengan aksi konyol mereka sendiri.

Luhan berdehem canggung dan membuang tatapannya kearah samping, namun Sehun belum melepaskan pelukannya pada pinggang ramping prianya. Masih betah untuk mengagumi betapa menggemaskannya wajah Luhan karena sikapnya yang malu-malu ini. Lagipula ini bukan pertama kalinya mereka berbagi sebuah ciuman, kenapa pria itu selalu saja membuat Sehun gemas dengan wajah memerah seperti sekarang ini?

"Sehun, lepaskan." Luhan mendorong Sehun menjauh dan Sehun melakukannya. Ia melepas pelukan tangannya pada pinggang Luhan dan tertawa terbahak melihat perubahan wajah Luhan yang makin memerah saja.

"Kau tidak perlu semalu itu sayang," Ungkap Sehun gemas. Ia sengaja mengacak-ngacak rambut prianya yang sudah tertata rapih tadi dan dibalas dengan delikan tajam sang pemilik rambut. "Ah, kau malu karena kita melakukannya didepan umum?"

"Hentikan itu Sehun," Luhan menyikut perut Sehun main-main dan setelahnya tersenyum kembali. Matanya menoleh kearah kanan, tepat kearah ayah dari suaminya saat ini. Pria itu tersenyum pada Luhan. Mungkin akan sangat membahagiakan saat kita melihat ayah mertua merasa sangat bahagia. Tapi tidak untuk Luhan. "Ayahmu tersenyum padaku? Ini aneh Sehun." Kata Luhan dengan bisikan pelan tanpa berniat menoleh kearah Sehun. Matanya masih terpaku pada wajah ayah mertuanya yang kini melambaikan tangannya, menyuruh Luhan untuk mendekat.

Luhan dengan cepat menarik tangan Sehun untuk ikut dengannya menghadap ayah Sehun. Dijarak tiga langkah, ayah Sehun berjalan menghampirinya dan tiba-tiba memeluknya erat dan tertawa entah karena apa. Sepertinya ini acara pernikahan bukan acara sirkus dengan badut-badut jenaka. Jadi apa yang membuat ayah mertuanya ini tertawa?

Dengan gerakan pelan, Luhan melepas pelukan ayah mertuanya dan mengernyit bingung. Tidak ada tatapan dingin, tidak ada sindiran, dan tidak ada tatapan menilai lagi. Apa Luhan melewatkan sesuatu? Kenapa semuanya terasa berbeda dari kemarin-kemarin?

"Abeonim?" Tanya Luhan pelan, masih meyakinkan dirinya sendiri kalau sang ayah mertua memang tertawa didepannya seolah-olah tengah menertawakan kebodohan Luhan.

"Mian, beberapa hari ini aku berubah menjadi sangat menyebalkan padamu kan?" Tanya sang ayah mertua dengan senyuman yang tak hentinya ia kembangkan. "Aku hanya main-main Luhan. Aku hanya ingin tahu sampai kapan kau bisa memaklumi tingkah pak tua sepertiku. Dan ternyata kau lulus ujian."

Luhan tiba-tiba merasakan kalau otaknya kosong, isi otaknya entah tersedot kemana dan dengan bodohnya ia menganga tak percaya dengan apa yang ayah mertuanya katakan. Hanya main-main? Jadi kekesalannya selama berhari-hari kepada pria paruh baya didepannya ini adalah bagian dari kekonyolan semata? Apakah ada yang lebih konyol lagi dari ini yang akan membuat emosi Luhan naik? Demi tuhan Luhan sangat khawatir apabila ayah Sehun tidak dapat bersikap baik padanya nanti saat ia sudah benar-benar menjadi keluarga Oh. Tapi lihat sekarang. Ibu mertuanya, ayahnya sendiri beserta ibunya juga tertawa.

Luhan mendelik tajam, bahkan suaminya pun melakukan hal yang sama.

Plak–

Tangan Luhan mendarat mulus diatas kepala pria yang lebih tinggi, merasa gemas juga dengan kelakuan Sehun yang bahkan tidak memberitahu apapun padanya tentang kepura-puraan ini. Setidaknya sebelum naik ke altar, Luhan butuh ketenangan. Tapi prianya tetap pada kebohongannya bersama para sekutu didepannya ini. Menyebalkan sekali.

"Kau mengetahui hal ini sayang?" Luhan memaksakan senyumannya yang mana membuat Sehun berdehem dan menyelesaikan tawanya. Tatapan mata Luhan benar-benar tidak baik untuknya, bencana akan segera terjadi sebentar lagi. "Kalian tahu? Aku ingin muntah saja rasanya saat naik keatas altar. Aku takut abeonim benar-benar tidak menyukaiku. Aish, ketakutanku benar-benar tidak beralasan."

"Luhan hyung?" Luhan menoleh kebelakang dan ia melihat Baekhyun beserta Chanyeol yang tengah bergandengan tangan. Sebelah tangan Baekhyun terulur untuk memberikan selamat namun tangan yang lain tetap digenggam erat oleh Chanyeol. Luhan tersenyum, sepertinya apa yang sudah ia pikirkan menjadi nyata. Mereka berdua pasti tengah berada dalam sebuah hubungan. "Selamat atas pernikahanmu. Kami turut bahagia."

Luhan menerima uluran tangan Baekhyun dan tersenyum, diiringi sebuah rangkulan kecil dipinggangnya oleh Sehun. "Terimakasih kalian berdua sudah mau datang jauh-jauh kemari. Aku tidak menyangka kalian akan datang," Luhan terkekeh, beberapa detik melirik kearah Sehun yag tengah mengedikkan bahu. "Kalian datang berdua saja?"

Baekhyun mengangguk dan mengedikkan bahunya, bibirnya mengulas senyum jenaka dan dibalas senyuman idiot dari Chanyeol. Pasangan itu mulai saling pandang dan pada akhirnya mereka pamit untuk keluar sebentar, mencari udara segar katanya.

"Jadi sekarang Xi Luhan adalah istri– maksudku suamiku?" Tanya Sehun dengan senyuman jahil dan dihadiahi jitakan kecil karena pria tinggi itu menyebutkan Luhan sebagai istri. Memang ia pihak yang menjadi istri, tapi tetap saja ia kesal dan ingin dipanggil suami juga. "Andai saja Haowen dan Ziyu ikut kemari, pasti sangat menyenangkan."

"Benar, tapi tidak masalah. Kita bisa bertemu mereka nanti."

.

.

.

.

Sehun melepaskan tuksedonya dan melempar asal benda itu keatas ranjang. Ia merebahkan diri dan tangannya bergerak-gerak, merenggangkan otot-ototnya yang nyaris kaku karena prosesi pernikahan dari tadi pagi sampai sore hari. Benar-benar melelahkan.

"Kau serius ingin langsung pulang dan tidak ingin disini dulu?" Sehun memperhatikan gerak-gerik sang suami yang kini tengah duduk didepan meja rias dan menghapus beberapa make up nya yang masih menempel. "Ini sangat melelahkan Luhan."

"Aku ingin pulang Sehun," Luhan merengek, ia membuang kapas ditangannya dan memutar tubuhnya menghadap kearah Sehun dan pria tinggi itu akhirnya menghela nafas pasrah. "Aku tidak betah disini. Aku ingin pulang."

"Baiklah sayang, kita akan pulang dua hari lagi."

"Besok Sehun bukan dua hari lagi," Luhan beranjak dari kursinya dan berjalan menuju prianya. Ia duduk di pinggir ranjang dengan wajah cemberut. Ia kesal karena Sehun tidak mau memenuhi permintaannya. "Aku ingin bertemu Luna jiejie."

Sehun bangkit dari posisi tidurnya dan duduk bersebelahan dengan Luhan. Menatap pria cantiknya dalam diam lalu terkekeh pelan. "Besok. Oke, kita bisa pulang besok dan tanggung resikonya dari ayahku."

"Sungguh aku masih sangat kesal dengan ayahmu," Luhan mendengus, mengingat kejadian beberapa hari ini dan mengingat kejadian tadi saat ayah Sehun bilang kalau semuanya adalah akting belaka. "Aku tidak mau melihat dia."

"Benarkah?" Sehun meletakkan kepalanya pada pundak Luhan. Tangannya ia biarkan merangkul pinggang ramping prianya dan menghela nafas lega. Ia agak tidak percaya kalau hari ini benar-benar terjadi. Ia benar-benar sudah sah menjadi suami dari seorang Xi Luhan yang keras kepala. "Aku mencintaimu Luhan."

"Hm, aku juga mencintaimu Sehun." Sahutnya dengan nada lirih. Ia mengusap kepala pria yang lebih muda dan tertawa pelan. Disaat-saat seperti ini, ia tahu kalau umurnya memang lebih tua daripada Sehun. Walaupun Sehun sering bertingkah seperti orang dewasa, tapi adakalanya dia tidak bisa menepis kenyataan bahwa pria yang ia cintai memang masih memiliki jiwa anak kecil.

Mereka berdua terdiam, menikmati kebersamaan mereka setelah sekian tahun lamanya berpisah dan berjuang untuk hari ini. Dan beruntung hari ini bisa menjadi kenyataan. Mereka sangat bahagia, terutama untuk seorang Oh Sehun yang bahkan tidak mengenal putus asa demi meyakinkan Luhan.

Sehun mendongak, melihat wajah pria cantiknya dari samping dan sungguh ia tidak bisa untuk tidak tersenyum saat melihat wajah malaikatnya berada dijarak yang sebegini dekatnya. Mereka berpisah sudah bertahun-tahun dan pada akhirnya mereka bersatu kembali.

"Kenapa kau memandangiku seperti itu?" Luhan mengernyit, menjauhkan kepalanya dari jangkauan Sehun. Tapi pria yang lebih muda merengut, menarik wajah pria yang lebih cantik mendekat. "Apa yang ada diotak pintarmu?"

"Kau tidak tahu apa yang ada diotak pintarku? Tentu saja nama Luhan dimana-mana," Jawab Sehun dengan wajah jahilnya. Luhan tersenyum sesaat dan kembali menarik wajahnya menjauh, merasa bahwa wajah Sehun semakin mendekat kearahnya dan itu adalah alarm bahaya untuknya. "Kenapa menjauh? Aku tidak menyuruhmu menjauh sayang." Ujar Sehun dan menarik kembali dagu si pria cantik mendekat.

"Aku ingin ketoilet," Kata Luhan beralasan. Ia hampir saja bangkit dari duduknya namun Sehun lebih cepat menariknya sampai pada akhirnya ia berakhir diatas pangkuan Sehun. "Hei, lepaskan a-aku Sehun."

"Berikan aku sebuah ciuman dan aku akan membebaskanmu untuk ketoilet," Sehun menaik turunkan alisnya jahil saat melihat wajah Luhan mulai memerah malu. Pria itu mengalihkan pandangannya ke pundak Sehun, mungkin pundak Sehun lebih menarik daripada pemiliknya. "Kau tidak mau melakukannya? Apakah Luhanku yang–"

Cup–

"Mmhh–" Sehun melenguh pelan saat benda bertekstur kenyal menabrak miliknya. Matanya hampir saja copot dari tempatnya saat melihat Luhan dengan tiba-tiba menciumnya. Ia memang menginginkan Luhan menciumnya, tapi tidak secepat ini.

Luhan mengalungkan kedua tangannya pada leher Sehun dan memperdalam ciumannya dibibir Sehun. Mengabaikan fakta bahwa ini benar-benar memalukan. Dia tidak pernah sekalipun memulai. Tapi ia membuat pengecualian untuk hari ini. Biarlah gengsinya terbang entah kemana ia tidak perduli.

Tak lama kemudian Sehun mengambil alih. Ia merebahkan Luhan keatas ranjang dan menghimpitnya masih dengan bibir yang saling bertautan panas disana. Tangannya beralih pada dagu Luhan, menarik wajah pria dibawahnya semakin dekat walaupun kenyataannya mereka sudah terlalu dekat sekarang. Bahkan Luhan sampai kewalahan dan merutuki kebodohannya untuk memulai. Karena saat Luhan yang memulai, Sehun tidak bisa berjanji untuk berhenti. Ini kesempatan langka dan mana mungkin ia menyia-nyiakannya?

"Se– mmhh," Luhan lagi-lagi melenguh saat Sehun kembali menciumnya. Pria itu hanya memberikan kesempatan selama dua detik untuknya bernafas. Tangannya dengan refleks mengerat pada ujung kaus yang Sehun kenakan. Ia yakin setelah ini kaus milik Sehun akan kusut karena remasan tak berperasaan darinya.

Setelah beberapa detik, Sehun memutuskan untuk melepaskan bibir ranum Luhan. Memberikan pria itu ruang untuk bernafas sejenak dan ia menggunakan kesempatan itu untuk membuka kaus putihnya lolos dari tubuhnya. Luhan sempat meneguk air liurnya sendiri saat melihat betapa indahnya tubuh Sehun. Perut pria itu sungguh menawan, ada beberapa kotak-kotak disana dan ia tidak bisa mengontrol jari jemari mungilnya yang dengan tiba-tiba bergerak untuk menyentuh perut pria itu. Sehun berjengit dan mendesah tertahan saat si mungil meletakkan jari-jari dinginnya disana. Seperti ada sengatan tak kasat mata ditubuhnya dan itu benar-benar memabukkan.

"Luhanhh–" Ujar Sehun dengan suara bergetar. Ia membungkukan badannya sekali lagi dan mendekatkan wajahnya ketelinga Luhan. Menghembuskan nafas hangatnya disana saat tangan Luhan mulai membelai satu persatu tubuhya. "Jangan main-main denganku."

"A-aku tidak berma-maksud main– mmhh," Bibirnya kembali dibungkam oleh Sehun. Ia mengerang tertahan saat tangan Sehun dengan nakalnya mengusap tengkuknya yang membuat ia menggigil setengah mati. Ini terlalu berlebihan, ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Tangannya tergerak otomatis tanpa ia pinta.

Sehun mengangkat badan si mungil untuk melepas tuksedo yang masih pria itu kenakan. Ia melempar asal benda itu kelantai dan mulai menciuminya lagi lebih panas dari sebelumnya. Pendingin ruangan nyatanya tidak berdampak apapun bagi suhu tubuhnya. Ia sudah terlanjur panas. Dan terimakasih kepada Luhan orang yang membuatnya kepanasan seperti ini.

Sehun menggerakkan tangan kanannya, mengusap dari tangan Luhan hingga kelengan bagian atas. Pria dibawahnya terus melenguh disetiap sentuhan tangannya dan seolah-olah ia mendengar bahwa Luhan meminta perlakuan yang lebih dari Sehun. Anggap Sehun gila karena bisa membaca apa yang Luhan inginkan hanya karena mendengar lenguhan yang sialnya seksi dari bibir mungil pria itu. Bibirnya ia bawa turun menyusuri dagu pria cantik dibawahnya sampai pada tengkuknya. Memberikan kecupan-kecupan disana dan kembali membuat si mungil mengerang tak karuan. Ia terus memanggil nama Sehun dengan nada tersiksa dan Sehun membutuhkan suara yang lebih keras daripada itu. Ia membutuhkan suara Luhan yang lebih seksi daripada itu.

"Oh astaga Sehun," Luhan memekik saat lidah basah pria diatasnya mulai menjilati bagian tengkuknya. Menggigitinya dan sesekali menghisapnya seperti drakula. Beruntung pria itu tidak menghisap habis darahnya. "Hen-hentikan Sehunnhh–" Bibirnya menyuruh Sehun berhenti tapi tangannya tidak. Jari jemarinya terus menjambak kecil rambut Sehun seakan-akan ia menyuarakan bahwa ia ingin lebih dan lebih daripada apa yang tengah Sehun perbuat.

"Tubuhmu menginginkanku tapi ada apa dengan bibirmu yang menyuruhku untuk berhenti?" Sehun tersenyum miring. Melihat dengan saksama wajah sang suami yang kini tengah memerah hebat sampai ketelinga. Prianya belum sepenuhnya telanjang, tapi kenapa dimata Sehun pria cantik itu terlihat begitu menggairahkan?

"A-aku hanya–" Luhan menggigit bibirnya yang mana membuat Sehun menggeram. "–tidak tahu caranya melakukan itu." Katanya gugup. Ia memang tidak tahu, bukan hanya pura-pura tidak tahu.

Sehun tertawa dan mengangguk maklum. Awalnya Sehun juga tidak mengetahui hal ini. Tapi terimakasih pada sang master, Park Chanyeol yang baru-baru ini ia kenal. Sehun seperti seorang ibu hamil saja yang selalu datang untuk berkonsultasi secara pribadi pada Chanyeol.

"Kau tidak perlu melakukan apapun Luhan. Hanya teriakkan namaku dan itu sudah lebih dari cukup."

.

.

.

.

"Mau kemana Baek-ah?" Chanyeol terduduk sambil mengusap matanya. Ia baru saja bangun tidur namun hidungnya sudah mencium bau segar buah-buahan disekelilingnya.

"Ke tempat Luhan hyung," Sahut Baekhyun sambil mengibaskan rambutnya. Ia baru saja selesai keramas dan ia sangat malas untuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. Hitung-hitung cara seperti ini terlihat keren dan manly bukan? Tentu manly saat Sehun atau Chanyeol yang melakukannya. "Aku sudah menyiapkan sarapan. Aku akan kembali dalam–" Ia berpikir, menghitung waktu dengan jemari lentiknya. "–dua puluh menit. Jadi jangan merindukan aku oke?"

Chanyeol terkikik geli dan menggeleng beberapa kali, merasa lucu dengan kelakuan Baekhyun yang manis itu. Ia tidak menyangka pada akhirnya ia bisa bersama dengan Baekhyun walaupun ia harus menunggu dan menunggu. Pada akhirnya acara menunggu dan menunggu itu membuahkan hasil. Baekhyun mengatakan ya pada pernyataan cinta Chanyeol yang kedua walaupun pada awalnya ia ragu untuk mencoba kembali.

Disisi lain, Baekhyun berjalan keluar dari kamar dengan sebelumnya mengecup kekasihnya dan berpamitan. Berkali-kali mengatakan jangan merindukan aku pada Chanyeol yang membuat si tinggi tertawa keras. Ia menghitung satu persatu kamar hotel disepanjang perjalanannya. Dan kamar hotel nomor 520 adalah tujuannya pagi ini. Sebenarnya ini tidak pagi, sudah hampir pukul sembilan dan seharusnya pasangan baru ini sudah bangun.

Ia mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Menunggu jawaban dari sang pemilik kamar. Biasanya Baekhyun sering lancang membuka kamar Luhan seenaknya. Tapi kali ini tidak bisa. Ada Sehun didalam dan itu adalah musibah.

"Tidak mungkin mereka belum bangun," Gumamnya dengan wajah cemberut. Ia memutar kenop pintu dan membelalak terkejut, pintunya tidak terkunci. Itu tandanya mereka sudah bangun. Kalau mereka masih tidur, pasti pintunya masih terkunci rapat. Ia mendorong pintu itu pelan dan kakinya melangkah masuk kedalam kamar Luhan dan Sehun. Tapi alangkah terkejutnya ia saat melihat Sehun dan Luhan masih tertidur sambil berpelukan mesra diatas ranjang berseprei putih dengan keduanya yang tidak menggunakan atasan apapun.

"ASTAGA!"

.

.

.

.

Sehun menyuruh Baekhyun untuk berdiri membelakangi mereka sedangkan mereka dengan santai menggunakan celana terakhir yang mereka kenakan semalam. Sehun melenggang masuk kedalam kamar mandi sedangkan Luhan menyuruh Baekhyun untuk berbalik kearahnya karena mereka sudah selesai bercelana dan ia memberesken pakaian-pakaian yang berserakan dilantai, meletakkannya di tempat pakaian kotor.

Ia menyambar asal kaus hitam yang berada didalam lemari dan memakainya dengan terburu-buru. Ia tidak sadar kalau kini dibadannya penuh dengan bercak kemerah-merahan dan mungkin itu yang membuat Baekhyun menunduk malu untuk melihatnya yang tidak mengenakan atasan. Mereka sudah melihat tubuh masing-masing, hanya saja pagi ini berbeda. Baekhyun merasa risih saat melihat tanda kemerahan disekujur tubuh Luhan dimulai dari leher hingga perutnya.

Luhan mengusap tengkuknya canggung dan memutuskan untuk merapikan ranjang yang hampir tidak berbentuk itu. Ia hanya terlalu malas semalam dan akhirnya jatuh tertidur dipelukan Sehun. Bahkan tidak menyadari kalau ini sudah hampir siang hari. Padahal kemarin ia berencana untuk pulang ke Korea. Tapi apa ia bisa pulang tanpa membeli tiket pesawat? Bodoh.

"Kau sudah sarapan?" Tanya Luhan berbasa-basi. Ia merasa tidak enak dengan Baekhyun dan ingin menyuruh Baekhyun menunggunya di restoran hotel saja. Keadaan kamarnya sungguh seperti baru saja terjadi gempa sebelum ia membereskannya sebagian tadi. Dan itu membuat ia malu. Malu kepada Baekhyun dan malu kepada dirinya sendiri yang selalu terbayang-bayang adegan semalam.

"Sudah hyung baru beberapa menit yang lalu," Sahut Baekhyun dengan mata tertuju pada televisi. Ia beberapa kali berdehem canggung. Ini kali pertamanya ia masuk kedalam kamar seorang pengantin baru, dan jangan salahkan dirinya yang mendadak gugup melihat bagaimana keadaan kamar pengantin baru pada pagi hari. "Kupikir kau sudah bangun karena pintunya tidak terkunci. Jadi aku masuk saja. Maafkan aku hyung."

"Tidak masalah. Lagipula aku tidak sadar kalau ini sudah pukul sembilan," Kekeh Luhan. Ia kemudian beranjak dari ranjangnya menuju lemari. Mengambil pakaian untuk Sehun karena pria itu beberapa detik lalu memanggilnya untuk membawakan pakaian. "Ini sayang." Katanya dan dibalas dengan kalimat terimakasih cantik dari Sehun.

"Apa kalian melakukan hal itu semalam?" Tanya Baekhyun lugu dan Luhan tersedak liurnya sendiri. Ia berdehem dan menggeleng. Ia mengatakan mereka tidak melakukan hal itu. Berbohong sebenarnya. Lagipula dapat ide darimana adiknya ini bertanya hal sensitif seperti itu? Sudah jelas mereka tidak berpakaian. Jadi kira-kira sampai mana mereka melakukannya? Lebih baik pertanyaan matematika daripada pertanyaan memalukan seperti itu.

"Selamat pagi Baekhyun," Ucap Sehun saat pria itu keluar dari kamar mandi dengan wajah segarnya. Ia menunjuk kamar mandi dengan dagunya pada Luhan, mengisyaratkan pria cantiknya untuk bergantian mandi karena mereka kedatangan tamu pertama pagi ini. "Apa tidurmu nyenyak?"

"Tentu saja Sehun," Jawab Baekhyun dengan kekehan ringan. Matanya masih tertuju pada layar kaca tanpa berniat menatap Sehun yang juga memiliki bercak kemerahan disekitar lehernya. "Aku ingin mengajak Luhan hyung berjalan-jalan, bolehkah?"

"Aku mengijinkan, tapi–" Sehun menoleh kearah Luhan yang tertatih berjalan menuju kamar mandi dengan pakaian baru ditangannya. "–sepertinya aku membuatnya terseok-seok pagi ini. Jadi kemungkinan Luhan tidak bisa berjalan jauh." Lanjut Sehun dengan tawa kecil karena cara berjalan Luhan yang lucu. Oke, mungkin Luhan akan melayangkan jitakan dahsyat sampai ia mendengar tawa Sehun yang menertawakan cara berjalannya yang tidak wajar itu. Pria itu pasti akan marah dan menyalahkan Sehun.

"Memang apa yang membuatnya terseok?" Tanya Baekhyun dengan nada bingung yang lucu. Sehun terdiam. Ia berpikir mana mungkin Baekhyun tidak tahu hal seperti ini. Bukankah Baekhyun berkencan dengan Chanyeol?

"Itu–"

"JANGAN DIJAWAB SEHUN!" Teriak Luhan dari dalam kamar mandi. Nadanya terdengar marah dan malah membuat Sehun terpingkal. Ia menggeleng kearah Baekhyun, enggan menceritakan kejadian semalam. Bisa-bisa ia menodai otak polos Baekhyun yang sepertinya tidak tahu apapun.

"Kenapa Luhan hyung harus marah-marah begitu. Aneh sekali."

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

.

.

.

Hureyyy! Akhirnya mereka menikah hehehe mungkin ff ini akan selesai di satu atau dua chap terakhir okee jadi sabar-sabar aja menuju the end:') ngomong-ngomong aku udah agak lupa sama cerita-cerita awalnya, mau masukin nama aja make mikir-mikir dulu takut salah wkwk jadi maapin kalau chap ini tidak memuaskan dan juga maap karena akhir-akhir ini apdetnya lebih lamaaaa dari dulu-dulu /bow/

Okelah begitu saja, terimakasih dan mind to review?