.

.

Title : Flat Feel

Genre : Drama, romance

Rate : T-M

Cast : EXO

Pair :ChanBaek, Chanxing, Hunbaek (slight) SuD.O, Kaisoo, Kray, Hunhan

.

Sebuah tulisan dengan ide mainsetrum tentang perasaan yang samar antara dua mahasiswa tingkat akhir.

.

.

Start!

Jika yang satu selalu denial dan yang satu lagi terlalu cuek, Cinta itu apa?

.

얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌

.

Rabu pagi, matahari masih berbaik hati menebar vitamin D dan masih 2 jam sebelum kelas Baekhyun dimulai pukul 10 nanti. Tapi lelaki bermata segaris itu sudah keluar flat nya, beranjak ke flat sebelah. Tidak perlu memencet bel, ia langsung menekan kode pintu yang sudah hapal di luar kepala.

Voila!

Pintu terbuka menjadi display hasil karya seorang anak manusia bernama Park Chanyeol. Baekhyun geleng-geleng kepala, memuji keahlian orang itu memberantakan tempat tinggalnya sendiri.

Berjinjit menghindari sebaran berbagai macam barang dari kertas hingga perkakas, Baekhyun menuju kamar. Menyalakan lampu kamar, diketahui bahwa keadaanya tidak berbeda dengan ruang tamu. Sebagai tambahan, ia menemukan tubuh hanya dengan boxer, terkapar di atas ranjang yang wujudnya lebih mirip tumpukan pakaian kotor.

"Yeol. Bangun!" tegur Baekhyun.

Tubuh titan itu tidak bergerak.

"Yeol, kau ada kelas jam 9 nanti." Baekhyun mencolek-colek perut kencang di hadapannya.

Bergumam tidak jelas, hanya bergeser sedikit.

Baekhyun menghela napas "YAH! Park Chanyeol! Bangun atau kubakar kasurmu!"

Teriakan ajaib itu membuka mata besar Chanyeol. Ia langsung terduduk antara masih ngantuk dan tidak sadar. Sambil menguap lebar, bergumam kacau mengacak rambut kelamnya.

Baekhyun tidak protes lagi, ia memungut bantal yang terjatuh di depan lemari.

"Kau siapa?"

Baekhyun menoleh ke pintu kamar, seorang berkulit pucat berdiri di sana dengan mug mengepul di tangan. Keadaanya sama dengan Chanyeol—tanpa baju.

Baekhyun melempar begitu saja bantal ke ranjang "Kau siapa?" Baekhyun balik bertanya karena orang itu sungguh asing. Ia kenal semua teman Chanyeol yang pernah mampir flat ini.

"Sehun pacarku." Suara Chanyeol turun dari ranjang.

"HAH?!" Baekhyun histeris menatap Chanyeol. Tidak percaya dan tidak terbayang. Seorang Park Chanyeol yang sangat manly itu tidak mungkin punya pacar juga se-manly Sehun. Baekhyun ngeri memikirkannya.

"Jangan sembarangan Hyung." Jawab Sehun menabok kepala Chanyeol yang berjalan melewatinya lalu masuk kamar mandi.

Oh, ternyata bukan. Baekhyun ingin mengelus dada saat itu juga. Tapi melihat jam, ia lebih memilih ke dapur lalu membuka kulkas.

"Kami semalam begadang mengerjakan proyek tugas." Sehun duduk di kursi makan. Santai saja, tanpa berpikir mengenakan pakaian.

Baekhyun mengangguk di depan kulkas, antara paham dan berpikir ingin masak apa pagi ini. Setelah mempertimbangkan bahan dan waktu, diputuskan sayur tauge dan telur dadar jadi menu sarapan.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya Sehun sekedar basa-basi.

"Ada." Jawab Baekhyun sambil mencuci sayuran "Pakai baju, kemudian potong bawang ini." Nyatanya Baekhyun tidak menganggap itu basa-basi.

Sehun beranjak, meraih kaos di senderan kursi lalu menghampiri Baekhyun. Hanya memotong bawang, bukan urusan sulit "Dan kau, pacarnya Chanyeol hyung?"

Kompor gas dinyalakan "Tetangga."

"Tidak ada ada tetangga yang datang memasakkan sarapan begini."

"Ada. Contohnya, aku." Baekhyun menggedikan bahu lalu cuek, lanjut mengocok telur di mangkuk "Tidak ada bahan makanan di tempatku, sementara Chanyeol selalu beli bahan padahal tidak bisa memasak. Anggap saja simbiosis mutualisme."

Sehun tidak membantah lagi.

.

.

Chanyeol duduk di antara Baekhyun dan Sehun. Ia sudah rapi dengan kemeja denim melapisi tshirt hitam. Mata lebarnya sudah sepenuhnya terbuka, dilapisi kacamata berframe besar.

"Tidak keasinan kan?" tanya Baekhyun menunggu ekspresi Chanyeol selesai mencicip sayur.

"Tidak." Jawab Chanyeol singkat terus melahap sarapan.

"Sedikit asin kok... AUW" protes Sehun kemudian dihadiahi pukulan sendok di kening oleh Chanyeol.

"Jangan banyak protes. Sudah syukur kau bisa sarapan di sini." Tegur Chanyeol terdengar lebih tidak terima daripada si koki.

Sehun melirik malas. Ia merasa seperti anak yang ditegur ayahnya karena mengkritisi masakan sang ibu.

"Jadi… Jongdae sudah membayar utang padamu?" Baekhyun menyumpit tauge dari mangkuk.

Chanyeol melirik enggan "Belum…" jawaban yang terlalu pelan untuk ukuran suara Park Chanyeol yang menggelegar.

"Yah!" Baekhyun menaruh sumpit di atas mangkuk, selera makan seketika menipis "Kau bodoh atau bagaimana sih? Jelas-jelas ia bilang akan membayar kemarin…"

"Ia tiba-tiba ada keperluan mendesak, Baek."

Sehun menatap heran. Baginya, pertama kali mendengar nada bicara Chanyeol yang begini.

"Terus saja kau begitu. Harta orangtuamu pun bisa lenyap terus kau pinjamkan." Sumpit kembali diraih "Itu dana proyek penelitianmu Yeol…" ucap Baekhyun geregetan diikuti suara berdenting-denting sumpit ditubrukan dengan pinggiran mangkuk.

"Kalian… sepasang suami istri?" Sehun menyela ragu.

Baekhyun melirik Sehun malas "Bukan."

"Tapi pembicaraan keuangan keluarga di meja makan itu sangat 'rumah tangga' loh." Ucap Sehun dengan nada menyebalkan.

"Please…" Baekhyun ingin menyebut nama si pucat itu, tapi ia lupa tadi Chanyeol memanggilnya apa.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Chanyeol.

Sehun melirik Baekhyun "Namaku Sehun."

"Aku Baekhyun." Balas Baekhyun sekilas kemudian menatap Chanyeol "Ya, kita sudah saling kenal." Lalu melanjutkan makan.

Chanyeol meringis. Yah, jarang-jarang Baekhyun cepat akrab dengan orang begini.

.

얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌

.

Bukan sekali-dua kali, Chanyeol-Baekhyun dikira—lebih tepatnya—diyakini sebagai pasangan kekasih. Flat yang bersebelahan juga sering disalah artikan bahwa mereka tinggal bersama. Kenyataanya, mereka hanya tetangga. Baekhyun selalu menegaskan itu, sedangkan Chanyeol memilih masa bodo dengan pemikiran orang lain.

Semua berawal di semester 2 perkuliahan, sekitar 2 tahun lalu. Byun Boa—ibu Baekhyun datang berkunjung ke flat, sekedar memeriksa keadaan anak sulungnya. Siapa sangka, saat memencet bel, seorang yang amat dikenalnya mendatangi flat sebelah. Sandara Park datang melangkah elegan dengan tas mahal berlogo buaya di tangan.

Kedua teman masa sekolah itu tercengang saling memandang selama beberapa detik sebelum akhirnya teriakan nyaring terdengar di lorong flat.

"Ibu?" Baekhyun yang membukakan pintu, mengerutkan kening mendapati ibunya berpelukan heboh dengan seorang wanita.

Boa melepas pelukan, beralih merangkul anaknya "Ya ampun, Baek. Ini Dara, sahabat lama ibu. Siapa sangka bertemu di sini?"

"Ini anakmu?" Dara memandang Baekhyun. Kepala-kaki-kepala-kaki.

Baekhyun membungkuk hormat "Selamat sore, saya Byun Baekhyun."

"Anakmu manis sekali, tidak seperti anakku." Dara menatap Baekhyun berbinar-binar. Seperti melihat tas mewah keluaran terbaru.

"Kau ke sini menjenguk anakmu?"

"Iya, Chanyeol tinggal di sini." Dara menunjuk pintu flat sebelah.

Chanyeol…

Mendengar pernyataan teman ibunya itu, perasaan Baekhyun tidak enak. Jangan bilang bahwa Chanyeol yang dimaksud adalah tetangga flatnya yang selalu berisik dengan Sweet Child O Mine bervolume keras…

"Nah, itu dia." Teriak Dara menunjuk sosok yang baru muncul dari tangga.

Baekhyun tercengang. Benar tebakannya.

Chanyeol mendekat, membungkuk sopan "Nama saya Park Chanyeol."

"Wah, anakmu tampan." Boa memuji. Baekhyun tidak peduli "Bagaimana jika kita ngobrol di dalam saja?"

Dara mengangguk "Ayo masuk." Ajaknya ke pintu flat Chanyeol.

Chanyeol langsung mencegah, berdiri menghalangi pintu "Jangan Bu! Jangan ngobrol di dalam." Terbayang bagaimana wujud flatnya saat ditinggal tadi pagi. Tidak pernah berubah dalam waktu 3 bulan ini sebenarnya.

Baekhyun menghela napas, paham dengan keadaan ini "Di flatku saja, Bu." Usulnya sebagai tetangga yang pengertian—cenderung prihatin.

.

.

Duduk bersebelahan di sofa, Boa dan Dara terus bercerita flashback bertahun lalu saat mereka berpisah di kelulusan SMA. Boa ikut suami pindah ke Jepang, sedangkan Dara pindah ke Taiwan. Mereka lebih semangat ketika membicarakan anak masing-masing.

"Baekhyun sepertinya penurut." Mata Dara mengekor tubuh Baekhyun yang baru saja menaruh 2 cangkir teh di atas meja.

Boa mengangguk "Begitulah. Ia tahu benar, keuangan keluarga sedang tidak baik, jadi sangat berjuang daftar beasiswa sana sini."

"Manis, penurut, pintar pula. Ngidam apa kau dulu?" Dara menyeruput cangkir tehnya.

Boa bergedik "Entah, kupikir ia hanya merasa begitu bertanggung jawab. Adiknya, Taehyung, tahun ini masuk SMA." Ia menyembunyikan kenyataan bahwa dirinya sekarang berstatus janda ditinggal mati suami yang kecelakaan 5 tahun lalu.

"Aku bahkan tidak tahu kau punya 2 orang anak." Dara mendesah, sadar terlalu lama mereka berpisah "Sangat berbeda dengan Chanyeol. Mungkin karena anak tunggal dan tahu ayahnya bisa memberi semua yang dibutuhkan, ia jadi begitu santai. Hanya melihatnya masih terdaftar sebagai mahasiswa pun, membuatku lega."

TOK TOK TOK

Baekhyun yang dari tadi tepekur di dapur mendengarkan pembicaraan itu, buru-buru membuka pintu. Chanyeol berdiri di depan pintu sudah berganti kaos "Masuk." Tebakan Baekhyun, acara Chanyeol beres-beres flat sudah selesai.

Chanyeol mengikuti Baekhyun ke dapur, walau tidak paham kenapa harus mengekor si Sipit itu.

Sebotol jus berwarna merah Baekhyun taruh di atas meja makan "Untukmu." Lalu ia duduk berhadapan dengan Chanyeol. Nelangsa sebenarnya melihat mahasiswa calon arsitek itu masih mengatur napas.

Chanyeol membuka tutup botol lalu menegak isinya cepat. Sungguh, lain kali ia akan mempertimbangkan untuk membereskan flat setidaknya sebulan sekali.

"Dari tadi kita jadi objek pembicaraan." Ucap Baekhyun.

Chanyeol mengangguk, bisa mendengar sendiri "Chanyeol sangat sulit bangun pagi, nilai semester kemarin jatuh karena ia banyak absen, pasti kesiangan." Diucapkan begitu lancar oleh ibunya.

Ibuku punya indera keenam, pikir Chanyeol karena yang didengar memang kenyataan.

Kedua tangan Baekhyun menopang dagu, terus mencerna ucapan "Baekhyun tidak begitu suka bergaul, aku takut ia jadi kuper, bisa-bisa jadi perjaka tua."

Terlalu berlebihan. Menurut Baekhyun, dirinya bukan tidak begitu suka bergaul, hanya memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Dan… bergaul dengan orang yang tidak disuka, terhitung bukan pemanfaatan waktu yang baik.

Pemilih? Mungkin bisa dibilang begitu.

"Teman Chanyeol banyak. Entah itu positif atau negatifnya, ia begitu jor-joran dalam bergaul. Melihat keuangannya, aku hanya bisa mengelus dada." Suara Dara.

"Harusnya Baekhyun bergaul dengan anakmu saja, jadi tidak akan kuper begitu." Suara Boa.

Baekhyun melirik Chanyeol.

Chanyeol balas melirik.

"Iya, harusnya. Setidaknya, ada yang bisa mengingatkan Chanyeol untuk kuliah."

Chanyeol menghela napas.

Baekhyun menghela napas lebih keras.

.

Pertemuan 2 teman lama itu diakhiri dengan…

"Baekhyun ah, titip Chanyeol ya." Dara menepuk bahu Baekhyun sambil tersenyum.

Baekhyun mengangguk pelan. Terlalu bingung memilih jawaban. Menolak? Mana bisa. Ibunya sudah memelototi.

Boa menyalami tangan Chanyeol "Chanyeol ah, bisa tolong ikut jaga Baekhyun?"

"I…ya." Chanyeol mengangguk pelan karena ragu. Apa yang dimaksud 'jaga'? Tetangganya itu bukan anak kecil. Mahasiswa kesehatan lebih tepatnya.

Sepulangnya ibu mereka, Baekhyun dan Chanyeol saling pandang tidak percaya.

Walau flat bersebelahan, hidup mereka sangat bersebrangan. Bayangkan saja Song Kwangsik bersahutan dengan Guns and Roses.

.

얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌

.

Pukul 5 sore. Mata kuliah terakhir Baekhyun di hari itu selesai.

Hal pertama yang Baekhyun tuju begitu keluar kelas adalah vending machine. AC di kelas rusak, hingga selama kurang lebih 2 jam, tangannya terasa hampir mati rasa karena tidak berhenti mengipasi diri.

Sedetik kemudian, ia terbayang dosen Xi, dosen bahasa Inggris yang tadi mengajarnya. Dosen muda yang tadi juga berpamitan untuk melanjutkan sekolah London itu tetap mengajar dengan elegan dan menawan seperti tanpa beban. Sungguh Baekhyun malu karena menjadi bagian manusia yang terus mengeluh "Panas, panas, panas."

Belum sempat memasukkan koin ke lubang, sebotol jus muncul di hadapan Baekhyun. Melirik kanan, berjejeran dengan Yixing, Kyungsoo tersenyum padanya.

"Untukmu." Kyungsoo menarik tangan Baekhyun untuk menerima jus rasa melon itu darinya.

"Tumben. Dalam rangka apa?" Baekhyun menggeser badan karena Yixing menghampiri vending machine.

"Ucapan terima kasih karena kau membangunkan Park Chanyeol."

Gerakan Baekhyun memutar tutup botol, terhenti "Aku membangunkanya selama… anggap saja 5 hari seminggu, dikurangi libur semester jadi sekitar…170 hari dalam setahun. Diukur dengan sebotol jus, apa tidak keterlaluan?"

Yixing memandang bingung. Entah apa yang membuatnya bingung.

Kyungsoo memutar mata jengah. Kenal sejak SMA, Baekhyun tetap menyebalkan "Pagi tadi aku ada presentasi tugas dengannya, aku sudah setengah pasrah jika nilaiku D gara-gara Chanyeol datang terlambat. Nyatanya, saat aku datang ia sudah duduk manis di kelas."

"Oh." Baekhyun mengangguk, meneguk jus gratisannya. Usahanya membangunkan titan itu tidak sia-sia rupanya.

"Sekelompok dengannya di saat harus mempersiapkan inaugurasi lumayan menguras emosi." Keluh Kyungsoo meneguk kaleng latte coffee nya.

Inaugurasi? Baekhyun tidak mau mengomentari acara yang menurutnya norak itu. Dari dulu konsepnya tidak berubah. Diadakan menjelang valentine—diharuskan membawa pasangan. Untungnya (atau sialnya) 2 tahun berturut, Chanyeol tidak punya orang yang bisa diajak. Jadilah, Baekhyun datang berpasangan dengannya. Sekedar formalitas, tanpa acara gandeng tangan.

"Chanyeol pacarmu, Baek?"

Pertanyaan Yixing tidak sampai membuat Baekhyun menyemburkan jus atau tersedak. Ia hanya melirik sambil menyelesaikan tegukan, menutup botol seraya menjawab "Bukan. Kau sudah ke sekian puluh kali menanyakan ini, Hyung."

"Ya, siapa tahu jawabanmu berubah." Yixing cuek saja membuka kaleng soda "Kau kan juga selalu makan berdua dengannya. Di rumah kalian."

"Kami tetangga ya. Please." Mata Baekhyun berputar jengah. Jengah, karena hal yang ditanyakan Yixing tidak pernah berubah. Topiknya hanya itu-itu saja. Entah memang lupa atau justru ingin membuat Baekhyun kesal.

"Kenapa kau tidak pacaran saja dengannya sih?" gemas, Kyungsoo meremukkan kaleng kopinya yang sudah kosong.

"Kenapa bukan kau saja yang pacaran dengannya sih?" balas Baekhyun lebih gemas. Dengan tata bahasa dan kota kasa yang berbeda, Kyungsoo sudah beberapa kali menyampaikan maksud yang sama.

"Dia bukan tipeku, Baek. Kami hanya based on academic friends" jawab Kyungsoo. Ia ingin menjelaskan bahwa dirinya sudah jadian dengan Suho sebenarnya. Tapi… sepertinya Baekhyun sama sekali tidak pernah menangkap gossip ini.

Baekhyun bergedik "Dia juga bukan tipeku. Tipeku—"

"Yang romantis? Please, berhenti menjadikan drama sebagai referensi." Berteman sejak SMA, Kyungsoo tahu benar sifat Baekhyun "Belajarlah dari pengalaman orang lain." Liriknya pada Yixing.

"Kenapa bawa-bawa aku?" Yixing tidak terima, tahu arah pembicaraan Kyungsoo "Anggap saja aku sedang apes waktu itu."

Baekhyun menggeleng geli. Apes? Mungkin lebih tepatnya jika dibilang Kris yang sedang apes Yixing melihatnya sedang dicium Tao di taman kampus 6 bulan lalu. Dicium, bukan berciuman dan Yixing masih belum bisa menerima kembali turunan Kanada itu. Padahal Kris sangat romantis dan Baekhyun sangat menyayangkan bagian itu.

"Kalian cocok." Tegas Kyungsoo tidak mendapat tanggapan dari Baekhyun.

"Ngomong-ngomong, Chanyeol yang seperti apa ya?"

Baekhyun dan Kyungsoo berdecak bareng. Yixing—senior mereka—ini ingatannya agak… ya begitu lah. Buktinya, harus mengulang beberapa mata kuliah karena salah jadwal ujian. Parah.

"Kau bertemu waktu itu, saat kita makan di kantin." Jawab Kyungsoo.

"Telinganya lebar, hidungnya mancung, matanya besar dilapisi kacamata berframe besar. Kadang bareng dengan Kris itu." Terang Baekhyun.

"Penjelasan yang padat dan lengkap dari pendamping hidup." Kyungsoo menepuk bahu Baekhyun.

Baekhyun melirik sadis "Kau bodoh ya. Aku tidak mungkin menjalin hubungan dengan perasaan sedatar papan tulis."

"Nanti papan tulisnya kulapisi dengan semen." Kyungsoo menaik-turunkan alis. Meledek.

Yixing sampai terkekeh mendengar ucapan mahasiswa arsitek itu.

Baekhyun menghela napas, melangkah cepat meninggalkan keduanya. Punya teman 2 orang saja begini menyusahkan, apalagi jika banyak temannya. Sungguh, andai waktu itu ibunya dan ibu Chanyeol tidak bertemu. Kehidupannya akan berjalan dengan sangat normal tanpa pertanyaan dan desakan sana-sini. Obrolannya dengan Chanyeol pun hanya akan sebatas "Saluran air sedang bermasalah" atau "Bisa kecilkan suara kedumbrangan itu?"

.

얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌

.

Di sebuah restoran daging sapi…

Berderet botol bir, kepulan asap beraroma lezat dengan nada 'cess' menemani sekumpulan lelaki di salah satu meja. Mereka adalah Chanyeol, Suho, Kai, Jongdae dan Kyungsoo yang sedang merayakan keberhasilan penelitian tahap akhir Suho. Ini juga traktirannya.

"Ayo bersulang." Suho mengangkat gelas bir.

"Semoga aku cepat menyusul!" teriak Chanyeol diikuti dentingan gelas bertabrakan.

"Memang, proposalmu sudah sampai mana, Yeol?" tanya Kai.

"Sudah selesai. Tinggal tunggu persetujuan." Jawab Chanyeol. Teringat sesuatu, ia melirik Jongdae, mengadahkan tangan "Uangku."

"Iya, setelah ini kutransfer." Jawab Jongdae melahap sepotong daging.

"Benar loh, Baekhyun bisa ngamuk lagi padaku." Chanyeol teringat sesuatu lagi. Ia merogoh ponsel di saku, mengirim pesan pada tetangga merangkap auditor keuangannya.

"Itu uang Baekhyun?" tanya Kyungsoo, melihat Chanyeol menulis pesan pada Baekhyun.

Suho juga melihat isi pesan Chanyeol. Mengabari bahwa pulang terlambat, sungguh sangat identic dengan pasangan pengantin baru.

Chanyeol memasukkan ponsel dalam saku "Uangku. Alokasi penelitian." Beralih membolak-balik daging di atas panggangan. Kacamatanya sampai berembun kena asap.

"Dan… kenapa Baekhyun yang marah?" cecar Kyungsoo.

"Ya… karena…" Chanyeol menerawang, berpikir jawaban yang tepat "…begitulah" nyatanya tidak ada jawaban yang tepat.

Suho—yang dari tadi mendengarkan—memainkan jepitan daging di depan Chanyeol "Aku curiga, kalian sebenarnya sudah menikah."

Chanyeol menggeleng.

"Kau suka Baekhyun?" tanya Jongdae.

Chanyeol mengangkat bahu sambil merengut "Tidak tahu tepatnya."

"Bukannya sudah jelas? Di dunia ini, cuma Baekhyun yang bisa membuat Chanyeol tidak mendebat begitu. Kita hanya perlu menunggu undangan pernikahan mereka." Jongdae memberi jawaban sepihak.

"Dan Baekhyun tidak suka menempel dengan orang lain, kecuali Chanyeol." Kyungsoo menegaskan.

"Aku dan Baekhyun tidak dalam hubungan macam itu…" keluh Chanyeol. Inginnya tidak membahas hal ini, kasihan potongan daging di atas panggangan sampai terabaikan.

"Lalu, tunggu apa? Buatlah begitu! Nyatakan perasaanmu sana!" Kai begitu bersemangat sepertinya.

"Kai, lain kali jika ingin memberi nasihat, sebaiknya bercermin dulu. Tidak ingat nasib hatimu sendiri seperti apa?"

Ucapan tenang nan datar dari bibir Chanyeol membuat Kai terbatuk sekali, meraih gelas birnya. Iya, kisah cintanya memang lebih tragis. Karena tidak mau bertindak cepat, Kyungsoo sekarang sudah pacaran dengan Suho, seniornya.

Suho menyadari atmosfer canggung ini. Ia mengetukkan japitan daging pada panggangan "Okay, begini saja. Kau datang inaugurasi?"

"Mungkin." Jawab Chanyeol cuek, masih terus membalik daging.

"Dengan Baekhyun?"

"Iya. Seperti sebelum-sebelumnya."

"Bagaimana jika ia datang dengan orang lain?" tanya Jongdae tiba-tiba "Ia datang bergandengan dengan orang lain, kau bisa bayangkan?"

Chanyeol diam, berpikir, membayangkan. Raut wajahnya berubah kesal. Ia merengut sebelum memasukkan 3 potong daging berturut-turut ke dalam mulut. Panas memang. Sepanas hatinya.

"Aku heran, sebenarnya apa perasaanmu pada si kecil itu?" Suho menggelengkan kepala. Sebagai orang yang lebih berpengalaman dalam hal percintaan, ia berhak sok bijaksana.

Chanyeol tidak menjawab. Ia prihatin pada teman-temannya, bukannya membahas masalah perkuliahan atau penelitian malah terus membahas hubungannya dengan Baekhyun. Apa urusannya dengan mereka? Ia prihatin pada diri sendiri juga sebenarnya. Tidak tahu perasaan.

.

얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌

.

Hampir pukul 10 malam saat Baekhyun menaiki tangga flat nya. Tugas menjelang ujian semester memang bukan gurauan. Ia harus betah duduk di pojok perpustakaan dengan bertumpuk buku referensi dan layar laptop terus memancarkan sinar gamma.

"Mataku bisa makin sipit." Keluhnya memijat tulang hidung.

Ponsel di saku jaket bergetar. Pesan dari Chanyeol.

'Aku makan di luar, ada acara. Kau makan sendiri saja'

Tidak ada tanda tanya di dalam pesan, jadi—menurut Baekhyun—tidak usah membalas pesan itu. Asal Chanyeol tahu bahwa pesannya sudah terbaca. Baekhyun kembali memasukkan ponsel dalam saku jaket. Ia jadi malas makan omong-omong.

Merogoh kunci dalam saku tas, Baekhyun mendapati seseorang berdiri bersender di depan pintu flat nya. Matanya memicing, sekedar memastikan siapa itu.

Menegakkan tubuh, orang itu melambaikan tangan "Hai, Hyung."

Ternyata Oh Sehun.

"Chanyeol belum pulang sepertinya." Baekhyun memutar-mutar kunci di jari. Menimbulkan suara gemerincing antara logam pipih dan logam berbentuk matahari.

"Aku tidak mencarinya. Aku mencarimu." Sehun bergerak maju, menyisakan sekitar semeter jarak di antara mereka.

Kunci berhenti berputar "Oh, ada apa?"

"Weekend nanti kau ada acara?" tanpa sebutan 'Hyung'. Entah bagaimana, nada bicara Sehun terdengar lebih dewasa.

"Weekend ini, atau…"

"Weekend depan. Inaugurasi." Jelas Sehun, menatap Baekhyun lebih serius "Kau datang?"

Baekhyun menggeleng "Entah. Ke sana kan harus berpasangan." Ia tidak bohong. Chanyeol belum membicarakan apapun tentang ini. Padahal, sebelum-sebelumnya mereka selalu datang berdua—karena tidak ada pilihan lain.

"Datang denganku?" tawar Sehun. Suaranya dalam, nada bicaranya berkharisma. Jangan tanya maksudnya bagaimana.

Kening Baekhyun berkerut menatap Sehun "Serius?" ia baru sadar bahwa pria di depannya ternyata tampan. Sangat.

Sehun mengangguk mantap.

"Baiklah." Baekhyun mengangguk 2 kali. Sekali untuk menyetujui ajakan Sehun. Sekali untuk menyetujui pikirannya bahwa 'Sehun tampan'.

Suasana mendadak hening. Terlalu ketara bahwa memang tidak ada topik pembicaraan lain.

"Eum… oh iya." Sehun memberikan kardus berlabel sebuah café "Ini untukmu. Maaf, sudah agak dingin."

"Oh, thanks."

"Aku pulang, Hyung". Sehun melambaikan tangan, meninggalkan pintu flat Baekhyun.

"Sehun ah." Panggil Baekhyun, Sehun menoleh "Kita… siapa jemput siapa, atau kita bertemu di mana?"

"Kita bertemu di hall kampus saja." Sehun melambaikan tangan lagi sebelum benar-benar pergi.

Setelah punggung Sehun tidak terlihat, Baekhyun membuka pemberian itu. Sebuah cup Cappucino dengan sebatang coklat tejepit di pinggir kardus.

"Romantis?" gumamnya tersenyum.

.

얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌

.

sebenarnya apa perasaanmu pada si kecil itu? suara Suho menggema di kepala.

"…yeol."

Tepukan pelan pada pipi Chanyeol.

Nyaman?

Mungkin begitu.

"…yeol."

Tepukan lagi.

"Park Chanyeol…"

Kemudian berubah jadi dorongan berkali-kali pada tubuh Chanyeol.

Chanyeol berusaha membuka mata di antara berat kepalanya. Hangover. Sialan, ia tidak ingat minum seberapa banyak semalam. Biasanya ia tidak gampang mabuk.

"Buka matamu. Bangun, hampir tengah hari." Baekhyun membuka tirai jendela.

Wajah Baekhyun diterpa matahari pagi dari jendela. Hal pertama yang Chanyeol lihat. Entah kenapa, rasanya berbeda. Seperti… ada yang… bercahaya.

"Kenapa kau di sini?" Chanyeol tidak bergerak di atas ranjang.

"Seperti tidak biasanya, kau bertanya begitu." Baekhyun memungut bantal yang tergeletak di bawah kasur "Aku menemukanmu tergeletak di depan pintu, tengah malam tadi. Berapa banyak kau minum, sampai tidak sanggup membuka pintu?" melempar bantal ke tubuh Chanyeol, ia melangkah keluar kamar.

Chanyeol duduk, memegang kepala yang tidak bisa diangkat. Terlalu berat. Terlalu sulit untuk mengingat berapa banyak somaek yang ditenggak semalam. Game sialan memaksanya minum terus-terusan.

"Minum."

Sebuah cangkir mengepul muncul di hadapan Chanyeol. Ia memandang jari si pemegangnya. Jari Baekhyun, dulu tidak sekusam ini. Iya, sebelum terus berkutat dengan pisau, cabai, bawang dan kawan-kawan, padahal si Sipit itu tidak akrab dengan dapur. Salah siapa? Setengah salah Chanyeol yang terus meminta dimasakkan masakan rumah. Setengah lagi salah Baekhyun karena tidak menolak.

Baekhyun duduk di pinggir ranjang "Teh jahe. Minumnya pelan-pelan, masih panas." Ucapnya karena Chanyeol terus memandangi cangkir di tangannya.

Chanyeol menerima cangkir itu, meniup lalu meneguk isinya pelan-pelan. Ampuh memang, matanya bisa terbuka lebih lebar. Dan… semakin bisa melihat jelas ada yang berbeda dari Baekhyun.

"Baekhyun ah…"

"Hm?" Baekhyun menatap.

"Kenapa kau mau mengurusku begini?"

Kening Baekhyun mengkerut, heran "Karena ibumu pastinya. Kenapa memang?"

"Jadi… jika ibuku tidak meminta, kau tidak akan mau?"

Baekhyun tertawa keras. Matanya sampai lenyap "Tentu saja tidak. Kau kenapa sih? Ingin menggajiku? Tidak usah. Setiap hari makan di sini, sudah kuanggap bayaran."

Chanyeol tidak menjawab. Suasana hatinya mendadak buruk. Mungkin teh jahe ampuh mengobati satu ini juga. Ia menyeruput lagi isi cangkir.

"Tanganmu kenapa?" Baekhyun menunjuk lengan Chanyeol yang dihiasi gurat panjang berwarna merah.

Chanyeol menerawang, mengingat lagi apa yang semalam terjadi "Jongdae terpercik minyak, jepitan daging di tangannya terlempar, membaretku begini."

Baekhyun bangkit dari ranjang, keluar kamar lagi. Kali ini tidak lama, ia sudah kembali dengan kotak P3K di tangan. Chanyeol tidak ingat punya benda itu, jadi pasti Baekhyun ambil dari flatnya sendiri.

Baekhyun kembali duduk di tepi ranjang. Membuka kotak, mengambil kapas dan botol antiseptic "Kemarikan lenganmu."

Chanyeol menaruh cangkir di meja sebelah, mengulurkan tangan pada Baekhyun. Lukanya tidak dalam, tapi lumayan panjang pergelangan-bawah sikut. Kapas berbalur larutan antiseptic berwarna kuning dioleskan ke sana.

"Ngomong-ngomong… Jongdae sudah membayar utang padamu?" Baekhyun meniup gurat merah itu.

"Hm…" jawab Chanyeol. Entah karena tidak ada jawaban lain, entah karena tiupan Baekhyun pada tangannya.

"Hm?" Baekhyun terlalu hapal Chanyeol. Selalu menjawab tidak jelas jika ada yang ditutupi.

Chanyeol memandang Baekhyun ragu "Eum… semalam Kai meminjam uang_YAH!" teriaknya karena kapas sengaja ditekan pada lukanya "Pelan-pelan Baek! Bagaimana bisa mahasiswa kesehatan sekasar dirimu"

"Aku kuliah farmasi by the way. Urusanku dengan species amphetamine dan penisilin, bukan homo sapiens." Baekhyun meracau kesal "Berapa Kai pinjam?" Ngomong-ngomong amphetamine, rasanya ia akan segera butuh obat penenang itu jika kehidupannya tidak juga berubah.

"Lima rat_Auw!" Chanyeol menarik lengannya yang lukanya terus ditekan-tekan dengan kapas "Sudah, sudah. Tanganku bisa diamputasi jika terus kau yang mengobati."

"Dengar ya, Park Chanyeol ssi. Aku tidak peduli dengan uangmu dan kau tahu itu. Tapi, jangan suruh aku menutupi apapun jika ibumu bertanya nanti." Baekhyun kesal setengah mati. Ia membereskan kotak putihnya kemudian keluar kamar.

Chanyeol mendesah turun dari ranjang. Berniat langsung keluar kamar, tapi begitu menyibakkan selimut, ia tersadar—tidak pakai celana. Seberapa mabuk dirinya sampai tidak sadar melepas celana yang kini terlihat teronggok di depan lemari.

Tadi… apa Baekhyun melihat keadaan tubuhnya begini? Ia buru-buru memakai celana.

"Baek…" panggil Chanyeol pelan pada Baekhyun yang duduk di atas sofa. Agak khawatir Baekhyun marah padanya.

"Hm." Baekhyun tidak menoleh matanya fokus pada layar laptop di pangkuan.

"Masak apa pagi ini?" Chanyeol berjalan ke dapur, mengintip meja makan. Nyatanya, hanya ada roti, selai dan segelas susu.

"Aku tidak masak." Tangan kiri Baekhyun mengantarkan gelas berisi susu coklat ke bibirnya.

"Kenapa?" Chanyeol menghampiri Baekhyun di sofa "Yah, kau marah padaku? Iya, akan kuminta Kai mengembalikan uangku secepatnya. Kalau perlu kutelpon sekarang." Chanyeol celingukan, mencari ponsel.

Baekhyun berdecak "Kulkasmu kosong." Jawabnya tanpa memandang Chanyeol "Seharusnya kau bersyukur kubelikan roti."

Chanyeol menggaruk tengkuk, kembali melangkah ke dapur. Ia tersenyum lebar sebelum meneguk susu. Biar saja hanya sarapan roti dan susu, yang penting Baekhyun tidak marah padanya.

"Selesai aku mandi, kita belanja sekalian makan siang." Ucap Chanyeol sebelum masuk kamar mandi.

Baekhyun hanya menjawab "Hm."

.

얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌얕다한느낌

.

Sampai di pelataran parkir supermarket, Baekhyun langsung turun dari boncengan motor Chanyeol. Ia melangkah cepat masuk mendahului si Jangkung yang baru melepaskan helm. Chanyeol berdecak kesal. Baekhyun memang tidak marah—hanya kesal.

Troli yang Baekhyun dorong sudah memasuki area bumbu ketika sepasang tangan lain ikut mendorong troli itu. Tangan Chanyeol, tentu saja. Baekhyun melepaskan tangan dari troli, lebih memilih menyentuh display saus. Sekali lagi, Baekhyun memang tidak marah—hanya kesal.

Chanyeol mendorong troli menjejeri Baekhyun "Aku ingin makan sup ayam."

"Ambil daging ayam di bagian situ." Baekhyun menunjuk bagian penjualan daging kemudian melangkah ke sana.

Chanyeol mengikuti. Ia tidak berkomentar saat Baekhyun memasukkan 2 ekor ikan ukuran besar.

"Baek…"

"Hm."

"Inaugurasi nanti…" ucapan Chanyeol terjeda karena Baekhyun menoleh padanya "…kau datang?"

Kentang dimasukkan dalam troli "Iya, dengan Sehun?"

"Apa?" sepertinya Chanyeol salah dengar.

"Aku datang dengan Sehun." Ulang Baekhyun, menunduk beralih memilih wortel di rak bawah.

Alis Chanyeol mengkerut "Sehun yang—"

Baekhyun mendongak "Oh Sehun, yang waktu itu menginap di flatmu." Lalu kembali berkutat dengan wortel.

Chanyeol mendengus. Ia terkejut. Jelas. Tentu saja, siapa yang akan mengira Sehun akan mengajak Baekhyun yang selalu datang dengannya? Apa-apaan si pucat itu, seperti tidak ada orang lain yang bisa diajak saja.

Baekhyun yang baru saja selesai memilih wortel, tercengang saat melihat Chanyeol sedang memasukkan apapun yang dilaluinya ke dalam troli.

BRUK BRUK BRUK BRUK

Lobak, paprika kuning, paprika merah, paprika hijau.

"Yah, Chanyeol ah! Kau tidak suka pedas. Untuk apa itu?" Baekhyun histeris mengingatkan Chanyeol.

Tidak didengarkan.

BRUK BRUK BRUK BRUK

Terong, sawi, kubis putih, kubis ungu

Baekhyun berjalan cepat menjejeri "Park Chanyeol! Kau bisa terus kentut jika makan kubis sebanyak itu" ucapan tidak digubris, Baekhyun beranjak ke depan troli "STOP!" tubuhnya menghalangi laju troli.

Chanyeol mendengus.

Baekhyun mendesis. Dengan sebal, ia mengembalikan sayuran hasil comot Chanyeol. Ia tidak mengerti, ada apa dengan si Jangkung ini sebenarnya?

"Baekhyun ah."

Baekhyun menoleh, Yixing dengan sebuah troli melambaikan tangan padanya "Hyung, sendirian?"

Yixing mengangguk "Dan kau dengan kekasihmu?" tunjuknya pada Chanyeol.

Baekhyun tertawa "Ini Park Chanyeol, Hyung. Kau sudah pernah bertemu dengannya."

"Seingatku kau bilang Chanyeol berkacamata." Yixing terus menatap Chanyeol. Antara kenal-tidak kenal wajah tampan itu.

"Hanya saat di kampu—"

"Yixing kan?" tanya Chanyeol memutus ucapan Baekhyun. Yixing mengangguk "Inaugurasi nanti datang dengan siapa?"

Yixing melirik Baekhyun "Aku tidak—maksudku aku belum ada rencana"

"Datang denganku saja."

Baekhyun menoleh terkejut memandang Chanyeol.

Yixing melirik Baekhyun lagi "Kau tidak datang dengan Baekhyun?"

Chanyeol menggedikkan bahu "Dia akan datang dengan pasanganya sendiri."

"Oh…" Yixing mengangguk antara mengerti tapi canggung. Untuk ke sekian kalinya melirik Baekhyun, si Sipit itu terlihat acuh "Baiklah." Enggan sebenarnya.

Baekhyun urung mengembalikan kubis ke tempatnya semula. Biar saja jika Chanyeol kentut terus nantinya.

"Aku… ke kasir dulu ya." Yixing berjalan mundur. Jujur, ia bisa merasakan hawa tidak enak dari tatapan Baekhyun.

"Yixing itu… cocok denganku ya." Gumam Chanyeol.

"Dia memang suka music sih." Baekhyun menjawab cuek, berjalan lebih dulu menuju deret cemilan.

Chanyeol menjejeri langkahnya dengan troli "Dia suka musik juga? Wuah, kupikir hanya lesung pipi kami yang cocok."

Seketika Baekhyun menghentikan langkah "Aku ingin makan ramyeon saja di rumah" ucapnya mendorong troli ke meja kasir.

.

TBC

Ini 2shoot ya. Bakal berakhir di chap selanjutnya. Tunggu saja secepatnya, ting!

Terima kasih sudah membaca~