Dance With Me

Sebenarmya aku tidak terlalu baik dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Tapi aku tetap memutuskan untuk tinggal di asrama ketika pindah ke Seoul. Aku tidak mau satu rumah dengan Ibu tiriku yang baru. Bukan karena ia se jahat ibu tiri cinderella. Ia bahkan sangat baik. Tapi ku rasa aku kurang nyaman dengan formasi keluarga baruku. Di tambah lagi kakak tiriku yang sepertinya menyukaiku. Dia itu sangat cerewet dan menyebalkan. Seperti Baek Inha.

Aku masuk kelas tepat di Tahun ajaran baru. Jadi tak akan begitu bermasalah mungkin. Aku melihat ke sepanjang lorong ketika seorang Guru mengantarku ke kelas baru. Cukup nyaman.

Dan guru berkepala botak itu berhenti tepat di depan pintu kelas bertuliskan 2-III. Pintu di buka dan semua pandangan menuju ke arahku. Termasuk pandangan guru wanita yang tengah menulis sesuatu di papan tulis.

Guru botak itu membisikkan sesuatu dan sang guru wanita mengangguk pelan lalu melihat ke arahku sambil tersenyum ramah. Aku mengangguk sopan.

Sang guru botak keluar kelas, meninggalkanku menjadi pusat perhatian sendirian.

"Baiklah anak-anak, hari ini akan ada murid baru di kelas ini. Perkenalkan dirimu."

Aku menundukan kepalaku sekilas. Lalu kupandangi seisi kelas sebelum mulai berbicara. Mereka semua menatapku.

"Anyeong, Kim Jongin imnida, bangabsumnida."

.

.

.

Aku menyeret koperku memasuki halaman asrama. Memandangi peta dan kunci yang kudapat di ruang administrasi tadi. Aku tahu sekolah ini besar. Tapi tak menyangka sebesar ini.

Kamarku berada di gedung tujuh lantai tiga. Kenapa harus lantai tiga? Aku sebenarnya sedikit malas bergerak terlalu banyak. Apa tidak bisa ganti di lantai satu saja?

"Anak baru?" Tanya seorang laki-laki berseragam sama denganku. Kami satu kelas. Aku duduk tepat di sampingnya. Dan dia masih bertanya seperti itu?

Aku mengangguk pelan.

"Kau di gedung tujuh ya?"

Aku mengangguk lagi.

"Lee Taemin imnida." Ia mengulurkan tangannya.

"Kim Jongin," kataku sambil membalas uluran tangannya.

"Aku tahu, kajja , aku juga di gedung tujuh."

Aku berjalan mengikuti Taemin menyebrangi halaman. Melewati beberapa lorong lalu sampai di sebuah aula utama dengan tangga besar berkarpet merah. Ini bukan kastil Harry Potter kan?

"Mau kubantu?" Tawarnya tapi ku tolak.

Dan aku menyesal setelahnya karena menuju lantai tiga itu sungguh melelahkan. Aku mengambil nafas sejenak setelah berada di lantai tiga dan rasa lelah ku bertambah ketika tak jauh dari tangga sebuah pintu berdenting dan segerombolan orang keluar dari ruangan kotak kecil yang pintunya terbuka secara otomatis.

"Ada lift?" Taemin mengangguk.

Aku terduduk di lantai dengan kaki terjulur lurus. Nafasku masih tersengal.

"Kenapa tidak bilang?"

"Kau tidak bertanya. Berapa nomor kamarmu?"

"Tujuh belas..."

"Mwoya?"ia tampak heran.

"Tujuh belas, wae?"

"Heol, itu kamar Oh Sehun."

"Oh Sehun?"perasaan ku tidak enak melihat ekspresi Taemin.

"Aniya, hanya saja dia sedikit punya mulut yang tajam."

Aku mendesah lega. Itu tidak masalah. Aku juga tidak berniat mempunyai hubungan baik dengan teman sekamar ku.

"Aku pergi dulu, jangan anggap serius ucapanya. Jika sudah sedikit keterlaluan cium saja." Taemin pergi sambil mengedip nakal ke arahku. Dia sedikit bermasalah kurasa. Otaknya.

Aku berdiri lalu menyusuri lorong yang lumayan banyak orang. Menatapku penasaran. Lalu kudapati pintu bernomor tujuh belas. Aku mencoba memutar kenop nya tapi terkunci. Aku mengeluarkan kunciku lalu mebuka pintunya.

"Nuguseyeo?" Ucap namja berambut pirang yang tengah bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Dia bukan orang asing. Kurasa rambutnya itu di cat.

"Namaku Kim Jongin, aku penghuni baru di sini."

Ia tidak meresponku. Mengalihkan kembali perhatian ya pada layar ponselnya. Tidak sopan sebenarnya. Tapi terserahlah aku tidak terlalu mengharapkan rekan sekamar yang ramah. Tapi akan lebih baik jika aku sekamar dengan Taemin meski kurasa dia sedikit kurang waras.

Aku menuju kasurku lalu merebahkan badanku. Meluruskan otot-ototku. Hari ini melelahkan sekali. Rasanya ingin tidur saja. Akan kubereskan barang ku besok pagi.

.

.

.

Mataku berat sekali. Tapi ponselku dari tadi terus saja berdering. Dengan malas ku raih ponselku dari dalam saku jas ku. Jam tujuh? Apa aku menyetel alarm untuk jam tujuh malam? Tidak! Ini jam tujuh pagi. Aku berlari ke kamar mandi bahkan tanpa sempat membawa handuk. Dan ada orang ceroboh yang tengah menggunakannya tanpa mengunci pintu.

Ia nampak terkejut mendapati ku basah dalam balutan seragam. Seharusnya aku yang terkejut karena melihatnya telanjang.

"Ya! Neo!"

"Aku telat, bisakah kita mandi bareng saja?"

Ia tampak gugup dan wajahnya memerah. Lalu sedetik kemudian ia mendorongku menjauh.

" Neo micheseo? Otak cabul! Keluar kau! Mau ku bunuh eoh? Dimana otakmu?"

"Hya! Aku hanya telat bangun dan akan lama sekali jika menunggu mu selesai mandi. Mwoya? Gila? Otak cabul?"

"Brengsek tak tau diri, kurang ajar, berandal.."

Aku jadi teringat perkataan Taemin tempo hari.

Aku menciumnya dan ia benar-benar membeku tak berkata-kata lagi.

Sehun mendorong tubuhku lalu keluar dari kamar mandi dengan rambut masih penuh busa. Aku tak peduli. Aku harus mandi sekarang juga.

.

.

.

Aku mendapati ruangan kamarku kosong ketika keluar dari kamar mandi. Mungkin Oh Sehun sudah berangkat. Harusnya aku juga sedang dalam perjalanan jika tidak harus berdebat tadi.

Aku berganti pakaian secepat yang ku bisa lalu meraih tasku. Kurapikan rambutku dengan jari lalu bergegas keluar dari kamar. Aku berlari secepatnya menuju kelasku di gedung satu, lima belas menit lagi. Aku harus sampai lima belas menit lagi.

Dan aku tepat masuk kelas dari pintu belakang ketika guru pengajar membuka kenop pintu depan. Hampir saja. Aku tidak tahu apa jadinya jika telat pada hari pertama.

Aku mengatur nafasku yang terasa sangat berat. Kakiku terasa gemetaran. Dan aku baru menyadari salah seorang teman sekelas ku menatapku dengan penuh benci. Oh Sehun. Aku sekelas dengannya.

"Ada masalah dengannya?" Bisik Taemin yang menyadari arah mataku.

Aku mengangguk lemas.

"Mulutnya menyebalkan bukan?"

Aku mengangguk lagi tanda setuju.

"Bagaimana kau menghentikannya mengoceh?"

"Aku menciumnya."

"Mwoya? Neo micheoseo? Aku tidak berkata serius waktu itu."

"Jinjja? Tapi itu benar-benar menghentikannya."

Dan Taemin tersenyum aneh ke arah Sehun.

.

.

.

"Kim Jongin!"Sehun berucap padaku dengan wajah gugup.

"Mwo?"

"Aku sebenarnya tidak akan pernah mau berbicara denganmu jika bukan karena ketua klub ku yang brengsek itu."

"Ya sudah tidak usah bicara."

"Tapi ada yang harus kubicarakan. Bisakah kau bergabung dengan klub kami?"

"Klub apa?"

"Dance."

Dance? Dadaku sesak mendengar kata itu. Aku tidak ingin berurusan lagi dengan hal itu.

"Tidak."

"Ikut saja! Kau mau membuatku dalam masalah? Apa susahnya berkata 'Iya'. Terserah jika kau nanti mau keluar. Yang penting terima tawaranku."

Aku menarik Sehun lalu mengecup bibirnya sekilas. Dan ia membeku untuk beberapa saat dengan wajah memerah.

"Ya! Otak cabul! Berhentilah menciumku brengsek!"

"Berhentilah mengoceh kalau begitu. Telingaku sakit."

Aku menjatuhkan tubuhku di atas ranjang lalu memejamkan mata. Siapa ketua klub dance itu? Kenapa bisa tahu tentang ku? Aku melihat Sehun sekilas dan membayangkan tarian apa yang dilakukan Sehun? Tarian tradisional korea? Ia tak tampak seperti anggota klub dance. Anggota klub catur lebih pantas untuk orang seserius dia.

"Hey, Oh!"

"Mwoya?"

"Dance seperti apa yang kau lakukan?"

"Itu bukan urusan mu. Kau bukan anggota klub." Ia berkata ketus. Dan itu justru terlihat lucu.

"Mungkin akan ku pertimbangkan jika kau menari untuk ku."

Sungguh aku tidak bermaksud menggoda nya. Tapi itu jadi terdengar seperti itu. Sehun menatapku dengan malas. Mulutnya bergerak-gerak mengumpat tanpa suara. Seseorang harus memperbaiki kosa katanya.

Ia berdiri dari tempat tidurnya. Menghampiriku dengan wajah percaya diri yang di buat-buat.

Musik mengalun dari ponselnya. Dan ia melakukan popping dengan sedikit freestyle. Raut wajahnya jadi berubah. Ia seperti menjadi orang lain ketika menari. Ku akui aku memang terkesan tapi tidak sebanyak itu. Hanya sedikit terkejut ia ternyata bisa menari meskipun tidak terlalu baik. Aku memejamkan mataku lagi. Lalu ia menarik kerahku. Menatapku marah. Merasa diabaikan.

"Ya! Kau mempermainkanku?"

Aku menggeleng.

"Katakan sesuatu. Kau bergabung kan?"

Aku menggeleng lagi.

"Brengsek. Kalau begitu kenapa kau menyuruhku menari segala? Eoh!"

"Aku bilang mempertimbangkan."

"Pasti sejak awal kau memang tidak mau. Manusia rendah tak punya hati. Brengsek berotak mesum."

Aku menariknya kedalam ranjang dan melumat bibirnya bukan hanya mengecup. Seseorang benar-benar harus mengajari Oh Sehun cara berucap yang sopan atau setidaknya normal. Tapi setidaknya bibirnya sangat nikmat untuk di ajak bergulat.

Ia menarik kepalanya menjauh mengambil nafas sedalam-dalamnya. Aku menariknya lagi. Melumat bibirnya pelan dan ia mulai terbawa. Membalas lumatanku dengan mata terpejam.

Kami saling terengah. Kulihat wajah Sehun memerah. Kepalaku berputar. Apa yang baru saja kulakukan?

.

.

.

TBC

.

.

.