.

"Baekhyun."

Yang dipanggil namanya pun menoleh. Mengulas sebuah senyuman lebar kepada sang mertua. Baekhyun mendudukkan diri tepat di kursi sebrang pria yang lebih tua.

"Maaf aku terlambat, ayah. Aku harus mengurus beberapa hal sebelumnya."

"Beberapa hal? Menutupi luka maksudmu?"

Kalimat yang dilontarkan membuat senyum pada paras manis Baekhyun menghilang. Tubuhnya terdiam kaku. Kepalanya menunduk tanpa sadar sedang kedua tangannya saling meremat satu sama lain.

Suara kekehan ringan terdengar diikuti sebelah tangan berpermukaan kasar yang mengelus surai kehitaman Baaekhyun lembut. Ilsung menghela nafasnya sekali ketika matanya dapat melihat Baekhyun yang menggigiti bibir bawahnya, pertanda bahwa Baekhyun sedang merasa takut atau gelisah.

"Baekhyun-ah," panggil Ilsung pelan. "Katakan kepada ayah, apa yang kali ini anak itu lakukan kepadamu?"

Kepala menggeleng sekali. "Chanyeol tidak melakukan apapun. Aku hanya menutupi luka yang lama."

Sebelah alis terangkat tak percaya. Tangan yang digunakan untuk mengelus kepala kini dibawa untuk menarik sebelah tangan Baekhyun.

"Luka lama? Ayah tidak ingat ada luka di tanganmu saat dua hari yang lalu."

Kepala Baekhyun menunduk lagi. "Maaf." ucapnya dengan pelan.

Ilsung kembali menghela nafas. Tubuhnya ia bawa bersandar pada sandaran sofa tempatnya duduk dengan mata yang tetap memperhatikan setiap pergerakan Baekhyun. "Baekhyun-ah, ayah ingin kau jujur. Apa yang kali ini Chanyeol lakukan? Jika kau masih keras kepala melindunginya, ayah tidak akan segan menghukumnya dengan sangat berat."

Iris sipit Baekhyun membola. "Tidak, ayah. Jangan lakukan itu."

"Katakan."

"Chanyeol," Baekhyun terlihat ragu. "Chanyeol mendorongku hingga terjatuh lalu ia menginjak pergelangan tanganku cukup keras."

"Apa?"

"Tapi itu salahku, ayah. Aku mengganggunya ketika dia sedang menonton di ruang keluarga."

Pelipis dipijat pelan. Sedang dalam hati merutuki menantunya yang selalu membela Chanyeol padahal jelas-jelas anaknya yang bersalah.

"Bagaimana mungkin? Tidak ada orang di dunia ini yang akan melakukan hal demikian hanya karena terganggu saat menonton televisi, Park Baekhyun!" Ilsung meninggikan suara tanpa sadar. "Berhenti menyalahkan dirimu untuk semua perlakuan yang diberikan Chanyeol kepadamu! Anak berandal itu memang harus diberi hukuman yang pantas agar dia berhenti."

Baekhyun memegang tangan Ilsung ketika melihat pria paruh baya itu bangkit berdiri. "Jangan, ayah. Kumohon." Baekhyun menatap mmelas ke arah sang ayah mertua.

Hening setelahnya.

Baik Baekhyun maupun Ilsung terlarut dalam pikiran mereka masing-masing. Keduanya terdiam cukup lama hingga Ilsung yang pertama memecah keheningan tersebut dengan sebaris kalimat yang sejujurnya tidak ingin Baekhyun dengar.

"Ayah ingin kau bercerai dengan Chanyeol."

.

Bitter Wedding

.

T/M

(11/15)

Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol and others

Warn : BoysLove-Yaoi, typos, alur berantakan, cerita pasaran

.

Ide cerita dari msy_mt . Saya hanya mengetik dan mengembangkannya.

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

Senyuman terulas saat kehadiran pemuda yang ditunggunya terlihat. Namun senyumannya menghilang begitu saja mendapati betapa kacaunya pemuda itu. Bangkit dengan terburu untuk menghampiri kemudian menuntun Baekhyun duduk di tempat duduk sdimana dirinya duduk sebelumnya. Dalam hati bertanya tentang apa yang terjadi pada Baekhyun.

Keduanya duduk dalam keterdiaman. Bahkan ketika sepuluh menit terlewat, Baekhyun tak kunjung bersuara dan membuat Yifan semakin bingung. Pemuda berdarah China-Kanada itu berdeham sekali, berusaha menarik atensi Baekhyun.

Baekhyun tidak merespon tapi Yifan tahu jika ia mendengarkan.

"Baekb—Maksudku, Baekhyun-ah, apa yang terjadi?" Yifan bertanya dengan lembut.

Hening sesaat sebelum suara isakan pelan Baekhyun terdengar. Yifan merutuk dalam hati karena mulut kurang ajarnya malah menanyakan hal yang seharusnya tidak ia tanyakan. Lihatlah, sekarang Baekhyun menangis karenanya.

Mulut Yifan kembali terkatup rapat saat Baekhyun memilih untuk bersuara terlebih dahulu.

"Kenapa? Kenapa semua orang yang kucintai selalu melukaiku?"

Tubuh membeku dengan dada berdenyut sakit. Nada suara itu. Nada suara yang tidak pernah ingin dia dengar lagi keluar dari mulut Baekhyun. Ingatan tentang perlakuan jahatnya kepada Baekhyun kembali terputar.

"Ba—"

"Aku tidak berharap dia mencintaiku kembali tapi aku hanya ingin dia menghargai perasaanku." Kepala yang semula tertunduk kini diangkat.

Iris sipitnya tampak kosong dengan air mata yang tidak berhenti mengalir turun membasahi pipinya. Bibir yang biasa mengulas senyuman hangat terlihat bergetar, menahan isakan yang memaksa untuk terus keluar. "Kenapa dia membenciku seperti itu? Dan kenapa aku tetap mencintainya? Mencintai dia yang bahkan tidak pernah mau menerima dan menghargai perasaanku kepadanya. Kenapa, Yifan, kenapa?"

Dan pada detik itu, Baekhyun menangis dengan keras. Mengabaikan tatapan khawatir juga sedih yang Yifan berikan kepadanya. Sejujurnya ia lelah menangis, tapi ia tidak mampu menahan rasa sedih yang terus menjalari dirinya.

Ia hanya ingin merasakan kebahagiaan. Mengapa sesulit itu?

Di sisi lain, Yifan melemparkan tatapan penuh penyesalan. Memaki dirinya sendiri karena dulu sudah dengan tidak tahu dirinya melukai pemuda sebaik Baekhyun. Telapak tangan besarnya bergerak untuk menangkup wajah Baekhyun, sedikit meringis mendapati penampilan kacau pada paras manis pemuda itu.

"Baekhyun-ah, aku tahu jika aku tak pantas untuk mengatakan ini setelah apa yang telah kuperbuat. Tapi kumohon.." Yifan menghentikan ucapannya, berusaha mengumpulkan segala keberanian dalam diri untuk melanjutkan. "Kumohon lupakan pemuda Park itu dan kembalilah bersamaku. Aku berjanji untuk menjaga dan menyayangimu dengan sepenuh hati. Aku juga bersumpah tidak akan melukai dirimu dan mengulangi kebodohanku seperti dulu."

Baekhyun terdiam. Bibir tipisnya terbuka dan tertutup beberapa kali namun tak ada sepatah katapun yang mampu ia keluarkan untuk merespon perkataan Yifan tadi. Ia memang sudah memaafkan Yifan tapi bukan berarti ia mampu untuk menjalin hubungan kembali bersama pemuda itu. Karena bagaimanapun juga, rasa sakit juga takut itu tetap ada.

"Baekhyun?"

Kedua kepala itu menoleh secara serempak ke arah suara yang memanggil nama pemuda yang lebih muda. Jujur, Baekhyun sangat berterima kasih dengan siapapun itu yang sudah memecahkan suasana canggung tadi.

"I…Ibu?" panggil Baekhyun pelan.

Menarik kembali segala ucapannya yang berterima kasih dengan kehadiran seseorang. Pasalnya, ia sedang bertemu dengan Yifan saat ini. Pemuda yang sangat tidak disukai oleh ibunya.

Sedangkan wanita yang dipanggil ibu masih tidak menyadari kehadiran Yifan di sana. Wanita paruh baya itu masih terlalu terfokus memperhatikan wajah sang anak. Dahinya sedikit berkerut ketika mendapati bekas air mata di belah pipi putih milik sang anak. "Apa yang sedang kau lakukan di sini? Kau baik-baik saja? Kau habis menangis?"

Pertanyaan beruntun yang dilontarkan nyatanya membuat Baekhyun bertambah panik. Iris sipitnya bergerak ke sana kemari, berusaha mencari alasan yang sekiranya masuk akal juga berusaha untuk memberi kode kepada Yifan untuk segera pergi dari sini. Namun semuanya sia-sia saja ketika Yifan memanggil sang ibu.

"Nyonya Byun?"

Hening menyapa. Nyonya Byun menoleh ke arah Yifan dan dalam sepersekian detik, wajah tampan Yifan mendapat tamparan cukup keras dari Nyonya Byun yang sempat terdiam beberapa saat. Kilat penuh amarah tergambar jelas dari sepasang iris yang biasanya berpendar lembut. Wanita paruh baya itu menarik Baekhyun untuk berdiri di belakang tubuhnya.

Baik Yifan maupun Baekhyun terkejut. Sama sekali tidak menyangka jika Nyonya Byun yang biasanya dikenal sebagai sosok yang lembut dan ramah melakukan hal demikian. "Kau! Untuk apa lagi kau kembali? Bukankah sudah kukatakan untuk tidak mendekati Baekhyun lagi?!" bentak Nyonya Byun keras.

Baekhyun lagi-lagi dibuat terkejut. Untuk pertama kalinya ia melihat sang ibu semarah ini. Selama ini, wanita yang paling disayanginya itu tidak pernah sekalipun membentak siapapun. Bahkan meninggikan suara kepada orang lain pun tak pernah dilakukan oleh sang ibu.

"Ib—"

"Diam Baekhyun." Baekhyun menutup kembali bibirnya. "Kau kembali hanya untuk membuat anakku menangis lagi? Apa kau tidak ingat dengan apa yang dulu telah kau lakukan kepada Baekhyun? Kau menyakitinya hingga membuat Baekhyun berubah!"

Bibirnya membentuk sebuah garis tipis. Tidak mampu membalas ucapan wanita yang lebih tua, sebab ia tahu dengan jelas bahwa setiap kalimat yang dilontarkan Nyonya Byun benar adanya. Yifan juga menyadarinya. Menyadari jika Baekhyun tidaklah seceria dulu. Ia juga dapat melihat gurat ketakutan yang terpancar dari iris Baekhyun ketika bertemu tatap dengan orang lain selain keluarga dan sahabatnya.

Setelahnya, Nyonya Byun hanya menatap Yifan dengan tatapan tak bersahabatnya lalu beralih untuk menatap sang anak.

"Kenapa anak ibu menangis, hm? Maafkan ibu yang tadi membentakmu." ujarnya lalu menangkup kedua belah pipi Baekhyun untuk menghadap ke arahnya. "Ibu hanya merasa terlalu marah melihat kau lagi-lagi menangis karena ulah seseorang dari masa lalumu."

Kepala Baekhyun menggeleng, Tangannya ikut terangkat untuk menggenggam tangan sang ibu. "Aku menangis bukan karena Yifan." balasnya dengan pelan. "Justru Yifan sudah berbaik hati untuk mendengarkan keluhanku, bu. Dan juga, kami sudah berbaikan."

Awalnya sang ibu sama sekali tidak mempercayai apa yang baru saja Baekhyun ucapkan. Namun ketika ia melihat senyuman tipis juga keseriusan dari tatapan sang anak, ia pun percaya. Wanita itu menghela nafas sekali kemudian menarik tangannya untuk berpindah menjadi memegang bahu Baekhyun.

"Lalu, siapa yang membuatmu seperti ini?"

"Bisakah kita membicarakannya di rumah, bu? Aku tidak nyaman jika harus bercerita di sini." Baekhyun berujar dengan pelan.

"Tapi kau harus berjanji untuk menceritakan semuanya kepada ibu. Mengerti?"

Dan sesaat setelah Baekhyun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Wanita paruh baya itu menjauhkan kedua tangannya dari bahu anaknya. Ia pun mengalihkan tatapannya ke arah Yifan yang kini balik menatapnya dengan tatapan yang sama sekali tak terbaca.

Keduanya saling bertatapan dalam diam selama beberapa detik sebelum yang lebih tua membuka suara. "Maafkan perbuatanku sebelumnya." Nyonya Byun sedikit membungkukan tubuhnya sebagai tanda bahwa dirinya benar-benar meminta maaf atas apa yang telah diperbuatnya.

Yifan yang melihatnya menjadi tidak enak hati dan sesegera mungkin meminta Nyonya Byun untuk kembali berdiri dengan tegak. Lagipula hal yang aneh ketika melihat seseorang yang lebih tua darimu membungkuk di hadapanmu. Yifan sedikit tertegun saat melihat senyuman milik Nyonya Byun yang benar-benar mirip dengan milik Baekhyun. Senyuman yang terlihat manis dan sangat menenangkan itu.

"Aku tanpa sadar melakukannya. Kau tahu, seorang ibu tidak akan pernah kuat melihat anaknya menangis. Sebelumnya kukira kau lagi-lagi melukai Baekhyun, jadi tanpa kusadari aku menamparmu begitu saja. Sekali lagi maafkan perbuatanku, Yifan." ucap Nyonya Byun. Senyuman semakin melebar lalu melanjutkan, "Terima kasih karena kau sudah mau meminta maaf kepada Baekhyun."

Tidak. Tidak.

Seharusnya ia yang berterima kasih karena Baekhyun sudah mau memaafkannya dan bukan sebaliknya. Namun ia tidak bisa mengatakannya sama sekali, sebab sepasang ibu dan anak itu sudah pergi begitu saja saat dirinya masih terpaku di tempatnya.


#


Baekhyun langsung mendudukkan dirinya di atas sofa setibanya ia dan sang ibu di dalam rumah. Iris sipitnya mengedar ke sekeliling rumah dan dirinya tak mampu menahan senyumannya. Semuanya masih tampak sama. Baekhyun benar-benar merindukan rumahnya, tempat dimana ia menghabiskan masa kecilnya dulu.

Tubuh sedikit berjengit ketika merasakan sebuah lengan melingkar di sekitaran bahunya. Senyuman lebar pun tak mampu ia tahan saat mengetahui siapa pemilik lengan tersebut dan tanpa aba-aba, Baekhyun memeluk dengan erat tubuh milik sang kakak.

"Baekbeom hyung! Aku merindukanmu." ujarnya lalu mengusakkan wajahnya di perpotongan leher pemuda lainnya.

Baekbeom tertawa pelan dengan tangan yang perlahan melingkari tubuh adik kesayangannya. Keduanya terdiam dalam posisi tersebut cukup lama hingga suara dehaman pelan milik kepala keluarga Byun terdengar. Kemudian suara tawa memenuhi seisi ruang keluarga kediaman Byun.

"Ayah!" Kini Baekhyun beralih memeluk sang ayah.

Tuan Byun menepuk punggung Baekhyun beberapa kali. "Dasar bayi besar." Ledek sang ayah.

Baekhyun mengerucutkan bibirnya lalu melepaskan pelukannya. Merajuk, eh.

"Aigoo.."

Baekhyun malah semakin cemberut kala kedua belah pipinya dicubiti dengan gemas oleh sang ayah. Nyonya Byun yang baru memasuki ruang keluarga setelah sebelumnya meletakkan barang belanjaannya pun ikut tertawa. Dalam hati merasa senang karena Baekhyun masihlah bertingkah seperti hari-hari yang lalu saat bersama keluarganya.

Wanita itu mendudukkan tubuh mungilnya di samping kiri Baekhyun. "Jadi, bisa kau jelaskan pada kami, kenapa kau menangis tadi?" tanya Nyonya Byun lagsung pada inti.

"Menangis?"

Uh. Baekhyun tidak menduga jika sang ibu akan bertanya disaat ayah dan kakaknya berada di sini. Untuk menceritakan hal tersebut kepada ibunya saja sudah cukup sulit, sekarang ditambah dengan kehadiran ayah dan kakaknya. Belah pipi digaruk meski tidak gatal dengan kepala yang sedikit tertunduk.

Wanita satu-satunya di sana menghela nafas sekali sebelum menarik masuk Baekhyun ke dalam pelukkan. Elusan lembut diberikan, berusaha menyalurkan rasa kasih kepada sang anak yang jelas terlihat sedikit takut juga ragu untuk bercerita. Kepala bersurai kehitaman milik Nyonya Byun bergerak mengikuti pergerakkan kepalanya yang memberikan isyarat kepada dua pria lainnya di sana untuk pergi dan memberi waktu untuk dirinya dan Baekhyun berbicara berdua.

"Ayah dan Baekbeom sudah pergi."

Baekhyun menggigit bagian dalam pipinya. Masih merasa ragu untuk menceritakannya kepada sang ibu. Nyonya Byun sendiri hanya mampu menghela nafasnya lelah ketika mendapati anak bungsunya terlihat ragu.

"Apakah ulah Chanyeol lagi?"

Baekhyun membeku dan itu sudah lebih dari cukup menjadi jawaban. Sepasan iris kelam itu terpejam rapat sedang sebelah tangan memijat pelipis dengan perlahan.

Pertanyaan yang terlontar dari bibir sang ibu membuat Baekhyun bungkam. Tidak mungkin dirinya mengatakan dengan jujur apa yang terjadi padanya. Karena ia sangat yakin jika balasan yang akan ibunya berikan tidak akan sesuai dengan apa yang dirinya harapkan. Kepalanya lagi-lagi sibuk memikirkan jawaban apa yang sekiranya harus ia berikan.

"Maaf, bu. Aku tidak bisa memberitahukan ibu."

Adalah jawaban yang Baekhyun berikan pada Nyonya Byun.

"Berhenti berbohong. Kau pikir sudah berapa lama ibu membesarkanmu, hm? Kau tidak bisa membohongi ibu, Baekhyun-ah."

"Aku tidak."

"Kau iya. Berhenti mengelak dan katakan kepada ibu. Siapa yang melukaimu?"

Baekhyun menggigit bibir bawahnya. Sedang dirinya sendiri sibuk menimang, apakah dirinya harus mengatakan yang sebenarnya kepada sang ibu atau menyembunyikan semuanya kembali seperti waktu yang lalu. Namun pada akhirnya ia menyerah, kalah dengan tatapan penuh permohonan yang dilemparkan oleh sang ibu kepadanya.

"Ch..Chanyeol yang melakukannya."

"Chanyeol? Suamimu?"

Kepalanya mengangguk untuk merespon pertanyaan sang ibu. Nyonya Byun menatap ke arah Baekhyun dengan tatapan lembutnya. "Ibu memang pernah memintamu untuk mau berteman dengan Chanyeol. Tapi, sayang, ibu rasa ini waktu yang tepat untukmu berhenti. Ibu sudah tidak kuat melihat kau harus terus menderita karena perbuatan Chanyeol. Bercerailah dengan Park Chanyeol."

Baekhyun menggeleng secara refleks.

"Kenapa?"

Baekhyun membuang tatapannya ke samping, tidak memiliki niatan untuk membalas pertanyaan dari sang ibu juga berusaha menghindari tatapan kebingungan yang dilemparkan kepadanya.

"Kau mencintainya?"

Nyonya Byun bertanya dengan pelan. Tapi pertanyaan itu berhasil menghentikan setiap pergerakkan juga kinerja otak Baekhyun. Pemuda berparas manis itu menoleh dengan cepat ke arah kirinya. Menatap wanita yang sudah merawatnya sejak kecil itu dengan iris yang membola.

Ibunya tahu?

Bagaimana mungkin?

Baekhyun sedikit tersentak kala pucuk kepalanya dielus dengan lembut. "Ibu tahu bahwa mencintai seseorang adalah hakmu. Tapi sebagai seorang ibu, aku tidak ingin melihat anak yang paling kusayangi ini terus terluka. Jadi kumohon, sayang. Berhenti menyakiti dirimu dengan terus mencintai seseorang yang bahkan tidak berpikir dua kali untuk melukaimu."

Ucapan sang ibu nyatanya membuat dadanya kembali berdenyut. Kenyataan bahwa ucapan sang ibu benar adanya juga dirinya yang mencintai orang yang terus menyakitinya membuatnya semakin terluka.

Air mata tak lagi mampu dibendung. Bening kristal mengalir turun membasahi wajah putihnya untuk yang kedua kalinya pada hari ini. Tubuh sedikit bergetar karena sang pemilik berusaha sekuat mungkin menahan isakkan. Ia membenci dirinya sendiri. Membenci dirinya yang tetap mencintai Chanyeol meskipun ia selalu disakiti.

"Tapi, bu. Aku tidak bisa berhenti mencintainya," Baekhyun berujar lirih. Tatapannya terlihat kosong. "Aku bahkan tidak mengerti mengapa aku bisa mencintai Chanyeol sedalam ini."

"Sayang, lihat ibu."

Baekhyun menuruti apa yang diperintahkan oleh sang ibu.

"Apa kau benar-benar mencintainya?"

"Ya."

Nyonya Byun memejamkan sepasang iris indahnya. Pelipis dipijat pelan. Kesungguhan itu dapat ia temukan. Anaknya mencintai Chanyeol, seorang suami yang tidak bisa menghargainya sebagai pasangan.

"Kenapa?"

"Aku tidak tahu bu. Aku hanya mencintainya tanpa alasan."

"Lalu apa yang akan lakukan dengan pernikahan kalian, Baekhyun-ah? Ibu mohon, jangan katakan kau masih ingin bertahan dan juga, Tuan Park sudah menyuruhmu untuk menceraikan Chanyeol bukan?"


#


Ruangan itu terlihat remang sebab hanya sedikit cahaya rembulan yang menjadi sumber penerangan. Keheningan mengisi setiap sudut tanpa diminta sedang seorang pemuda terduduk di atas sofa dengan pandangan yang sama sekali tak terbaca.

Detik menjadi menit.

Menit menjadi jam.

Entah berapa lama pemuda itu berada pada posisinya. Kusut adalah satu-satunya kata yang dapat mendeskripsikan penampilan pemuda itu. Surai keperakkan sedikit bergerak ketika angin-angin nakal yang memasuki ruang apartemen melalui celah jendela. Meski demikian, Chanyeol tak memiliki niatan sedikitpun untuk bergerak maupun bersuara.

Pikirannya sibuk berklana dan memikirkan berbagai hal. Dada berdenyut sekali mengingat apa yang terjadi sore tadi. Jujur saja, ia tidak mengerti apa yang salah dengan dirinya. Ia seakan tidak memiliki semangat sama sekali untuk melakukan hal apapun.

Kepala bersurai peraknya menoleh cepat saat mendengar suara pintu apartemen yang terbuka. Mengutuk dalam hati karena mendapati yang memasuki apartemen bukanlah seseorang yang ia pikirkan. Jadi dengan acuh, ia kembali menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa.

"Chanyeol?" suara terdengar memanggil.

Namun tak ada niatan untuk menjawab barang sepatah katapun.

Sisian sofa menurun akibat berat tubuh seseorang berpindah sepenuhnya ke atas sofa. Sebuah tangan mengelus lembut lengan Chanyeol yang tetap bergeming. Orang itu tetap keukeuh memanggil namanya, Akhirnya, dengan kasar Chanyeol menoleh dan melemparkan tatapan tajamnya.

"Apa yang kau inginkan lagi?"

Yang diberikan pertanyaan tercekat. Merasa terkejut bukan main mendapati nada kelewat dingin milik Chanyeol yang selama ini tak pernah didengarnya. "Kau terlihat buruk."

"Berhenti berbasa-basi dan katakan apa yang kau inginkan, Do Kyungsoo!"

Terkejut?

Jelas keduanya terkejut, Ini pertama kalinya Chanyeol meninggikan suara kepada Kyungsoo.

"Maaf."

Dahi mengernyit dalam sedang iris menatap penuh tanda tanya ke arah pemuda yang lebih pendek. "Untuk?"

"Karena telah membohongimu," ujarnya pelan. "Aku—"

Sebelah tangan pemuda yang lebih tinggi terangkat, menghentikan segala ucapan yang akan terlontar dari bibir tebal milik pemuda Do di hadapannya. Hatinya terlalu sakit kala kenyataan kembali menghantamnya keras. Ucapan yang pernah terlontar dari mulut sang ayah benar adanya, bahwa ia tidaklah mencintai Kyungsoo. Pemuda yang pernah ia anggap sebagai seseorang yang ia cintai ternyata tidaklah ia cintai maupun sebaliknya.

Keduanya hanya dibodohi oleh perasaan semu karena kehilangan seseorang yang kala itu mereka rasakan.

"Pergi dari sini." Chanyeol berucap dengan nada sangat rendah dan Kyungsoo tahu jika Chanyeol sedang benar-benar berada dalam kondisi yang buruk.

Kepala bersurai gelap itu menggeleng sekali, menolak perintah yang Chanyeol berikan meski dirinya tahu Chanyeol sedang tidak ingin dibantah perkataannya saat ini. "Tidak, Chanyeol. Kumohon dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu."

Erangan adalah apa yang Kyungsoo dapatkan setelahnya.

"Kubilang pergi, Do Kyungsoo!"

Lagi, Kyungsoo menggeleng. Menolak dengan keras ucapan Chanyeol. Dirinya sudah memberanikan diri untuk bertemu dengan Chanyeol setelah sebelumnya ia pergi. Ia tidak mungkin mundur.

"Chanyeol!"

Tubuh yang semula terduduk dengan malas kini dibawa untuk bangkit. Kepala keperakkannya sedikit menunduk untuk bertemu pandang dengan pemuda lainnya. Dan pada saat iris keduanya bertemu, Kyungsoo tahu bahwa semuanya telah berakhir. Tapi bibirnya tak mampu ia tahan untuk berkata,

"Aku mencintaimu, Park Chanyeol."

.

.

ToBeContinued

.

.

Uyeeeee, apdet gengs. Telat? Ya maappppp. Saya kehilangan mood pas kemaren udah ngetik 2.7k words :((

Tapi yang penting ini saya apdet kan :)). Dan jujur, saya ngerasa ini cerita makin ngelantur dongg ya. Harap bersabar dengan kegajean cerita ini, saya juga gak ngerti kenapa malah jadi begini ceritanya :') .

Btw, kalian maunya ini ChanBaek cere atau gak usah? Saya sih mau mereka cere :V /heh.

Udah gitu aja, buat yang review, fav dan follow, makasihhh yaaa :* . Maap saya gak bs bales review buat chapter kemaren, tp saya baca semua kok. Hehehe. Chapter selanjutnya? Semoga bisa dalem smnggu ini updatenyaa ya.

Terakhirr. Jangan lupa tinggalkan jejak ya zheyenkk :v

15/02/19 hundeer.