"Jangan lupa telfon aku."

"Bawel, ah."

"Noonaaaa, jangan lupa telfon akuuuu~"

"Jongin, jangan cerewet. Astaga, aku hanya pergi menemuinya. Kenapa kau rewel begini, sih?"

"Iya, kau aneh. Bukannya kau sendiri yang menyemangati noona untuk bertemu dengan sunbae? Bahkan aku yang adik kandungnya saja tidak secemas kau, dasar berlebihan."

Jongin melempar Sehun dengan bantal sofa. "Diamlah cadel. Kau tidak paham ceritanya." Balas Jongin cepat. "Dan kau, gadis menggemaskan bermata cantik! JANGAN LUPA TELFON AKU!"

Bantal sofa yang dilempar Jongin, sekarang dilempar balik oleh Baekhyun menuju sang lelaki yang sejak tadi berteriak padanya. "Iya, iya, dasar cerewet! Semua teriakanmu itu membuatku semakin gugup, Jongin! Bukankah harusnya kau menenangkanku?"

"Inginnya sih begitu, noona. Tapi aku juga sedang tidak bisa tenang. Sudahlah, yang penting jangan lupa telfon aku."

"Dan jangan lupa menghubungiku jika ada kabar baik, ya. Aku akan dengan senang hati menjemputmu bahkan menyusulmu ke Jeju, kok."

Baekhyun menyentil pelipisi kiri Sehun kemudian segera mencium pucuk kepalanya dengan sayang. "Sudah, ya? Aku berangkat dulu, nanti terlambat. Dan, Jongin! Jangan lupa jemput Kyungsoo!"

Jongin berteriak dan Sehun menutup pintu, membiarkan kakak perempuannya berjalan dengan senyuman yang tak hilang dari wajahnya sejak semalam. Sebenarnya, Sehun sama khawatirnya dengan Jongin. Apalagi ia sudah tahu cerita sebenarnya, otomatis nalurinya sebagai laki-laki terdekat dengan Baekhyun yang punya kewajiban melindunginya sampai mati pun menyalak. Tapi melihat senyum dan raut kebahagiaan di wajah Baekhyun yang sudah lama sekali tidak ia lihat, membuat rasa khawatir Sehun berkurang. Jauh di lubuk hatinya, entah kenapa, ia percaya bahwa laki-laki bernama Park Chanyeol yang juga seniornya di kampus dulu itu akan melindungi gadis mungil kesayangannya apapun yang terjadi.

"Apa kau yakin mereka akan baik-baik saja?"

"Ya. Dan jika ada hal tidak terduga yang terjadi antara mereka, jika itu buruk, maka aku akan jadi orang pertama yang membuat wajah orang itu tak lagi simetris."

Jongin merinding tiba-tiba. Walau sekarang tubuhnya kurus begitu, Sehun adalah pemegang sabuk hitam saat ia SMA dulu.

"Kau juga tak akan membiarkannya, kan?"

"Kalau kau mengincar wajahnya, aku akan dengan senang hati membungkam jantungnya dengan panah kesayanganku."

Jika Sehun adalah ahli bela diri, maka Jongin adalah master panahan. Sejak kecil, ia sudah dilatih oleh ayahnya bermain panahan, jadi tak heran jika saat ini ia sudah terlampau mahir untuk urusan panah memanah. Sayangnya, itu tak berlaku dalam urusan cinta, ya, Jongin?

.

"Ahh, rasanya sudah lama sekali aku tidak jalan-jalan."

"Maaf ya, jalan-jalannya molor karena pekerjaanku."

"Tidak masalah, kok. Lagipula, aku jadi punya waktu untuk jalan-jalan sendiri tadi. Asyik, kok."

"Aku ikut senang kalau kau juga merasa begitu, Baekhyun."

Dada Baekhyun menghangat dan menjadi sangat hangat tiiba-tiba. Rasanya aneh, dia harusnya bisa biasa saja karena pria ini hanya memanggil namanya seperti orang lain biasa melakukannya. Tapi entah kenapa, panggilan dari pria ini terasa begitu... spesial?

"Maafkan aku,"

Atmosfir santai yang sempat muncul kini kembali berganti dengan atmosfir yang lebih serius. Sebenarnya, Chanyeol tidak mau membicarakan ini dengan suasana yang kaku, ia ingin mendengar penjelasan Baekhyun dengan santai dan bukan raut ketakutan yang seperti ini.

"Jalan-jalan, yuk? Sebentar lagi kan matahari terbenam, kau bisa cerita sambil kita jalan." Tawar Chanyeol yang tentu saja tidak akan ditolak oleh Baekhyun.

"Jadi?"

"Baba dan Mama bercerai, aku dibawa pergi Ibu dengan begitu tiba-tiba. Aku bahkan tidak sempat mengucapkan selamat tinggal pada adikku,"

"Maksudmu, Shixun?"

"Sekarang namanya Sehun, dan sejak aku pindah kemari, aku tinggal bersamanya juga."

"Jadi, kau, Sehun dan Jongin tinggal bersama?"

Baekhyun mengangguk lucu. Kaki mungilnya yang terayun statis terasa begitu pas ketika disandingkan dengan kaki Chanyeol yang berisi.

"Habis, aku kan tidak punya tujuan. Dan aku juga belum berpenghasilan, kau tahu. Mana bisa aku punya tempat tinggal sendiri?"

Chanyeol terkekeh pelan. "Lanjutkan ceritamu,"

"Ya, begitu. Aku dibawa Ibu pergi, ke luar Korea. Aku bahkan tak tahu sedikitpun kabar Sehun dan Baba sejak kami pergi. Mama tak mau membahas tentang Baba dan Sehun, jadi aku juga tidak berani banyak bertanya."

"Empat belas tahun, kau tidak tahu sedikit pun?"

"Lebih tepatnya sih, tidak berani tanya pada Mama. Tapi aku mencari tahu semampuku lewat internet yang waktu itu juga aku belum paham penggunaannya. Aku juga harus membantu Mama bekerja, aku tak punya banyak waktu untuk mencari informasi tentang Sehun, Baba maupun kau."

"Dimana kau tinggal setelah kau pergi dari sini waktu itu?"

"Mama membawaku ke London, kami menumpang di apartemen salah satu sahabat Mama yang kebetulan punya dua apartemen. Kehidupan disana keras, apalagi aku tidak sama sekali mengerti apa yang orang-orang itu katakan. Untungnya, dalam setengah tahun, perlahan aku bisa mempelajari bahasa mereka dengan cukup baik. Semua keadaan yang aku lalui tak semudah yang kau pikir, Chanyeol. Aku ingin mencari tahu kabarmu dan juga adik dan Babaku. Tapi aku tak punya waktu, karena keluargaku tak sekaya keluargamu."

Chanyeol terdiam. Ia sedikit terkejut karena baru saja, seolah Baekhyun membaca pikirannya dulu. Pikiran tentang Baekhyun yang dengan mudahnya meninggalkannya begitu saja setelah dengan susah payah Chanyeol menyatakan perasaannya. Pikiran tentang Baekhyun yang tak pernah berhasil ia temukan keberadaannya walau ia sudah susah payah mencari. Pikiran tentang Baekhyun yang sudah hidup lebih bahagia dan sudah pasti melupakannya sejak kepergian mendadak tanpa kata waktu itu. Jika ditelusur, seluruh praduga Chanyeol pada Baekhyun tidak ada yang baik. Mungkin karena ia marah dan merasa dicampakkan saat itu. Tapi walau begitu, entah kenapa, hati kecil Chanyeol selalu yakin bahwa gadis mungilnya akan kembali dan mereka akan bisa bersama seperti dulu.

"Nih, hapus air matamu." Chanyeol memberikan sapu tangannya pada Baekhyun. "Oh, mataharinya sudah hampir tenggelam! Ayo, Baek!"

Refleks, Chanyeol menarik tangan Baekhyun menuju spot melihat matahari terbenam yang lebih baik daripada pesisir pantai. Disana, Chanyeol terpesona dua kali. Pertama, karena keindahan lukisan alam milik Tuhan dan yang kedua adalah... gadis mungilnya yang sedang tertawa bahagia. Rasanya, sudah berabad-abad lalu ia tidak menyaksikan senyum dan tawa itu.

Seolah tersihir dengan pesona yang menyelimutinya, Chanyeol menghapus jarak yang ada diantara dirinya dan Baekhyun tepat saat Baekhyun menoleh padanya. Lembut tapi penuh rasa. Chanyeol menumpahkan seluruh amarah bercampur tumpukan rindunya dalam ciuman lembut itu. Ia ingin melepas siksaan rindu yang selama ini membelenggunya tanpa henti. Rindu yang tak berhenti muncul dan tak berhenti bertumbuh sejak menghilangnya sang penawar. Rindu yang awalnya indah, lama-lama berubah jadi siksaan luar biasa bagi Chanyeol yang tak kunjung bisa menemukan sang penawar. Dan hari ini, ia merasa begitu lega. Dengan kedua mata yang ia pejamkan, perlahan ia salurkan seluruh perasaannya pada Baekhyun.

Kedua tangan besar milik Chanyeol, semakin lembut mengusap kedua pipi Baekhyun, sedangkan kedua tangan milik Baekhyun, sibuk memeluk sang raksasa dengan erat, seolah siksa rindunya juga sedang diobati oleh sang pemilik rindu. Mentari hari ini jadi saksi bisu, betapa kuatnya cinta kedua insan yang terpisak waktu dan jarak begitu jauh. Mentari sore ini jadi bukti bahwa rindu butuh diobati, bukan hanya dipendam dalam hati.

.

.

.


The sun is filling up the room

And I can hear you dreaming

Do you feel the way I do right now?

I wish we would just give up

Cause the best part is falling

Call it anything but love

Kyungsoo bangun lebih pagi hari ini. Jam di dinding kamar Jongin masih menunjukkan pukul lima pagi, tapi Kyungsoo sudah rapi. Ia juga terlihat sibuk merapikan koper besarnya yang ia letakkan di samping tempat tidur Jongin. Luhan yang tidur bersamanya, menunjukkan wajah sedih yang tak bisa disembunyikan.

"Kyungieee~ Apa kau benar-benar harus pergi? Apa Tuan Do tidak bisa mengubah perintahnya? Kyungieee, jangan pergi doooong~"

"Aku juga tidak mau pergi, Luhan. Tapi ayah memaksaku untuk pindah. Kau sudah dengar sendiri apa kata ayahku, kan? Dia sudah mengurus dokumen magangku di Rumah Sakit Haido Pusat. Jika sudah begitu, aku tidak bisa apa-apa."

Luhan berdiri, lalu menghampiri Kyungsoo dan memeluknya dengan erat. Ia sungguh tidak percaya bahwa sahabatnya ini akan meneruskan studinya di Jepang dan tidak di Seoul. Yang lebih mengejutkan adalah, keputusan dari sang ayah ini turun tepat satu minggu sebelum wisuda! Bagaimana cara Kyungsoo bisa menolak?

Sebenarnya, sejak tiga hari lalu, Kyungsoo, Luhan dan Baekhyun plus terkadang Chanyeol, menginap di apartemen Jongin dan Sehun. Karena keterbatasan tempat tidur, Kyungsoo dan Luhan tidur di kamar Jongin dan Baekhyun tidur di kamar Sehun bersama sang pemilik kamar. Jika Chanyeol menginap, maka di ruang tamu akan ada dua pria yang tidur di sofa. Jika tidak, maka seperti tadi malam, hanya Jongin yang tidur di sofa setelah pesta kelulusan ketiga mahasiswa itu selesai digelar.

Kemarin adalah wisuda ketiganya, dan tadi malam mereka merayakannya dengan pesta kecil-kecilan di apartemen Jongin dan Sehun. Harusnya mereka tidak mabuk, tapi sialnya dua tetua diantara keenamnya memaksa keempat orang lainnya untuk minum dan ya, bisa ditebak, dua gadis yang tidak tahan alkohol itu lebih dulu tumbang ketimbang sang pria.

"Eh iya, kau harusnya lihat saat Jongin mengigau tadi malam. Dia lucu sekali, Kyungiee~ Sayang aku tidak sempat merekamnya!"

Kyungsoo terkekeh pelan lalu melempar handuk bersih pada Luhan. "Malah membicarakan Jongin. Sudah sana mandi, rusa itu kalau mandi lama. Nanti aku bisa terlambat, tahu!"

Luhan meninggalkan Kyungsoo dengan wajah betenya. Sepeninggal Luhan, Kyungsoo kembali duduk dan tersenyum kecil.

"Aku melihatnya, kok, Lu. Bahkan aku merekamnya dengan baik di kepalaku. Dan akan kuputar kapanpun aku merindukannya,"

Ketukan pelan terdengar di pintu, dan Kyungsoo pun membukanya.

"Oh, kukira kau belum bangun. Apa kamar mandinya kosong? Kepalaku pusing sekali, sepertinya aku hangover."

Jongin mendadak mual dan langsung berlari menuju wastafel dapur untuk menyelesaikan urusannya. Mabuk memang tidak pernah jadi jodohnya, lagipula kenapa juga dokter muda seperti dirinya mabuk?

"Kamar mandi sedang dipakai Luhan. Jongin, kau baik? Aku buatkan sup, ya? Kau tunggu saja di sofa, nanti begitu supnya siap, aku akan mengantarnya kesana."

Karena masih pusing, Jongin menuruti perintah Kyungsoo. Tapi bukan hanya duduk, melainkan kembali tidur.

Sekitar lima belas menit, sup buatan Kyungsoo sudah jadi. Harumnya terlalu menggoda perut hingga Sehun yang sudah lebih dulu bangun dan muntah-muntah di kamar mandi pun tergoda untuk menghampiri Kyungsoo.

"Kau masak sup, ya? Aku boleh minta?"

"Kalian ini, habis berapa botol, sih tadi malam? Ya sana ambil, setelah selesai cuci sendiri, ya. Jangan lupa langsung mandi, Sehun. Nanti aku bisa terlambat kalau kalian mandinya siang,"

"Astaga, kenapa wanita selalu cerewet, sih? Iya, iya. Aku akan melakukan semua apa yang tadi kau katakan, Kyungsoo. Sekarang, berikan saja sup itu pada Jongin, dan biarkan aku menyantap sup ini. Aku sudah kelaparan,"

Kyungsoo terkekeh dan segera membawa sup untuk Jongin menuju ruang tamu, tempat Jongin tidur tiga hari belakangan. Sesuai dugaannya, lelaki itu kembali tertidur setelah muntah. Rasa iba muncul di benak Kyungsoo, ia tidak tega membangunkan Jongin yang terlihat begitu lelah. Tapi bagaimana pun juga, sup ini akan dingin jika tidak segera dimakan.

Baru saja Kyungsoo hendak menguatkan tekat untuk membiarkan Jongin tidur, sang dokter muda itu ternyata kembali mengigau tidak jelas. Senyuman geli terlukis di wajah Kyungsoo seiring sinar matahari yang perlahan masuk melalui jendela balkon dan menghampiri wajah Jongin.

"Hei, bangun. Supnya sudah siap, nih."

Kyungsoo menggoyang-goyangkan lengan Jongin, tapi laki-laki itu tidak segera bangun.

"Kalau membangunkan dia, harus dijewer, tahu." Ujar Baekhyun yang tiba-tiba menjewer pelan telinga Jongin hingga pemuda itu bangun.

"Noona! Ish, aku kan sedang mimpi indah! Mengganggu saja, sih!" protes Jongin dengan mata separuh tertutup. "O-oh, Kyungsoo?"

"Supnya, Jongin. Nanti keburu dingin,"

"A-ah, ya. Akan segera kuhabiskan!"

Jongin segera mengambil mangkuk berisi sup buatan Kyungsoo dan menghabiskannya tanpa jeda panjang. Selain kelaparan, sup buatan Kyungsoo ini benar-benar lezat, jadi tak ada alasan bagi Jongin untuk menunda makan makanan lezat ini, kan?

"Hei hitam, cepat mandi, sana! Aku sudah selesai beres-beres, kok." Teriak Luhan seraya membuka pintu kamar "Wah, harum sekali! Pasti masakan Kyungsoo, ya?"

"Siapapun yang jadi suamimu nanti pasti akan sangat bahagia, Kyung. Dibangunkan dengan harum masakan seperti ini itu impian seluruh pria!" ujar Sehun sembari mengeratkan pelukan Luhan di pundaknya. "Aku harap sih yang jadi suamimu nanti itu orangnya tidak ceroboh dan pemalas seperti orang itu,"

Wajah Kyungsoo memerah sempurna dan ia tak bisa sedikitpun membalas perkataan Sehun. Lain halnya dengan sosok yang dimaksud Sehun tadi.

"Bicaramu memang tidak pernah bisa diatur ya, dasar mayat albino sialan. Ah, titip cuci, ya? Hari ini kan jadwalmu mencuci, aku mau mandi dulu."

Sehun berdiri cepat dan hampir saja menendang pantat berharga milik Jongin jika Luhan tidak segera menenangkan kekasihnya itu. Gelak tawa yang kemudian saling sahut di ruang tamu dan dapur membuat suasana apartemen Jongin sedikit lebih ramai dari biasanya. Dan hal inilah yang membuat Jongin—yang baru saja masuk ke kamar mandi, mendadak muram.

"Dari dulu tidak berani, sekarang sudah direncanakan begini malah dipisah jarak. Astaga, hidupkuuuuu~"

.

Please don't stand so close to me

I'm having trouble breathing

I'm afraid of what you'll see, right now

I give you everything I am

All my broken heart beats

Until I know you'll understand

Lagi-lagi begini. Kyungsoo benar-benar merasa susah nafas saat ini. Selain karena sejak tadi sebelum berangkat ke bandara, beberapa kali Jongin mengusak pucuk kepalanya, saat ini pun Kyungsoo hanya berdua dengan Jongin di mobil Sehun dengan barang-barang miliknya ada di bagasi. Luhan, Sehun, dan Baekhyun naik mobil Range Rover milik Chanyeol yang tiba di apartemen satu jam yang lalu. Sebenarnya bisa saja Sehun dan Luhan naik mobil ini karena back seat juga masih kosong, tapi Baekhyun memaksa adik laki-laki beserta calon adik iparnya itu untuk berangkat bersamanya dan Chanyeol.

Kyungsoo benar-benar tidak tahu harus bicara apa, Jongin juga terlihat sama saja. Dua manusia ini nampaknya benar-benar tidak pernah paham perasaan masing-masing dan cara yang tepat untuk mengungkapkannya, ya?

"Ayo, Kyung, turun. Kita sudah sampai,"

Perkataan Jongin membuyarkan lamunan Kyungsoo. Pandangan gadis itu diedarkan menyeluruh dan kemudian ia benar-benar sadar bahwa ia sudah sampai di tempat terakhirnya bersama Jongin.

"Kau masuk saja, biar aku yang bawa barangnya. Tuh, noona dan Luhan juga sudah menunggumu."

Kyungsoo berlari kecil menjauh dari Jongin dan membiarkan lelaki tampan itu menaikkan koper besarnya ke troli bandara. Sebenarnya barang bawaan Kyungsoo tidak hanya ini, tapi semuanya sudah atau akan dikirim ke Jepang belakangan. Jongin merasa berat saat mendorong troli berisi koper Kyungsoo. Bukan karena berat koper itu tapi lebih kepada... berat untuk melepas sang pemilik koper pergi dari sisinya (lagi). Jongin patut menyesal, harusnya memang sudah sejak lama ia mengaku saja pada Kyungsoo bahwa ia mencintainya seperti apa yang pernah dimimpikannya beberapa waktu lalu saat Kyungsoo bilang bahwa ia mencintai Jongin. Tapi, itu hanya mimpi, kan?

"Hei, bung. Jika kau tidak punya rencana untuk menyatakan perasaanmu padanya hari ini, maka buang saja mimpimu untuk bisa membangun rumah tangga bersamanya,"

Chanyeol merangkul Jongin dari sisi kiri dan berbisik, menambahi kata-kata Sehun barusan. "Jika kau memang laki-laki, Jong, harusnya kau bisa menyatakannya hari ini. Jangan pernah kau sia-siakan waktumu, kau tidak pernah tahu bagaimana rupa takdir yang akan menyapamu esok hari, kan?"

Jongin mendesah kasar. Bukannya ia tidak berani atau tidak mau, dia hanya tidak ingin merusak segala macam ikatan dan perasaan nyaman yang ia dan Kyungsoo bangun sejak kecil. Walau belakangan ia sadar bahwa ia membutuhkan Kyungsoo lebih dari itu, tapi memangnya gadis itu juga sama dengannya?

"Sudah, sana, ajak bicara. Koper ini biar kami yang urus,"

"Ingat, Jong, kau harus pastikan tidak ada satupun perasaan yang tertinggal alias belum kau utarakan!"

"Fighting!" Chanyeol dan Sehun bersamaan memperagakan gestur tangan yang menyemangati Jongin untuk perjuangan terakhirnya sebelum akhirnya jarak yang memisahkan dirinya dengan gadis kesayangannya.

Dengan satu helaan nafas panjang, Jongin menghampiri Kyungsoo yang sedang duduk sendirian. "Hei,"

"Oh, hei, Jongin. Sehun dan oppa mana?"

"A—entahlah sepertinya ke toilet,"

Baru saja Jongin membulatkan tekad untuk mengakui perasaannya pada Kyungsoo, panggilan untuk para penumpang pesawat tujuan Jepang sudah dikumandangkan.

"Ah, sepertinya aku sudah harus masuk pesawat."

Luhan dan Baekhyun datang dari toilet dan segera memeluk Kyungsoo yang baru berdiri.

"Ya Tuhan! Aku pasti akan merindukanmu!"

"Jaga diri baik-baik ya, Kyungiee~ Cepat kembali kemari!"

Sehun dan Chanyeol yang baru datang dari mengantar koper ke petugas bagasi pun langsung merangkul Jongin.

"Bagaimana?"

"Berhasil?"

Jongin menghela nafas panjang dan menggeleng pelan. "Panggilan sialan itu mendahuluiku."

Tawa Chanyeol dan Sehun membuat hampir semua orang yang ada di dekat mereka menoleh heran. Termasuk Baekhyun dan Luhan.

"Mereka kenapa, sih?"

"Kau ini, benar-benar ya, Jong! Kali ini kuberi satu kesempatan terakhir sebelum panggilan terakhir diumumkan. Ungkapkan perasaanmu padanya, sialan! Ah, kenapa jadi aku yang gemas sih?!"

"Sehun benar, itu adalah kesempatan terakhirmu. Jangan sampai menyesal, Jongin!"

Setelahnya, Kyungsoo memeluk Sehun bergantian dengan Chanyeol. Beberapa wejangan penuh canda diberikan oleh keduanya. Dan akhirnya sekarang, tiba juga giliran Jongin untuk mengucap salam perpisahan pada Kyungsoo.

"Hei,"

"Hei. Eum, ini untukmu. Yeah, kukira sebagai sahabat yang baik, aku harus memberimu kado kelulusan, kan?"

Jongin menerima kado dari Kyungsoo lalu tertawa sejenak. "Aku juga menyiapkan kado untukmu, tahu. Karena kau suka warna hitam, jadi kuberi saja pita hitam. Bukanya nanti saja kalau sudah sampai,"

"Jaga dirimu baik-baik, ya? Jangan mabuk lagi! Nanti tak ada yang bisa memasakkanmu sup seenak tadi, kan?" Kyungsoo membalas pelukan tiba-tiba dari Jongin dengan tak kalah erat.

"Aku tak akan mabuk lagi, aku janji. Dan kalaupun aku mabuk, aku hanya akan melakukannya saat bersamamu." Balas Jongin. "Jaga dirimu baik-baik, jangan menghilang dan hubungi aku kapanpun kau mau."

Pelukan cukup erat dan sarat akan air mata tertahan itu berlangsung sekitar lima menit sampai akhirnya, panggilan terakhir itu diumumkan.

Adalah Jongin, sosok yang pertama melepas pelukan erat itu, dengan senyum menahan tangisnya ia menatap kedua mata Kyungsoo dalam-dalam, menghapus air mata sang gadis kemudian memperlebar senyumnya dan menutup ritualnya dengan sebuah kecupan penuh arti di kening Kyungsoo. "Hubungi aku jika sudah sampai!"

Kyungsoo, tertawa sejenak lalu mengecup pipi kiri Jongin sebelum akhirnya ia berlari sekuat tenaga menuju pintu pesawat yang menunggunya. Pada akhirnya, Jongin tidak bicara apapun tentang perasaannya pada Kyungsoo dan begitu pun Kyungsoo. Keduanya tetap tak menyuarakan apapun tentang isi hati mereka mengenai satu sama lain bahkan hingga batas terakhir mereka bersama hari ini. Sehun dan Chanyeol mungkin akan benar-benar penasaran dan mengutuki Jongin dengan kata-kata sumpah serapah karena membuang kesempatan yang begitu berharga untuk menyatakan cinta terpendamnya. Baekhyun dan Luhan mungkin juga akan senantiasa menyindir ketidakberanian Jongin untuk secara langsung mengungkapkan perasaannya pada Kyungsoo. Tapi, di luar semua kemungkinan itu, apakah keempat insan itu tahu apa sebenarnya yang tertulis atau isi dari kado Jongin dan Kyungsoo?

"Hei! Kau curang, ya? Aku bilang kau baru boleh membukanya ketika sampai di Jepang, kan? Kenapa kau buka di pesawat? Tapi, sudahlah, dimanapun kau membukanya juga aku tak peduli. Kau jauh atau dekat aku tak pernah mempermasalahkannya. Karena toh, sebenarnya kau tak pernah pergi kemanapun, kan, Pororo?

Cepat kembali!

Aku akan menunggumu. Aku akan menunggu sampai waktu mengizinkanku menjaga hatimu dan menyimpannya untukku sendiri. Aku akan menunggumu, sampai kapanpun itu, untuk kau bisa mencintaiku.

Dari sahabat kecilmu yang baru sadar bahwa ia mencintaimu sejak beberapa tahun belakangan,

Kim Jongin.

*PS: ada tambahan lagu rekaman, tolong maafkan suaraku yang pas-pasan, ya?"

Kyungsoo menahan tawa sekaligus air matanya sekuat tenaga walau pada akhirnya ia gagal membendung air matanya. Jongin memang menyebalkan, tapi dalam waktu yang sama, ia juga sumber kebahagian. Jongin memang tipikal mudah untuk dirindukan, dan disaat yang sama, ia juga tipikal yang mudah untuk dicintai sepenuh hati.

"Bodoh, aku sudah mencintaimu sebelum kau sadar, kau tahu! Lagipula, lagu macam apa yang kau rekam untukku, huh?" gumam Kyungsoo sambil menyalakan pemutar lagu itu sebelum pesawat benar-benar lepas landas.

"From the way you smile, to the way you look. You capture me, unlike no other. From the first hello, yeah that's all it took. And suddenly, we had each other. And I won't leave you, always be true. One plus one, two for life, over and over agaiiiiin~

So don't ever think I need more, I've got the one to live for. No one else will do, and I'm telling you, just put your heart in my hands. I promise it won't get broken, we'll never forget this moment. It will stay brand new, cause I'll love you over and over agaiiiin~

Girl when I'm with you, I lose track of time. When I'm without you, you're stuck on my mind. Be all you need, 'til the day that I die. I'll love you, over and over again...

*PS: I love you, Do Kyungsoo~"

Cukup dengan cuplikan kado dari Jongin untuk Kyungsoo. Kira-kira, bagaimanakah kado Kyungsoo untuk Jongin, ya?

"Dengarkan lagu ini kapanpun kau mau. Karena dalam lagu ini, ada hal yang tak bisa aku ungkapkan bertahun-tahun lalu. Jangan bosan untuk menghubungiku, ya, Krong! ;)"

"Lagu? Ei, lagu apa yang dia rekam, ya?"

Jongin memasang headset di telinganya sesampainya ia di apartemen dan membuka kado Kyungsoo. Sebenarnya teman-temannya mengajaknya makan di luar, tapi karena malas, ia hanya menitipkan pesanan makanan dan menunggu mereka pulang selagi ia mendengarkan lagu yang Kyungsoo nyanyikan.

"Baiklah, Kyungsoo, mari kita dengarkan pengakuanmu~"

"From the heat of night, to the break of day, I'll keep you safe and hold you forever. And the sparks will fly, they will never fade, and every day gets better and better. And I won't leave you, always be true. One plus one, two for life, over and over agaiiiin~

So don't ever think I need more, I've got the one to live for. No one else will do, and I'm telling you, just put your heart in my hands. I promise it won't get broken, we'll never forget this moment. It will stay brand new, cause I'll love you over and over agaiiiin~

Boy when I'm with you, I lose track of time. When I'm without you, you're stuck on my mind. Be all you need, 'til the day that I die. I'll love you, over and over again...

Saranghae, Kim Jongin~"

Cinta yang malu-malu akhirnya terungkap dengan cara tanpa banyak laku. Hati yang terkunci untuk masing-masing pribadi, tanpa pernah diminta untuk dikunci, akhirnya berhasil dimiliki utuh walau butuh perjuangan penuh dan beberapa peluh. Rindu yang sebelumnya tumbuh perlahan karena ditahan, akhirnya kini punya muara yang siap menawarkan obat kerinduan kapanpun dibutuhkan. Jarak yang dulu dianggap remeh karena dekat, kini mulai merayap jauh dan memaksa para pemalu untuk tak peduli jauh agar selalu bisa terikat erat. Cinta tak punya alasan untuk pudar hanya karena jarak. Karena jika benar dia cinta, maka jarak terjauh seperti dunia dan surga yang tak mungkin terjadi pertemuan antar insannya pun, tak akan pernah jadi masalah yang nyata yang merusak cinta.

And I will make sure to keep my distancce

Say, "I love you," when you're not listening

And how long can we keep this up, up, up?

And I keep waiting, for you to take me

You keep waiting, to save what we have

Make sure to keep my distance

Say, "I love you," when you're not listening

How long 'til we call this love, love, love?

.

.

.

tbc


Pengumuman pengumuman! Chapter depan END yhaa wehehe

hayo jangan lupa reviewnya :)))

salam!

kajegaje