Spiritum : Satu

Story telling by : Crypt14

Story idea by : Cuming


Ia masih mengayunkan kedua kaki panjangnya, menyusuri pinggiran toko yang tampak sudah ditinggalkan oleh pemiliknya mengingat jam kini menunjukkan pukul 2 pagi waktu setempat. Pemuda itu tampak merapatkan jaket kulit yang dikenakannya dikarenakan angin dingin yang terus berhembus menerpa kulit putihnya. Wonwoo sedikit mempercepat langkahnya, berharap agar dapat berada di apartemennya sesegera mungkin. Deadline pekerjaan yang menumpuk dikantornya membuat pemuda itu mau tak mau harus melawan rasa kantuknya hingga saat ini. Wonwoo masih membutuhkan pekerjaannya untuk membiayai pendidikannya. Ia terbiasa untuk hidup mandiri tanpa memohon pada orang tuannya yang notabennya seorang yang sebenarnya masih mampu untuk membiayai kebutuhan pemuda itu bahkan jika ia berniat melanjutkan hingga ke jenjang pendidikan S3-nya. Namun Wonwoo menolak, baginya mengenyam pendidikan dengan hasil jerih payahnya sendiri membuat ia menjadi pribadi yang jauh lebih menghargai segala sesuatunya.

Pemuda itu menguap kecil seraya mencoba membuka kunci pintu apartemennya. Mengenyahkan tubuhnya dibalik pintu itu, setelahnya melepaskan sepatunya asal. Pemuda itu beranjak menuju sofa ruang tamu apartemen sederhananya, menjatuhkan tubuh kurusnya diatas sofa itu. Rasa kantuk yang teramat menggelayuti kedua mata sipitnya. Hari yang sangat melelahkan. Ia nyaris jatuh tertidur sebelum sebuah suara barang yang jatuh dari arah kamarnya kembali membuat kedua matanya terjaga. Ia beranjak, melangkah menuju kamarnya mencoba memastikan tidak terjadi sesuatu disana. Keadaan kamarnya tampak hening saat pemuda itu berada didalamnya. Ia mencoba mengedarkan pandangannya, mencari benda jatuh yang membuatnya terjaga kembali tadi. Wonwoo mengernyit, pandangannya tepat menuju tempat dirinya meletakkan beberapa alat tulisnya yang kini tergeletak dilantai dekat kaki meja komputernya. "Letaknya cukup jauh, bagaimana bisa benda ini jatuh?" Gumam pemuda itu seraya meraih benda itu dan meletakkannya kembali ketempat semula. Wonwoo terlalu lelah untuk menerka bagaimana benda itu dapat melesat jauh dari tempatnya, ia tampak tak menggubris dan hanya mengenyahkan tubuhnya diatas ranjangnya mencoba kembali memejamkan matanya. Wonwoo nyaris kembali tertidur sebelum benda tadi kembali terjatuh dari tempatnya membuat pemuda itu melemparkan pandangan bertanya.

Wonwo beranjak, kembali meletakkan benda itu pada tempatnya. Beberapa pertanyaan aneh sebenarnya menggerayangi pikirannya saat ini namun Wonwoo memilih untuk tidak menggubrisnya dan mencoba untuk mendapatkan waktu istirahatnya yang terbilang singkat karena pemuda itu harus kembali bangun saat jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi nanti. Dan bersyukurlah ia karena benda itu tidak kembali berulah, membuat Wonwoo dapat menikmati waktu istirahatnya.

.

Wonwoo membukan kedua matanya, menatap malas pada jam tangan yang masih melingkar dipergelangan tangan kirinya mengingat ia tidak melepaskan apapun dari tubuhnya saat tidur semalam. Rasa kantuk masih bergelayut dikedua matanya. Ia bangkit, merubah posisi tubuhnya menjadi duduk diatas ranjangnya. Menggaruk kepala belakangnya malas, membuat rambut kecoklatannya yang sebelumnya memang sudah berantakkan menjadi lebih berantakkan lagi. Pemuda itu menguap lebar, kedua matanya masih tidak ingin terbuka. Wonwoo nyaris terjungkal dari duduknya saat ia kembali tertidur dengan posisi duduk, namun seakan ada sebuah tangan yang menahan punggungnya pemuda itu terselamatnkan dari kecelakaan kecil yang akan menimpanya. Wonwoo mengerjap, ia agaknya sedikit merasa bingung dengan kejadian barusan. "Nyaris saja, tapi tadi seperti ada yang menyentuh punggung ku." Ujarnya pelan. Ia terdiam sejenak, mengangkat bahunya tak peduli dan beranjak meraih handuk yang tergantung dibelakang pintu kamarnya berniat untuk membersihkan tubuhnya.

Ia menyikat gigiya malas, matanya masih terasa begitu berat. Sesekali kedua mata pemuda itu tampak terpejam sesaat. Wonwoo menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir rasa kantuk yang teramat. Ia butuh istirahat. Pemuda itu berhenti dari aktivitasnya saat merasa matanya menangkap sekelebat bayangan dari cermin dihadapannya. Ia menatap lekat cermin itu dengan pertanyaan yang mencuat begitu banyak didalam otaknya. "Tadi itu, apa ya?" Gumamnya. pemuda itu masih menyikatkan giginya dengan pandangan bertanya.

"Ah, rasanya sedikit segar." Ucapnya seraya menatap pantulan dirinya pada cermin besar dihadapannya. Pemuda itu telah siap dengan outfit andalannya untuk bekerja. Ia kembali menatap pantulan dirinya dicermin sebelum beranjak keluar dari kamarnya. Menggosok ujung hidungnya yang terasa gatal sejenak sambil menatap isi kulkasnya yang tampak lengang, sepertinya pemuda itu lupa untuk membeli keperluan hidupnya. Ia menutup kembali kulkasnya setelah meraih sebuah jus kotakkan yang hanya tersisa satu, menggeser tubuhnya pada lemari kecil tempat pemuda itu biasa menyimpan serealnya. Kedua manik matanya menatap lemas pada tumpukkan sereal yang kini sudah berpindah pada mangkuk makannya. Menghela nafas panjang seraya menuangkan jus apple kotakkan yang sebelumnya di ambilnya dari kulkas. Membawa mangkuk berisi sereal yang tidak sampai setengahnya kearah sofa ruang tamunya. Pemuda itu terbiasa menyantap sarapannya dengan menonton berita terbaru. Pekerjaannya sebagai editor disalah satu perusahaan surat kabar harian ternama di Seoul membuat Wonwoo harus selalu up to date mengenai berita-berita terbaru. Pemuda itu menyuapkan sesendok sereal kedalam mulutnya, kedua mata sipitnya masih sibuk menatap lekat pada layar lebar televisinya.

"Berita pembunuhan lagi." Gumamnya, kembali memasukkan satu suapan kedalam mulutnya. Bunyi berdemum cukup keras dari dalam kamarnya membuat Wonwoo nyaris meloncat dari duduknya. Ia menoleh, menatap pada pintu kamarnya yang tertutup rapat setelahnya cepat-cepat beranjak menuju tempat itu. Mata sipitnya sedikit melebar mendapati kursi meja komputernya berpindah tempat dari posisinya menjadi berada didekat ranjangnya dengan posisi terjatuh. Ia menatapnya dengan sedikit tidak percaya, berfikir mungkin ia hanya berhalusinasi namun nyatanya tidak karena pemuda itu merasakan sakit saat tangannya mencubit pipinya sendiri. "Ada apa dengan apartemen ku?" Tanyanya pada dirinya sendiri. Wonwoo beranjak, mendekati kursi itu dan kembali menyeretnya pada tempatnya. Ia cepat menoleh kearah cermin besar yang berada tepat disamping meja komputernya, merasakan sesuatu melintas dibelakangnya sesaat tadi. Wonwoo masih menatap lekat cermin itu dan ia terlonjak kaget, menoleh dengan cepat saat matanya benar-benar mendapati bayangan hitam yang melintas dengan cepat dibelakangnya barusan. Pemuda itu kembali menatap pada cermin, jantungnya mulai terasa memompa cepat. Wonwoo menelan air liurnya sulit.

Ia beranjak, dengan cepat meraih tasnya dan mematikan televisinya sebelum beranjak keluar dari apartemennya. Wonwoo berniat untuk memanggil seorang pendeta atau biksu atau tukang usir roh jahat ke apartemennya sepulang bekerja nanti. Otaknya masih berputar memikirkan hantu seperti apa yang berada di apartemennya.

.

"Kau baik-baik saja?" Wonwoo nyaris terjungkal dari bangku kerjanya saat sebuah sapaan ringan membuat jantungnya kembali berdegub dengan cepat. Ia menghela nafas berat, memegangi dadanya. "Kau mengagetkan ku, Jun." Ujarnya dengan nada mengeluh. Sejak kejadian pagi tadi Wonwoo merasa begitu tegang, membuatnya terus berfikir aneh. "Oh maaf. Hari ini kau kelihatan aneh, Wonwoo. Apa ada sesuatu yang mengganggu mu?" Wonwoo kembali menyamankan posisinya, menatap pada layar komputernya dari balik kacamata minusnya. "Entahlah, Jun. aku mendapat gangguan pagi ini." Jun tampak menarik kursi kosong yang berada tak jauh dari meja kerja Wonwoo, menjatuhkan bokongnya disana dan menatap Wonwoo dengan pandangan sedikit khawatir. "Ceritalah, mungkin bisa sedikit membantu." Ujar Jun, Wonwoo menolehkan kepalanya sejenak menatap pada pemuda bersurai caramel yang sudah menjadi rekan kerjanya sejak 3 tahun terakhir. Ia menghela nafas panjang, melepaskan kacamata yang sejak tadi bertengger dihidungnya. Sejenak memijat batang hidungnya, ia merasa sedikit pusing sejujurnya. "Aku rasa apartemen ku berhantu." Ucapnya pelan. Jun menatapnya dengan pandangan tidak percaya sesaat. "Kau yakin?" Wonwoo mengangguk samar, kembali memijat batang hidungnya. "Aku fikir aku kelelah dan berhalusinasi awalnya, namun sepertinya tidak karena aku melihatnya dengan jelas hantu itu melintas dibelakang ku." Ujarnya kembali, menatap tepat pada manik mata Jun. "Lalu apa rencana mu?" Ucap Jun, tangan kanannya terulur memijat ringan bahu kiri Wonwoo. "Aku berniat memanggil pengusir hantu ke apartemen ku." Jun terkekeh pelan, mengacak rambut Wonwoo ringan. "Kau percaya hal seperti itu?"

"Mungkin saja bekerja 'kan?" Jun kembali mengacak rambut pemuda itu, setelahnya mengusap daun telinga Wonwoo yang sedikit kemerahan pertanda bahwa pemuda disampingnya merasa kedinginan. "Daripada membuang uang untuk hal seperti itu lebih baik kau megabaikan saja hantu itu, aku yakin dia akan lelah dan berhenti mengganggu mu." Wonwoo mendecih pelan, merubah letak kursinya menjadi berhadapan dengan Jun. Meraih salah satu tangan bebas lainnya pemuda itu dan meletakkannya pada daun telinganya. "Daripada kau memberi saran yang tidak perlu, lebih baik pergunakan tangan mu untuk sesuatu yang lebih berguna. Aku kedinginan sepertinya AC ruangan ini naik satu tingkat ya?" Ujar Wonwoo sambil mengadahkan kepalanya, menatap lubang AC yang berada dilangit-langit ruangannya dan Jun. Jun tertawa pelan, mengusap kedua daun telinga Wonwoo lembut. "Bukan AC-nya yang salah, sepertinya tubuh mu akan demam. Kau pulang jam berapa semalam?" Wonwoo kembali merubah pandangannya menuju Jun, sejenak hanya menatap pemuda itu dengan tatapan kosong. "Jam 2 pagi, deadline-nya kacau sih." Ujarnya dengan helaan nafas berat. Meraih tangan Jun yang masih mengelus daun telinganya dan meletakkannya tepat pada telapak tangannya. "Sekarang tangan ku yang dingin." Ucapnya dengan cengiran khasnya. Jun tersenyum tipis, menarik telapak tangan pemuda yang lebih muda beberapa bulan darinya itu mendekat pada mulutnya. Menghembuskan uap hangat dari mulutnya pada permukaan kulit telapak tangan Wonwoo seraya menggosokkannya dengan telapak tangannya. "Kemarin kau bilang sudah selesai."

"Aku cuma tidak ingin merepotkan mu. Aku yakin jika aku bilang belum selesai kau pasti memaksa untuk membantu 'kan." Ujarnya dengan decihan kecil. Jun mengangguk samar, membenarkan pernyataan Wonwoo. Pemuda bersurai caramel itu masih sibuk menggosokkan pedua tangan Wonwoo digenggamannya. Kebiasaan yang selalu dilakukan Jun setiap kali pemuda itu merasa kedinginan. "Ah, kacau kenapa dingin sekali." Gumam Wonwoo, ia dapat merasakan bulu tangannya meremang karena rasa dingin yang menyapa tubuhnya padahal pemuda itu sudah menggunakan hoodie yang dipadukan dengan flannel cukup tebal. Ia masih membiarkan Jun menghangatkan telapak tangannya yang nyaris mati rasa karena hawa dingin dari AC diruangannya. Jun tertawa pelan kembali, meletakkan kedua telapak tangan Wonwoo diatas pangkuannya, masih menggenggamnya. Mendekatkan tubuhnya kerah Wonwoo, membuat kedua lutut Wonwoo saling menempel karena pemuda itu mengapitnya dengan kedua kakinya. Menempelkan permukaan bibirnya pada bibir Wonwoo yang tampak memerah. Bibir Wonwoo selalu memerah setiap kali ia merasa kedinginan. Melumat lembut permukaan bibir Wonwoo membuat pemuda itu sedikit mengepalkan kedua tangannya –kaget- yang berada dipangkauan Jun. Setelahnya kembali menjauhkan wajahnya dari Wonwoo yang menatapnya. "Kau benar-benar akan demam."

"Apa harus selalu seperti itu untuk tau akau akan demam atau tidak." Ucap Wonwoo dengan nada sedikit jengkel. Ia selalu merasa kesal setiap kali Jun melakukan hal seperti tadi ditempat yang tidak tepat, baginya bukan masalah ia merasa malu atau tidak namun Wonwoo hanya khawatir dengan pandangan risih orang sekitarnya. "Itu jalan yang paling cepat." Ujar Jun seraya terkekeh pelan, kembali mengusap daun telinga Wonwoo yang semakin memerah bukan karena ia malu namun karena tubuh Wonwoo merasa begitu kedinginan. Jun sangat memahami pemuda disampingnya, Wonwoo bukan tipe kekasih yang akan bersemu setiap kali ia menciumnya atau bersikap lembut. Wonwoo selalu menganggap hal itu wajar dilakukan oleh sepasang kekasih. "Jalan paling cepat atau memang kau yang mau mencium ku?" Jun tertawa keras mendengar penuturan Wonwoo yang terdengar sedikit sarkastik. Ia terlalu terbiasa dengan semua sifat Wonwoo yang nyaris tidak pernah terlihat manis sedikit pun, namun Jun merasa cukup puas dengan hubungan yang ia dan Wonwoo jalani selama ini, nyaris dua tahun. Bagi Jun ia tidak terlalu mementingkan sikap Wonwoo. Wonwoo terlihat manis dengan caranya sendiri.

.

"Tidak perlu memanggil tukang usir hantu ke apartemen mu, ingat abaikan saja dan mereka akan pergi. Percaya saja padaku." Wonwoo berdecih setelahnya tersenyum tipis dan mengangguk samar. Menepuk bahu Jun pelan. "Baiklah kapten." Ujarnya setelahnya tertawa pelan. Jun tersenyum tipis, memberikan pelukkan ringan sejenak sebelum beranjak menuju kediamannya sendiri.

Wonwoo menghempaskan tubuhnya diatas sofa ruang tamu, menghela nafas panjang. Pemuda itu menyentuh dahinya yang terekspos dengan punggung tangannya. "Sedikit hangat, benar kata Jun ternyata." Ujarnya berbisik. Setelahnya ia beranjak menuju dapur, mencari kotak P3K dan meraih satu buah pil paracetamol. Wonwoo hampir tidak pernah terkena demam sejak ia dan Jun resmi berpacaran. Hal itu karena Jun selalu tau setiap kali tubuh Wonwoo akan demam sehingga pemuda itu dapat dengan sigap meminum obat peringan demam. Ia menguap kecil, merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Kembali menuju sofa ruang tamunya dan menjatuhkan tubuhnya disana. Wonwoo nyaris terpejam sebelum sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Ia menatap sesaat layar ponselnya sebelum mengangkat panggilan tersebut. "Hm?"

.

"Kau itu bodoh ya?" Ucap Wonwoo cepat setelah membukakan pintu untuk Jun. Ia mendesah pelan, kembali beranjak menuju sofa ruang tamunya dan menjatuhkan tubuhnya disana. "Kau menganggu ku, padahal tadi nyaris tertidur." Gumamnya, ia menutupi kedua pandangannya dengan lengan kirinya. Jun mendekat, berdiri tak jauh darinya sambil menggantungkan varisty miliknya. "Maaf, aku benar-benar lupa password apartemen ku berapa. Kau tau 'kan aku terlalu banyak mengganti kode kuncinya."

"Siapa suruh kau menggantinya lagi, bukan 'kah baru menggantinya seminggu yang lalu?" Jun terkekeh, menatap Wonwoo yang masih setia pada posisinya. "Aku khawatir apartemen ku dibobol." Ujar Jun santai. Wonwoo berdecih pelan, pemuda itu tak berniat kembali menanyakan prihal kekasihnya yang lupa dengan kode kunci apartemennya sendiri. Jun selalu seperti itu, kebiasaan yang tidak pernah dapat pemuda itu buang seumur hidupnya. "Kalau lapar ambil saja dikulkas, aku baru belanja banyak makanan."

Wonwoo terdiam, ia dapat merasakan bahwa Jun kini beranjak menaikinya. "Hey." Panggil pemuda itu namun Wonwoo tidak berniat menggubrisnya, ia masih berada pada posisinya. "Aku tau kau tidak tidur." Wonwoo dapat merasakan Jun menopang tubuhnya dengan sikunya, hembusan nafas pemuda itu terasa menyapu permukaan wajah Wonwoo. Ia berdehem guna menjawab ucapan kekasihnya. "Tidak berniat menyingkirkan lengan mu?"

"Untuk apa? Aku takut terkena serangan jantung melihat wajah jelek mu sedekat itu." Ucap Wonwoo sinis, Jun terkekeh pelan masih menopang tubuhnya diatas Wonwoo. "Kau yakin dengan ucapan mu?" Jun nyaris terjatuh dari posisinya saat bokongnya yang berada diudara terdorong oleh lutut Wonwoo, pemuda itu sengaja melakukannya. "Kau mau mencelakai ku?" Wonwoo tersenyum tipis, masih enggan menyingkirkan lengan yang menutupi kedua matanya. Hening, kedua pemuda itu tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Jun tersenyum sejenak sebelum meraup bibir Wonwoo yang berada dibawahnya. Memberikan lumatan lembut namun menuntut dipermukaan bibir itu. Sesekali menjilat sudut bibir Wonwoo.

Pemuda bersurai coklat itu tak menggubris sesaat, namun merasa bahwa pemuda yang berada diatasnya menuntut balasan membuat Wonwoo menyingkirkan lengan yang menutupi pandangannya. Balas melumat permukaan bibir yang berada diatasnya. Ciuman ringan namun menuntut itu perlahan mulai menjadi kasar dan penuh nafsu. Baik Wonwoo maupun Jun berusaha untuk mengimbangi satu sama lain. Dalam hubungan keduanya tidak pernah berusaha menjadi sang pendominan ataupun sang penerima, mereka selalu bersikap imbang dalam hal apapun. Jun, pemuda itu pun tidak pernah menuntut Wonwoo menjadi pihak yang hanya menerima dan menikmati dalam setiap aspek dalam hubungan mereka. Untuk Jun, ia membiarkan Wonwoo menjadi dirinya sendiri, memahami keinginannya sendiri dan mengetahui apa yang ia sukai dan tidak sukai meskipun posisi Wonwoo berada dibawah dirinya. Ciuman keduanya semakin memanas, Jun selalu menyukai setiap detik kegiatan mereka. Ia terlalu menyukai Wonwoo dan segala hal yang ada didalam pemuda itu. Ia selalu menyukai bagaimana suara berat Wonwoo yang menggeram hanya untuk berusaha menahan desahannya setiap kali Jun menyerang titik sensitifnya atau bagaimana Wonwoo akan memaki Jun ketika pemuda itu bermain terlalu kasar. Bagi Jun, Wonwoo adalah pribadi yang berbeda.

Wonwoo masih menahan setiap desahannya yang berusaha keluar dari pangkal kerongkongannya setiap kali Jun menghentakkan terlalu kedalam dirinya. Wonwoo selalu berusaha untuk tetap waras meskipun rasa kenikmatan yang Jun bagi selalu mampu membuat ia nyaris menjerit seperti seorang wanita yang diperkosa oleh sekumpulan pemuda. Ia hanya tidak ingin mengganggu setiap tetangga yang berada disamping kamar apartemennya. Jun pun tidak keberatan akan hal itu dan memaklumi alasan rasional yang Wonwoo utarakan. Sebuah desahan tertahan menguar dari bibir Wonwoo ketika Jun menghentakkan terlalu keras. Baik Wonwoo maupun Jun, keduanya begitu memahami satu sama lain. Wonwoo selalu mengerti arah permainan Jun, ia bukan tipe pemain yang masih memegang teguh kewarasannya ketika perasaan membuncah yang berada dibawah perutnya itu semakin meningkat. Jun yang lembut akan berubah menjadi agak sedikit kasar ketika ia merasakan kenikmatan yang nyaris memecahkan setiap satu dari pembuluh darahnya.

Wonwoo masih menahan dirinya sendiri dari hentakkan kasar Jun. Tangan kirinya dibiarkan mencengkram pinggiran sofa sementara tangan kanan pemuda itu masih sibuk memberikan cengkraman ringan pada lengan Jun. Wonwoo merasa nyaris gila setiap kali melakukan hubungan badan dengan Jun. Pemuda bersurai caramel itu seakan tau dan memahami betul tubuhnya. Ia menarik tubuh Jun untuk dipeluk, merasakan bahwa dirinya tidak lagi mampu menahan desahannya sendiri sehingga Wonwoo memilih untuk menggigit bahu pemuda yang masih membuat tubuhnya terhentak itu. Ini adalah harga mati bagi keduanya. Wonwoo meminta untuk dapat menggigit baik bahu maupun lengan Jun setiap kali ia tidak dapat lagi mengontrol dirinya dan Jun, pemuda itu tidak pernah merasa keberatan terhadap permintaan Wonwoo. Buliran keringat tampak memenuhi tubuh keduanya. Jun sepertinya belum berada pada puncak keinginannya. Ia masih sibuk mengerjai Wonwoo, membuat pemuda itu merasa begitu pening karena tidak lagi mampu menahan setiap rangsangan yang diterimanya sejak tadi membuat desahan pelan terdengar lolos beberapa kali.

Baik Wonwoo maupun Jun masih sibuk pada kegiatannya tanpa menyadari bahwa seseorang yang berada tepat diambang pintu kamar Wonwoo memperhatikan kegiatan keduanya dengan pandangan marah. Seseorang yang pagi tadi nyaris membuat Wonwoo kehilangan denyut jantungnya. Seseorang yang hidup dalam dunia yang berbeda dengan kedua pemuda itu. Ia menatap marah. Kim Mingyu, roh penasaran yang sejak beberapa bulan yang lalu juga turut mendiami apartemen Wonwoo. Roh yang mulanya hanya berniat untuk meminta bantuan Wonwoo namun justru ia jatuh cinta pada sosok seorang Jeon Wonwoo yang baginya terlihat begitu berbeda. Ia tidak pernah berniat jatuh cinta pada manusia, namun kenyataan berkata lain. Ia menyukai, bukan namun terobsesi pada seorang Jeon Wonwoo.


Chit chat : haiii!~~~~ crypt balik nih sama ff baru'a lg xD bikin ff baru trs yak yg lama aja belum selesai x'D jgn salahin aku tp ini disuruh om cuming, katanya ini request dr salah satu tmn roleplay'a dia yg namanya wonrep/wonuke. hai wonrep xD. curhat dkit nih aku pas buat ff ini aku cuma pingin bilang maacih banget sma wonrep'a soal'a dia ngerequest ff yg super bgt, minta ada adegan NC nih x'D kan jd semangat aku yg nulis'a /? paling om cuming'a aja yg rada bingung ngasih ide'a wkwkwk xD. trus jg maaf ya aku selip2in JUNWON coulple abis aku ngeshipp mrk jg sih pas om cuming tnya aku selain cast meanie couple mana lg yg cocok sma wonwoo ya aku blng sma jun aja xD. Meski awal'a JUNWON tetep ini ff meanie ko jd jgn kecewa wkwkwk greget gitu pas nulis adegan nc jun sma wonwoo rasa'a ky lg minum guddey sma gebetan xD serius nih aku suma bgt sma jun x wonwoo soal'a si jun keliatan yg syng gitu sma wonwoo cuma wonwoo'a aja yg tau'a cuma mingyu doang x'D udh cukup basa basi'a ah. keep review ya trus maacih jg udh mau ikutin ff aku selama ini.

salam,

Crypt14