Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

Naruto © Masashi Kishimoto

Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime

Warning : AU-Canon (?), OOC, typos, little bit romance, unsur fantasy dan humor semau author. Saran dan kritik sangat diterima. Flamers tanpa akun saya hapus.

.

.

.

"Midorima-san, apa aku boleh masuk?"

"..."

"Sebenarnya tadi itu aku ingin bertanya sesuatu padamu."

"..."

"Hey, kau di dalam kan?"

"..."

"Yang beb ... Yuhu! Yang beb―" Tenten menampar pipi mulusnya untuk menyadarkan diri dari genjutsu. "Eh, apaan sih?! Kenapa aku jadi OOC begini?! Lagipula si megane itu ... apa dia sudah tidur?"

Untuk memastikan dugaannya, Tenten membuka pintu kamar sang empu kemudian masuk tanpa menimbulkan kegaduhan. Namun apa yang ia lihat hanyalah kekosongan. Tak ada Midorima dalam kamar tersebut.

"Lho? Si megane itu kemana?" tanya Tenten entah pada siapa. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke semua penjuru kamar.

"Tidak mungkin!"

Mata hazel Tenten menemukan sebuah pusaran portal cukup aneh di dekat dinding. Tanpa berpikir dua kali, gadis itu segera menerobos portal tersebut dengan perasaan harap-harap cemas.

xxx

"Aaaaaaaaa!"

BRUKH!

BRUKH!

BRUKH!

"I-Ittai, ssu!"

"Oi, Bakakise! Yang paling menderita itu aku! Menyingkir sana!" usir Takao yang tubuh pendeknya tertindih si pirang narsis.

"Tch, sial!" Midorima berdecih sembari menggenggam erat kristalnya. Lantas ia melirik Takao yang baru saja berdiri. "Takao, apa kau ingat garis yang kau buat sebelum memasuki portal tadi?"

Takao menggeleng. "Aku kan tadi menggambar pola abstrak. Jadi aku tak begitu mengingatnya."

"Bodoh!" Midorima menggeram kesal―menatap sang partner dengan tatapan menusuk.

Takao yang sudah hafal gelagat pemuda berkacamata apabila sedang marah mengusap tengkuknya kemudian bertanya dengan takut-takut, "M-Memangnya kenapa?"

"Kita tidak bisa kembali, dan itu salahmu, Takao," jawab Midorima dingin.

"Apa maksudmu, ssu?" tanya Kise tak mengerti.

Midorima menghela napas. "Kita tidak bisa kembali ke dunia asli jika si pembuka portal tak mengingat pola apa yang ia gambar untuk sampai ke tempat ini."

"Jadi dengan kata lain, kunci agar kita bisa kembali ke tempat asal adalah menggambar pola yang sama seperti sebelumnya, begitu?" tanya Takao memastikan.

Midorima hanya mengangguk kemudian menatap tempat yang mereka pijak saat ini. Sebuah padang rumput nan luas―amat sangat luas. Bahkan mungkin beberapa pesawat pun dapat parkir (?) di sini. Karena tak ada pepohonan ataupun bangunan, angin yang berhembus pun terasa cukup kencang.

"Minna!"

Suara lantang nan feminim itu mengintrupsi mereka bertiga untuk menoleh ke sumber suara. Dari arah berlawanan terlihatlah seorang gadis manis berpenampilan acak-acakan―satu cepolan rambutnya terlepas―entah karena apa.

"Panda?"

"Tentencchi?"

"..." Tampaknya Midorima kebingungan harus menyebut nama Tenten dengan sebutan apa. Jadi ia hanya diam melihat gadis itu berjalan ke arahnya.

"Tentencchi, kenapa kau ada di sini juga, ssu? Dan kenapa dengan penampilanmu? Kau baik-baik saja kan, ssu?" tanya Kise setelah Tenten tiba di hadapan mereka.

Gadis manis itu mengelap keringatnya yang bercucuran, dadanya naik turun tak beraturan. Dilihat dari manapun tampaknya sudah terjadi sesuatu pada gadis itu.

"Hoy, Panda-chan! Kau habis diperkaos oleh siapa?" tanya Takao polos biadab minta dicambuk.

Mendengar hal itu tentu saja membuat kening Tenten berkedut-kedut kesal. Ingin rasanya ia menyobek mulut kurang asem milik Takao. Plis deh dia ini lelah setengah mampus, kenapa Takao tak mengerti perasaannya?

Karena tak ingin debat, Tenten memilih menatap Midorima dan bertanya, "Lumut, sebenarnya kita ada dimana? Tadi ada makhluk aneh yang mengejarku begitu aku tiba di sini."

"Makhluk aneh, bagaimana maksudmu, nodayo? B-bukannya aku penasaran tapi aku hanya ingin tau," ujar Midorima kemudian memalingkan wajahnya. Dan tampaknya ia tidak mempermasalahkan panggilan yang diberikan Tenten tadi―entah mungkin tidak sadar.

Melihat ketsunderean si pemuda hijau itu, ketiga rekannya sweatdrop sesaat. Apa bedanya coba, antara 'penasaran' dan 'ingin tau'?

"Aku tak tau. Tapi fisik makhluk itu seperti manusia, hanya saja ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari kita," jelas Tenten serius.

"Apa mungkin itu makhluk purba?" cetus Takao mengalihkan perhatian ketiga temannya. "Y-Ya, aku hanya menduga-duga saja sih."

"Tapi sebenarnya apa yang dikatakan Takao itu mungkin saja benar, ssu. Makhluk purba kan besar dan aneh," komentar Kise.

"Oh ya, katanya kau ingin membantuku?! Sekarang ayo cepat! Kalian bisa ke dunia ini pasti karena kristal itu kan?" ujar Tenten antusias. Gadis itu menatap Midorima penuh pengharapan.

"Lupakan saja impianmu, nanodayo. Bahkan aku pun tak bisa kembali ke duniaku," ujar Midorima, tak lupa memberi deathglare pada Takao.

"Apa maksudmu?" tanya Tenten tak mengerti.

"Jadi begini, ssu, kunci agar kita bisa kembali ke dunia asal kita adalah kita harus mengingat pola portal apa yang kita buat sebelumnya―"

"Hei, Lumut! Kenapa kau tak memberitahuku dari awal?!" Tenten memotong ucapan Kise dan menatap tajam Midorima.

"Aku lupa, nanodayo."

"Bagaimana bisa kau lupa?!"

"Memangnya kenapa? Apa kau juga lupa polanya?" tanya Takao.

"Tentu saja! Yang membawaku ke dunia kalian kan orang lain, jadi bagaimana mungkin aku tau pola apa yang mereka buat! Argh!" Tenten hampir saja menangis frustrasi apabila ia tak mendengar suara derap langkah diiringi getaran cukup kuat.

Rupanya, jauh di depan mereka ada seekor (?) makhluk besar nan aneh. Fisiknya memang seperti manusia, tapi di kepalanya terdapat dua buah tanduk, sekujur tubuhnya pun dipenuhi sisik! Jangan lupakan mulutnya yang setiap mangap (?) pasti mengeluarkan api panas.

Apa itu yang dinamakan cinta? Ralat! Apa itu yang dinamakan siluman naga?

"Kita bisa mencari cara lain nanti, sekarang kita harus pergi, nanodayo!" ujar Midorima yang sudah sibuk membuat pola berbentuk huruf 'T' di udara.

"Tapi kita akan pergi kemana?" tanya Tenten menghapus airmatanya yang sempat keluar.

"Jangan banyak tanya. Cepat mendekat!" perintah Midorima. Pemuda itu menggenggam tangan Tenten―entah refleks, entah mungkin ingin. Uhuk!

Udara di atas mereka perlahan terbelah mengikuti pola yang dibuat Midorima tadi. Dan dalam sekejap mereka sudah tersedot masuk ke gerbang portal itu.

xxx

"Oi, bangunlah! Kenapa kalian ada di sini?"

Midorima, Tenten, Takao, dan Kise mengerjapkan kelopak matanya masing-masing ketika suara asing itu berhasil memasuki indra pendengar mereka.

"Kalian berasal dari mana? Kenapa bisa berada di sini?" tanya seorang pria bersurai pirang sebahu. Mata birunya menatap keempat manusia―yang kini sudah beranjak dari posisinya―secara bergantian.

"Kami berasal dari Tokyo. Kalau boleh tau ini dimana?" ujar Takao mewakili ketiga rekannya yang masih bingung dengan tempat asing ini.

"Hei Armin, memang sejak kapan ada distrik bernama Tokyo? Dan kalaupun ada, distrik itu bagian dari tembok mana?" seorang pria berwajah kuda menimpali ucapan Takao sembari menatap rekan pirangnya yang langsung dibalas berupa gelengan.

"Kami berasal dari dimensi lain, nanodayo," jelas Midorima datar―sembari melakukan kebiasaannya.

"Dimensi lain?!" kedua pemuda asing itu mengerjapkan matanya, tak percaya.

"Oi, oi! Kalau memang kalian berasal dari dimensi lain, dari mana kalian berasal?"

"Tokyo, ssu," jawab Kise.

"Maksud Jean, kalian datang dari zaman apa?" tanya Armin.

"Mereka berasal dari zaman serba modern, bisa disebut masa depan. Dan aku berasal dari zaman ninja," jelas Tenten.

"Heh? Aku tak mengerti," ujar Jean dengan tampang bodohnya.

"Jadi, apa kau juga sebelumnya terlempar ke zaman modern?" tanya Armin yang dengan mudahnya menebak ucapan Tenten.

Tenten mengangguk. "Ceritanya cukup panjang kenapa kita tiba-tiba berada di sini." Tenten menatap Armin. "Tapi kalau boleh tau kami berada dimana? Maksudku di zaman apa?"

Armin menghela napas berat, seperti enggan menjawab―seolah-olah jika ia menjawab maka hatinya akan rapuh. "Kalian berada di zaman dimana umat manusia harus bertarung melawan para titan," ujarnya lirih.

"Titan? Raksasa?" Midorima memastikan.

Armin dan Jean mengangguk pelan. Entah kenapa wajah mereka mendadak muram. Ah, apa mungkin tempat ini lebih seram daripada zaman perang dunia? Begitu pikir Midorima.

"Oi, bocah! Sedang apa kalian? Gerbang akan segera ditutup."

Seorang pemuda cebol, eh―cetar nan rupawan menghampiri mereka dengan kuda lumpingnya.

Armin dan Jean segera memberi penghormatan ala militer pada pemuda itu.

"Maaf sebelumnya, Kapten. Tadi saat kami akan kembali, kami menemukan mereka tergeletak di sini. Kupikir mereka penduduk yang berasal dari Dinding Rose, tapi nyatanya mereka berasal dari dimensi lain," jelas Armin.

Pemuda ce―tar itu menatap keempat makhluk dari fandom lain―secara bergantian. Tatapannya berhenti pada Takao dan Kise yang sibuk berbisik dengan suara keras (?) sembari sesekali melirik ke arahnya.

"Ah, kau benar, ssu. Dia mirip Akashicchi! Suaranya, kecebolannya, bahkan wajahnya yang psikopat pun mirip!"

TWICH! Satu perempatan muncul di kening Sang Taichou.

'Berani sekali mereka mengataiku! Apa mereka belum melihat kemampuanku menyembelih titan?' batin Levi tak ingat kalau dia memang psikopat.

Eh!

"Apa kubilang! Apa dia kerabatnya Akashi ya? Atau mungkin pamannya? Ah mungkin juga ayah tak diinginkannya?!"

TWICH!

'Apa-apaan mereka mengiraku seorang ayah?! Aku masih muda, bocah,' batin Levi lagi―yang tak ingat bahwa usianya sudah pas untuk menikah.

"Ayah? Justru menurutku dia pantas jadi kakaknya Akashi, ssu."

Oke, Levi mulai bisa berhenti berkedut kesal. Tapi Akashi itu memangnya siapa?

"Apanya!? Wajah dia seperti om-om juga!" seru Takao kencang.

Hal itu sukses membuat Levi kembali kesal. Bahkan kali ini ia turun dari kuda lumpingnya lalu menghampiri duo berisik itu sembari menggenggam ujung pedangnya. Uhm ... Tampaknya Levi bersiap menyembelih dua makhluk itu untuk santapan sahurnya.

Takao dan Kise buru-buru bersembunyi dibalik punggung Midorima dan Tenten. Bahkan Kise dengan kampretnya memeluk Tenten―mencari kesempatan dalam kesempitan.

Entah mengapa Midorima berharap Tenten menendang Kise seperti Kasamatsu. Tapi Tenten hanya melepas pelukan Kise dan segera menyingkir dengan wajah memerah.

"Lalu ada perlu apa kalian datang kemari?" tanya Levi setelah berada di hadapan mereka. Tinggi badannya yang tak sepadan membuat ia harus menengadah, apalagi ketika menatap Midorima.

"Kami tidak berniat ke tempat ini, nanodayo. Tadi aku hanya asal membuka portal demi menghindari siluman naga yang berada di dimensi sebelumnya," jawab Midorima sembari melakukan kebiasaannya.

Levi, Armin dan Jean tampaknya masih belum mengerti tentang mereka. Pada akhirnya Tenten yang menjelaskan, karena Midorima enggan mengeluarkan ucapan panjang kali lebar kali tinggi sama dengan lautan.

Ha?

xXx

Karena tak tau harus pergi ke dimensi mana lagi, pada akhirnya Midorima, Tenten, Kise dan Takao menerima tawaran Levi yang mengusulkan agar sementara waktu mereka tinggal di asrama Survey Corps. Masih menjadi misteri kenapa Levi yang dikenal cuek bebek mau menawarkan kebaikan itu. Mungkinkah dia kesambet Ustad Rifa'i? Parodinya dari Pondok Pesantren Al Sekoting yang diciptakan oleh orang-orang kreatif.

Saat mereka tiba di gerbang asrama tiba-tiba saja beberapa anggota Survey Corps menghadang Midorima, Takao dan Kise lengkap dengan senjata Three Dimensional Maneuver Gear mereka masing-masing.

"Akhirnya kalian membawa tiga titan spesies baru sekaligus!" ujar Hanji Zoe antusias.

Levi mendengus. "Mereka bukan ti―"

"TATAKAE MINNA! TANGKAP KETIGA TITAN ITU!" seru seorang pemuda bermata hijau yang melesat dari pohon.

"Osssh!" seru yang lain.

Mereka menyeret paksa ketiga pemuda itu ke tempat yang lebih luas dan sibuk mengikat ketiganya yang dicurigai sebagai titan karena tubuh mereka yang tinggi.

"Wah, benar-benar titan spesies baru! Mereka bisa memberontak layaknya manusia!" ujar Hanji makin antusias ketika melihat reaksi Midorima, Takao dan Kise saat diringkus.

Dia sudah akan menghampiri kerumunan juniornya, kalau tidak mendengar ucapan Levi yang penuh penekanan.

"Mereka bukan titan, bodoh!"

"Heh? Bukan titan? Lalu apa?" tanya Hanji menatap Levi penasaran.

"Mereka manusia yang terlempar dari dimensi lain. Sekarang cepat kau amankan mereka. Aku ingin istirahat," perintah Levi.

"Tenten-san!"

Levi dan Hanji menoleh ke arah Armin dan Jean yang sedang berusaha membangunkan seorang gadis berambut coklat yang tertidur pulas di tanah.

EH! ITU BUKAN TIDUR! TENTEN PINGSAN!

"Oi, ada apa, bocah?" tanya Levi sembari menghampiri mereka.

"Dia tiba-tiba pingsan, Kapten," jawab Armin berusaha memapah Tenten.

"Bawa dia masuk," perintah Levi, "kau urusi mereka," lanjutnya pada Hanji.

xxx

PERTANDINGAN ONE ON THREE

[Kise vs Annie, Connie, dan Sasha]

Annie, Connie dan Sasha meringkus Kise dengan mudahnya dan otomatis membuat pemuda itu memberontak. "H-Hei, lepaskan, ssu! Aku bukan titan!"

"Apanya yang bukan! Tubuh kalian bertiga tinggi! Pasti kalian titan kelas baru!" semprot Connie.

"Tapi kenapa dia bisa bicara?" tanya Sasha sempat menghentikan aktivitas mengikat Kise.

"Aku kan memang bukan titan! Aku manusia, ssu!" seru Kise.

"Susu?! Rasa apa?! Dimana?!" tanya Sasha salah paham.

"Rasa vanila, di dadamu," komentar Kise sweatdropp.

Wajah Sasha berubah merah. "Aaaaaaa sialan kau!"

"Hoy, Annie! Kenapa kau jadi diam saja?! Cepat bantu!"

Annie menghela napas dan berbalik. "Aku ragu. Tidak ada titan yang memiliki otak mesum."

[Takao vs Ymir, Reiner, dan Christa]

Ymir, Reiner dan Christa menangani Takao yang sedari tadi berteriak dan terus memberontak. "Oi, aku bukan titaaan! Lepaskan!"

"Banyak bicara kau!" Ymir menendang punggung Takao tanpa belas kasihan.

"KAU PIKIR YANG KAU TENDANG ITU APA, BODOH?!" teriak Takao pusing.

Wajah Ymir mendadak memerah menahan kesal dan amarah. "B-Beraninya kau menyebutku bodoh!"

"Kau memang bodoh, Ymir," komentar Reiner.

"Apa―"

"Kau berbicara dengan titan. Apa itu tidak bodoh?"

"PFFT! BHAHAHAKS! Bodoh, bodoh! Haha!" tawa Takao meledak keras dan anehnya tak protes saat Reiner menyebutnya 'titan'.

"BERISIK KAU TITAN BODOH!" bentak Ymir dan Reiner saat telinga mereka berdenging akibat tawa Takao yang cetar.

"Ahahaha, sebenarnya yang bodoh itu kalian berdua!" ujar Takao memulai aksinya.

"Apa maksudmu?" tanya Ymir dan Reiner bersamaan.

"Lihat fisik kalian! Tinggi dan besar, sedangkan aku? Jadi yang patut dicurigai sebagai titan adalah kalian berdua bukan aku. Tapi kalian bodoh, malah mengiraku titan. Huh!"

Krik. Krik. Krik.

"Dia benar juga. Apa kita berdua memang titan?" bisik Reiner pada Ymir.

"Bodoh kau―"

"Kupikir yang dikatakan dia benar adanya, minna," komentar Christa yang sedari diam karena bingung.

"Apa maksudmu, Christa?" tanya Reiner.

"Begini, dia bisa berbicara dan tertawa seperti kita. Lalu soal tinggi badan, kalian hanya beda beberapa centi saja menurutku. Bahkan Ymir lebih tinggi sedangkan Reiner lebih besar dari pemuda itu," jelas Christa tenang.

"AAAAAAAAAA! JADI KAMI TITAN?!" jerit Ymir dan Reiner membuka kedok. Tapi karena di fic ini tidak ada namanya Titan Shifter maka perkataan mereka hanyalah mitos.

[Midorima vs Eren, Marco dan Mikasa]

Sementara itu, Titan Midorima―eh maksudnya Midorima sendiri ditangani oleh Eren, Marco dan Mikasa.

Eren tak henti-hentinya menyanyikan yel-yel kebanggaannya yaitu ...

"TATAKAE! TATAKAE!"

"ANATA WA TSUYOI!" timpal Mikasa yang terpaksa OOC karena tak ingin membiarkan Eren berseru sendirian.

"Jadi, apa kau titan, hey titan?" tanya Eren.

Pertanyaan macam apa itu?!

"Sudah kubilang aku manusia, nanodayo," jawab Midorima, ia hendak menaikan kacamatanya namun karena tangannya diikat ia jadi berdecih sebal.

"Manusia nanodayo?" komentar Marco bingung.

"Ah, mungkin maksudnya Titan Nanodayo, Marco!"

"Titan Nanodayo Marco? Tapi Eren, aku bukan titan," ujar Marco tambah bingung.

Midorima, Eren, dan Mikasa sweatdropp.

"Pokoknya, dia titan spesies baru yang datang dari Klan Nanodayo. Bukan begitu, Nanodayo-san?" ujar Eren penuh keyakinan.

Tolong ingatkan Midorima nanti untuk mencekik Eren, pembaca sekalian.

"Eren, kupikir dia bukan titan," ujar Mikasa mengeluarkan pendapatnya.

"Ha? Jadi kau tidak mau mendukungku lagi, Mikasa?!"

"Bukan begitu, tapi sejak kapan ada titan berkacamata? Dan lagi, sedari tadi dia bersikap tenang layaknya Komandan Erwin."

"Mikasa benar. Suaranya juga mirip Komandan Erwin," timpal Marco.

"C'mon, guys! Mungkin saja dia titan dari keluarga ningrat seperti Komandan Erwin."

Sejak kapan ada titan ningrat? Eren, kau keras kepala, Nak.

.

.

.

To be continue!

.

.

.

A/N : Saya tau chapter ini kurang greget, datar, dan bahkan ga ada poin pentingnya sama sekali. Maaf ya, saya nulis ulang ini kemaren sambil nangis, ga fokus gegara chara favorit saya di anime Joker Game mati. Ya ampun itu nyeseeeeeekkkkkkkkk banget! Dari minggu kemaren dapet angst mulu, Armin mati! Miyoshi juga mati! Aku ga bisa diginiin! /lebay. Dan kenapa malah curcol?! Maaf! Maaf!

Interaksi Tenten di sini kurang ya? Maaf! Tapi tenang aja, chapter depan bakal banyak kok! Bahkan mungkin keknya Tenten jadi rebutan antara Midorima, ehem dan ehem. Dan yapz! Chapter depan masih ada di dunia Eren! Rencananya tiap chapter, saya bakal ngirim mereka ke fandom lain gitu. Tapi gatau deh. Do'ain aja moga saya dapet ilham buat bikin fic ini makin seru.

Big thanks to :

yamanaka tenten, Furasawa99, Akatsuki Hidan Akatsuki-Yo, ai no est, chubby, Guest, Ran Megumi, Leny-chan. Juga kepada pembaca lain yang sudah memencet tombol 'fave' dan 'follow' untuk fic ini! Thanks guys!