"Mulai lagi pernyataan cinta Naruto." Semua tahu, Naruto adalah orang yang mudah meminta para gadis untuk menjadi pacarnya, namun selalu ditolak karena hobi mesumnya, tapi melihat ekspresi ditolak, sungguh lucu bagi mereka. Jadi sekarang semua orang sedang menunggu tolakan dari Hinata dan mereka akan bersama-sama menggoda Naruto nantinya.

"Iya Senpai. Hinata mau"

"EEHHHHHH??" Seperti ada yang memutus saluran oksigen di dalam gedung kantin, tidak ada yang berani bergerak setelah mendengar jawaban Hinata.

"Tidak apa-apa Hinata, Senpai mengerti kenapa Hinata tidak mau." Naruto masih belum turun ke Bumi.

"Hinata tidak menolak, Hinata mau jadi pacar Senpai" Hinata menggengam tangan Naruto.

"EHHHHHH???" Naruto kaget sendiri. Apa yang didengarnya tidak salah? Pernyataan cintanya diterima? Akhirnya Naruto memiliki pacar untuk pertama kali?

Tercipta keheningan, setiap siswa menghentikan kegiatan masing-masing. Choji yang sedang makan semeja dengan Ino, menghentikan sumpit tepat 5cm dari mulutnya yang terbuka lebar, Ino yang berada di depannya berhenti dengan mascara tercoret ke sisi kanan kelopak mata, bahkan nenek Chiyo tidak menghiraukan telur gulung di atas kompor yang mulai mengeluarkan asap dan bau gosong. Mereka semua tidak berani bersuara, mereka menunggu seseorang berteriak April Mop!! walau kini sudah memasuki bulan Oktober. Pasangan Raja Mesum dan Putri Nadesiko terlalu mustahil bagi logika mereka.

Hinata mendengus kesal melihat kelakuan orang-orang sekitarnya yang menurutnya berlebihan. Saat mengedarkan pandangan, dia bahkan menangkap pandangan sang kakak yang terlihat bagai melihat hantu dengan rahang terbuka. Untuk sesaat Hinata merasa bulu kuduknya berdiri ketika pandangannya bertemu sepasang mata gelap dari murid baru yang duduk di depan kakaknya. Tidak tahan dengan pandangan sang murid baru, Hinata kembali memusatkan pandangannya pada Naruto yang masih membeku dengan mata melotot dan mulut terbuka, yang menurutnya terlihat sangat manis. Hinata kembali menekan genggamannya pada tangan Naruto, mencoba menyadarkannya.

"Senpai. Naruto Senpai."

Suara Hinata menyadarkan Naruto, pandangannya beralih pada tangan halus Hinata yang mengenggam tangannya. Jantung Naruto berdetak luar biasa cepat, wajahnya merah membara. Naruto bangun dari kursinya dengan tergesa-gesa memutus kontak dengan tangan lembut Hinata karenanya.

Tindakan Naruto, menyebabkan salah satu kakinya terantuk kaki kursi dan membuat Naruto terjatuh ke belakang dengan bokong yang mendarat terlebih dahulu. Bunyi Naruto terjatuh dan kursi yang terguling bergema di dalam kantin yang mendadak sunyi.

Hinata menutup mulutnya karena kaget melihat Naruto. Sedangkan yang sedang dilihat, hanya dapat menelan ludah dengan bokong yang terasa sakit. Tiba-tiba dari belakang kedua pundak Naruto dicengkram. Naruto yang masih terduduk di lantai, mendongak dan melihat empat kakak kelasnya sedang berdiri mengelilinginya. Pandangan mereka membuat Naruto merinding ngeri.

"Namikaze. Kami rasa kita perlu berbicara."

"Ya?"

Kedua orang yang meletakkan tangan di bahu Naruto mulai menyeretnya ke pojok kantin. Naruto tahu dia dalam masalah, matanya berkeliling mencari pertolongan, dia hampir menangis saat dia melihat Kiba berdiri mematung di depan pintu masuk kantin.

"Kibaaa..!! Tolong aku Kibbb..!!" teriakan tanpa suara Naruto tidak menuai balasan, Sang Inuzuka bahkan tidak bergerak sama sekali, Shikamaru yang berada di samping Kiba curiga jika pemuda pecinta anjing ini lupa bernafas karena terkejut.

Shikamaru memijat tengkuknya, dia merasa lelah sekarang, rasa kantuknya sirna saat dia dan Kiba memasuki kantin dan mendengar pernyataan cinta Naruto pada Hinata. Shikamaru berdecak kesal saat dilihatnya pandangan Kiba yang masih saja terpaku pada wanita yang baru saja resmi menjadi pacar Naruto. Shikamaru terlalu peka untuk melewatkan sekelumit duka yang mulai menggantikan pandangan syok Kiba.

Seketika keheningan di kantin telah tergantikan kehebohan atas terlahirnya pasangan baru paling tidak terduga oleh mereka. Jerit penyangkalan terus terdengar, dalam hiruk pikuk itu sudut mata Shikamaru masih menangkap raut putus asa yang mulai menodai wajah sahabatnya . Dia tahu, sang sahabat sedang mengalami patah hati untuk pertama kalinya.

"A –aku meninggalkan barang ku di –di—" Kiba berbalik pergi tanpa menyelesaikan perkataannya, Shikamaru dapat mendengar nada bergetar dalam suara Kiba.

Shikamaru membiarkan Kiba beranjak dari sampingnya tanpa kata, pandangannya kini beralih pada pemuda pirang yang dia yakin tidak menyadari tindakannya telah membuat masalah. Shikamaru juga tidak melewatkan seseorang yang masih duduk terpaku dengan pandangan mata tajam mengikuti si pirang. Dengan desahan panjang dan dugaan masalah yang baru timbul, Shikamaru berbalik untuk mengikuti sahabat kecilnya.

Mengingat mereka, membuat Shikamaru kehilangan keinginan untuk tidur. Dia mengumpat dalam hati pada tiga orang bodoh yang kini mengusiknya. Langkahnya berhenti melihat Kiba yang kini mematung di lorong menuju kelas. Dia dapat melihat punggung sahabatnya itu bergetar seperti hendak roboh, sang pecinta anjing ini kini terlihat bagai anak anjing yang ditendang keluar saat hujan badai. Pemandangan itu, membuatnya tidak dapat lagi mengabaikan denyut menyakitkan di hatinya. Dia tidak dapat lagi pura-pura tidak peduli.

"Lupakan tentang tiga orang bodoh, jadikan empat. Ck, merapotkan." Sekali ini, Shikamaru tidak tahu harus melakukan apa.

Naruto diseret paksa ke sudut belakang kantin, dia terduduk dangan muka terangkat memandang pemuda-pemuda yang dia tahu menaruh hati pada Hinata, bahkan membentuk klub penggemar baginya. Naruto hanya dapat menelan ludah saat yang mengelilinginya semakin banyak, mereka semua memandang Naruto dengan tatapan mematikan.

"Jelaskan apa-apan itu Namikaze?" Kakak kelas yang Naruto tahu adalah ketua klub Judo menyilangkan tangan di dada dan menatap Naruto dengan tatapan penuh intimidasi. Naruto mengenalinya sebagai ketua fans club Hinata.

Jujur Naruto sendiri tidak tahu, dia sama kagetnya dengan semua teman-temannya, bahkan mungkin lebih. Mulutnya tadi berucap tanpa sadar saat memikirkan masalahnya dengan Sasuke, bahkan dia lupa apa kalimat persisnya yang dia ucapkan pada Hinata, kini dia harus menaggung akibat dari perbuatannya.

Tapi tunggu, berarti sekarang Naruto telah punya pacar kan? Dia bukan joblo lagi? Sebuah senyum mulai terbit di bibir Naruto. Akhirnya keinginannya terkabul dengan tidak terduga. Dewa keberuntungan pasti telah meyertainya.

Brak!

Seseorang menendang bangku di dekat Naruto, menghapus cengirannya.

Glek!.

Naruto tahu apapun yang dia katakan, mereka tidak akan melepaskannya.

"Bisakah kalian melakukannya dengan lembut? Please." Naruto memberikan puppy eyes no jutsu, tapi mereka malah terlihat semakin marah.

"Kami akan lakukan 'selembut' mungkin." Melihat muka mereka, Naruto telah kehilangan gairah melawan. Resiko orang cakep mungkin seperti ini ya? batin Naruto pasrah. Paling tidak sekarang dia punya pacar.

Seminggu telah berlalu sejak terdengar jerit putus asa dari apartemen milik Uchiha Itachi. Sejak itu, kenalan sang Uchiha merasakan perubahan yang dramatis pada pria pemegang gelar mahasiswa teladan di kampusnya ini.

Itachi yang bisanya selalu murah tersenyum, kini kehilangan senyumnya, dia menjadi orang yang suka melamun, marah karena hal kecil, dan jika ditanya dia akan mengeluarkan aura menyeramkan yang membuat mereka memilih mundur. Teman-temanya, tidak pernah melihat sisi Itachi yang seperti ini.

Banyak yang menebak alasan perubahan sikap Uchiha, teori masalah keluarga hingga cinta menjadi pembicaraan sehari-hari. Mereka bersimpati pada Uchiha, menduga masalah setingkat perang dunia kini sedang menggelayuti Uchiha Itachi. Sehingga, saat ada wanita kutu buku mengatakan mungkin Itachi memiliki masalah kesehatan di organ kebanggaan pria, mereka syok.

Wanita itu mengatakan melihat Itachi memasuki Mak Erot Clinic, tempat khusus untuk menyembuhkan impotensi, tentu saja tidak ada yang percaya. Lebih dari selusin wanita akan membantah pernyataan itu, dan bersaksi tentang kejantanan Itachi diatas ranjang. Namun, saat gosip menggelikan ini sampai di telinga Itachi, mereka melihat bagaimana wajah Itachi berubah merah dan berakhir murka.

Sampai kini sang sadis masih bertahan dia tidak salah lihat –walau dengan kacamata kuda dan hanya sekilas dia tetap yakin telah melihat Itachi.

Itachi berjalan dengan muka garang, membuat mahasiswa Fakultas Ekonomi menepi untuk memberi jalan, wajah Itachi sungguh tidak bersahabat. Dia sedang marah bercampur malu, ada seseorang yang melihatnya masuk klinik terkutuk itu. Padahal dia hanya masuk dan langsung keluar begitu menyadari betapa tidak masuk akal tindakannya.

Kalau bukan karena sang dedek yang tidak bisa bangun-bangun dari seminggu lalu, Itachi bahkan tidak akan berfikir tentang tempat itu. Belum juga masalah dengan dedeknya selesai, sekarang dia harus menangung malu karena ada orang yang melihatnya. Beruntung reputasi hebat Itachi membuat berita itu dianggap angin lalu.

Sekilas surai merah terlintas salam pikiran Itachi, mengakibatkan sang dedek semakin mengkerut di balik celana. Itachi mengusap ujung mata, menolak bersikap pengecut dengan meneteskan air mata.

Tiba-tiba amarah yang jarang bangkit menjilat kerasionalan Itachi. Matanya menggelap, ada pancaran mengerikan saat ingatan tentang pemuda bersurai merah hinggap. Pemuda itu telah melukai Itachi melebihi apapun yang pernah Itachi terima. Dia telah melukai psikologi sang dedek. Tangan Itachi terkepal erat, aura berbahaya menguar dari setiap pori-pori. Dia harus segera melakukan sesuatu, garis keturunan Uchiha sedang dalam bahaya.

" –Chi Itachi, kau tidak apa-apa? Kenapa berhenti?" Sasori menepuk pundak Itachi. Dia heran kawannya ini tiba-tiba berhenti di tengah lorong. Bukannya tadi Itachi yang terburu-buru untuk menemui dosen pembimbing tesisnya yang sedang memberi kuliah fakultas ini?

"Apa pegang-pegang!" bentak Itachi.

Ekspresi Sasori sudah seperti antara ingin menonjok dan berusaha memahami perubahan Itachi. Sungguh, sikap Itachi telah berubah semakin menyebalkan. Terutama pada dirinya. Kini sahabatnya akan marah-marah setiap melihatnya, Bahkan dia menyuruh Sasori menghilang dari pandanganya, dan yang lebih menyebalkan, Itachi pernah membawakan cat rambut hitam dan memaksa Sasori memakainya. Beruntung dia dapat lolos, dia hanya harus menggunakan topi jika di sekitar Itachi sekarang. Tapi tetap saja, Itachi masih menyebalkan.

Itachi tahu, sikapnya tidak masuk akal. Tapi, melihat rambut merah Sasori membuat Itachi kesal. Rasa-rasanya dia ingin menjambak setiap rambut merah yang dilihatnya. Sudah cukup Itachi selalu teringat dengan rubah pendesah waktu makan, tidak butuh Itachi melihat rambut yang kembali mengingatkannya pada pemuda itu—

"Tachi!!—

Lihat, sekarangpun Itachi bahkan berilusi mendegar suaranya. Bulu dedek Itachi merinding seketika.

"Tachi—

Itachi mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali, dari asal suara yang diduga khyalannya muncul pemuda berambut merah yang bersemangat melambai-lambaikan tangan kearahnya.

Lidah Itachi mendadak kelu, asam lambungnya terasa naik, keringat dingin muncul dari tubuhnya yang mendadak tremor. Dia lupa dengan amarah yang ia sumpahkan. Tapi anehnya, dedeknya bangun. Dedek menggeliat di dalam celana, merespon sapaan dari pemuda yang menuju arahnya. Entah dia harus merasa senang atau menangis karenanya.

"Tachi!"

Hup!

Nyali Itachi ciut.

Kukungan lengan memenjara Itachi dalam sebuah pelukan erat oleh manusia yang paling Itachi hindari.

"Tachi. Kau kemana saja? Berkali-kali aku mencarimu di apartemen tapi kau tidak ada." Suara mendayu itu semakin menghilangkan suhu badan Itachi. Napasnya mulai pendek-pendek, jantungnya berdetak tidak beraturan seakan mencari ruang untuk melarikan diri meninggalkan tubuh Itachi yang sepertinya lupa cara bergerak.

"Sungguh beruntung kita bertemu di sini."

Salah.

Itachi tidak beruntung, dia sedang sial.

Sasori terkejut melihat pemuda yang dulu pernah dia lihat sekali dalam keadaan ambigu bersama Itachi dan Sasuke. Berkali-kali Uchiha bersaudara menjelaskan padanya bahwa yang ia pikirkan salah. Bahwa pemandangan mencurigakan itu hanya akibat Itachi yang melerai perkelahian dengan si pemuda merah –walau Sasori bingung dengan wajah Itachi yang lebih mirip kambing di masa kawin dari pada kakak yang mencegah adiknya dilukai—dia mencoba untuk mengerti.

"Itachi?" tanya Sasori. Mencoba bertanya pada kawannya yang terlihat sepucat mayat, Sasori menduga jika pemuda berambut merah ini adalah alasan dari perubahan sikap Itachi.

Seakan mendapatkan sedikit keberaniannya kembali dari panggilan Sasori, Itachi mendorong Kyuubi yang memeluknya terlalu lama.

"Chi.." gumam kecewa Kyuubi.

"Kenapa kau ada di sini?!" bentak Itachi. Dia tidak sadar suaranya meninggi karena panik.

"Tentu saja kerena aku kuliah di sini." Menganggap penolakan sahabat barunya sebagai reaksi terkejut, Kyuubi mencoba meraih Itachi kembali. Namun usahanya terhenti, ketika sorang pria dengan baju biru dan bertopi ditarik Itachi diantara mereka. Kyuubi baru sadar ada orang lain disamping Itachi.

"Kau siapa?" Sikap Kyuubi langsung siaga, dia tidak suka dengan pemuda yang terlihat dekat dengan sahabatnya ini.

"Aku? Sasori, sahabat Itachi." Sasori langsung pasang badan, dugaan-dugaan negatif langsung bermunculan dalam pikirannya. Sasori masih tidak tahu kenapa Itachi yang tergolong terlalu mampu melindungi diri sendiri terlihat begitu horor dan hanya tertunduk di depan pemuda ini. Tapi sebagai kawan, Sasori akan membantu Itachi 100%.

Kyuubi memiliki jiwa tidak mau kalah yang terkadang menyusahkan dirinya dan orang lain. Terutama dengan hal-hal yang disukainya. Itachi tentu saja, telah melejit menjadi hal yang disukai Kyuubi sejak gigitan pertamanya pada Pai Apel buatan Itachi. Jadi jangan harap dirinya akan melepaskan sahabat barunya begitu saja.

"Minggir! Kau tidak ada urusan dengan ku dan Tachi." Kobar intimidasi langsung terkuar dari sosok Kyuubi. Dia telah mencap pemuda bernama Sasori sebagai saingannya.

Pemuda ini tidak beruntung, Kyuubi benci tersaingi.

Ting!

Bunyi pintu lift terbuka, sekali lagi Sasuke kembali ke apartemennya denga langkah yang di seret. Kepalanya terasa hampir pecah. Dia kembali berfikir tentang kejadian-kejadian selama seminggu semenjak pernyataan cinta Naruto pada gadis Hyuga. Sasuke tidak tahu lagi harus bagaimana.

Sasuke meraba lengannya, lengan kemeja sekolahnya telah terlipat setinggi siku. Menampilkan tanda gigitan yang terukir jelas di lengan kanannya. Rasanya perih, pemberi tanda benar-benar mengigitnya kuat. Tanpa sadar sebuah senyum simpul terbit melihat tanda itu.

Ting!

Bunyi lift terbuka kedua kalinya terdengar memecah kesunyian lorong. Sekejap Sasuke menduga dia telah melihat hantu, ternyata dia salah. Itu hanya kakaknya.

Kondisi Itachi membuat Sasuke menaikkan sebelah alisnya.

Kuncir rambut Itachi telah terlepas, membuat rambut panjangnya jatuh membingkai wajah. Celananya tertutup kain bermotif kotak hitam putih, mengingatkan Sasuke pada motif papan catur. Tapi yang paling membuat Sasuke penasaran ialah tatapan Itachi. Mata Itachi mati. Senyum konyolnya menghilang tanpa jejak. Ini pertama kalinya bagi Sasuke melihat ekspresi kakaknya yang menyerupai pembunuh clan.

Kedua mata onixakhirnya bertemu, keduanya sama-sama menilai situasi. Darah Uchiha dalam diri mereka memungkinkan untuk menilai masing-masing individu.

"Sepertinya kita butuh bicara ya?" sahut keduanya bersamaan.

Mungkin sudah saatnya keduanya berbicara tentang masalah yang baru saja menimpa mereka.

Bersambung...

Icip-icip dulu, gomen karena lama sangat. apakah ada yang sadar kl yang dipakai Itachi itu sarung Bali? Xixixixixixi chap depan akan diberitakan siapa yang meninggalkan tanda di lengan Sasuke yang apa yang membuat Itachi menggunakan sarung Bali ;-)

C U NEXT CHAP!!