Disclaimer : Masashi Kishimoto. Pairing : NaruSaku slight SasuSaku. Rated : T. Genre : Romance & Drama. Warning : OOC. Typos. Boring cause mainstream theme '-')

Story by Hikari Cherry Blossom24


Falling In Love


BRUMM!

CKIIT!

Sebuah mobil Mercedes Benz G-Class bewarna putih dengan atap hitam berhenti secara tiba-tiba di depan mobil sedan yang di tumpangi oleh Sakura Haruno. Empat orang lelaki bermasker topeng keluar bersamaan, lalu menghampiri mobil Sakura sambil membawa senjata di tangan. Salah satu dari mereka menggedor jendela, sampai membuat supir yang mengendarai mobil sedan tersebut bergetar karena takut. Sakura tak kalah takut dari sang supir, bahkan sampai berkeringat dingin.

"Buka pintunya!"

Tak menjelang lama, pintu mobil tersebut terbuka. Lelaki yang tadi menggedor jendela segera menodongkan pistol di kepala supir, sementara Sakura tengah meronta dalam tarikan orang-orang keparat yang memaksanya keluar. Gadis itu bahkan tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba orang-orang itu datang dan menculiknya tepat di malam pesta pernikahannya.

Pesta mereka gagal dengan hilangnya Sakura..

"A-apa yang kalian inginkan dariku.." Nada bicara gadis itu terdengar bergetar. Bagaimana tidak, saat ini ia benar-benar merasa ketakutan. Dan lagi, tak satupun ada yang bisa menolongnya. Toh, siapa yang mau berkeliaran di jalan tol malam-malam begini. Hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu-lalang, namun tak berrniat berhenti walau si pengendara tahu apa yang sedang terjadi.

"Masuk!" Lelaki itu mendorong paksa Sakura, menyuruhnya masuk ke dalam mobil mereka. Sakura yang ketakutan hanya bisa duduk meringkuk dan pasrah ketika mereka mengingat kaki dan tangannya, lalu melakban mulutnya agar tak bisa berteriak minta tolong. "Ayo jalan." Kemudian mobil Mercedes tersebut melejit cepat membawa Sakura di dalamnya, dan lebih dulu meninggalkan acara pernikahan sebelum pengantin wanita sempat tiba di Gereja.

Lelaki bermasker topeng yang duduk di dekat Sakura tengah menghubungi seseorang melalui sambungan ponsel. Sakura dapat melihatnya dalam ketakutan.

"Boss, kami sudah membereskannya." Lelaki itu berbicara kepada orang diseberang ponsel. Beberapa kali ia mengangguk, sebelum kemudian sambungan di putus oleh yang di telfon. "Semuanya, kita akan menuju ke mansion tua, Boss akan menyusul setelah kita tiba."

"Baik." Kemudian mobil putih tersebut semakin melaju, melewati jalan tol yang mulai sepi akan kendaraan. Sakura makin takut, bahkan sampai menangis dengan suara tertahan. Ia takut jikalau disakiti oleh orang-orang ini. Mereka terlihat seperti bukan orang baik. Gagal total. Pernikahannya bersama kekasihnya— Sasuke Uchiha benar-benar gagal. Sekarang ia tak tahu harus melakukan apa, selain pasrah dan menanti kedatangan Sasuke bersama polisi yang akan menyelamatkan dirinya dari orang-orang tersebut.

.

.

.

Melihat mobil yang sejak tadi di tunggu-tunggu telah datang, Sasuke beserta keluarga bergegas menghampiri. Mereka telat setengah jam. "Kenapa lama sekali?" Sasuke langsung menuding sang supir yang baru keluar. Ia membuka pintu belakang, dan terkejut saat tak mendapati calon Istrinya di dalam sana. "Di mana Sakura!?" Ia mencekal kerah kemeja supir berambut hitam tersebut dengan kalap. "DI MANA CALON ISTRIKU!?"

Itachi segera menahan Sasuke. "Tenanglah.." Ucapnya sambil menarik lengan sang adik, menjauhkannya dari supir tersebut. Sasuke melepaskan diri dari Itachi dengan cara menyentak lengannya hingga lepas dari cekalan sang kakak.

"Apa yang terjadi? Di mana putriku?"

Supir tersebut menundukan kepala. "Maafkan saya.." Mebuki tahu, sesuatu telah terjadi menimpa Sakura. "Saya tidak bisa berbuat apa-apa saat mereka menodongkan pistol di kepala saya, lalu pergi membawa Nona Haruno." Dan benar saja perkiraan Mebuki. Kizashi langsung menahan tubuh wanita setengah baya itu yang lemah seketika. Ia memeluknya agar tak jatuh.

BAMM!

Pukulan keras mendarat di wajah supir tersebut. "BODOH!" Sasuke meneriakinya dengan keras setelah memukul batang hidungnya. "Harusnya kau korbankan nyawamu untuk Sakura, bukan malah mengorbankan Sakura untuk menyelamatkan nyawamu!" Kali ini Fugaku yang menahan Sasuke agar tak bertindak lebih lanjut. Anggap saja satu pukulan sudah cukup untuk membayar kelalaiyan supir itu.

"Apa kau melihat wajah mereka?" Fugaku bertanya dengan tenang, sementara Sasuke tampak terengah menahan amarah. Rasa ingin menghabisi supir bodoh itu terbesit di dalam hatinya.

"Maaf Tuan, mereka semua memakai penutup kepala." Sasuke makin kalap begitu mendengar jawaban dari supir tersebut. Ia hendak memukul wajahnya lagi, namun Itachi lebih gesit mencegah. Supir tersebut menjatuhkan diri, lalu bersujud di kaki Sasuke sambil menangis. "Tolong maafkan saya Tuan, saya benar-benar menyesal atas kejadian ini. Mohon jangan apa-apakan saya, kasihanilah Istri dan anak saya."

Sasuke menarik kakinya. "Untuk apa mengasihani keluargamu sementara kau membiarkan mereka menculik Sakura." Ia berdesis geram. Benar-benar geram kepada lelaki bodoh itu.

"Kizashi.." Mebuki tersandar lemah di dada sang Suami. "Sakura kita, tolong selamatkan dia." Ia menangis, cemas memikirkan keadaan Sakura.

Sasuke berlari menghampiri mobilnya yang terparkir di halaman gereja. " Sasuke, kau mau apa?" Itachi menyusulnya dari belakang.

"Aku akan mencari Sakura, dan membunuh mereka yang berani menculik calon Istriku."

Mata Itachi membulat lebar mendengarnya. "Bodoh, kau hanya akan membahayakan nyawamu sendiri." Ia memegang pergelangan Sasuke dengan erat. "Jangan bertindak sesuka hatimu, kita bisa menyelesaikan masalah ini di kantor polisi."

"Aku tidak bisa diam saja dan mengharapkan bantuan dari orang. Ini bukan masalah sepele, mereka bisa membunuh Sakura kapan saja. Nyawa calon Istriku ada dalam bahanya. KAU HARUS TAHU ITU, NII-CHAN!" Dada Sasuke membusung ketika menarik nafas. Rasa cemas ini benar-benar menyiksanya. Ia bersumpah tidak akan tinggal diam bila mereka berani menyakiti Sakura, sekali pun sehelai rambutnya yang terputus.

"Okay, aku tahu itu. Tapi saat ini kau harus bisa tenang, ini juga demi keselamatan Sakura. Apa yang bisa kau lakukan bila kau berani mendatangi mereka? Menghadapi mereka semua? Mati di depan mata Sakura, atau Sakura yang mati di depan matamu? Itu yang kau inginkan?" Pada akhirnya Sasuke melunak. Benar juga kata Itachi, tak seharusnya ia gegabah. Toh, ini juga untuk keselematan Sakura. "Aku berjanji akan membawa Sakura kembali untukmu, percayalah." Itachi berkata sambil menepuk pundak Sasuke. "Sekarang ayo kita kembali ke gereja."

Menghembuskan nafas, kemudian Sasuke mengikuti langkah Itachi. Tak ada yang harus diragukan bila Komandan Itachi turun tangan, dan tidak ada yang tidak beres bila Itachi yang menangani.

.

.

.

Sakura mengangkat wajah sembabnya begitu menyadari ada sepasang kaki berbalut sepatu hitam mengkilap di depannya. Seketika matanya melotot nyalang kepada orang bergender pria itu, menatapnya dengan sorot bengis. Lelaki bertatokan AI di dahinya itu tersenyum remeh, lalu berjongkok dihadapannya. Sakura mencoba mencaci-maki lelaki itu dengan keadaan mulut dilakban, namun hanya sebuah gumaman yang terdengar. Orang itu tertawa melihatnya.

Gaara menyentuh lakban yang melekat di mulut Sakura, kemudian membukanya dengan kasar. Alhasil, Sakura merintih pelan karenanya. Ia lalu menggapai dagu lancip gadis itu, dan membawa paksa pandangannya.

Cuihh!

Gaara memejamkan mata merasakan air hangat melekat di pipinya. Gadis lancang itu meludahinya. "Apa yang kau inginkan dariku, brengsek!" Ia menggeram menahan amarah. "Dasar pengecut!" Makian berikutnya menghabiskan kesabaran Gaara. Ia langsung mencekal harang gadis itu, membuat empunya meringis pelan. Rasa sakit yang ketara saat jemari kasar itu mencengkram rahangnya dengan keras.

"Mulutmu kasar, harus di beri pelajaran agar lain kali bisa berhati-hati ketika berbicara kepada orang." Gaara menyeringai, Sakura merinding melihatnya. Lelaki tak beralis mata itu jauh lebih mengerikan daripada melihat Sasuke marah.

"Dasar bajingan!" Sakura meronta dalam jeratan tali. Sulit bergerak dalam keadaan kaki dan tangan terikat, terlebih ketika di ikat di bangku. "Akan kulenyapkan kau ketika nanti Sasuke datang ke sini." Kecamnya dengan mata melotot, bahkan nyaris melompat keluar dari rongganya. Gaara tak menanggapinya, malah tertawa.

"Heh, kau fikir lelaki bajingan itu akan datang menyelamatkanmu selayaknya super hero?" Sakura mencoba mengalihkan wajah ketika Gaara mendekatinya. "Jangan banyak berharap, ini bukan dunia film. Sebaiknya kau diam dan duduk manis di tempat ini."

Wajah Gaara semakin dekat dengan Sakura. "Menjauh dariku, brengsek!" Ia menggeleng kuat, menolak nafas hangat dari lelaki itu menerpa kulit wajahnya. Gaara semakin dekat, hanya tinggal beberapa centi untuk dapat menikmati bibir mungil Sakura.

"Sedikit saja menyentuh kulit wajahnya, kau akan mati di tanganku."

Sontak, Gaara menjauhkan wajahnya dari Sakura lalu menoleh ke arah ancaman tersebut berasal. "Payah." Kemudian ia berdiri, dan meninggalkan Sakura yang tampak lega. Air mata gadis itu telah habis tercurah selama berjam-jam, hingga kini ia tak lagi bisa menangis. Toh, menangis sekali pun juga tidak akan menyelesaikan masalah. Sakura hanya bisa berharap semoga kejadian ini cuma mimpi dalam tidurnya.

Gaara berdiri dihadapan pria berambut pirang yang mengenakan celana blazer hitam dengan atasan kemeja putih panjang lengan serta dasi orange pucat yang melilit dibagian lehernya. "Jangan coba-coba berlaku lancang kepada tahananku. Ini urusanku, bukan urusanmu. Jadi berhentilah ikut campur dalam masalahku." Ini sudah yang kesekian kalinya Naruto memperingati Gaara agar keluar dari masalahnya. Lelaki Sabaku itu memang gemar ikut campur dalam masalahnya, padahal mereka sudah tak mempunyai hubungan apapun setelah pertunangan kakaknya batal sebelum berlanjut.

Gaara yang muak mendengar ocehan tersebut langsung melenggang pergi dengan rasa kesal. Anak itu selalu saja memperingati dirinya agar menjauh dari bocah sepertinya. Melirik punggung lebar Gaara sesaat, kemudian Naruto masuk ke dalam kamar— di mana Sakura di sekap. Ia berjalan santai sambil memasukan kedua tangan ke dalam saku celana.

Sakura sempat tercenung, namun buru-buru ia menyadarkan diri. Tsh, pria dihadapannya ini terlalu tampan dengan badannya yang tinggi dan rambut pirang tertata rapi.

"Apa yang sebenarnya kau rencanakan? Kenapa kau menculikku seperti banci pengecut, pecundang?" Gadis manis itu langsung menudingnya sambil memberi tatapan bengis. Jangankan mau tersenyum, ekspresi semacam apapun tak terpasang di wajah tampan itu. Sikapnya terlalu dingin.

Setelah Gaara, kini giliran Naruto yang berjongkok dihadapan Sakura. Dia menatapnya dengan sepasang blue safir tajam itu. "Aku hanya melakukan apa yang pernah dilakukan oleh para Uchiha itu padaku."

"Apa yang mereka lakukan itu tidak ada hubungannya denganku. Kau salah orang."

Naruto memejamkan mata sipitnya sesaat. "Jadi Sasuke Uchiha itu orang lain? Bukan pacar ataupun calon Suamimu?" Sakura menarik kepalanya kebelakang saat Naruto menyentuh ujung dagunya. "Nona, kau akan segera tahu suatu saat nanti. Ingat, suatu saat nanti, tidak hari ini." Ia berdiri membungkuk. Sakura menahan nafas ketika Naruto mendekati wajahnya bersama dengan segaris senyum tipis. "Mereka harus merasakan apa yang aku rasakan, itulah keadilan." Kemudian Naruto melepaskan tangannya dari dagu Sakura.

Gadis berusia 22 tahun itu jatuh tertunduk. Kepalanya terkulai lemah, hingga helaian merah muda tersebut menyembunyikan sebagian wajahnya yang basah karena air mata. Naruto membalik badan, lalu pergi menjauh dari tempat Sakura.

"Kau salah orang." Langkah Naruto terhenti. "Aku bukan pelakunya, tapi merekalah pelakunya.." Ia melirik gadis itu dengan kelapa menoleh ke samping. "Kenapa? KENAPA KAU MELAKUKAN INI PADAKU!? AKU TIDAK BERSALAH, MEREKA YANG BERSALAH! KAU SALAH ORANG!" Memejamkan mata, kemudian Naruto melanjutkan lagi langkahnya, meninggalkan Sakura yang tengah mengamuk di sana. "BRENGSEK KAU! AKAN KUHABISI KAU! LIHATLAH SUATU SAAT NANTI, AKU PASTI AKAN MENGHANCURKAN HIDUPMU!"

"Heh.." Naruto menganggapnya remeh.

BLAMM!

Pintu kamar tersebut ditutup, kemudian ditinggal pergi. Sementara Sakura di dalam terdengar sedang menangis. Sungguh sial nasibnya, pernikahannya hancur gara-gara lelaki biadab tadi. Hangus sudah angan-angannya ingin menjadi seorang Istri dan Ibu dari anak-anak Sasuke. Ini sangat keterlaluan.

.

.

.

"Masih belum ada perkembangan.." Sasuke terduduk lemah di kursi setelah mendengar pernyataan dari Itachi. Delapan hari sudah berlalu, tapi tak sedikit pun mereka padat petunjuk mengenai kasus penculikan Sakura. Entah kemana mereka membawa pergi calon Istrinya, hingga hilang jejak. "Jangan cemas, kita akan terus berusaha selagi mampu." Itachi menepuk pundak Sasuke, lalu tersenyum tipis.

Tokk tokk!

"Masuk!" Itachi menyahut ketukan tersebut dari dalam. "Ingat, tenangkan dirimu." Ucapnya pelan, namun hanya mendapat tatapan kosong dari sang adik. Sasuke cemas memikirkan keadaan Sakura. Entah baik-baik saja atau tidak dia saat ini.

Cklekk!

"Komandan, kami mendapat laporan baru mengenai kasus penculikan Putri Haruno."

Sasuke bangkit dengan cepat meninggalkan tempat duduknya. Ia langsung menghampiri bawahan Itachi yang kini sedang membawa laporan di tangannya. "Bawa sini, biar kulihat siapa pelakunya." Sasuke merampas map bewarna biru muda tersebut dari tangan Kisame, dan segera membukanya setelah itu.

"Maaf Tuan, untuk saat ini masih belum diketahui siapa pelakunya. Itu hanya sepotong bukti kecil yang bisa membantu kita memberi petunjuk.."

Seketika Sasuke kembali murung, bahkan tatapannya kosong. Selama delapan hari mereka bekerja keras, tapi usaha mereka tak menghasilkan apa-apa. Upaya mereka terbuang sia-sia. Orang-orang itu bukan gangster biasa, mereka terlahir dari orang-orang tangguh dan cerdik. Akan sulit mengungkap identitas mereka.

Itachi menatap map yang tergeletak di mejanya. "Aku mau keluar untuk mencari udara segar.." Kemudian Sasuke keluar secepatnya. Terlalu lama berada dalam ruangan tersebut membuat jantungnya berhenti berdetak, terlebih tak ada kabar mengenai hilangnya Sakura. Ketidak— adanya sosok gadis merah muda itu membuatnya sakit merasakan kekurangan yang hilang dari dirinya.

Itachi membuka map yang tadi Sasuke letakan. "Kuharap sedikit banyaknya laporan ini bisa membantu kita.."

"Kami akan terus berusaha, Komandan.."

Itachi memijit pelipisnya. Ia menghembuskan nafas lelah. "Ini kasus paling sulit dipecahkan selama bertahun-tahun aku menjadi polisi." Ujarnya— sedikit mencurahkan isi hati. Rasa lelah dalam menangani kasus ini tak dapat dihindari lagi. Para gangster itu sangat lihai dan licin seperti belut, terlalu sulit mengorek informasi tentang mereka. Baru kali ini Itachi dibuat selelah ini menangani kasus penculikan. Tapi tetap saja ia tak boleh menyerah, karena Sasuke sangat mencintai Sakura. Sudah menjadi tugasnya membahagiakan Sasuke— adik laki-laki satu-satunya yang ia miliki.

.

.

.

Mata Sakura bergerak jeli mengamati Naruto yang baru masuk. Sedikit banyaknya ada rasa bahagia kala melihat pria itu datang menjengkuknya, lantaran sudah dua hari ia tak melihat batang hidung mancung itu. "Kemana saja kau dua hari ini?" Ia duduk dalam keadaan sebelah tangan di borgol ditiang kepala ranjang.

Naruto meletakan nampan yang ia bawa ke atas meja. "Kenapa memangnya? Apa mereka melecehkanmu?" Ia berdiri tegap sambil bercacak pinggang, namun tanpa ekspresi di wajah. Gadis ini mulai cerewet lagi, pasti banyak tuntutan.

"Tidak."

"Lalu?" Alis Naruto saling bertaut.

Sakura membuang muka ke arah samping. "Bukan apa-apa, aku hanya ingin bertanya.." Pipinya tampak memerah, namun Naruto enggan mengakuinya. Sudah cukup gadis itu membebaninya dengan cara dia bersikap. "Kapan kau membebaskanku? Sudah sepulu hari termasuk hari ini, aku ingin melihat keluargaku." Pria itu menghembuskan nafas jenuh. Ini sudah yang kesekian kalinya Sakura bertanya dengan mengatakan alasan ingin melihat keadaan keluarga, atau rindu pada calon Suaminya. Sungguh, ia muak mendengar tuturan semacam itu. "Mau sampai kapan aku jadi kucing peliharaanmu."

Badan Naruto membungkuk, dan berada dekat dari Sakura. "Berhentilah bertanya yang tidak-tidak ataupun menutur apa yang kau rasakan. Aku bukan tempat curhatmu." Telunjuknya menyentuh ujung dagu gadis itu, membawa tatapan tersebut. "Atau mungkin kau tak akan pernah aku lepaskan." Ia menatap sinis pada sepasang zambrud milik Sakura. "Selamanya.."

Sakura menepis sentuhan Naruto terhadap dagunya. "Sasuke pasti datang menyelamatkanku dari orang gila sepertimu." Matanya mendelik. Sungguh, lelaki pirang ini benar-benar membuatnya geram setengah mati. Jika saja tangannya tak terikat, sudah pasti wajah tampan itu cacat karena kukunya. "Kau memang gila."

Naruto tersenyum remeh. "Kau bahkan lebih gila dariku.." Kemudian ia menarik wajah cantik gadis itu, dan mendekatkan padanya. "Kau gila karena terlalu banyak berharap dari orang seperti Sasuke Uchiha." Dahi lebar Sakura berkerut tebal mendengarnya. Ia sangat tak menyukai kata-kata yang baru saja lelaki itu ucapkan.

"Kau akan termakan kata-katamu sendiri kelak." Sakura meringis pelan saat kelima jemari tangan tersebut memegang lengannya dengan kuat. "Bodoh, kau menyakitiku!" Bahkan tenaganya tak berarti apa-apa untuk melepaskan cengkraman dari Naruto. Dia terlalu kuat untuk di lawan. "Pirang bodoh, sakit!" Rintihannya terdengar, membuat seringai tipis tercipta di wajah dingin Naruto.

"Mulut kasar, tapi menggemaskan.." Sakura tersentak. Perlawananannya terhenti seketika, dan malah menatap pria dihadapannya dengan tatapan shock. Rasa sakit di lengan kirinya hilang dalam sekejap. "Kau pasti tahu, Sakura Haruno."

Sakura mencoba memalingkan wajah dengan cara menggelengkan kepala. Lelaki itu mendekati wajahnya dengan seringai picik, dan ia takut sekali melihatnya. "Brengsek, apa yang mau kau lakukan!?" Bahkan dalam keadaan mendesak sekali pun mulut lancangnya tak henti menuai kalimat kotor.

Telunjuk panjang Naruto tertahan dibelahan bibir Sakura. "Yang kulakukan?" Seringainya melebar. "Ingin menyumpal mulutmu agar berhenti bicara kotor.." Sekujur tubuh Sakura membatu. Ia tak bisa mengelak ketika bibir merah milik lelaki itu membentur bibirnya, bahkan tanpa aba-aba langsung main lumat.

Sangking lebarnya melotot, sepasang bola mata Sakura terlihat seperti hendak melompat. Jantungnya berdebar keras, wajahnya memanas. Pria yang tak ia ketahui namanya itu telah mencuri ciumannya, sekali pun ini bukan ciuman pertama.

Sakura buru-buru menyadarkan diri dengan cara menggigit bibir Naruto saat menyadari dia semakin dalam memasuki rongganya.

"Ahh, shit!" Tautan bibir mereka lepas seketika. Naruto menyentuh bagian bibirnya yang terluka, sedetik kemudian rasa asin terecap di lidahnya. Berdarah. Bukannya marah atau apa, namun Naruto malah kembali memamerkan seringai lebar. "Aku suka wanita kasar." Sakura bergidik ngeri mendengarnya. Dia seperti pria dewasa yang menyukai gadis cilik.

"Dasar gila!"

Menghiraukan makian tersebut, Naruto segera berdiri. Bukan untuk pergi, namun malah mengungkung Sakura dari atas. Tentunya gadis itu ketakutan. "Well, aku memang gila, tapi ada sebabnya." Ia menahan pergelangan gadis itu, lalu menyatukan ujung hidung mereka. Pipi Sakura merona karena sikap Naruto.

"M-menjauh, atau a-aku akan berteriak." Gadis itu mencoba memperingati untuk menyelamatkan diri.

Naruto tertawa pelan. "Silahkan teriak sekerasnya, aku membiarkanmu melakukannya." Toh, mau sekuat apapun Sakura berteriak, tidak akan ada orang yang bisa mendengarnya. Ingat, saat ini mereka sedang bersembunyi di mansion tua yang terdiri dari tahun delapan puluhan. Ini tempat yang sepi, terlebih sudah 18 tahun mansion mewah ini kosong. Hanya Naruto yang terkadang datang untuk membersihkan mansion peninggalan Nenek moyangnya itu.

Sakura mengigit bibir bawah ketika merasakan endusan nafas di atasnya. Bersusah payah ia menahan diri menghadapi lelaki itu. Bagaimana bisa menolak bila ia ada dalam posisi terpojok, terpaksa menyerah dan pasrah.

"Biarpun dadamu rata, tapi kau cukup sexy untuk ukuran wanita.." Sakura mendelik. Kalimat dada rata kedengaran kurang sedap di telinga. Pria ini orang yang blak-blakan, terutama menyangkut seleranya sendiri.

"Bodoh!"

Kembali tertawa, kemudian Naruto langsung meraub bibir peach Sakura. Gadis itu mencoba meronta, namun tak berdaya. Ia terlalu lemah untuk menolak, terlebih menolak lelaki setampan dan sesexy Naruto. Sakura mengatupkan kedua matanya rapat-rapat, karena begitulah cara dia menahan diri agar tak terbuai. Toh, sia-sia saja, mau bagaimana pun ia tetap kalah.

Ddrrt.. drrtt..

So love me like you do, lo-lo-love like you do..

love me like you do, lo-lo-love me like you do..

Touch me like you do, to-to-touch me like you do..

What are waiting for you..

Menarik nafas malas, mau tak mau akhirnya Naruto melepaskan pagutannya terhadap bibir mungil Sakura. Ia merogoh saku celana, lalu mengambil ponsel miliknya yang berdering."Hallo?" Sapanya terhadap si penelepon. Terdengar ketus. "Ya, ada apa?" Ia bahkan tak kunjung beranjak meninggalkan tubuh Sakura. Malah bercakap masih dalam keadaan mengungkung gadis itu, namun menggunakan sebelah tangan.

Sakura membuka kelopak mata. Mendapati Naruto sedang berbicara di ponsel, ia langsung menarik nafas lega. Berterimakasih banyak kepada Kami - Sama karena telah menyelamatkannya dari pria mesum itu.

"Apa!?" Sakura mengerutkan dahi. Pria itu terlihat kaget, tampak jelas dari air muka yang dia tampilkan. "Persiapkan semuanya, kita akan pergi secepatnya dari tempat ini.." Naruto duduk di tepi ranjang, meninggalkan Sakura yang terheran melihatnya. "Lakukan tugas kalian dengan baik, jangan sampai membuatku kecewa." Kemudian Naruto memutuskan sambungan secara pihak, bahkan sebelum orang diseberang sana sempat menuntaskan kalimat pertanda mengerti.

Sakura ikut duduk dibelakang Naruto. "Sudah kubilang, Sasuke pasti akan datang menyelamatkanku darimu, orang gila." Bola mata Naruto bergulir ke sudut. Ia melirik tak senang pada Sakura. Gadis banyak omong dan kelewat percaya diri.

"Terserah.." Naruto berdiri, lalu membuka langkah— ingin pergi.

"Hey!" Lelaki itu berhenti, namun tak membalik badan. Sakura tampak sedang mengulum senyum, entah karena apa ia jadi bahagia. "Kau kalah, jadi kau harus menjawab pertanyaanku." Naruto bergeming dari tempatnya, tetap berdiri di sana tanpa menoleh. Tatapannya lurus ke depan. "Siapa namamu?" Wajah Sakura memanas. Mulutnya ambil andil dalam hal memalukan ini.

Akhirnya Naruto tergugah. Ia lekas memutar kepala, dan menatap Sakura dengan dahi berkerut. "Kau tak perlu tahu.." Balasnya, setelah itu melenggang pergi dengan gaya angkuh. Sakura mendengus muak. Dia memang lelaki sombong, mentang-mentang memiliki paras rupawan. Biarpun begitu, tak sedikit pun Sakura tergiur dengan orang seperti dia.

.

.

.

Itachi melempar map di atas meja, tepat di depan Sasuke. Ia menggapai pinggiran meja, lalu tersenyum puas. "Sedikit lagi kita akan berhasil.." Ucapnya spontan. Sasuke tampak puas, dan turut tersenyum. Akhirnya, setelah belasan hari menunggu dan bersabar, ada kalanya penantian yang menyiksanya berakhir. Sungguh, inilah kabar yang Sasuke nantikan. Mendapat petunjuk PASTI mengenai penculikan Sakura.

Sasuke memejamkan mata, la lalu mendongak. "Terimakasih.." Itachi tersenyum tulus mendengarnya. "Terimakasih atas bantuanmu." Imbuhnya kemudian.

"Sasuke, sekarang ayo ikut aku.."

"Kemana?" Walau bingung, namun Sasuke tetap beranjak menuruti Itachi. Itach merangkul bahunya, dan membasa sang adik keluar dari kamar. Sudah 1 minggu dia tak keluar rumah, bahkan sampai bolos kuliah. Hilangnya Sakura membuat Sasuke frustasi.

Itachi mengacak surai jabrik sang adik. "Kita cari udara segar, minum kopi bersama lalu menjenguk calon mertuamu. Mereka berhak tahu mengenai kabar ini, sekalian kau minta do'a restu dari mereka supaya besok perkerjaan ini diperlancar.." Ia tergelak ketika mendapati ekspresi tak biasa di wajah Sasuke. Lelaki itu memang akan marah bila diperlakukan selayaknya anak kecil.

"Jika tak ingat jasamu, kupastikan tanganmu patah."

Itachi meringis. "Ok, fine." Ia melepaskan rangkulannya terhadap bahu Sasuke. "Jangan marah-marah, nanti keberuntungang tak lagi berihak padamu." Sasuke mendecih. Kakak yang banyak omong.

"Setelah kejadian ini, aku bersumpah akan menajaga Sakura. Sekali pun nyawaku menjadi taruhan." Itachi menatap Sasuke. "Aku tak akan lalali lagi." Lanjut pria itu, lalu tersenyum kecut. Naruto Namikaze, dialah yang menculik Sakura. Dia adalah adik dari mantan kekasih Itachi yang telah meninggal 2 tahun lalu. Meninggal karena tabrakan di jalan raya, saat Itachi mengajaknya makan malam di sebuah restoran.

.

.

.

"Hey!" Tenten menoleh ke arah Sakura yang tadi memanggilnya. Sebelum membuka mulut, Sakura melongok di atas bahu Tenten terlebih dulu. Hanya ingin memastikan kalau tidak ada orang yang mendengar pembicaraannya. "Aku mau tanya.." Ia menggeser duduknya dari tengah ranjang menjadi ke tepi. "Ano, siapa nama laki-laki pirang itu?" Tenten tampak bingung dengan pertanyaan tersebut. Masalahnya, laki-laki berambut pirang ada dua orang di rumah ini.

"Yang mana?" Tenten bertanya disela kesibukannya memasukan lipatan baju ke dalam lemari. "Laki-laki pirang di sini ada dua, yang satu bawahan dan yang satunya lagi atasan." Bibir Sakura mengerucut. Ia jadi bingung yang mana orangnya. "Mungkin' kah Deidara - Senpai?" Tenten mencoba membenarkan. Rasanya tak masuk akal bila Sakura tidak tahu nama Boss mereka, mengingat keduanya kerap berduaan di dalam kamar. Entah apa yang sudah mereka lakukan.

"Eumm.. itu, yang yang rambut pendek. Boss kalian." Tenten tersedak ludahnya sendiri. Ternyata benar, Sakura tidak tahu nama Boss mereka. Well, jadi apa saja yang selama ini mereka lakukan? Yang Tenten fikirkan hanya bermesraan, namun yang Sakura alami penderitaan. Tenten mengira Naruto menculik Sakura karena Tuan muda nya itu mencintai dia, namun ternyata kenyataan jauh lebih pahit dari khayalan yang ia bayangkan.

Tenten segera meninggalkan pekerjaannya, dan menghampiri telak ranjang Sakura. "Apa kau benar-benar tidak tahu nama Tuan muda?" Gadis itu menggeleng dengan wajah polos, Tenten meringis melihatnya. "Astaga.." Ia kemudian ikut duduk disebelah Sakura. "Nama Tuan muda Naruto Namikaze, anak bungsu dari satu kakak perempuannya yang sudah lama meninggal."

Sakura langsung tertarik. "Hm, meninggal karena apa?"

Tenten rasa Sakura memang harus tahu, biar dia tak salah paham. "Begini, Nona Naruko itu adalah kekasih Itachi Uchiha. Pada suatu malam Itachi datang ke rumah menjemput Nona Naruko untuk mengajaknya makan malam di luar, tapi saat di jalan mereka mengalami kecelakaan. Keadaan Nona Naruko kritis, dan dia meninggal setelah beberapa jam sempat di rawat di rumah sakit."

"Apa karena itu Naruto jadi memendam dendam kepada keluarga Uchiha?" Gadis bercepol dua itu mengangguk— membenarkan. "Bukankah itu hanya kecelakaan yang tak disengaja? Bagaimana mungkin Itachi - Niisan mencelakai orang yang dia cintai?"

"Tidak, kau salah.." Kerutan di dahi lebar Sakura makin tebal. Tenten semakin mendekatinya, ingin berbisik saja agar tidak ada anak buah yang mendengar obrolan mereka. "Yang aku dengar, Tuan muda mendapat informasi tentang kematian Nona Naruko. Katanya kecelakaan itu memang disengaja, mereka sudah merencanakannya dari awal. Tuan Uchiha lah yang merencanakan pembunuhan itu, karena sebenarnya dia tak merestui hubungan Nona Naruko dan Itachi.."

Sakura terkejut. "Kenapa tidak direstui?"

Tenten mengangkat bahu. Untuk pertanyaan itu ia tak bisa menjawab, karena sejujurnya ia benar-benar tidak tahu. Yang pasti ada alasan tertentu dibalik kenekatan Naruto melakukan tindakan kriminal, hanya saja mulutnya terlalu rapat untuk mengatakan semuanya. Bahkan kepada orang tuanya sendiri. Awalnya Tenten mengira kalau Sakura kekasih Naruto yang telah dijodohkan dengan pria lain, tapi ternyata ia salah mengira. Rupanya Sakura ada hubungan dengan para Uchiha itu. Pantas saja Naruto menculiknya. Untuk balas dendam rupanya.

Sakura menatap sepasang kaki miliknya dari atas. "Dia harus mejelaskan semuanya.." Ia bergumam pelan. Tenten dapat mendengarnya, namun terlalu samar untuk dijelasi.

"Kau mengatakan sesuatu?"

Buru-buru Sakura mengangkat kepala lalu menggeleng. "Eumm, aku hanya bilang mungkin hidupku tidak akan lama lagi.."

"Hus, jangan bilang begitu, sudah lama aku mengenal Tuan mudah." Sakura hanya tersenyum kecut menanggapinya. Tenten memang sudah lama mengenal Naruto, tapi ia baru mengenalnya dalam hitungan belasan hari. Mana ia tahu seperti apa orang yang bernama Naruto Namikaze. Yang kata orang baik bak malaikat, bagaimana kalau tiba-tiba membunuhnya dengan tragis bak malaikat pencabut nyawa. Hanya membayangkannya saja sudah membuat Sakura bergidik. Sakura tak bisa percaya begitu saja kepada orang yang baru ia kenal, terlebih orang itu adalah Boss dari gangster ternama di kota ini.

.

.

.

Sakura meringis ketika merasakan perih dibagian pergelangan tangannya. Gara-gara terlalu lama di borgol, garis merah memar menghias kulit mulusnya. Ia diperlakukan selayaknya binatang, tidak bisa keluar, makan pun di beri seperti kucing. Bahkan, buang air sekali pun ia di pantau. Rasanya seperti hidup dalam penjara, walau sebenarnya ia tak tahu seperti apa rasa dipenjara. Gadis itu di buat bergegas bangun saat seseorang membuka pintu kamarnya dengan tergesa. Tentunya ia terkejut.

Naruto masuk dengan langkah tergesa, kemudian langsung mendatangi Sakura yang tampak heran melihatnya. "Ada apa?" Gadis itu bertanya, namun ia hiraukan dan malah membuka borgol yang mengikat pergelangan Sakura. "Sudah kubilang, bukan." Ia tersenyum menang, terlebih ketika Naruto menatapnya dengan sorot tajam. "Kau kalah, Naruto.."

Pria muda itu mengerutkan kening. "Dari mana kau tahu namaku?"

Sakura tersenyum jahil. "Dara mana saja bisa." Ia menyeringai.

Naruto memutar matanya bosan. "Terserah.." Jawabnya acuh tak acuh, lalu menarik Sakura keluar dari kamar tersebut.

"Hey, kau mau membawaku kemana lagi? Apa seperti ini caramu bertindak bila sudah kalah?" Sakura memprotes di tengah mengikuti langkah Naruto. Ck, pria itu bahkan enggan melepaskan gandengan pada tangannya.

".."

Sakura mendengus kala tak mendapat respons. "Payah."

Naruto berhenti secara mendadak, tanpa sengaja membuat Sakura menubruk punggung lebarnya. Gadis manis itu komat-kamit dibelakang Naruto. "Sial!" Pria itu mengumpat kala mendapati beberapa mobil polisi memasuki halaman mansion. "Mereka lebih cepat dari yang aku perkirakan." Telinga Sakura berdiri begitu mendengar ucapan tersebut.

"SASUKE, TOL—"

Naruto membekap mulut Sakura. Tak hanya itu, ia bahkan menodongkan laras pistol di kepalanya. "Diam, atau aku pecahkan kepalamu." Gadis itu mengangguk patuh. Jika disuruh memilih, tentu ia lebih sayang nyawa. "Ikut aku." Lelaki itu menyeretnya ke suatu tempat. Bukan turun ke bawah, namun malah membawanya naik ke lantai atas. Saat ini mereka sedang menuju ke atap mansion. Sakura berkeringat dingin, terlebih melihat laras pistol terarah di kepalanya. Ia belum mau mati sekarang, setidaknya ia masih mau menikmati keindahan dunia.

"BERHENTI!" Obito Uchiha menodongkan senjata api ke arah Naruto. Mata Sakura membulat mendapati sang Paman dibelakang mereka. "Angkat tangan!" Tak lama kemudian Sasuke dan beberapa anak buah lainnya tiba di atap mansion. Tak kunjung patuh, Naruto malah menunjukan aksi nekatnya kepada mereka, membuat Sasuke terbelalak seketika melihatnya.

"Biarkan, atau aku tarik pelatuknya?" Lelaki bermata sipit itu menyeringai. Tidak ada pilihan lain untuk mereka, kecuali menjuhkan senjata. Mana mungkin Sasuke sanggup melihat Sakura diperlakukan seperti itu, jadi terpaksa ia mengalah.

"Jatuhkan!"

"Apa?" Obito menatap Sasuke dengan tatapan tak percaya.

"AKU BILANG LEPASKAN SENJATA KALIAN!"

Obito dan yang lainnya menjatuhkan senjata mereka di lantai. Sial sekali, capek-capek mendapatkan pelaku, Sasuke malah seenaknya menyerah. Perjuangan mereka jadi sia-sia. Sakura menitikan air mata, menatap Sasuke dengan mata berlinang. Lelaki emo itu balas menatapnya, namun dengan tatapan kosong. Sakura tahu apa yang saat ini Sasuke rasakan. Pasti sesak sekali, apalagi melihat keadaannya.

Sebuah helikopter bewarna hitam kilap tampak terbang di udara, dan singgah tepat di atas kepala mereka. Seseorang memunculkan diri, lalu menjatuhkan tali ke bawah. Sebelum menggapai tali tersebut, Naruto memberi salam hormat pada para polisi tersebut. Sambil tersenyum ia mengedipakan sebelah mata.

"Sial!"

Sai mengangkat tangan, mengisyaratkan pada mereka untuk menarik tali tersebut. "Perpeganglah yang erat, nanti kau jatuh." Karena masih sayang nyawa, Sakura patuh pada perintah Naruto. Ia malah melingkarkan tangannya di bagian leher pria itu, Sasuke patah hati melihatnya. Toh, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Berani melepaskan tembakan, maka bersiap-siaplah kehilangan Sakura. Jatuh Naruto, jatuh pula Sakura. Sasuke terpaksa harus memilih mengalah demi keselamatan Sakura, dan pulang dengan usaha sia-sia.

Naruto Namikaze terlalu tangguh untuk di kalahkan, dan terlalu cerdas untuk menyaingi strategi nya..


To be continued..