Seribu Tahun

―"Penantianku telah berakhir sekarang."―

..

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Akashi Seijuurou x Kuroko Tetsuna (Fem!Kuroko)

Romance, Supernatural, Fantasy

M for save

Warning: Vampire!GoM, Human!Kuroko, OOC, Typos, etc

..

Chapter 4

..


"Tolong ijinkan aku pulang."

Berulang kali Tetsuna meminta, namun jawaban Seijuurou tetap sama. Tidak akan.

Namun entah suatu keberuntungan atau bagaimana, malam ini pemuda crimson itu berubah pikiran.

"Dengan syarat," Tetsuna memasang telinga baik-baik. "Sewaktu-waktu, aku akan menarikmu kembali ke sini."

"Baiklah." Tanpa pikir panjang, syarat itu disetujui. Yang penting sekarang harus pulang dan memberi tahu Ogiwara-kun jika aku selamat, pikirnya.

Seijuurou terdiam, lalu menyuarakan lagi kalimat yang terlintas pada benaknya. "Dan ini yang paling penting; jangan beritahukan kepada manusia, jika kau ditawan oleh vampir. Keberadaan kami dirahasiakan, dan kau akan tahu akibatnya jika melanggar yang satu ini." Dengan tatapan dingin, ia mengancam. Tetsuna terpaksa setuju.

"Kau adalah satu-satunya manusia yang keluar dengan selamat dari kastil ini." Dengan pandangan merendahkan, Seijuurou berkata. Tetsuna hanya diam dan mengutuknya dalam hati.

"Satsuki."

Gadis pinkish itu muncul di dalam kamar Seijuurou; membawa seragam serta tas milik Tetsuna yang ia pakai saat malam itu. "Satsuki akan mengantarmu. Ingat pesanku tadi."

Sang pemuda keluar, meninggalkan Satsuki yang tersenyum seraya menawarkan kedua benda itu pada Tetsuna. Gadis baby blue menerima. "Terima kasih," gumamnya pelan. Satsuki yang melihatnya, entah mengapa menjadi sedikit tidak tega. "Akan kuantar dengan mobil saja, ya."

Mereka berjalan menuju tempat penyimpanan mobil. Meski menurut pimpinan mereka ini bukanlah benda yang cukup berguna, setidaknya akan membantu penyamaran mereka untuk berbaur dengan manusia. Maka ditetapkanlah kewajiban bahwa mereka harus pandai berkemudi mobil.

"Jadi," Satsuki membuka percakapan agar keheningan diantara mereka berdua terpecah. "Bagaimana rasanya tinggal sementara bersama Akashi-kun?"

"Buruk." Tetsuna menjawabnya dengan penuh kejujuran. Gadis pink di sebelahnya meringis. Ia mulai menyalakan radio, saat berhenti tepat pada lampu lalu lintas yang nyalanya merah.

Keheningan diisi dengan musik yang diputar oleh salah satu stasiun radio yang Satsuki pilih. Satu menit terpampang pada penghitung waktu mundur; menunjukkan bahwa semua kendaraan yang ada di hadapannya harus berhenti dalam durasi itu.

Satsuki melirik, curi pandang pada Tetsuna yang bungkam seraya menatap lurus ke depan. Gadis itu jadi gugup sendiri. Pasalnya ia tak suka akan keheningan―karena pribadinnya adalah gemar membicarakan hal apapun dengan orang baru. Namun jika dilihat dari karakter gadis baby blue di sampingnya ini, Satsuki merasa harus memutar otak untuk mencari topik yang akan berujung pada obrolan panjang. Apa yang cocok ya...

"Ah, Tetsu―"

"Satsuki-san sendiri tidak keberatan jika harus bekerja dengan Akashi-kun?"

Panggilan Satsuki dipotong. Disodorkan pertanyaan tersebut, ia tak langsung menjawab.

"Tentu saja tidak." Gadis itu mengulas senyum ringan. "Karena kami ini sebangsa. Aku, Dai-chan, Ki-chan, Midorin, dan Mukkun sudah mengabdi padanya sejak lima ratus tahun yang lalu!"

Tetsuna terdiam. Ternyata benar, tentang fakta jika vampir bisa hidup selama ratusan tahun.

Sementara mobil di belakang menyerukan klakson, Satsuki segera melajukan kendaraan mereka. Meluncur di atas aspal bersama beberapa kendaraan lain.

"Nee, Tetsu-chan." Satsuki kembali memanggil. Membuat entitas biru muda di sebelahnya menoleh. Namun gadis pink itu tak menatap balik. Ia masih fokus mengemudi, seraya bertanya, "Kau tahu ada kebun mawar di halaman belakang kastil?"

Gelengan pelan menjadi awal jawabannya. "Aku tidak pernah keluar dari kamar Akashi-kun." Ya, sejak kejadian di ruang singgasana itu.

Belah bibir Satsuki meluncurkan tawa halus. Sedikit geli saat mengingat kejadian di mana para vampir yang saat itu sedang mengadakan pertemuan, mati-matian menahan lapar saat mencium aliran darah sang gadis biru muda.

"Kalau begitu saat berkunjung nanti Tetsu-chan harus melihatnya." Satsuki membelokkan setir ke kanan, menuju komplek perumahan tempat apartemen yang dihuni Tetsuna berada.

Lawan bicaranya menghela napas. "Justru aku tidak ingin ke sana lagi."

Lagi, Satsuki tertawa. "Tetsu-chan pasti ke sana lagi, karena Akashi-kun yang akan menjemput."

Satsuki berkata begitu seakan Tetsuna tak punya pilihan untuk menghindarinya. Karena bagaimanapun, tentu saja karena Seijuurou memiliki kemampuan teleportasi untuk mengetahui di mana dirinya berada.

"Sampai." Mereka berhenti di depan pagar apartemen yang dimaksud. Tetsuna turun, lalu segera mengucapkan terima kasih dan penawaran, "Apa Satsuki-san ingin mampir dahulu?"

Yang ditawari menggeleng pelan. "Maaf ya, setelah ini Akashi-kun memintaku untuk menyelidiki sesuatu."

Tetsuna mengangguk maklum. "Baiklah, selamat malam." Mobil dilajukan kembali, dan gadis itu menunggu sampai hilang di tikungan terdekat. Setelahnya, ia melangkah menuju kamar miliknya.

"Eh?" Ia tak sengaja memutar kenop saat ingin memasukkan kunci. Pintu sedikit terbuka; menampakkan celah yang langsung mengeluarkan seberkas cahaya. Tetsuna membukanya, dan terlihatlah satu sosok yang membuatnya terkejut; tengah tertidur di sofa.

"... Ogiwara-kun?"

..

..

..

"Nenekku sakit. Jadi kemarin aku langsung menengoknya setelah pulang ke apartemen. Maaf karena tidak mengabari. Aku panik sekali, dan di sana tidak ada jaringan telepon."

Baru kali ini, Shigehiro mendengar ucapan terpanjang yang keluar dari mulut Tetsuna. Tapi bukankah itu terkesan mencurigakan? Alasan sepanjang itu dengan pengucapan yang cukup lancar, seperti dibuat-buat.

"O-oh," tanggapnya sebagai respon awal. Ia menggaruk tengkuk. "Tapi bukankah kau tidak punya keluarga, Kuroko?"

Gerakan jari yang sedang mengaduk teh di dapur itu, terhenti. Hening sesaat. Shigehiro menyesali. Dirinya pasti salah ucapan.

"... Kuro―"

"Nenek yang merawatku di panti asuhan sejak kecil." Nampan berisi dua cangkir teh diletakkan di atas meja tamu. Tetsuna bersimpuh. "Aku mendapat kabar dari suster yang ada di sana."

Shigehiro terdiam, menatap riak kecil pada permukaan teh yang disuguhkan sang gadis malam itu. "Sou ka..."

Dirinya berdehem pelan. "Aku sangat khawatir. Kau tidak masuk selama empat hari tanpa kabar. Makanya...," sang pemuda memalingkan wajah yang sedikit bersemu. "Aku menunggumu setiap malam di sini―t-tidak apa-apa..., kan?"

Gadis baby blue tersebut sempat terkesiap. Sesaat ia mengulas senyum tipis. "Tak apa." Kepala ditundukkan, bersama dengan jatuhnya anak rambut yang menutupi wajah bagian depan. Ah, teman masa kecilnya ini, begitu perhatian. Tetsuna tak terlalu peduli, namun menurutnya, Shigehiro telah menaruh hati.

"Terima kasih," lirihnya pelan. Shigehiro makin menundukkan kepala dalam-dalam; menyembunyikan semburat tipis. "Y-ya..."

..

..

..

Pintu ruang singgasana dibuka kasar. Membuat kaget para vampir yang ada di sana. Seorang penjaga kastil masuk dengan wajah yang amat pucat. Seijuurou menatapnya setengah heran dari atas kursi tahta.

"Akashi-sama! Gerbang―"

Belum sempat menyelesaikan kalimat itu, kepalanya ditebas dari belakang. Seluruh vampir yang ada di sana terkejut. Seijuurou sampai berdiri dari bangku kekuasaannya.

Aomine terbelalak. "I-itu..."

Sosok berjubah hitam itu menyeringai lebar. Sambil mengibaskan pedang yang berlumuran darah, ia berjalan maju. Kakinya menginjak genangan darah prajurit yang dibunuhnya tadi. Pemuda crimson itu menatapnya tajam.

"Mayuzumi," desisnya. Ketika marga itu disebut, sosok tersebut tertawa.

"Lama tak jumpa, Se-i-juu-rou."

"Kau terlihat senang dengan perjumpaan ini. Maaf, kami sedang tidak menerima tamu sekarang."

Dalam sekejap, Seijuurou mengayunkan tangan dengan gerakan hendak menebas sosok tersebut dari belakang. Sempat terkejut selama beberapa detik, untungnya serangan itu berhasil dihindari. Nyala api hitam dari tangan Seijuurou semakin berkobar. Sosok berjubah hitam itu bersiul.

"Hampir saja aku mengenai apimu. Kenapa tidak sekalian saja kau terbakar?"

Lawannya memiliki kecepatan yang cukup tinggi. Sekali lihat, Seijuurou tahu bahwa sosok itu bukanlah dia. Ia bungkam; tak berminat menjawab ejekan itu.

Namun si jubah hitam tak bisa lega. Serangan kombinasi Daiki dan Ryouta, serta hantaman Atsushi hampir mengenainya. Bertubi-tubi serangan dilancarkan, namun tak ada satupun yang kena.

"HAH!" Ia menyeringai dengan sarat mengejek. "Dasar lemah―"

Crash.

"Coba bilang satu kali lagi, nanodayo."

Dua jarum panas menembus bahu kanannya. Ah, sialan. Ia lengah. Perlahan, si jubah hitam berlutut. Gawat. Kesadarannya mulai menipis. Ia tahu bahwa Shintarou bukanlah pemuda yang bisa diremehkan. Jarum yang dipakai untuk menyerang dirinya tadi, pasti ada racun tertentu.

"SEKARANG!"

Seijuurou memberi perintah. Daiki, Ryouta, dan Atsushi langsung merangsek maju untuk menerkam si jubah hitam yang tengah tak berdaya.

"Argh!"

Ketiganya terpental jauh sampai meretakkan dinding ruang singgasana. Sosok tadi berpindah tempat, ke atas langit-langit ruang singgasana yang tinggi. Seijuurou menengadahkan kepala. Memandangnya tajam.

"Aku sangat terhibur. Selama seratus tahun melarikan diri dan tidak aktif, kalian menjadi pengecut yang berbaur di dunia manusia dengan memangsa mereka." Sosok berjubah hitam itu mengejek, lalu tertawa keras.

Meski wajahnya tidak terlihat, Seijuurou tahu. Si jubah hitam tengah menatapnya dengan tajam.

"Kami akan mengambil safirmu nanti. Lihat saja. Jika sudah waktunya, maka kehancuran klan Akashi, akan datang!"

Ultimatum tersebut diluncurkan, dan setelahnya sosok berjubah hitam tadi berubah menjadi sekumpulan kelelawar yang lalu lalang mencari jalan keluar.

Ekspresi Seijuurou mengeras. Ia tahu benar apa yang sudah dimaksud oleh sosok berjubah hitam tadi.

"Minna-san!"

Satsuki mematung. Niatnya yang ingin menyampaikan suatu kabar, kini terhenti sementara melihat keadaan rekan-rekannya. Terutama sang kekasih. "D-dai-chan!"

Segera dihampirinya Daiki yang sedang duduk di lantai. Gadis pinkish itu dengan khawatir memeriksa fisik sang pemuda; takut-takut bila ada luka. Namun syukurlah, karena luka lecet ataupun darah kecil yang sempat menetes, kembali seperti semula. Kemampuan regenerasi. Artinya, pemeriksaan Satsuki cukup sia-sia.

"Ada kabar apa?" Seijuurou melangkahkan kaki, lalu duduk di atas kursi tahtanya seperti tidak merasakan kejadian apapun. Satsuki berdiri, lalu berlutut hormat.

"Mayuzumi telah bergerak. Salah satunya berada di kawasan yang sama dengan Tetsu-chan, karena aku merasakan auranya saat berada di sana."

Klan Akashi terbilang hebat karena kemampuannya melihat masa depan, dan klan Mayuzumi berhasil mencuri dengar tentang ramalan itu. Ada penyusup yang menyampaikan kabar tersebut, dan sang pemimpin klan Mayuzumi bersumpah akan menyergap belahan jiwa Seijuurou dengan menjadikannya sebagai 'senjata'.

"Akan ada masa di mana kekasih abadimu itu akan memilih, antara kau, atau keluarganya. Ketika ia memilih keluarga, kau akan dihadapkan pada suatu pertempuran berdarah, Seijuurou. Pertempuran inilah yang akan menjadi penentu akhir bagi kedua klan. Akashi, atau Mayuzumi."

Dari ratusan tahun ia berkelana dan berseteru dengan klan Mayuzumi, Seijuurou pernah melihatnya. Satu vampir yang fisiknya hampir mirip dengan Tetsuna.

..

..

..

4th Chapter; End

..

..


[A/N]

..

Sebenarnya chapter 3 sudah lama ditulis, tapi ya kok malas publish /heh. Satu atau dua minggu, ff ini terlantar- jadi sebagai gantinya, dua chapter diupdate. Rencananya saya mau update mingguan, namun berhubung UKK sudah di depan mata /? jadi akan ditunda dulu, sementara alasan lainnya adalah saya memiliki project multichapter Akafem!Kuro yang lain~

Chapter kelima masih dalam proses awal, jadi semoga kalian setia dengan ff ini /? ;u;