Summary : Aku tidak mau siapapun memiliki hatimu, mencium bibirmu, bersandar dipelukanmu dan menjadi yang kamu cinta. Aku tidak mau siapapun mengambil semangatku.

.

.

.

ANOTHER ROMEO & JULIET STORY

Pair : KrisTao | Main Cast : - Huang Zitao - Wu Yifan – Luhan - And Others

Warning : Genderswitch – Official Couple – Typo's – Gaje – Membosankan

Length : Twoshoot

Rate : T

Para cast milik Tuhan, orang tua masing-masing, agensi masing-masing dan cerita ini murni milik saya.

.

.

.

Zitao sudah tidak sanggup lagi. Dia melepas pelukannya pada Yifan dan duduk tegak mengamati wajah pemuda itu. Dan dibalas dengan pandangan yang sulit diartikan dari kakak tirinya itu.

"Yifan kau masih disana?"

"Ya." Yifan masih menatap Zitao saat mata gadis itu mulai berkaca-kaca.

"Temani aku Yifan~"

"Baiklah. Tunggu aku disana." Mata Yifan masih memandang Zitao.

Gadis itu memakluminya.

Memang seharusnya begitu. Memangnya Zitao siapa? Jelas-jelas Luhan itu tunangan Yifan. Dan laki-laki itu sudah sepatutnya menjaga calon istrinya.

Ya. Calon istri Yifan. Dan Zitao sakit akan fakta itu.

"Maaf Zi~ aku-"

"Pergilah. Kita bisa menghubungi mama lain kali." Zitao bangkit dari duduknya dan pergi. Ia tidak bisa lama-lama memandang wajah Yifan.

"Zitao-"

Yifan berniat mengejarnya tapi gadis itu sudah duluan masuk dan mengunci pintu kamarnya.

"Zi~ aku janji tidak akan meninggalkanmu sendiri malam ini."

Kalau begitu buktikan!

Zitao tidak berniat membalas perkataan Yifan. Ia hanya ingin tidur. Berharap bisa melupakan masalah yang ada.

Sebenarnya Yifan bimbang. Ia juga bingung akan perasaannya.

Bahkan ia tidak mengerti pada dirinya sendiri.

.

.

.

"Yifan~" Luhan memeluk Yifan saat pemuda itu masuk kerumahnya.

"Aku senang kau datang~"

"Sebenarnya Zitao juga sendirian sekarang di rumah." Yifan berucap lirih. Ia jadi teringat pada Zitao yang juga sendiri saat ini.

Luhan mengaitkan lengannya pada lengan Yifan dan membawa pemuda itu berjalan menuju sofa di ruang tamu.

"Begitukah? Aku jadi tidak enak padanya." Luhan merasa menyesal. Tapi ia lebih butuh Yifan sekarang. Ia perlu membicarakan soal pernikahan mereka.

"Yifan~"

"Hmm.." Yifan menoleh pada Luhan.

"Soal pernikahan kita… mereka mempercepatnya."

"A-apa?" Kenapa ia sampai tidak tau soal ini.

"Mereka bilang minggu depan kita akan menikah. Orang tua-ku sudah mempersiapkannya."

"APA?"

Bagaimana mungkin ia bisa sampai tidak tau? Mama dan papa juga tidak bilang apa-apa.

Yifan menatap Luhan dengan pandangan yang tidak bisa diartikan oleh gadis itu. Raut wajah Yifan seperti sangat kaget mendengar berita bahagia ini.

"Yifan? Kau baik-baik saja kan?" Luhan menyentuh lembut pipi pemuda itu. Ia takut jika berita ini bisa mengkhawatirkan calon suaminya.

"HAH!"

Yifan bernafas kasar. Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa. Pikirannya kacau, ia bahkan tidak bisa berfikir jernih saat ini.

Zitao!

Kenapa pikirannya tertuju pada gadis itu?

"Yifan~"

Yifan bangkit, Luhan juga ikut berdiri. Ia bahkan tidak tau apa yang terjadi pada pemuda itu.

"Lu. Aku harus pulang."

"Yifan!"

Luhan tidak mengejar saat Yifan berlari meninggalkannya. Gadis itu seperti tidak mengenal sosok Yifan pada saat ini. Akhir-akhir ini Yifan begitu banyak berubah.

Entah karna apa ia juga tidak tau.

Ia terduduk, kakinya terasa lemas untuk menahan bobot tubuhnya.

"Hiks… Yifan."

.

.

.

Drtdrt…

Ponsel pintar Yifan bergetar, ia mengambil ponsel itu dari saku celananya.

Mama is calling…

"Mama?" Yifan sedikt menyentak, ia baru saja ingin menghubungi mama Wu.

"Hei? Ada apa Yifan? Kenapa terburu-buru?"

"Mama, soal pernikahan-"

"Sabar sayang, jemput mama di Bandara sekarang sebelum kita mengobrol panjang nanti."

Pip…

Mama Wu memutuskan sambungan sepihak. Sedangkan Yifan melajukan mobilnya menuju Bandara. Ia harus bicara soal ini.

.

.

.

"Mama!"

Yifan menghampiri mama Wu dan langsung disambut oleh pelukan sang mama tercinta.

"Yifan anakku."

"Kita baru seminggu tidak bertemu ma, tolong jangan seperti ini. Orang-orang melihat kita."

Mama Wu melepaskan pelukan pada putranya dan orang-orang memang sedang melihat betapa romantisnya ibu dan anak itu.

"Ah kau benar. Tapi mama merindukanmu sayang dan… dimana anak gadis mama? Kau tidak mengajak Zitao untuk menjemput mama?"

"Aku tidak bersama Zitao saat mama menghubungiku dan… apa maksud mama aku dan Luhan akan menikah minggu depan?"

"Ayo kita cari tempat sebelum mengobrol."

"Mama!"

Namun mama Wu tidak memperhatikan Yifan, ia berjalan mencari tempat untuk mereka.

"Hah!" Yifan mengusap kasar rambutnya sebelum berjalan mengikuti kemana mama Wu melangkah.

"Duduk"

Mereka memilih sebuah café di Bandara untuk membicarakan masalah ini. Sepertinya mama Wu mengerti perasaan putranya. Ia sengaja tidak membicarakan ini di rumah.

"Yifan. Dengar. Mama terpaksa melakukan ini demi keluarga kita." suara mama Wu terdengar lirih.

"Demi keluarga? A-apa maksudnya?"

"Kau tau kan? Keluarga kita dengan keluarga Luhan seperti apa?"

"Jadi mama dan papa lebih mementingkan bisnis dari pada anaknya?"

"Jaga omonganmu Yifan! Mama dan papa tidak seburuk itu!"

Yifan terdiam. Ia juga tau bagaimana kedua orang tuanya. Mereka pasti tidak akan menyakitinya mengingat bagaimana perlakuan kedua orang tuanya kepadanya dan juga Zitao.

Zitao~

Bagaimana keadaan gadis itu?

.

.

.

Zitao masih memejamkan matanya meski tidak tertidur sepenuhnya. Pikirannya masih melayang-layang entah kemana. Namun ia bisa mendengar suara pintu kamarnya berdecit terbuka.

"Zitao. Sayang~"

Mendengar suara itu Zitao langsung bangun dari tidurnya.

"Mama!"

"Sayang~"

Zitao menuruni tempat tidurnya dan berlari kearah mama Wu dan memeluknya. Ia sangat merindukan wanita berumur itu.

"Yatuhan Zi, kau sakit apa sayang?" mama Wu masih memeluk Zitao dan mengelus surai panjang itu.

"Tidak ma. Aku hanya demam biasa."

"Benarkah?" mama Wu melepaskan pelukannya pada Zitao dan melihat wajahnya. Wajah gadis itu sedikit pucat dan lingkaran mata hitam dibawah matanya semakin terlihat jelas.

"Tapi kau sedikit kurus sayang~"

"Aku baik-baik saja ma~ aku juga sudah minum obat. Percayalah."

Zitao mencoba tersenyum dan meyakinkan mama Wu. Bagaimanapun ia tidak mau melihat mama Wu kerepotan karnanya.

"Kalau begitu istirahatlah. Nanti mama akan membangunkanmu untuk makan malam."

"Ma~ dimana papa?" biasanya jika baru pulang dari perjalanan jauh mama dan papa akan bersama-sama datang memeluk Zitao.

"Papa tidak pulang sayang~ masih mengurus sesuatu."

"Begitu?" Zitao mengangguk-angguk pelan. Tidak biasanya mama dan papa jika pergi bersama dan pulang tidak bersama-sama.

Sekali lagi mama Wu mengelus surai panjang Zitao dengan sayang. Kemudian membiarkan Zitao beristirahat.

.

.

.

Jam menunjukkan pukul 7 malam. Terlihat Zitao sedang membantu menyiapkan makan malam bersama mama Wu.

Melihat ibu angkatnya yang begitu menyayanginya, terkadang ia tidak tega melakukan sesuatu yang sudah ia rencanakan jauh sebelumnya.

Tuhan selalu memiliki yang terbaik untukmu. Ia memiliki jalan keluar atas semua masalahmu, perasaan yang melegakan atas kesedihanmu, dan kebahagiaan yang menunggumu.

Tanpa sadar air mata itu keluar dengan sendirinya.

Ia cepat-cepat menghapus sebelum terlihat oleh mama Wu.

"Sayang~"

"Iya ma."

"Panggilkan gege-mu. Makanannya sudah jadi." Mama Wu masih menata makanan dimeja makan sehingga tidak melihat wajah Zitao yang lembab.

"Baiklah."

Gadis itu berbalik berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Tuan muda Wu.

Toktoktok…

"Yifan."

Tak lama berselang pintu kamar terbuka menampilkan sosok yang begitu membuat Zitao hancur.

Grep…

Entah apa yang merasuki pemuda itu hingga tiba-tiba memeluknya.

Zitao masih diam tidak membalas pelukan Yifan. Ia bingung pada sifat Yifan tiba-tiba seperti itu.

"Yifan."

"Biarkan seperti ini. Sebentar saja Zi."

Perlahan Zitao membalas pelukan itu. Ia rasa Yifan juga laki-laki yang butuh sandaran.

Mungkin Yifan sedang dalam masalah.

"Yifan mama menunggu kita." lirih Zitao.

Perlahan pelukan itu mulai renggang dan melepaskan Zitao.

"Maafkan aku." Lirih Yifan.

Zitao mengernyit tak paham apa maksud Yifan.

.

.

.

Makan malam sudah selesai beberapa saat lalu. Kini mama Wu mengajak kedua anaknya berkumpul bersama.

Ingin melepas rindu dengan mereka. Katanya.

"Zi~"

"Iya ma." Zitao mengalihkan pandangannya dari televisi dan menatap mama Wu.

"Bagaimana kuliah-mu?" mama Wu menggenggam tangan Zitao. Possisi mama Wu dan Zitao memang duduk berdampingan di sofa panjang, sementara Yifan duduk di sofa tunggal.

"Baik-baik saja ma. Ada apa?" lirih Zitao.

"Tidak. Mama ingin mengingatkan supaya kau tetap jaga kesehatanmu. Jangan terlalu lelah."

Zitao hanya mengangguk dan tersenyum, kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu mama Wu.

Yifan sedikit lega melihat Zitao tersenyum seperti itu. Walau tipis sekalipun.

"Oh ya. Zi, pernikahan Yifan ge dan Luhan akan dipercepat. Minggu depan mereka akan menikah." Mama Wu berucap dengan antusias seolah itu adalah berita terhebat.

DEG!

Dunia seakan berhenti.

Zitao seolah tuli dan tidak bisa mendengar setelahnya.

Bibirnya kelu.

Anggota tubuhnya seakan lumpuh tidak bisa bergerak.

Begitupun dengan Yifan.

Saat mama Wu mengucapkan itu pada Zitao, ia langsung menatap gadis itu. Yifan bisa melihat perubahan pada wajah Zitao.

Gadis itu pucat pasi.

Seolah ia sangat takut akan sesuatu.

"Zi~" mama Wu juga menyadari ada hal aneh pada anak gadisnya. Zitao masih tetap menyandar tanpa ada pergerakan atau sahutan sedikitpun.

"Aah… benarkah? Ke-kenapa dipercepat ma?" Zitao menggigit bibirnya yang bergetar.

"Keluarga Luhan minta dipercepat. Mereka juga telah mempersiapkan secara tiba-tiba."

Zitao termenung mendengar penjelasan mama Wu. Ingin rasanya ia menghilang sekarang juga. Sementara Yifan. Entah apa yang ia pikirkan. Raut wajahnya begitu sulit diartikan.

"Mama, aku baru ingat masih ada tugas yang belum selesai. Aku akan kekamar." Pamit Zitao.

"Jangan terlalu larut tidur Zi~"

Zitao hanya mengecup pipi mama Wu tanpa melihat Yifan sedikitpun. Ia tidak sanggup. Bahkan hanya untuk meliriknya.

"Aku juga mau kekamar. Selamat malam." Yifan juga bangkit dan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Kamarnya dan kamar Zitao terletak berdampingan.

Sebelum meraih gagang pintu kamarnya, Yifan menoleh pada pintu kamar Zitao. Sayup-sayup ia mendengar isakan. Entah kenapa hatinya berdenyut sakit.

Jangan menangis. Aku disini. Tepat dibelakangmu.

.

.

.

Hari ini adalah hari dimana ada pihak yang merasa bahagia dan ada pihak yang merasa hancur.

Yaitu hari pernikahan Yifan dan Luhan.

Didalam ruang pengantin. Luhan tampak ditemani oleh sang mama dan ibu mertua. Ia tampak begitu cantik dengan gaun putih tanpa tali yang menjulang jatuh kelantai. Terlihat mewah namun elegan.

Begitupun dengan rambut yang disanggul indah dengan sedikit riasan.

"Kau cantik sekali Lu~" puji mama Wu yang disambut kekehan oleh mama Luhan.

Luhan hanya tersenyum. Pikirannya tiba-tiba tertuju pada calon suaminya.

Yifan.

Akhir-akhir ini ia khawatir pada pemuda itu. Yifan banyak berubah.

Ia takut.

Dan entah apa yang ia takuti. Pikirannya mulai berkecamuk.

Luhan tersadar dari lamunannya saat kedua ibu tersebut mengatakan acara akan dimulai dan membawa Luhan menuju gereja.

Saat pintu gereja terbuka dilihatnya orang yang begitu ia cintai yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

Pendamping hidupnya.

Ia berharap Yifan akan mendampinginya seumur hidup. Hanya berdua.

Tanpa sadar. Dengan diiringi oleh papa kandungnya saat berjalan ia sudah sampai didepan Yifan. Yifan menyambutnya dengan senyuman.

Hati Luhan bergetar.

Ia menyambut uluran tangan Yifan.

Namun ia melihat perubahan raut wajah Yifan seketika.

Ia semakin bingung saat Yifan melihat kesana-kemari seperti mencari sesuatu.

"Yifan."

Yifan tidak mengubris. Ia semakin gencar mencari sesuatu.

Tepatnya seseorang.

Bisik-bisik para tamu undangan semakin terdengar saat tiba-tiba melihat pengantin pria seperti itu.

Yifan menatap tepat di manik kembar indah milik Luhan.

"Luhan. Aku tidak bisa. Maafkan aku Luhan. Aku tidak bisa menikah denganmu."

Setelah berkata seperti itu Yifan berlari meninggalkan gereja.

Orang tua mereka yang melihat mencoba meneriaki nama Yifan. Namun pemuda itu menulikan telinganya.

Berbeda dengan Luhan. Wanita itu masih mematung mencoba mencerna perkataan Yifan. Air matanya mengalir begitu saja tanpa sadar.

Tubuhnya lemas. Ia jatuh terduduk. Beberapa orang mendekatinya.

Ia tidak tau siapa mereka.

"Hiks… Yifan~"

.

.

.

"Hiks… Yifan~"

Disisi lain gadis bermata panda itu juga menangisi orang yang sama. Setiap kali wajah pemuda itu terlintas dibenaknya ia pasti menangis.

Ia merasa sakit.

Bahkan hanya dengan terlintas saja pemuda itu dalam benaknya.

PRANG!

Entah apa yang merasukinya ia menyapu semua barang yang ada dimeja riasnya, hingga ia terduduk lemas tak bertenaga diantara pecahan-pecahan itu.

Dadanya semakin sesak.

Kepalanya berat dan berkunang-kunang akibat kebanyakan menangis.

"Hiks Yifan. Kenapa? Kenapa?... hiks.."

Tangannya meraih pecahan beling. Itu pasti pecahan kaca parfum yang Yifan hadiahi untuknya enam bulan yang lalu.

Ia memandang beling tersebut dengan air mata yang terus jatuh dan bibir bergetar.

"Apa dengan ini sakit-ku akan berakhir?" Zitao seperti berbisik pada dirinya sendiri.

Entah apa yang merasukinya hingga bisa berpikiran seperti itu. Seolah-olah Yifan adalah hidup dan matinya.

Ia benci keadaan ini.

Pernah Zitao mencoba mencari pengganti-nya. Namun ia tidak bisa menemukan yang lain yang seperti Yifan. Ia tidak bisa.

Kenapa bisa seperti ini?

Perasaannya untuk Yifan begitu dalam.

"Ini sangat menyakitkan. Aku ingin sakit ini berakhir. Hiks… Yifan. Aku menginginkanmu."

Sadar atau tidak beling ia genggam melukai kulit telapak tangannya. Zitao melihat darahnya yang menetes.

"Aku ingin berakhir sampai disini hiks… hiks…. Selamat tinggal Yifan~ wo ai ni."

Zitao mengarahkan pecahan itu pada urat nadi ditangannya. Pikirannya melayang. Tubuhnya terasa ringan.

Sejenak bayang-bayang kejadian yang membahagiakan saat ia bersama Yifan terlintas dipikirannya.

Darah terus mengalir dengan derasnya.

BRAK!

"ZITAO!"

Yifan berlari kearah Zitao saat ia melihat gadis itu terbaring dengan darah bercucuran pada lengannya.

"Astaga. Apa yang kau lakukan?" Yifan panik. Ia meraih tubuh Zitao dan menidurkan kepala gadis itu di pahanya.

"Yi-fan?" suara Zitao putus-putus. Ia begitu kesusahan saat berucap.

Air mata Yifan mengalir. Ia menangis. Ia tidak percaya pada apa yang Zitao lakukan.

"Kenapa? Kenapa kau melakukan ini? Huh?" suara Yifan mulai berat. Ia tidak sanggup melihat Zitao saat ini.

Selama ini ia sangat melindungi Zitao. Bahkan sesetes darah yang keluar saat Zitao terluka bisa membuat panik.

Dan sekarang. Darah Zitao keluar seperti air mengalir. Bahkan mengotori jas putihnya.

"Yifan. Ma-afkan… aku. Wo ai ni.."

Zitao sangat sulit mengeluarkan suara. Tenggorokannya seperti discekik kuat. Ia mulai sulit bernafas.

Sampai ia merasa begitu ringan.

Begitu lega.

Begitu damai.

Dan sakitnya berkurang.

Tuhan menjemputnya.

"ZITAO? ZITAO BANGUN. ZITAO!"

Yifan berteriak dan mengguncang-guncangkan tubuh Zitao.

Tubuhnya lemas. Bahkan ia tidak sanggup melakukan apapun.

"Mama~"

"Iya jagoan?" wanita dewasa yang dipanggil mama itu menatap dan mengelus surai putranya.

"Tadi aku melihat seorang anak perempuan memeluk boneka panda. And you know? Bahkan dia juga mirip dengan panda ma." Anak laki-laki itu berucap dengan antusias seperti yang biasanya ia ucapkan kepada kedua orang tuanya saat menjelaskan ada mainan baru di toko mainan didekat apartement mereka.

"Really?"

"Iya ma~ aku mau dia saja yang diangkat menjadi adikku~ bolehkah?" bocah kecil itu terus menatap bola mata ibunya penuh harap.

"Baiklah. Tapi papa sedang menelfon. Kita tunggu papa dulu okay?"

Bocah laki-laki itu mengangguk dan tersenyum bahagia.

Tiba-tiba kenangan pertemuannya dan Zitao saat pertama kali terlintas begitu saja dalam pikirannya.

"Yifan. Cepatlah. Jika sedang bercermin kau seperti perempuan saja."

Gadis itu terus mengomel saat menunggu seorang pemuda yang menurutnya sangat lama dalam hal berdandan.

"Hei panda jelek. Panggil aku gege sesekali apa salahnya huh?" pemuda itu berjalan mendekati gadis tersebut.

"Aku tidak mau. Dasar naga jelek." Lalu gadis itu menjulurkan mengejek.

"Dasar panda nakal." pemuda itu mengalungkan sebelah lengannya di leher gadis tersebut. Membuatnya seperti tercekik.

"Ya. Lepaskan. Kau naga jelek kau tau?"

"Tapi kau lebih jelek. Dasar panda."

"Astaga Yifan. Zitao. Apa yang kalian lakukan. Cepetlah sebentar lagi jalanan akan macet." Seorang wanita paruh baya meleraikan aksi kedua anaknya itu.

Ia bahagia. Tuhan menganugrahi sepasang anak laki-laki dan perempuan untuknya.

Mereka adalah alasannya untuk tersenyum.

Yifan kembali teringat masa-masa indah yang ia lalui bersama adiknya.

Tidak.

Sebenarnya. Alasan Yifan meminta mengadopsi Zitao pada orang tua mereka karena ia tertarik pada gadis itu.

Ia menyukai Zitao dari awal mereka bertemu.

Namun ia tidak bisa melakukan apapun saat keadaan mengingatkan dirinya adalah kakak untuk Zitao.

Ditambah lagi ia juga dijodohkan bersama Luhan.

Yifan masih mematung.

Ia menoleh pada pecahan yang masih berada dalam genggaman Zitao.

Ia mengambil pecahan tersebut.

"Zitao. Kau tau? Aku sama sekali tidak pernah menganggapmu sebagai adikku." Lirih Yifan.

Ia mulai mengarahkan pecahan itu pada urat nadinya.

"Kau tau? Aku juga mencintaimu…" isakan Yifan membuat tubuhnya bergetar.

Darah mengalir.

Ia membaringkan tubuhnya disamping Zitao. Meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya.

"Wo ai ni~" bisik Yifan begitu lirih.

Sayup-sayup Yifan mendengar suara gaduh dilantai bawah.

Itu suara ibunya.

Ia mendengar banyak suara memanggil namanya.

Sampai ia merasa.

Gelap.

Tenang.

Dan damai.

Tuhan telah menjemputnya.

Dikehidupan selanjutnya, aku akan terus bersamamu.

Mari kita hidup bersama.

Selamanya.

.

.

.

I love you and that's the beginning and end of everything.

.

.

.

END

.

.

.

A/N : Sebenarnya aku gak tega buat mereka gini, tapi emang dari awal udah aku atur plot dan alurnya begini.

Sesuai dengan judul nya.

Another Romeo & Juliet Story.

Terima kasih buat yang udah review di Chap sebelumnya. Terima kasih juga buat yang udah mampir dan baca.

Last, di review ya cantik-cantikku~