Special made for my latest birthday gift to me who got older few weeks ago.

Special made for all of you who has patiently waiting for me to post again(?).

Special made for anyone who loves Kim Jongin and Do Kyungsoo to be one and only Kaisoo.

This is special made, in order to distract my self for being so stressed out because I can't attend Phantasia (kekeke, I'm snsd's fanboy to btw), and any other reasons that I couldn't explain.

I hope I made it well and you like it. Please, if you like his story, show it by giving me review after read this story, thank you.

*Ada yang gak paham apa yang diomongin di atas? Nanti kaje tulis translatenya di akhir cerita, ya. :)*

This is it, my special gift for me and everyone...

"Distance"

(Starring EXO and other casts)

ENJOY!

.

.

.


Jongin melempar buku catatannya ke atas meja belajarnya dengan kasar. Emosinya memuncak dengan cepat setelah baru lima menit lalu ia sukses dicurigai lagi oleh sang kekasih. Ternyata punya kekasih yang cemburuan itu cukup menyiksa dan Jongin mulai merasa gila karenanya.

"Lagi?"

Suara merdu khas seorang gadis menghampiri telinga panas milik Jongin yang sekarang mulai jadi dingin secara perlahan.

"Aku tidak mengerti apa sebenarnya isi kepala Soojung. Kenapa dia tidak bisa sekali saja berhenti mencurigaiku berselingkuh?"

Sang gadis yang datang dengan membawa secangkir coklat panas dan beberapa camilan untuk teman belajarnya dan juga Jongin pun meloloskan tawa cantiknya.

"Mungkin dia terlalu mencintaimu, Jong. Bukankah kau sendiri yang bilang begitu selama ini?"

Jongin mengusak kepala belakangnya kasar lalu dengan terburu-buru meminum coklat panas yang dibawa sang gadis.

"Jong, itu—"

"AW! PANAS!"

Ringisan geli terlukis di wajah kedua insan tersebut yang kini sedang saling menatap satu sama lain seolah menunggu penjelasan. "Kukira ini milikku!" protes sang lelaki.

"Kau tidak dengar suara blender? Choco blend milikmu sedang diproses, Jongin. Lagipula, sejak kapan minuman kesukaanmu kutempatkan di cangkir Pororoku?" balas sang gadis.

Dengan tampang polosnya, Jongin menilik ke arah cangkir berisi coklat panas yang ia letakkan di samping buku catatannya. Benar juga, sejak kapan Kyungsoo merelakan cangkir kesayangannya untuk diisi minuman kesukaan Jongin?

"Soojung benar-benar sudah membuat otakmu setengah miring, ya?" goda Kyungsoo sambil melangkahkan kaki mungilnya menuju dapur untuk mengambil minuman kesukaan Jongin.

Jongin tersenyum kecil sambil tetap mengecap lidahnya yang sempat mati rasa karena sudah mencicipi coklat panas tanpa lebih dulu didinginkan. Soojung memang selalu membuat otaknya jadi setengah miring sejak dulu. Entah itu karena wajahnya yang benar-benar cantik dan sangat tidak bisa disia-siakan untuk tidak dijadikan kekasih, perilaku Soojung dulu yang masih sangat menggemaskan, atau karena belakangan ini gadis yang sudah ia pacari sejak tingkat dua di SMA itu mulai berubah menjadi membingungkan.

Jongin adalah satu dari sekian banyak laki-laki di SOPA yang terpesona oleh Soojung baik secara fisik maupun sifat. Entah beruntung atau mungkin saat ini Jongin akan menyebut ini kesialan, tapi saat itu adalah Jongin yang akhirnya menjadi pemenang hati Soojung setelah sekian banyak laki-laki mengusahakannya. Dua tahun menjalin hubungan spesial, nyatanya tidak membuat Jongin benar-benar merasa bahagia. Saat awal menjalin hubungan, ia benar-benar serius menyayangi Soojung. Jongin masih sangat kagum atas sifat Soojung dan juga bersyukur karena gadis cantik pujaan seluruh lelaki itu kini miliknya seorang. Tapi seperti kata pepatah yang mengatakan bahwa semua orang bisa berubah, begitupun dengan Soojung yang berubah menjadi pribadi baru yang membuat Jongin benar-benar hampir gila.

Dimulai enam bulan lalu ketika seluruh siswa-siswi tingkat akhir SOPA dinyatakan lulus dan berhak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Soojung yang memutuskan untuk melanjutkan studinya di Amerika dan tinggal bersama kakak perempuannya itu pun berpisah dengan Jongin yang diterima di salah satu universitas ternama di Seoul, Chung Ang University. Satu setengah bulan menjalani LDR, Jongin sudah dikagetkan dengan telepon tiba-tiba bernada amarah dari Soojung saat dirinya sedang ada tutorial bersama teman-teman satu kelompoknya. Saat itu Soojung bilang dia khawatir karena Jongin tidak membalas pesannya sejak semalam (waktu USA saat itu: 5 pagi, waktu Seoul: 6 sore). Jongin sampai harus meminta maaf dan meminta waktu hingga lima belas menit lamanya hanya untuk meyakinkan sang kekasih bahwa dirinya dalam keadaan baik-baik saja dan saat ini sedang belajar bersama teman-teman barunya.

Tiga bulan menjalani LDR rupanya tak membuat sifat curiga Soojung hilang. Walau tiap kali menelpon Jongin, pemuda itu selalu menjelaskan kejadian sebenarnya yang sedang terjadi, tapi itu tak sedikitpun membantu Soojung untuk pulih dari sifat overprotektifnya. Bahkan baru-baru ini, hanya karena sebuah foto yang Jongin upload di media sosialnya, Soojung mendiamkannya dua minggu. Jongin meng-upload fotonya bersama teman-teman satu timnya yang mayoritas adalah perempuan dan kebetulan tak ada di antara mereka yang tidak cantik. Entah bagaimana, tapi Jongin benar-benar harus bersyukur setengah hidup karena dari sekian banyak gadis yang kuliah di Seoul, ia harus satu tim dengan lima gadis cantik dari total delapan orang anggota timnya. Dan salah satu gadis yang jadi kekhawatiran Soojung adalah sang tuan rumah yang sedang Jongin kunjungi hari ini.

"Minumlah. Mungkin kau bisa merasa baikan,"

Namanya adalah Do Kyungsoo. Gadis cantik yang punya ciri khas unik yakni bibir berbentuk hati dan dua matanya yang bulat itu adalah salah satu dari lima gadis yang jadi sumber kekhawatiran Soojung. Berdalih bahwa Jongin punya segala kharisma untuk menarik perhatian gadis-gadis, Soojung selalu melarang Jongin berhubungan akrab dengan gadis-gadis lain selain dirinya dan sang kakak. Yang tidak Soojung tahu, Kyungsoo dan Jongin adalah tetangga saat kecil selama tujuh tahun, lalu berpisah SMP (hanya beda sekolah, tapi tetap bertetangga) dan akhirnya mereka (benar-benar) harus berpisah saat SMA; Kyungsoo pindah ke Jepang untuk sementara mengikuti ayahnya. Jadi, mana bisa begitu saja Jongin menuruti permintaan sang kekasih untuk menjauhi sahabatnya sendiri? Mungkin jika hanya harus tidak akrab dengan Suzy, lalu Nayoung, Wendy, Jeonghan dan juga Luhan, Jongin bisa menurutinya. Toh pada kenyataannya kelima gadis yang Soojung khawatirkan sudah punya pasangan masing-masing.

"Kau memang terbaik, Kyung."

"Kau baru tahu? Setelah sekian lama? Terlambat sekali, Jong!"

Kekehan kecil lolos dari bibir Jongin setelah menyesap minuman kesukaannya yang selalu ia pesan setiap kali ia menginap di rumah Kyungsoo setelah belajar gila-gilaan. Masuk di fakultas kedokteran di Universitas Chung Ang tidak semudah bayangan orang-orang. Jadilah Jongin selalu siap siaga untuk botak tiap kali ada kuis dadakan dari dosen-dosennya. Beruntung, otaknya kadang bisa diajak kerjasama dan yang paling penting selalu ada Kyungsoo disampingnya, membantunya.

"Aku benar-benar lelah,"

"Dengan materi anatomi?"

"Dengan Soojung," jawab Jongin tegas. Lelaki itu kemudian mengambil ponselnya, mengutak-atiknya selama beberapa menit dan kemudian meletakkannya kembali, "besok lusa kita libur, kan?" tanyanya pada Kyungsoo yang sedang mencoba menyibukkan diri dengan membaca catatan Jongin.

Kyungsoo mengangguk sekali lalu menoleh, menatap sang lawan bicara. "Kenapa?"

"Aku akan terbang ke New York. Aku baru saja pesan tiket pulang pergi."

Pernyataan Jongin sukses membuat gadis cantik penyuka kartun Pororo itu tersedak coklat hangat buatannya sendiri. "Kau—apa?"

"Eii, jangan terkejut begitu. Ini kan bukan hal gila,"

"Bagian mananya yang kau sebut bukan hal gila, huh?" tanya Kyungsoo sambil memukul pelan jidat Jongin. "Kau pikir jarak Korea – Amerika itu seperti Busan ke Seoul?"

"Jika kau sangat mencintai seseorang lalu mulai merasa gerah karena kelakuannya yang berubah jadi menyebalkan, kau akan memaklumi tindakanku, Kyungsoo."

Kyungsoo menggeleng tegas. "Tidak, tidak. Kau tidak akan terbang kesana hanya untuk mengakhiri hubunganmu dan pacarmu itu, kan?"

Jongin menjentikkan jarinya cepat dan tersenyum lebar. "Kau memang cerdas! Darimana kau bisa menyimpulkan begitu? Padahal aku kan belum bilang."

"Kau sudah memberi kode padaku, bodoh!"

Jongin mengusap kepala belakangnya yang baru saja kena pukul oleh Kyungsoo. "Jangan memukuliku terus, nanti aku cepat bodoh!"

"Kau memang sudah bodoh dari lama!"

"Tapi setidaknya, aku lulus dua peringkat di atasmu saat SD!"

"Itu karena kau beruntung!"

"Enak saja!"

Beginilah keadaan Jongin dan Kyungsoo jika mereka sudah membahas masa kecil mereka yang penuh persaingan. Walau menyebut diri mereka adalah teman masa kecil, tapi tetap saja hidup keduanya tidak pernah lepas dari persaingan. Jongin yang tidak pernah mau kalah dari Kyungsoo dan Kyungsoo yang tidak pernah ingin dikalahkan Jongin.

"Sudahlah! Berdebat denganmu itu memang tidak pernah selesai!" ujar Jongin menyerah.

"Karena aku memang benar!"

"Terserah~"

Kyungsoo meletakkan cangkir coklat hangatnya dan menepuk pundak Jongin. "Tapi... kau serius?"

Jongin mendongak dan menatap kedua mata bulat Kyungsoo dengan tegas. "Apapun untuk membebaskanku dari perasaan terkurung ini."

"Bukankah kau mencintainya?"

"Aku mencintai Soojung yang menggemaskan dan ramah pada banyak orang, bukan Soojung yang menyebalkan dan penuh curiga pada semua gadis."

Kyungsoo menghela nafasnya berat. "Percintaan memang rumit, ya?"

"Sayangnya begitu. Dan aku akan memilih untuk mengakhiri kerumitan percintaanku sebelum akhirnya ada pihak yang tersakiti lebih jauh."

.

.

Hari ini langit New York cukup mendung. Harusnya, Soojung masih bergumul dengan kasur dan selimut tercintanya yang jarang ia tinggalkan saat cuaca sedang tidak bersahabat begini. Namun, demi menemui kekasih tercintanya yang tiba-tiba sudah ada di kota tempat ia tinggal saat ini, Soojung bangun dan menguatkan dirinya sendiri.

Kaki Soojung terasa begitu berat saat harus diarahkan ke sebuah cafe dimana keduanya membuat janji untuk bertemu. Jongin sebenarnya bukan tipikal pemuda yang suka basa-basi, dan itulah yang jadi poin penting saat Soojung memilih Jongin dulu. Karenanya, saat sang pemuda tampan itu meminta bertemu dengan tiba-tiba begini, perasaan Soojung mendadak berubah jadi abu-abu.

"Oh, kau sudah datang?"

Sapaan hangat dari sang terkasih, nyatanya mampu secara sejenak mengusir awan abu-abu dari diri Soojung. Dengan membawa dua cup cokelat panas, Jongin melukiskan senyum khasnya pada Soojung.

"Bagaimana kabar noona? Apa dia baik?"

"Ya, dia sedang sibuk shooting untuk majalah beberapa hari belakangan ini. Aku sedikit khawatir pada kondisinya,"

"Ahh, noona memang susah sekali diminta bersantai, ya?"

Soojung menyandarkan kepalanya di bahu Jongin yang menyambutnya dengan hangat. Jongin melepaskan beberapa tumpuk kotak rindunya pada Soojung dengan cepat sebelum pada akhirnya memulai rencananya sendiri.

Rencana yang tidak pernah ia sangka akan ia laksanakan. Rencana yang tidak pernah ia pikir akan ia lakukan untuk melepaskan dirinya dari kungkungan ketidaknyamanan. Rencana yang tidak pernah sekalipun mampir di kepalanya sejak pertama kali ia meminta Soojung untuk jadi kekasihnya, dua tahun lalu.

"Soojung-ah, aku ingin hubungan kita berakhir sampai disini."

Gadis cantik yang sedang dalam mode manja itu pun sontak menjauhkan kepalanya dari bahu Jongin dan menatap sang kekasih dengan tatapan tidak perccaya.

"A-APA?"

"Soojung-ah, kita sudah berbeda arah saat ini."

"T-tapi, Jongin... k-kita masih saling membutuhkan! A-aku butuh kau untuk bersandar dari semua masalahku disini, d-dan kau... kau juga begitu, kan?"

Jongin tersenyum kecil lalu menggenggam kedua tangan Soojung dengan lembut. "Kita memang saling bersandar, Soojung. Tapi arah yang kita tatap saat ini sudah tidak lagi sama."

Soojung menggeleng cepat. Berusaha menyamarkan seluruh air mata yang tiba-tiba turun dari kedua mata cantiknya.

"Aku mengutip ini dari sebuah lagu. Liriknya berkata begini, kau menunggu datangnya malam saat ku menanti fajar. Bukankah itu menggambarkan kita, Soojung-ah?" senyum getir Jongin lukis kali ini. Dia sungguh tidak tega membuat gadis kesayangannya menangis. Tapi jika harus menahan ini lebih lama, ia bisa jadi lebih kejam.

"NO!"

Soojung berteriak sekali. Untungnya cafe masih cukup sepi, jadi tak banyak yang terganggu atas teriakan Soojung.

"Hey, dengarkan aku. Jika kita tetap mempertahankan ini, jika kau tetap memaksakan genggamanmu padaku, kau akan tersakiti lebih jauh, Soojung-ah. Kau dan isi kepalamu yang penuh curiga itu tidak akan berhenti untuk melacakku, benar? Ini tidak baik, Soojung-ah. Ini bukan kau yang dulu." Jongin melembutkan suaranya, "kau hanya takut aku hilang, benar?"

Jongin menarik dagu Soojung dengan lembut. "Yang berakhir hanya hubungan kita sebagai kekasih, tapi aku tetap bersedia menjadi temanmu, sahabatmu."

Merasa sudah cukup menyakiti sang gadis, pemuda yang pernah memperjuangkan posisinya di hati Soojung itu pun mulai mengusak pucuk kepala Soojung dengan sayang dan membawa tubuh sang gadis menuju pelukannya. "Maafkan aku, Soojung-ah. Aku tidak bisa lagi mencintaimu, dan kita tidak bisa lagi bersama sebagai kekasih. Aku tidak ingin kau tersakiti lebih,"

"T-tapi... aku bisa berubah, Jongin! Aku janji!"

Jongin menggeleng pelan, dan Soojung bisa merasakan penolakan itu. "Kau sudah mengatakan itu dua bulan lalu. Tapi kau melakukannya lagi, Soojung." ucap Jongin. "Kisah kita sudah berakhir, kau harus merelakanku pergi, ya?"

Soojung memeluk pinggang Jongin dengan erat, mencegah lelaki tercintanya untuk pergi meninggalkannya. Jongin tahu, ini keputusan sulit. Tapi hatinya saat ini tidak lagi bisa mencintai Soojung, tidak lagi.

"Kau tetap bisa menghubungiku saat aku sedang senggang. Kita tetap teman, jadi kau tidak usah khawatir. Tidak ada yang banyak berubah kecuali... aku yang bukan lagi milikmu."

Soojung terisak dan hati kecil Jongin tertikam. Dia membuat seorang gadis berhati lembut tersakiti hari ini, dan dia sangat frustasi karena itu.

"Soojung, maafkan aku."

Jongin memutuskan untuk memaksa melepaskan pelukan Soojung dan berlari keluar cafe untuk menjauhkan diri dari sang mantan kekasih. Dengan beberapa gerakan ringkas, ponsel Jongin saat ini sudah terhubung dengan seseorang.

"Noona, maafkan aku. Apa bisa kau jemput Soojung di de Luz? Aku harus mengejar pesawat ke Seoul satu jam lagi."

Dari seberang, seolah tahu akan apa yang sedang terjadi, sang gadis cantik yang juga punya kepribadian sama lembutnya dengan sang adik pun mulai berbicara.

"Apa kau memutuskannya, Jongin-ah?"

"Maafkan aku, noona."

"Gwaenchana, kau sudah melakukan hal yang benar. Kau tidak tahu saja bagaimana inginnya aku untuk menjauhkannya dari stress hanya karena pikiran-pikirannya yang kadang tidak benar tentangmu itu terus memenuhi kepalanya tiap hari."

Jongin tersenyum kecil. "Tapi kita tetap baik kan, noona?"

"Tentu saja, bodoh! Aku berterimakasih padamu karena sudah menyadarkan adikku itu. Tenang saja, aku akan menjaganya. Dan aku pastikan ia akan mendapat penggantimu yang tentu saja lebih baik dan lebih tampan darimu, hm?"

"Tentu saja. Dia berhak mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dariku, noona. Ya sudah, sampaikan maafku untuknya. Dan, kau juga jaga diri baik-baik. Soojung mengkhawatirkan kondisimu karena kesibukanmu itu. Aku pulang dulu, noona."

"Arasseo. Kau juga, carilah gadis yang bisa membuatmu merasa nyaman seperti di rumah sendiri. Carilah gadis yang selalu bisa membuatmu jadi diri sendiri, ya? Aku menunggu kabar baik darimu. Salam untuk ayah dan ibu, ya?"

Jongin menutup teleponnya lalu melanjutkan larinya untuk menghentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat. "JFK Airport please, sir."

.

.

.


Jongin melempar buku catatannya ke atas meja belajarnya dengan kasar. Jongin merasa frustasi karena belakangan (dua hari ini), isi kepalanya jadi susah sekali diajak kerjasama. Akibatnya, beberapa kuisnya harus inhal (tidak lulus), dan ia pun diharuskan menyelesaikan tugas untuk mencukupi kekurangannya.

Bukan tanpa alasan sebenarnya jika Jongin tidak bisa fokus belakangan, selain karena pikirannya bercabang terlalu banyak, yang biasanya jadi sandaran Jongin juga sekarang tidak ada.

"Sudahlah, minum susu coklatmu dulu sana."

Jongin menoleh dan mendapati flat-matenya nangkring seenaknya di meja belajarnya. "Malas,"

"Ahh, tentu saja. Kau kan hanya mau jika disuruh Kyungsoo, benar?"

Jongin melirik sang flat-mate dengan tatapan mematikan lalu menyambar ponselnya dan segera berdiri dari duduknya.

"Dia sejak tadi bersama Luhan, jika kau ingin tahu. Kukira, sampai sekarang sih masih."

"Hm," gumam Jongin pelan.

Pemuda berkulit putih yang masih bersandar di pinggiran meja belajar Jongin itu pun dengan seksama memperhatikan bagaimana Jongin mencari-cari barang di laci meja nakasnya.

"Mencari ini?" tanyanya sambil mengacungkan kunci mobil bermotif kuda jingkrak itu.

"Kau memakainya?"

"Ini giliranku. Kalau tidak percaya lihat saja di dinding." Kilah sang pemuda sambil memasukkan kembali kunci itu ke dalam saku celana pendeknya.

"Dimana kunci motor?"

"Motor sedang masuk bengkel,"

Jongin menatap sang lawan bicara dengan tatapan tak percaya. "BENGKEL?"

"Aku tak sengaja membuatnya lecet saat balapan kemarin, jadi daripada harus menghadapi amukanmu, aku membawanya ke bengkel milik temanku. Tenang saja, dia sudah ahlinya."

Jongin berdecih kesal. "Kalau begitu aku pinjam mobilnya, Sehun-ah. Aku sedang butuh udara segar,"

"Udara segar atau Kyungsoo?"

"Udara segar,"

"Eii, aku sudah tahu ada yang aneh dengan kalian berdua. Ada apa, sih? Luhan sudah tahu tapi tak mau memberitahuku."

"Kyungsoo tiba-tiba ngambek, saat aku antar pulang Taemin dua hari lalu. Aku sudah menjelaskan padanya bahwa ponselku rusak karena kehujanan. Aku tidak hapal nomornya, jadi aku tidak bisa menghubunginya."

"Memangnya ada masalah apa jika kau pulang dengan Taemin?"

"Harusnya aku pulang dengan Kyungsoo hari itu, kami sudah janji pulang bersama. Tapi waktu selesai rapat dengan anak-anak organisasi, Taemin meminta tolong padaku untuk mengantarnya pulang karena Minho tak bisa. Sebagai satu-satunya yang bisa dimintai tolong, ya sudah. Lagipula aku dan Taemin teman sejak SMA, jadi kupikir tak masalah."

"Lalu kalian kehujanan di jalan?"

Jongin mengangguk. Ia kemudian duduk di tepian tempat tidurnya dan memainkan ponselnya dengan cepat—memutar ponsel dengan cepat. "Benda sialan ini rusak karena kehujanan. Dan aku berakhir pulang dengan memakai baju milik kakak laki-laki Taemin yang kupinjam hingga kemarin. Sampai di sini, aku segera menghubungi Kyungsoo lewat SNS dari laptop. Tapi dia mendiamkanku sampai hari ini."

Sehun mengangguk seolah paham. "Lalu kau tahu Kyungsoo pulang dengan siapa?"

Jongin mengendikkan bahunya lemas.

"Dia pulang dengan Chanyeol sunbaenim. Kau tahu dia? Laki-laki paling digilai gadis-gadis kampus selain kita." Ujar Sehun percaya diri. "Yang bahaya adalah, Chanyeol sunbaenim itu sedang single."

"Ah, maksudmu Dobi hyung? Laki-laki yang telinganya lebar itu? Syukurlah jika Kyungsoo bersamanya."

Sehun menganga. Merasa gagal membuat flat-matenya itu panas. "Hyung? Dobi hyung?"

"Dia adalah teman main kami saat kami masih kecil. Dulu, kami bertiga adalah tetangga. Dia yang paling tua."

"Tapi dia single, Jongin!"

"Lalu?" tanya sang lawan bicara dengan wajah tak mengerti. Memangnya kenapa jika Chanyeol single dan dia mengantar Kyungsoonya pulang? Bukankah—tunggu, apa tadi Jongin berpikir tentang Kyungsoo-nya?

Sehun mengusak rambutnya kasar. Merasa frustasi karena flat-matenya itu tak kunjung peka akan kodenya.

"Sudahlah! Pakai ini. Cepat jemput kekasihku dan juga Kyungsoo. Antarkan mereka pulang ke flat dengan selamat. Jangan buat lecet mobilnya!"

Jongin meringis penuh bahagia. Ia menggenggam kuat kunci mobil milik Sehun itu dan segera berlari kecil menuju pintu flatnya.

"JONGIN, TITIP AYAM GORENG! UNTUK MAKAN MALAM! KULKAS KITA SUDAH KOSONG!"

.

Kyungsoo duduk dengan tenang dan tentu saja tanpa sepatah kata sejak tadi. Entah apa yang Sehun bilang pada Luhan, yang jelas saat ini hanya ada Jongin dan Kyungsoo di mobil. Sejak tadi sebenarnya Jongin sudah memulai pembicaraan, tapi gadis cantik yang pipinya mulai gembul lagi itu tetap diam.

"Hei, sampai kapan sih mau mendiamkanku? Aku kan sudah minta maaf? Lagian kau kan pulang dengan Chanyeol hyung, jadi aku tidak khawatir. Kukira kemarin kau pulang sendiri atau bahkan dengan orang lain entah siapa."

Kyungsoo tiba-tiba menoleh, seolah tidak menyangka Jongin akan tahu hal itu. "Darimana kau tahu aku pulang dengan Chanyeol oppa?"

"Akhirnya kau bicara, huh?" Jongin mendesah lega. "Sehun bilang padaku tadi sebelum dia menyuruhku menjemputmu dan Luhan." Tambahnya. "Eii, sudahlah. Jangan mendiamkanku terus, cerewetmu itu bermanfaat untukku, tahu. Kau tidak tahu kan aku inhal dua kuis kemarin?"

"Inhal? Mata kuliah Tuan Song? Bukannya kau minggu lalu pass dengan baik, ya?"

"Itu kan sebelum kau mendiamkanku. Cerewetmu itu membantuku fokus belajar, tahu. Aku tidak bisa fokus karena kau tidak mau bicara padaku sejak kemarin. Aku kira kau marah,"

"Memangnya aku bilang aku tidak marah?"

"Jadi kau benar marah padaku, ya? Kukira karena sudah diantar Chanyeol hyung, kau tidak apa-apa."

Kyungsoo melipat tangannya ke depan dadanya. "Kau tidak menepati janjimu, bodoh. Kau juga meninggalkanku di kampus sendirian!"

Jongin menepuk kemudi mobilnya beberapa kali dengan pelan. "Iya aku tahu. Perhitunganku salah, hujan itu sama sekali tidak masuk dalam perhitunganku."

"Kau hutang padaku!"

"Ay ay princess! Tteopokkie?"

"Pasta!"

Jongin tertawa kecil lalu segera menghidupkan mesin tunggangan kesayangan flat-matenya itu. "As you wish, Princess Pororo"

.

"Kau sudah makan, kan? Baguslah. Makanlah yang banyak, supaya tidak sakit. Aku? Aku sudah bilang Jongin untuk bawa ayam goreng untuk makan malam. Kulkas kami sudah kosong jadi makanan cepat saji adalah pilihan terbaik daripada harus belanja dulu. Ini kan sudah menjelang akhir bulan, Sayang. Uangku menipis,"

"Aku pulang~"

"Ah, itu Jongin pulang. Oh, Kyungsoo juga sudah datang? Sudah tersenyum? Baguslah, berarti usaha Jongin tidak sia-sia. Ya sudah, kau ajak bicara saja Kyungsoo. Nanti setelah makan aku akan menelponmu lagi, Lu. Saranghae,"

"Oh, itu tadi Luhan?"

"Begitulah. Mana titipan ayam gorengnya?" tanya Sehun saat kedua obsidiannya tidak menangkap ada barang bawaan yang tergantung di tangan Jongin.

"Ayam goreng? Memangnya kapan kau pesan padaku?"

Sehun memasang muka kaget sekaligus separuh marah pada Jongin. "Aku berteriak padamu tadi sore sebelum kau jemput Kyungsoo dan Luhan. Apa kau tidak mendengar? Aku lapar sejak tadi, kulkas kita kosong kau tahu!"

"Aku tak mendengar teriakanmu. Kenapa tidak pesan delivery? Pesan saja sana, lagipula aku sudah makan tadi bersama Kyungsoo. Jadi, pesan saja sendiri ya?"

"DASAR MAKHLUK HITAM SIALAN! KUTU BUSUK! BISA-BISANYA KAU MEMBIARKANKU KELAPARAN SENDIRIAN?!"

Jongin berlari menuju kamarnya dan segera menutup pintu kamar sebelum Sehun sukses melempar beberapa bantal ke arahnya. Masih dengan emosi yang memuncak karena kelakuan flat-matenya, Sehun mengangkat panggilan di ponselnya dengan tergesa.

"HALO?!"

"O-oh, maaf Lu. Aku tak bermaksud membentakmu. Ini gara-gara si hitam sialan itu. Iya! DIA LUPA MEMBELIKANKU MAKAN MALAM DAN MALAH MAKAN BERSAMA GADIS KESAYANGANNYA ITU!" teriak Sehun di kalimat akhir yang ia maksudkan agar flat-matenya itu bisa mendengar sarkasmenya.

"Kau—apa? Tak usah! Tak usah kemari! Ini sudah malam. Aku akan pesan delivery saja. Uangku masih cukup jika hanya untuk hari ini dan besok. Sudah, ya? Perutku sudah benar-benar kelaparan. Sampai besok, Sayang."

"YA! HITAM! KAU DENGAR AKU? KAU BESOK JALAN KAKI KE KAMPUS!"

Pintu kamar Jongin terbuka dengan cepat dan menampilkan wajah tidak terima milik Jongin. "Ya! Besok kan sudah jatahku membawa mobilnya!"

"KAU MENELANTARKANKU MALAM INI!"

"Aku tidak sengaja, Sehun. Aku minta maaf, okay? Aku tadi terlalu—"

"TERLALU FOKUS PADA KYUNGSOO! JADI KAU SUDAH MENDAPATKAN FOKUSMU KEMBALI DAN MENELANTARKANKU BEGITU SAJA?" teriak Sehun makin dramatis.

Tiba-tiba bel apartemen mereka berbunyi. Jongin mengabaikan tatapan marah Sehun yang masih menyala-nyala dan memilih untuk menemui orang yang menekan bel apartemennya selarut ini. Setelah selesai urusan dengan sang tamu, Jongin pun berbalik dan menyodorkan pada Sehun dua plastik penuh paket nasi dan ayam goreng kesukaan Sehun.

"Aku bilang kan tadi? Delivery saja. Malah bawel seperti gadis PMS."

Sehun yang kaget tentu saja malah jadi bengong dan bingung.

"Bingung? Sudah. Hentikan marahmu, maafkan aku dan makanlah makanan pesananmu itu. Aku belikan dua buah karena aku tahu kau sangat lapar. Jadi, kita baikan, Sayang?"

Sehun menatap Jongin jijik dan mengabaikannya lalu memilih segera membuka makanan paling lezat versinya itu.

"Mengabaikanku dan menikmati makanan kirimanku?"

"Jangan bawel. Kau ini seperti gadis PMS saja, SAYANG~" balas Sehun.

Skakmat, Kim Jongin!

"Sialan kau, Oh. Ya sudahlah, nikmati makan malammu. Aku harus menyelesaikan tugasku untuk inhal. Selamat makan, Sayang~"

Dan Sehun sukses tersedak untuk suapan pertamanya berkat sapaan sayang dari sang flat-mate.

.

.

.

TBC


ALOHA!

Kayak udah sepuluh abad nggak nengok akun ini. Real life terlalu gila jadi, maaf ya :")).

Seperti yang udah kaje bilang di awal cerita bahwa cerita ini adalah kado dan kaje juga bakal translate bagi yang mungkin nggak atau belum paham2 banget bahasa english *ngomong pake logat british /digetok satu kampung/*

Special made for my latest birthday gift to me who got older few weeks ago.

"Cerita ini adalah cerita sepesial, tribut a.k.a kado buat saya sendiri yang beberapa minggu lalu tambah dewasa /gakmau tua/"

Special made for all of you who has patiently waiting for me to post again(?).

"Cerita ini dibuat khusus buat para pembaca setia yang menunggu saya nongol lagi disini /emang ada yang nunggu bang?/

Special made for anyone who loves Kim Jongin and Do Kyungsoo to be one and only Kaisoo.

"Cerita ini sangat khusus dibuat untuk siapapun, sekali lagi s.i.a.p.a.p.u.n yang sayang KJ dan DKS dan percaya bahwa merekalah satu-satunya Kaisoo"

This is special made, in order to distract my self for being so stressed out because I can't attend Phantasia (kekeke, I'm snsd's fanboy to btw), and any other reasons that I couldn't explain.

"Daaaan cerita ini dibuat khusus, amat sangat khusus sebagai pengalihan isu dari kepala saya sendiri yang stres karena gakbisa nonton Phantasia + beberapa alasan lain yang tidak bisa dijelaskan.

I hope I made it well and you like it. Please, if you like his story, show it by giving me review after read this story, thank you.

"Saya harap, saya berhasil membuat cerita ini dengan apik dan kalian menyukainya. Saya mohon, jika kalian menyukainya, silahkan review setelah membaca cerita ini, terima kasih"

Nah translatenya akhirnya selesai. Apa ada yang tiba-tiba, "Oh! Kaje ultah yaa? Kapan?" / Sudah lama kok, beberapa minggu lalu~ kekeke /

Atau mungkin tiba-tiba, "Kaje nonton DOTS nggaaaaak?" / Nonton dong! Yang main kan idola dan wanita impian kaje dari jaman alay sampe sekarang! (sekarang masih alay sih kadang). Siapa dia? The one and only Song Hye Kyo noona~~~~

Apa lagi pertanyaan yang tiba-tiba nongol setelah membaca pernyataan yang kaje tulis? Gak ada kan ya? Alhamdulillah.

Kalau begitu, sampai ketemu di update-an chapter selanjutnya! Cerita ini sudah ditulis endingnya, jadi insyaAllah nggak ngadat kayak yang lain...

JANGAN LUPA DENGERIN PRETTY U - SEVENTEEN YA! /digebuk lagi sama satu kampung/. Soalnya lagunya earcatching dan dancenya a6 10an, jadi kaje merekomen kekeke.

"Kaje nih sebenernya fanboy apa sih?" / saya penikmat musik dan penikmat visual, kalau musiknya asik dan enak, siapapun itu yang nyanyi ya pasti saya dengerin terus. apalagi kalo kyeowo yeppo, duh kaje mah lemah sama yang kyeowo kyeowo, kekeke. Yang jelas, first of all saya EXO-L dan juga SONE, yang lain cuma sekedar denger-denger lagu dan gak sampe kepo2 jauh.

Dah, segini dulu ya. Salam bulan April!

Kajegaje