Kereta kuda berwarna gelap itu melaju secara konstab di jalanan London yang siang ini tidak terlalu ramai. Sebastian yang duduk di bangku kusir terlihat tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan, entah itu rasa senang atau bukan. Atau mungkin itu hanya senyuman usil, merasa lucu dengan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu.

Sementara itu, Ciel yang duduk di dalam kereta nampak gusar. Bibir mungilnya yang menekuk sudah bisa menggambarkan suasana hatinya saat ini. Sesekali, ia melirik pada seorang gadis muda dengan gaun sederhana berwarna pastel dengan hiasan renda putih manis yang duduk di seberangnya. Setelah itu, ia pun mengabaikannya.

Sedangkan si gadis, terus menyunggingkan senyum canggung setiap kali Ciel melirik pada dirinya. Dengan melihat ekspresi Ciel yang dingin, ia menjadi merasa sangat bersalah. Apa yang dipikirkan oleh pamannya?

Beberapa saat yang lalu, Tuan Higgins dan Pastor Seymour mendatangi kamar Hildegard dengan limpahan harapan. Tuan Higgins memandang Ciel tajam tatkala ia melewati pintu berwarna gelap itu.

"Ini mungkin tidak sopan, tetapi saya harap kau bisa membantu kami. Tolong biarkan Hildegard tinggal di rumahmu."

Seketika Ciel merasa terkejut. "Apa? Apa kau tidak salah?"

"Maaf jika permintaan kami terlalu banyak." Timpal Pastor Seymour gugup. "Kami tahu ini adalah sebuah permintaan konyol, tapi di sini sudah tidak aman lagi bagi Hildie."

Wajah Ciel terlihat memerah. "Bagaimana bisa kau meminta hal seperti itu padaku? Memangnya peduli apa aku pada dia?"

"Bukankah anda ingin membantu paman anda dalam menangani kasus ini? Bukankah anda juga prihatin dengan apa yang menimpa pada Nona Hildegard?" Ucap Sebastian usil, diikuti oleh kekehan kecil.

Ciel menatap tajam Sebastian, membuat sang butler itu pun berhenti terkekeh, namun tetap menyembunyikan seringai usilnya di balik telapak tangannya.

"Hanya sementara. Saya mohon." Tuan Higgins sudah sangat memelas. Sebenarnya hal itu tidak terlalu berpengaruh pada Ciel, pun Sebastian. Namun, sesuatu muncul di pikiran Ciel, dan akhirnya ia pun setuju.

"Baiklah. Hildegard boleh tinggal di tempatku untuk sementara."

Kereta kuda berguncang dengan cukup keras, membuyarkan Ciel dari lamunannya. Karena guncangan itu, Hildegard --yang terkejut- terlonjak ke depan, terjatuh di pangkuan Ciel.

"Ma... maafkan aku." Ujarnya

"Tidak apa-apa." Jawab Ciel, kini tampak lebih tenang.

Hildegard pun tersenyum, lalu kembali ke tempat duduknya.

Beberapa menit berlalu, dan kereta kuda pun terhenti tepat di depan Town House milik keluarga Phantomhive. Pintu kereta pun terbuka, menampilkan sosok Sebastian dengan senyumannya yang menawan, menyambut kedua orang di dalam kereta dengan uluran tangannya yang begitu rendah hati.

"Anda sudah sampai. Silakan, Nona. Dan maaf, perjalanan tadi nampaknya kurang mulus."

Ciel segera meraih uluran tangan Sebastian, namun ditolak.

"Ladies First, My Lord." Ujar Sebastian sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Cih!"

Hildegard melirik pada Ciel yang kesal, dan dengan perasaan bersalah, ia pun meraih tangan Sebastian.

"Selamat datang di Phantomhive Town House. Maaf kami belum bisa memberikan tempat terbaik untukmu, My Lady."

-To be Continued-