"Ayolah, aku ingin kita bersulang." Rengek Eunji.
"Tapi aku harus mengatakan sesuatu dulu," Eunji mengangkat sebelah alisnya, dan Chanyeol melanjutkan,"Sebenarnya, Baekhyun telah membatalkan kontraknya sebagai florist kita."
Mata Eunji terbelalak,"Apa yang terjadi? kenapa kau baru mengatakannya sekarang? Pernikahan kita tinggal dua belas hari lagi." Eunji menghela napas kasar. Ia nampak begitu frustasi. Hening sejenak sampai dua menit telah berlalu.
"Tidak apa, kita akan membahas itu nanti. Sekarang, kita minum kopi dulu." Eunji mengangkat gelasnya untuk bersulang. Tersenyum dalam hati ketika Chanyeol ikut mengangkat gelasnya. Tanpa Chanyeol ketahui, Eunji menyeringai seperti serigala yang berhasil menjebak mangsanya.
Chanyeol merasakan lumernya kopi itu di mulut, tapi belum sempat ia menelan, kerongkongannya melempar balik air dalam mulutnya karena punggungnya ditepuk begitu keras. Alhasil, air itu menyembur hingga membasahi meja dan meyiprat di wajah Eunji yang dengan tenang menyesap kopinya.
Chanyeol menoleh, bersiap menyumpah-nyumpah pada siapa saja yang membuat acara minumnya terganggu. Tapi, yang ia lihat justru membuatnya mematung. Dibelakangnya, berdiri seorang Byun Baekhyun dengan kemeja biru laut, wajahnya nampak begitu bersinar hingga membuat Chanyeol terpaku. Senyum itu begitu tulus. Chanyeol berani bersumpah Baekhyun yang ada dihadapannya ini adalah Baekhyun-nya yang dulu. Bukan Baekhyun yang membencinya setengah mati.
"Hai Chanyeol." Baekhyun mengangkat tangannya. Chanyeol merasa kalimatnya tersangkut ditenggorokan. Apa yang Baekhyun lakukan disini?
"Astaga. Apa yang baru saja kau lakukan, lihat wajahku jadi basah!" Pekikan Eunji mengambil alih kesadaran Chanyeol. Chanyeol menghadap tunangannya dan menyambar tisu diatas meja, mencoba membantu.
"Maaf, bolehkah kami bergabung? Semua meja sudah penuh." Saat itulah Chanyeol menyadari bahwa ini tetap bukan Baekhyun-nya. Sosok itu sama seperti dulu, persis malah. Tapi nampak lain dengan jemarinya yang menggamit tangan Bomi. Binar yang sempat hadir dimata Chanyeol seketika lenyap.
"Oh, Baekhyun-ssi? Tentu saja silahkan." Kata Eunji dengan ramah, walau ia masih nampak kesal setengah mati.
"Umm, yang tadi itu, tolong maafkan aku." Baekhyun berucap sungkan sambil mengambil duduk disamping Chanyeol sedangkan Bomi memilih duduk disamping Eunji.
"Oh, tidak masalah." Eunji tersenyum, walau dalam suaranya masih jelas terdapat kekesalan.
Chanyeol tidak sanggup dengan Baekhyun yang terus mencuri pandang kearahnya sambil tersenyum, jadi ia memilih untuk bangkit dan ijin ke kamar mandi. Setelahnya, Chanyeol menyeret langkahnya dengan malas menuju toilet, meninggalkan Baekhyun yang terus menusuk punggungnya dengan tatapan menyesal.
.
Title : Bleeding Heart
Chapter 6 : What Is Love?.
Author : Kim Hyerin CBHS.
Main Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Yoon Bomi, Jung Eunji, Park Taeyeon, Park Yoora and others.
Pairing : ChanBaek.
Genre : Romance, Hurt-Comfort
NB : Ini ff murni buatanku, castnya aja yang minjem. Tidak terinspirasi dari pihak manapun. No Plagiarism oke? Jika ada kesamaan cerita dengan apapun ff yang pernah kalian baca, itu murni kebetulan.
Huruf miring menandakan flashback, aku ceritain dari sudut pandang pairingnya, tapi kalian harus nebak sendiri itu pov-nya siapa.
WARNING : YANG JIJIK SAMA YAOI, GAY, HOMO, HUBUNGAN SESAMA JENIS HARAP TIDAK USAH DIBACA. TIDAK MENERIMA BASH HANYA MENERIMA KRITIK MAUPUN SARAN.
.
.
#Happy Reading!#
.
.
Aku membuka kenop pintu, dimana apartemenku yang bersih menyambut mata. Kulangkahkan kakiku kedalam dan aku menghempaskan tubuhku yang letih diatas sofa. Rasanya terlalu berat, seperti semua beban dunia dilimpahkan dipundakku dan aku haruslah berpikir. Keputusan yang aku buat kali ini tidak main-main. Aku harus memutuskannya, atau semua akan berakhir.
Aku teringat Yoora Noona, yang menaruh harapan besar padaku berharap rasa bersalahnya dimasa lalu dapat ditebus dengan memberiku jalan yang benar. Lalu aku juga teringat Taeyeon Ajhumma, yang menyesal setengah mati dan membujukku mati-matian hingga mobilnya terus bertengger didiepan toko bungaku dari pagi sampai malam. Tak bisa kupungkiri aku merasakan secercah harapan.
Jika aku memutuskan untuk datang, mungkin masa depan yang dulu terus aku impi-impikan dapat terwujud. Menikah dengan Chanyeol dan hidup bahagia. Tinggal di apartemen yang bersih dan nyaman, serta mertua yang selalu menjenguk setiap hari. Angan itu seolah kembali berpendar dalam bayang-bayang lampu yang menerpa dinding. Aku menginginkannya, sungguh. Tapi aku sudah jatuh terlalu dalam dan aku terlalu takut.
Aku berpikir bagaimana jika keputusanku untuk datang itu salah. Bagaimana kalau Chanyeol membuangku lagi dan membiarkan aku menderita seperti dulu? Bagaimana kalau seluruh keluarga Chanyeol nyatanya membenciku hingga ingin aku enyah dari kehidupan keluarga mereka yang bahagia bersama menantu yang sempurna?
Aku memejamkan mataku dan kurasakan air mataku jatuh. Terlalu menyakitkan, bayangan itu seolah menjelma menjadi tombak dan mengoyak hatiku hingga hancur lebur. Aku tak bisa.
Tapi jika aku tidak datang, maka semuanya akan berakhir disini. Kalau semua cerita itu benar, maka aku pasti akan menyesal setengah mati. Aku tak bisa membayangkan Eunji berada diposisiku dalam mimpi yang aku angankan. Mereka akan hidup bahagia, di apartemen kecil yang memiliki taman belakang, tempat anak mereka akan bermain sampai sore hari.
Bayangan itu sangat tajam hingga membuat hidungku tersumbat dan dadaku terasa sesak. Semua yang kuambil akan memiliki resiko yang sangat besar. Keduanya punya peluang akan membuat hidupku jatuh lagi. Lalu aku harus apa? Aku tak bisa diam saja dan duduk manis, menyaksikan semuanya berakhir dengan hati yang berdarah.
Kepalaku pusing bukan main, rasanya sampai perutku bergolak. Aku menengok keatas dan menemukan jam setengah tujuh hampir terlewat. Tinggal setengah jam lagi. Tapi aku belum membuat keputusan apapun. Diam dengan duduk bersandar disofa sama sekali tidak membantu.
Sekelebat kenangan masalaluku dengan Chanyeol lewat begitu saja. Saat-saat bahagia kami, bagaimana dia begitu mencintaiku. Tapi detik selanjutnya segalanya lenyap, dan bayang-bayang Bomi dengan senyumnya menghantuiku, mencegahku untuk memilih. Ya, aku tidak bisa menyakiti Bomi. Setidaknya, setelah semua yang dia lakukan untukku. Aku sendiri pernah merasakan sakitnya dibuang, dan aku tidak ingin sahabat terbaikku merasakan perasaan yang sama.
"Apa yang harus kulakukan. Tuhan, kenapa kau menempatkanku dalam posisi seperti ini," Aku meratap,"Aku mencintai Chanyeol, tapi Bomi adalah sahabatku. Apa Chanyeol juga merasakan perasaan seperti ini saat dia diharuskan untuk memilih aku atau Eunji?"
Aku tidak punya kebiasaan bermonolog, tapi kini hatiku terlalu sesak untuk menyimpan kata-kata itu.
"Ya Tuhan, aku tidak tau apa yang harus kulakukan."Aku mendekap diriku sendiri dan meringkuk, membenamkan kepalaku diantara kedua kaki. Lalu aku teringat Yoora Noona, yang memberikan aku kartu nama dengan nomor ponselnya kemarin sore.
Dengan cepat kuraba tasku dan kutemukan selembar kartu nama. Aku mengetik nomornya dengan cepat dan segera memanggilnya. Pada dengung kelima, panggilanku diangkat.
"Yeobose-"
"Yoora Noona ini aku, Baekhyun." Sahutku tak sabaran.
"Iya, Baekhyun. Ada apa? Apa kau memutuskan akan datang?" Aku menggingit bibirku.
"Noona, maaf. Aku ingin datang, sungguh. Tapi aku tak bisa, aku harus menemani Bomi," Baekhyun mempertahankan suaranya agar terdengar tegar,"Aku ingin minta tolong padamu."
"Ya, tentu saja. Katakan, apa yang harus aku lakukan?" Baekhyun mengatur napasnya.
"Bisakah kau, menggagalkan makan malam mereka? Atau, bisakah kau datang di tengah makan malam mereka dan mencegah Chanyeol untuk minum?" Selama beberapa saat, tidak ada jawaban. Hanya terdengar bunyi benda berjatuhan dan Yoora yang mengumpat. Rasanya aku ingin membentak-bentak agar Yoora Noona cepat menjawab.
"Maaf, Baekhyun, tapi aku tidak bisa melakukan itu." Yoora menjawab dengan penuh penyesalan. Tanpa kusadari aku sempat menahan napas.
"Tapi kenapa? Bukankah kau–"
"–Eunji menyuruh aku merahasiakan rencananya karena ia berpikir bahwa aku dapat dipercaya. Tapi, coba pikirkan. Bagaimana jika aku tiba-tiba mengacaukan acara mereka dan membuat rencananya gagal. Eunji tidak akan mempercayaiku lagi." Selama beberapa detik, Aku tidak menjawab. Aku sibuk dengan pikiran-pikiran yang bercabang diotakku.
"Baekhyun, dengarkan. Eunji adalah gadis yang baik. Bagiku, ia sudah seperti adik, tapi ia tidak tau bahwa Chanyeol tidak mencintainya. Apa yang ia lakukan ini semata-mata karena ia berpikir bahwa Chanyeol terlalu takut untuk menyentuhnya. Eunji berpikir bahwa selama ini Chanyeol menahan diri karena takut melukai Eunji. Malam ini, ia ingin Chanyeol tidak menahan diri lagi. Yah, walaupun itu semata-mata hanya persepsinya sendiri. Chanyeol memang tidak pernah menyentuhnya, karena dia hanya mencintaimu." Aku benar-benar merasa tersentuh hingga air merembes dimataku.
"Aku mengerti." Aku memutus panggilan sedetik setelah aku berucap. Kembali meringkuk disofa dan mengeluarkan segala rasa sesak yang membebani hatiku.
Aku tidak pernah merasa setidak berdaya ini. Aku ingin memutuskan tidak, tapi cinta mencegahku. Tapi ketika aku ingin memutuskan iya, persahabatan menarikku. Aku terlalu takut untuk mengambil keputusan, jadi aku menangis. Biarkan aku nampak begitu lemah. Iya memang aku laki-laki, tapi masalahku begitu berat hingga rasanya dadaku mau meledak.
Aku tidak tau, berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk menangis. Sampai pintu menjeblak terbuka membuatku mengangkat wajah.
Bomi ada disana. Ia nampak begitu letih dengan rambut dan wajahnya yang kusut. Aku menghapus bercak air dimataku dengan cepat. Tak bisa kupungkiri selama ini aku malu karena bertindak lebih lemah daripada seorang gadis.
"Baekhyun, kau baik-baik saja?" Alisnya saling bertaut. Aku ingin mengatakan bahwa aku baik-baik saja, tapi suaraku bergetar hingga tersangkut di kerongkongan.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" Bomi nampak khawatir. Sikapnya membuatku semakin bersalah.
"Ya, aku..." Aku tidak tau kemana hilangnya suaraku hingga hening menggantung diudara.
"Baekhyun, ceritakan padaku." Bomi mengambil duduk disampingku. Selama beebrapa saat, aku tampak ragu, tapi akhirnya aku memberitahunya. Aku menceritakan semuanya dengan seringkas-ringkasnya. Bagaimana Teyeon yang terus membujukku setiap hari, bagaimana Yoora Noona menemuiku dan membuatku semakin yakin bahwa semua hanya kesalahpahaman.
Ketika selesai, aku menatap wajahnya. Matanya jatuh pada lantai, ia hanya terdiam. Kupikir Bomi akan membentak-bentak dan menyumpah-nyumpah, tapi apa yang dia lakukan membuatku semakin tak enak hati. Apa aku sudah menyakiti hatinya?
"Bomi, maafkan aku. Kau boleh-"
"Tidak, aku baik-baik saja." Bomi berpaling, tapi aku tau ia sedang menyeka air mata.
"Bomi, jika kau menyuruhku untuk tinggal, aku tidak akan pergi. Sungguh." Kataku dengan tulus. Selama satu menit tidak ada jawaban, Bomi masih berpaling. Tapi kemudian ia menghembuskan napas dan menatapku dengan senyum yang sangat tulus walaupun matanya tampak sedih.
"Aku tidak bisa memaksamu. Kau memang mencintainya, jadi aku harus apa?"
"Bomi–"
"Hentikan Baekhyun. Jangan membuatku menjadi orang jahat disini. Bukan aku yang harus memutuskan," Bomi tersenyum lemah,"Tapi kau."
"Tapi aku tidak tau harus bagaimana. Aku tidak bisa memilih."
"Hidup adalah pilihan, Baekhyun. Semua orang harus memilih dalam hidupnya. Tanpa pilihan itu, maka masalah yang kita hadapi tak akan pernah berakhir. Aku memang membenci Chanyeol, tapi aku tak bisa memaksamu untuk meninggalkannya. Aku memilih untuk membiarkanmu pergi. Karena aku tau aku tidak pernah bisa mendapatkanmu sekeras apapun aku memaksa. Itu adalah hidupmu, bukan orang lain." Rasa hangat menjalar dihatiku hingga rasanya beban dipundakku telah diangkat. Aku merasa begitu ringan.
"Maafkan aku, Bomi. Tapi, jika kau benar-benar ingin aku–"
"Berhentilah mengoceh, dasar bayi besar." Bomi terkekeh, walaupun kusadari suaranya bergetar. Aku ingin menyangkalnya, aku ingin Bomi menahanku. Tapi setelah apa yang dia katakan, aku menyadari bahwa apa yang dikatakan Bomi memang benar. Ini adalah hidupku, jadi akulah yang harus memutuskan. Mengambil resiko dan berakhir bahagia, atau berbalik dan berakhir dengan luka.
"Terimakasih Bomi. Kau sahabat terbaikku." Aku memeluknya begitu erat dan kami tertawa. Sebelum dia menjitak dahiku dan kembali menjadi Bomi-ku, sahabatku yang cerewetnya minta ampun.
"Cepat ganti baju dan bersihkan dirimu. Wajahmu seperti sapi yang habis melahirkan. Setelah itu ayo kita berangkat. Aku punya rencana."
.
.
.
Kedua tangan Chanyeol bertumpu pada wastafel yang seputih porselen. Bayangannya dikaca manampakkan Chanyeol yang begitu letih. Sedetik kemudian, Chanyeol membasuh wajahnya dengan air dingin, menikmati sensasi ketika air itu menghujam pori-porinya. Sekarang apalagi? Apa maksud ekspresi Baekhyun tadi? Apa laki-laki itu ingin mengatakan bahwa ia sudah bahagia dengan Bomi dan sudah melupakan Chanyeol sepenuhnya? Chanyeol benar-benar letih. Selama delapan tahun harus menahan semuanya dan mengeraskan hatinya hingga menjadi batu. Chanyeol tidak tahan dengan semua ini. Berapa lama lagi Chanyeol harus menyakiti dirinya sendiri?
"Maafkan aku." Chanyeol terperanjat ketika suara itu terdengar begitu jelas dari balik punggungnya. Ia mengangkat wajah dan menemukan pantulan Baekhyun berdiri disana. Didepan salah satu bilik toilet di belakang Chanyeol.
"Setelah semua yang terjadi. Aku menyadari bahwa aku terlalu kekanak-kanakan." Baekhyun terkekeh.
"Padahal kebahagiaan sangat mudah aku dapatkan, tapi aku terlalu takut untuk memilih. Hampir saja aku membiarkan semuanya berakhir lagi." Baekhyun tersenyum begitu lebar. Chanyeol masih mencerna apa yang baru saja dikatakan Baekhyun.
Chanyeol berbalik dan menatap Baekhyun tepat dimatanya. Dimana pendar hangat itu menatapnya balik,"Apa maksudmu?"
"Maafkan aku Chanyeol. Seharusnya kau yang marah. Setelah semua yang Yoora Noona dan Taeyeon Ajhumma ceritakan –"
" –Tunggu. Apa hubungannya ini dengan Noona dan Eommaku? Apa mungkin," Alis Chanyeol bertaut,"Apa mereka menemuimu?"
"Iya. Setelah itu aku–"
"–Astaga. Mereka bahkan tak menceritakan apa-apa. Maafkan aku Baekhyun, aku tau kau merasa begitu terganggu. Aku akan memperingatkan mereka nanti. Mereka memang–"
"–Aku baik-baik saja. Jangan halangi mereka untuk menemuiku. Merekalah yang telah membuatku sadar–"
"–Aku benar-benar minta maaf. Aku akan memperingatkan mereka nanti. Apa mereka mengatakan hal-hal aneh yang tidak pantas? Apa mereka memarahimu atau–" Ucapan Chanyeol terhenti ketika seusuatu yang lembut dan basah menempel dibibirnya. Chanyeol mematung. Baekhyun menciumnya? Apa ini hanya mimpi? Kalau ini memang mimpi, Chanyeol memohon agar dia tidak pernah terbangun.
Baekhyun menarik dirinya, masih dengan senyum yang sama,"Berhentilah mengoceh. Sekarang biarkan aku yang berbicara." Chanyeol masih mematung, bahkan ketika Baekhyun mulai menjelaskan semuanya.
"Aku sudah mengerti. Aku tau semuanya. Aku tau kenapa kau meninggalkanku, aku tau kenapa kau mengatakan hal-hal yang menyakitkan. Itu bukan salahmu Chanyeol, itu bukan salahmu." Baekhyun tersenyum. Kehangatannya persis seperti matahari senja. Chanyeol tidak bisa menahan diri untuk tersenyum juga. Ini benar-benar seperti mimpi. Kemarin sore, ia masih melihat Baekhyun yang begitu membencinya. Tapi malam ini, apa yang ia lihat justru berubah sseratus delapan puluh derajat.
"Kau tidak harus menyimpan semuanya sendiri. Kita bisa melakukannya bersama. Cinta akan membuat kita lebih kuat, Chanyeol."
"Baekhyun, katakan jika ini bukan mimpi." Baekhyun terkekeh sambil menggeleng.
"Apa aku harus menciummu lagi untuk menyadarkanmu bahwa ini nyata? Aku benar-benar menyesal. Mungkin kau sudah membenciku sekarang, jadi aku akan menerima jika kau–" Chanyeol memotong ucapan Baekhyun dengan menarik pemuda itu dalam ciuman yang dalam. Chanyeol melumat bibir Baekhyun teramat lembut hingga Baekhyun merasa tubuhnya begitu ringan. Tangan Baekhyun terangkat dan menggantung dileher Chanyeol, sedang Chanyeol memeluk pinggang Baekhyun dengan erat. Seolah jika pegangan itu lepas maka tak ada matahari lagi bagi mereka.
Satu menit mereka berciuman, Chanyeol menarik diri. Ia menatap netra Baekhyun dengan mata berbinar, menempelkan dahi mereka hingga hidung mereka nyaris bersentuhan.
"Aku mencintaimu." Kata Chanyeol. Pernyataan cinta yang pasaran, tapi Baekhyun tau, Chanyeol benar-benar bersungguh-sungguh.
"Aku juga mencintaimu."
"Jadi, mau menghabiskan Malam Natal bersama?"
.
.
.
Baekhyun menutup pintu mobil Chanyeol dengan tergesa. Setelah mengendap-endap agar tak ketahuan Eunji, mereka nyaris saja menabrak pelayan yang sedang membawa piring. Bersyukur pada Tuhan, Baekhyun menghembuskan napas lega. Tanpa sadar mereka menghela napas secara bersama-sama. Chanyeol menoleh dengan salah satu alis terangkat. Detik selanjutnya mereka berdua tertawa. Begitu lepas. Seperti masalalu.
"Jadi, ceritakan padaku. Darimana kau tau aku dan Eunji akan makan malam di hotel ini?" Tanya Chanyeol. Baekhyun mencebikkan bibirnya sebelum menjawab.
"Yoora Noona,"Kata Baekhyun,"Dia yang memberitahuku." Alis Baekhyun bertaut, apa dia harus mengatakan soal minuman Chanyeol yang dibubuhi obat perangsang oleh Eunji? Hal itu pasti akan membuat harga diri Eunji terluka. Baekhyun bimbang, lalu perkataan Yoora menggema dalam benaknya.
Eunji adalah gadis baik. Dia sudah seperti adikku.
Melihat Baekhyun yang termenung dan asik dalam dunianya sendiri, Chanyeol mengernyit heran."Ada apa, Baek?"
"Ah, aku.. tidak apa."Jawab Baekhyun sambil memasang senyum tipis.
"Kau yakin?"
"Ya," Kata Baekhyun,"Maksudku, tentu saja." Chanyeol mengangguk-angguk mengerti. Baekhyun bersyukur Chanyeol tidak bertanya lebih jauh. Setelah semua yang terjadi, Baekhyun memutuskan tidak akan memberitahu Chanyeol tentang masalah yang sebenarnya.
"Kau bilang tadi ini rencana Bomi?" Tanya Chanyeol.
"Eh? Iya. Ini rencana Bomi." Jawab Baekhyun tanpa mengalihkan pandangannya dari kakinya yang terbalut celana jins santai.
"Kau yakin kau baik-baik saja, Baek? Sepertinya ada yang kau pikirkan." Tukas Chanyeol sambil mengamati wajah Baekhyun yang tertunduk.
"Tidak. Aku baik. Hanya sedikit pusing." Baekhyun memberikan senyum terbaik yang dia punya.
"Kau belum menjelaskan bagaimana Bomi bisa membantumu? Bukankah dia sangat membenciku?" Chanyeol menunjuk wajahnya sendiri dengan ibu jari. Ekspresi Chanyeol yang lucu membuat Baekhyun tertawa.
"Sebenarnya, Ya. Dia memang membencimu. Tapi dia melakukan ini karena dia tau kalau sampai kapanpun aku tak bisa menjadi miliknya." Jelas Baekhyun.
Mata Chanyeol menyipit,"Jadi kau pernah mencintainya atau tidak?"
Baekhyun terkekeh. Mengerjai Chanyeol sedikit mungkin menyenangkan, jadi ia menjawab."Ya, tentu saja aku mencintainya. Dia selalu ada untukku."
Chanyeol mendengus kesal, tangannya terkepal erat. Dalam hati Baekhyun terkekeh.
"Kapan?"
Alis Baekhyun bertaut,"Eh?"
"Kapan kau mulai mencintainya?" Nada Chanyeol naik satu tingkat dan sorakan Baekhyun dalam hati semakin bertambah.
"Itu, sejak aku SMA." Jawab Baekhyun asal.
Chanyeol menggeram,"Aku tidak bercanda, Baek."
"Aku juga tidak bercanda." Baekhyun mengangkat bahunya.
"Ya, ya. Kalau kau mencintainya kenapa kau tidak menemuinya sekarang? Kenapa malah disini bersamaku?" Tanya Chanyeol sewot. Baekhyun terkekeh. Entah mengapa Chanyeol nampak begitu menggemaskan.
"Ya, aku memang mencintainya. Tapi sebagai sahabat. Cintaku untukmu dan cintaku untuknya itu berbeda. Aku jauh lebih mencintaimu." Kata Baekhyun. Senyum Chanyeol mengembang begitu lebar.
"Jangan membuatku memiliki alasan untuk menciummu." Ucapnya. Baekhyun hanya tersenyum.
"Tanpa alasan pun, aku memang milikmu. Jadi, kapan kita berangkat?" sungut Baekhyun tak sabaran. Chanyeol terkekeh dan mengacak rambutnya gemas. Bsekhyun berdecak sebal sambil mengoceh tentang tatanan rambutnya yang rusak.
"Baiklah, kita berangkat. Tapi bagaimana dengan Eunji?" Tanya Chanyeol.
Baekhyun tersenyum lebar,"Bomi akan mengurusnya."
Dan mobilpun melaju ditengah dinginnya salju yang memecah udara. Siapapun pasti merasakan dingin. Terkecuali mereka yang sedang menikmati waktu bersama orang yang dicintai.
.
.
.
Eunji meneguk kopinya hingga kandas. Menyumpah-nyumpah dalam hati karena rencana briliannya yang gagal total. Ditambah lagi tunangannya yang menghilang dua puluh menit lalu. Chanyeol beralasan bergi ke kamar mandi. Tapi dari selang waktu yang terlewat, Eunji bertanya-tanya apa toiletnya ada di Alaska?
Bomi bersidekap sambil memainkan ponselnya di tangan. Menunggu Baekhyun mengirim pesan bahwa ia sudah keluar dari dalam hotel dengan selamat. Sesuai rencana. Lalu, dengan mimik terkejut dan pekikan yang cukup keras, perhatian Eunji tersita hingga gadis itu menatap Bomi dengan sebelah alis terangkat.
"Eunji." Kata Bomi, memasang ekspresi semeyakinkan mungkin.
"Ada apa?" Tanya Eunji sambil bertopang dagu.
"Baekhyun memberitahuku bahwa Chanyeol sakit perut dan Baekhyun mengantarnya ke rumah sakit." Jelas Bomi. Jantungnya berdegup kencang mengamati perubahan ekspresi diwajah Eunji. Bomi berharap Eunji percaya terhadap apa yang ia katakan.
"Apa? Kenapa dia tidak mengatakan kepadaku?" Titah Eunji dengan kedua alis menukik.
Bomi berakting mengetik sms diponselnya(walaupun membuka aplikasi pesan pun tidak sama sekali).
"Baekhyun bilang ponsel Chanyeol kehabisan baterai dan Chanyeol harus segera mendapat penanganan medis. Jadi Chanyeol meminta Baekhyun untuk mengantarnya." Dalam detik-detik seperti ini, Bomi benar-benar bersyukur karena ia pernah bercita-cita sebagai seorang aktris. Sekarang dengan pengalaman ini, Bomi semakin yakin bahwa ia mempunyai bakat terpendam sebagai bintang film.
"Di rumah sakit mana?" Kata Eunji,"Tanyakan pada Baekhyun mereka ada di rumah sakit mana."
Bomi mengangguk-angguk mengerti,"Baiklah." Lalu berakting mengetik sms lagi padahal ia hanya menggeser-geser layar ponselnya.
Satu menit keheningan menari-nari diatas udara kosong, sampai Bomi berucap."Tidak terkirim. Sepertinya sinyalnya terganggu."
Eunji berdecak kesal,"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Bomi tampak berpikir, walaupun itu hanya akting karena semuanya telah direncanakan."Sebaiknya kita pulang. Kalau kau tidak keberatan, maukan kau mengantarku?"
Eunji menghela napas kesal, sebagian dari diri Bomi jadi kasihan dengan gadis ini. Tapi sebagian lagi lebih merasa kasihan pada Baekhyun.
Akhirnya Eunji memutuskan,"Baiklah."
.
.
.
Ini seperti mimpi yang selalu Baekhyun damba-dambakan, berdiri diatas Namsan Tower sambil memasang gembok cinta bersama orang yang paling dia cintai. Dulu Baekhyun selalu bertanya-tanya kenapa orang yang jatuh cinta itu mengkhayalkan banyak sekali hal yang mengimpikannya untuk menjadi nyata, tapi kini ia tau apa sebab dari khayalan itu. karena apa yang dia lakukan kini lebih sempurna dan lebih membahagiakan dibanding hanya berangan.
Baekhyun merasakan buku-buku jarinya memutih karena menggenggam pagar besi terlalu erat, tapi entah kenapa itu tidak merasuk dalam otaknya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana kebahagiaannya bisa menguar sebegitu besar hingga rasanya Baekhyun mau menari-nari saja. Baekhyun merasakan jemari Chanyeol yang hangat merambat dan menggamit diantara sela-sela jarinya. Baekhyun menatap genggaman tangan itu sambil tersenyum lebar.
"Pas sekali." Komentar Chanyeol. Baekhyun mendongak untuk menatap kekasihnya masih dengan senyum yang sama. Helai rambut Chanyeol berhias keping salju tipis.
"Kau benar. Mungkin, kita memang ditakdirkan untuk bersama." Kata Baekhyun. Chanyeol menjawabnya dengan senyum lebar.
"Kini aku merasa lengkap. Ada kau, dan ada kita." Tukas Chanyeol sambil menarik tangan Baekhyun dan mengecup punggung tangannya. Baekhyun sontak memerah.
"Ya. Setelah ini kita bisa menikah dan hidup bahagia selamanya." Baekhyun hampir menangis setelah semua yang terjadi. Chanyeol mengelus pucuk surainya yang berwarna coklat madu.
"Hmm, dan kita akan membangun rumah tangga, tinggal di apartemen dilantai yang tinggi yang memiliki taman, dimana kau akan menanam dan merawat bungamu. Lalu kita akan mengadopsi anak. Aku akan bekerja dan kau akan mengantarnya ke sekolah." Baekhyun tidak bisa menahan air matanya lagi. Membayangkan semua itu membuat mimpi-mimpinya terbangun dan ia kembali memendam harapan begitu besar.
"Kau benar," kata Baekhyun sambil mengusap matanya,"kita akan hidup bahagia. Menjauh dari dunia kejam yang mencoba memisahkan kita. Kita akan hidup ditempat dimana cinta dihargai, tidak memandang jenis kelamin maupun status sosial. Karena cinta yang sesungguhnya memang tidak bisa melihat. Seperti aku mencintaimu, walaupun suatu ketika aku kehilangan penglihatan, tapi hatiku akan selalu mengarah padamu."
Chanyeol tersenyum, menarik Baekhyun dalam balutan lengannya yang kokoh. Berulangkali mengecup surainya yang sehalus sutra.
"Ya, kita akan melakukan itu semua. Tapi, pertama-tama berjanjilah kau tidak akan pernah meninggalkanku lagi." Ujar Chanyeol. Dalam dekapannya, senyum Baekhyun mengembang.
"Berjanjilah kau tidak akan memilih pilihan yang membuat kita terpisah lagi." Tukasnya.
Chanyeol mengecup pucuk surai Baekhyun sambil memejamkan mata, menikmati sensasi mendebarkan dan kebahagiaan yang meletup-letup dalam dadanya."Hmm, aku berjanji." Dan mereka pun berpelukan. Sendiri, ditengah hujan salju yang merambat membasahi bumi.
.
.
.
Chanyeol menjelajah seluruh pakaian yang tergantung dengan matanya. Sesekali menarik kaos dari gantungan untuk mengamati. Baekhyun terus mengekor sambil mengoceh perihal Chanyeol harus memilih kaos warna biru atau lelaki itu akan menggetok kepalanya dengan sprayer. Chanyeol hanya angkat bahu sambil terkekeh sesekali mendengar penuturan kekasihnya yang luar biasa konyol.
"Chanyeol, kau mendengarku apa tidak sih?" rengek Baekhyun sambil menepuk bahu Chanyeol yang lebih tinggi darinya. Chanyeol menoleh sambil tersenyum lebar, lalu ia mengacak surai kekasihnya dengan gemas.
"Iya, sayang. Aku mendengarmu." Rasa panas menjalar pada syaraf Baekhyun hingga sampai ke tulang pipinya.
Baekhyun menunjuk salah satu kaos couple yang dipajang sambil tersenyum girang,"Sepertinya yang itu bagus."
"Kau mau yang itu?" Ujar Chanyeol tak percaya menatap biru putih polos dengan gambar hati terbelah bertuliskan 'I LOVE YOU'. Menurut Chanyeol, itu sangat menjijikkan.
"Yep," Baekhyun mengangguk mantap,"Sejauh ini, hanya kaos itu yang dapat menarik perhatianku."
"Astaga, apa kau tidak berpikir itu terlalu girly?" Baekhyun mendengus sebal. Kekasihnya itu menatap Chanyeol dengan pipi menggembung seperti ikan buntal yang sedang kembung.
"Kau menyuruhku memilih, tapi ujung-unjungnya kau melarangku. Terserah kau saja lah." Baekhyun merajuk, bersidekap dan menatap kearah lain.
Chanyeol tersenyum dan mengusak rambutnya,"Baiklah kalau itu yang Baekhyun kita inginkan. Aku akan membelinya." Setelah mengatakan yang diakhiri sorakan Baekhyun, Chanyeol membayar kaos yang Baekhyun inginkan di kasir. Mereka mencari toilet umum disepanjang jalan untuk berganti baju. Chanyeol memutuskan lebih baik kencan dengan menggunakan kaki daripada mengendarai mobil. Sementara Baekhyun terus mengoceh kalau suasana sangat dingin tapi ia merasa hangat karena ada Chanyeol(Chanyeol tersenyum ketika Baekhyun mengatakannya).
"Aku tidak pernah menduga ini bisa terjadi lagi." Kata Chanyeol ketika mereka tiba dibawah pohon-pohon maple yang rindang dimana daunnya telah meranggas digantikan gumpalan salju putih. Baekhyun mendongak dengan senyum melebar.
"Aku selalu membujuk diriku selama bertahun-tahun, mencoba melupakan mimpi-mimpi yang nampak mustahil. Dan ketika aku meraihnya, itu terasa aneh karena rasanya seperti beban duniaku terangkat semua." Ujar Baekhyun sambil menerawang salju tipis yang menyelimuti jalan perpaving dimana mereka berpijak. Baekhyun bertanya-tanya kenapa ia merasa begitu ringan sekarang.
"Aku benar benar mencintaimu, kau tau? Tapi orang lain selalu menatap kita dengan cara yang berbeda." Ucap Chanyeol. Baekhyun mengikuti arah pandang pria itu dan menemukan segumulan gadis remaja yang menatap mereka sambil berbisik-bisik. Mungkin sedang membicarakan perihal sepasang lelaki yang bergandengan dengan mesra dimalam Natal dalam hujan salju, memakai kaos couple pula.
"Aku tidak peduli tentang itu,"Chanyeol melanjutkan,"kau ingat saat kita di Lotte World delapan tahun lalu? Kita selalu memikirkan bagaimana orang memandang kita hingga tidak sadar bahwa kita sendiri yang akan tersakiti."
"Mereka menganggap cinta kita salah. Bagi mereka, cinta itu adalah perasaan lebih yang terjadi dalam benak seorang pria dan wanita. Sangat kontras, dan mereka hanya berpendapat sesempit itu." Jelas Baekhyun.
"Tapi bagi kita, cinta tidak seperti itu. bagi kita, cinta bukan hanya sebatas perasaan antara pria dan wanita, bukan. Cinta adalah perasaan yang hadir dalam masing-masing benak manusia, tidak ditentukan gender. Sesederhana itu, tapi mereka selalu melihat seolah apa yang kita lakukan adalah kriminal." Lanjut Baekhyun. Chanyeol terkekeh walau kekehan itu terdengar menyakitkan sampai Baekhyun bertanya-tanya apakah tenggorokan kekasihnya sedang sakit?
"Semua penjabaranmu tentang cinta, itu memang benar. Cinta kita memang sebuah kesalahan," Chanyeol menghentikan langkahnya, membawa wajah Baekhyun untuk mendongak dan bertatapan tepat dimata,"Tapi biarkan aku melakukan kesalahan ini sampai aku merasa bahwa ini sebuah kebenaran."
"Tidak ada yang salah dalam cinta kita," Baekhyun tersenyum,"Hanya dunia yang salah karena telah menentang kebahagiaan kita." Baekhyun mengangguk mantap, menarik tengkuk Chanyeol lebih dulu dan mempertemukan bibir mereka, membiarkan seluruh orang memandang mereka dengan tatapan menjijikkan, membiarkan dunia mencemooh, membiarkan dunia menentang dan menjauhi mereka. Karena bagaimanapun, apa salahnya jika mereka bahagia?
.
.
.
Baekhyun memilin unjung T-Shirt nya dengan gugup. Pasalnya, ini adalah yang pertama sejak delapan tahun lalu Baekhyun datang kesini, ke apartemen kekasihnya yang ada di jantung kota Seoul. Baekhyun masih mengingat dengan jelas malam itu. Membuat luka lamanya kembali hingga hatinya terasa dingin.
Setelah sempat berkeliling kota, Chanyeol mengusulkan agar Baekhyun menginap di apartemennya malam ini untuk menghias pohon Natal bersama. Awalnya Baekhyun menolak karena takut kejadian yang lalu terulang, tapi ketika Chanyeol menyebut-nyebut soal Yoora yang akan ikut, Baekhyun langsung mengangguk mantap hingga membuat Chanyeol merengut seperti bayi.
Dan disinilah Baekhyun sekarang, duduk di sofa sambil menunduk dan memilin ujung T-Shirtnya seperti anak kecil yang baru saja jatuh saat pertama kali belajar sepeda. Chanyeol sedang menghubungi Yoora dan memesan hiasan pohon Natal serta beberapa camilan. Baekhyun hanya terlalu takut untuk mengamati setiap detailnya apartemen. Walau nyatanya Chanyeol sudah memberikan ijin.
Baekhyun bertanya-tanya seberaa sering Eunji kemari, apa setiap hari atau seminggu tiga kali? Apa mereka pernah makan dan menonton TV bersama? Dan yang lebih buruk, apa Eunji pernah menginap disini? Setelah semua yang Baekhyun ketahui, bukan tidak mungkin Eunji pernah bermalam di apatemen kekasihnya. Karena kekasihnya sendiri pernah menginap di apartemen gadis itu. Dan setelah ribuan pertanyaan tersangkut dibenak Baekhyun, ia tersenyum getir ketika menyadari bahwa disini ia adalah kekasih Chanyeol sedang Runji adalah tunangan Chanyeol. Sangat aneh bukan?
Baekhyun berharap keputusannya ini benar dan bisa membawanya ke pintu kebahagiaan. Karena jika semuanya berantakan kembali, Baekhyun ragu apakah ia masih bisa bernapas sampai detik itu?
"Baek, apa kau mau pizza?" Baekhyun terlonjak ketika wajah Chanyeol tepat berada didepannya. Mungkin ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri hingga tak menyadari kehadiran pria itu.
"Umm? Ya, aku.. aku." Baekhyun tergagap.
"Ada apa, Baek? Apa ada sesuatu? Apa kau ingin makan yang lain?" Tanya Chanyeol.
Baekhyun menggeleng dan mengulas senyum tak yakin,"Terserah kau saja."
"Baiklah, aku akan memesn pizza. Oh ya, Yoora Noona sepertinya tidak bisa datang." Kata Chanyeol sambil mengambil duduk disamping Baekhyun.
"Kenapa?"
"Jalanan macet. Kau tau kan, ini Malam Natal." Tukas Chanyeol. Baekhyun tersenyum kecut, bagaimanapun ia mengharap kehadiran Yoora. Mungkin dengan adanya gadis itu, ia tidak perlu merasa begitu canggung.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Chanyeol mengelus tangan Baekhyun. Membuat Baekhyun tersenyum lebar.
"Tidak. Aku hanya bertanya-tanya, seberapa sering tunangan kekasihku kemari." Titah Baekhyun. Kedua alis Chanyeol kontan menukik.
"Pemikiran macam apa? Eunji bahkan sangat jarang kemari. Kalau ada yang penting saja." Jawab Chanyeol sambil menggapai remote televisi.
"Ada yang lain. Aku memikirkan seberapa sering Chanyeol-ku menghabiskan malam Natal bersama tunangannya? Apa setiap tahun mereka selalu menghias pohon Natal dan makan malam bersama? Apa dia dan tunangannya juga melakukan apa yang aku dan kau lakukan hari ini? Apa dia juga menggandeng tangan tunangannya sambil melangkah disepanjang jalan bersalju?" Kata Baekhyun. netranya jatuh pada lantai yang putih bersih. Keheningan menari-nari diantara mereka, selama beberapa saat hanya tersengar siaran televisi yang menampilkan tentang legenda Sinterklas.
"Hentikan,"kata Chanyeol,"jangan memikirkan hal-hal yang membuatmu sakit. Hanya nikmati apa yang terjadi saat ini. Semuanya sudah berakhir. Setelah ini hanya ada kita berdua. Kita akan memulai dari awal. Buang masalalu yang menyakitkan itu. Karena masih ada masa depan yang bisa kita wujudkan. Meskipun aku sering makan malam dengannya, tapi bagiku aku sedang makan malam dengan Baekhyun. meskipun aku sering berkencan dengannya, tapi bagiku aku hanya berkencan dengan Baekhyun, kau harus mengerti. Setelah semua yang terjadi, aku harap kau akan tetap disampingku." Baekhyun merasakan matanya berair, apa yang Chanyeol katakan membuatnya merasa diagungkan.
Sudut bibirnya tertarik hingga membentuk senyuman termanis yang ia miliki,"Kau akan mendapatkannya. Aku akan tetap disampingmu." Dan menjatuhkan diri dalam pelukan Chanyeol yang sehangat api unggun.
Selama beberapa saat, hanya ada keheningan diantara mereka. Chanyeol menepuk-nepuk bahu Baekhyun, dan tangan Baekhyun melingkar dipinggang Chanyeol. Setelah semua yang terjadi, Baekhyun masih tidak bisa mempercayai ini. Bulan lalu, Chanyeol masih menjadi orang yang paling Baekhyun benci. Tapi hanya dalam waktu sebulan, dunianya jungkir balik. Fakta yang tak pernah ia duga membuat Baekhyun sempat terperanjat. Kini Baekhyun yakin, bahwa keputusannya untuk datang malam ini adalah hal yang benar.
Suara bel yang ditekan membuat Baekhyun kehilangan kehangatan Chanyeol untuk sesaat. Sampai Chanyeol kembali dengan membawa keranjang berisi berbagai hiasan Natal yang berkilauan dengan berbagai macam warna. Mata Baekhyun berbinar-binar. Selama tahun-tahun terakhir, ia tidak pernah mendekorasi pohon Natalnya sendiri.
Chanyeol menggoyangkan keranjang yang berisi hiasan Natal ditangannya,"Jadi. Mau bersenang-senang bersamaku?"
Malam itu, Baekhyun merasa lengkap kembali. Tidak pernah merasa sebegitu baik selama bertahun-tahun. Dengan adanya Chanyeol, dan dengan adanya mimpi-mimpi yang membawanya pada harapan, membuat Baekhyun dilingkupi dinding kebahagiaan. Seperti bagaimana Chanyeol mendekapnya dibalik selimut tebal dan membawanya mengarungi mimpi.
.
.
.
Baekhyun merasa wajahnya diterpa sinar hangat ketika ia terbangun. Gorden telah disibak membuat matahari memandikannya dengan sinar secara bebas ditempat setinggi ini. Baekhyun bangkit untuk duduk dan tidak menemukan Chanyeol disampingnya. Baekhyun jadi bertanya-tanya kemana kekasihnya itu pergi?
Dengan malas sambil menguap lebar, Baekhyun melangkah keluar kamar. Saat ia tiba di ruang televisi, yang pertama kali ia lihat adalah pohon Natal dengan lampu kerlap-kerlip serta pita bercahaya merah, hijau dan ungu, yang telah ia hias dengan Chanyeol semalam. Dibawah pohon itu, Baekhyun mendapati secarik kertas berwarna kuning pudar dengan coretan tinta. Baekhyun mendekat dan menggapainya. Menemukan tulisan 'IKUTI BENANGNYA DAN TEMUKAN AKU'. Sepertinya Chanyeol menulisnya dengan tergesa-gesa terbukti dari tintanya yang meluber dibeberapa tempat.
"Apa yang sebenarnya dia lakukan?" Gerutu Baekhyun sambil menggapai sebuah benang wol berwarna merah terang. Ia memegang benang itu dengan tangan kanannya dan mulai mengikuti kemana arus benang membawanya.
Langkah Baekhyun terhenti ketika benang itu dimasukkan dalam sebuah kotak yang tertempel didinding. Kotak ini nampak seperti kotak pos yang sering Baekhyun jumpai disepanjang perumahan. Baekhyun memutar kuncinya dan menemukan sekotak susu stroberi yang sering ia minum ketika akan berangkat ke sekolah dulu. Baekhyun membawanya disalah satu tangan sambil tersenyum.
"Ternyata kau masih ingat." Dan ia kembali melanjutkan untaian benang yang mengular dilantai. Baekhyun mengernyit ketika benang itu mengarah dibawah lemari yang berisi perabotan antik serta beberapa guci mahal milik Chanyeol. Baekhyun memutar bola matanya malas, sebelum berjongkok dan menengok ke bawah lemari.
Baekhyun menemukan sebuah kotak berwarna biru berukuran dua puluh kali dua puluh centimeter. Ia meletakkan susu yang belum sempat ia minum dan mulai membukanya. Selama beberapa saat, Baekhyun mematung. Ia mengangkat sebuah syal berwarna biru tua. Syal itu jelek sekali, dibeberapa bagian benangnya tidak dirajut dengan benar hingga bentuknya semakin panjang semakin melebar. Baekhyun merentangkan syal itu dilantai, membaca sebuah ukiran disepanjang syal. Itu adalah namanya.
Baekhyun teringat tentang syal yang ia buat untuk Chanyeol saat pria itu berulangtahun beberapa tahun yang lalu. Apa Chanyeol masih menyimpannya? Baekhyun tersenyum sedih. Ketika ia akan menyelipkan kotak itu diantara kolong meja didepan sofa, Baekhyun baru menyadari bahwa sebuah surat diletakkan disana.
'6 Mei 2009.
Hai Baekhyun. selamat ulangtahun. Aku harap kau suka dengan hadiah yang kubuatkan. Aku membuatnya sama persis seperti syal yang kau buatkan untukku sebagai hadiah ulangtahun. Jelek ya? Maaf, aku tidak pandai merajut. Tapi aku berharap kau mau memakainya saat musim dingin nanti. Yeah, walau aku tau ini masih musim semi.
Kau tau? Aku benar-benar merindukanmu. Aku berusaha sangat keras untuk meluangkan sebagian waktuku demi merajut syal ini. Aku sibuk karena Ujian Akhir dan aku baru sempat mengerjakannya ketika selesai belajar. Aku bahkan sampai tidur saat istirahat agar waktu tidur malamku bisa kugunakan untuk merajut.
Aku tau kau mungkin benar-benar kecewa karena syal ini begitu jelek. Maaf, tapi aku berharap kita bisa memakai syal yang sama pada Malam Natal nanti. Aku begitu merindukanmu. Setelah semua yang kulakukan, aku menyadari aku begitu bodoh. Sepanjang hari aku selalu memikirkanmu dan mencarimu kemana-mana. Tapi kau seperti menghilang ditelan bumi. Aku ingin memperbaiki semuanya, aku ingin menjelaskan hal-hal yang membuatku menyakitimu. Tapi sepertinya aku sudah benar-benar terlambat. Aku benar-benar minta maaf.
Selamat ulangtahun my sweet Baekki.
Love sign.
Chanyeol.'
Tangan Baekhyun gemetar ketika semua larik sudah habis ia baca. Matanya basah. Surat ini dibuat pada tahun 2009, dimana Baekhyun melewati hari ulangtahunnya diumur yang ke 19, terbukti dari lembar kertasnya yang sudah rapuh dimakan usia. Pundaknya jatuh, Baekhyun menyadari betapa Chanyeol mencintainya hingga ia berusaha begitu keras untuk membuat syal dan belajar merajut. Chanyeol adalah orang yang selalu memandang segala hal dengan rasional yang sama sekali tidak tertarik dengan seni. Tapi apa yang dilakukan Chanyeol untuk Baekhyun membuatnya begitu tersentuh.
Baekhyun mengusap matanya yang basah dan mengalungkan syal hadiah ulangtahunnya yang kesembilan belas dileher. Ia mengikuti benang yang telah ia lupakan beberapa saat terakhir. Langkah Baekhyun kembali terhenti ketika untaian benang menyelip dibawah meja yang ditutupi oleh kain menjuntai hingga mencium lantai. Baekhyun menyibak kain itu dan menemukan sebuah kotak berukuran lebih kecil. Sekitar sepuluh centimeter persegi mungkin.
Baekhyun membukanya dan menemukan sebuah kotak musik. Baekhyun membuka kotak musik itu dan menemukan sebuah bunga berbentuk hati mainan yang berputar-putar diiringi musik seperti di gereja-gereja. Baekhyun sangat menyukai kotak musik ini. Selain melodiya yang menenangakan, juga karena bunga Bleeding Heart mainan yang bertengger dijantung kotak musik. Baekhyun menutup kotak musik itu dan mulai membuka sebuah surat yang terletak didasar kotak.
'6 Mei 2010.
1 2 3! Saengil chukka hamnida uri Baekhyunnie! Apa kabarmu, Baek? Selamat ulangtahun yang kedua puluh. Aku memberikan hadiah sederhana yang telah aku pesan dari toko musik. Aku tau kau menyukai musik dan juga bunga. Jadi, aku harap kau suka.
Jika kau bertanya-tanya bagaimana keadaanku, kau tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja. Sekarang aku sudah masuk universitas dan menjadi mahasiswa tingkat satu. Aku selalu merindukanmu, apa kau juga?
Kau tau, aku benar-benar benci tugasku yang menumpuk hingga aku tidak bisa berkeliling kota lagi untuk mencarimu. Selama beberapa minggu terakhir, aku hanya berdiam diri dirumah dan mengerjakan tugas dengan giat. Aku selalu memikirkanmu. Aku harap kau baik-baik saja dan hidup dengan bahagia. Lebih baik lagi jika kau sudah melupakan bajingan sepertiku dan menemukan cintamu yang baru.
Kukira hanya ini yang dapat aku tulis. Aku benar-benar minta maaf karena membuat surat terlalu singkat, sekarang aku sedang ada dikelas dan aku mencuri-curi kesempatan untuk menulisnya. Aku harap kau suka hadiahku.
Happy Birthday my sweet Baekki!
Love sign.
Chanyeol'
Baekhyun tersenyum getir. Ia bertanya-tanya apa ini yang Chanyeol lakukan setiap tanggal enam Mei? Apa Chanyeol selalu menyiapkan hadiah yang pada akhirnya ia simpan sendiri dan tidak sampai ke tangan Baekhyun? Baekhyun ingin menjerit, memutar waktu ke masalalu dan mengatur agar dia tidak mengambil keputusan untuk tinggal dirumah kakeknya. Baekhyun merasa ia yang menjadi orang jahat disini. Membenci Chanyeol begitu dalam selagi pria itu terus berkeliling kota untuk menemukan keberadaannya. Baekhyun merasa malu, Baekhyun merasa tolol.
Setelah menenangkan dirinya beberapa saat, Baekhyun memutuskan untuk melanjutkan untaian benang yang harus ia ikuti. Baekhyun berharap benang itu langsung membawanya ketempat Chanyeol berada, hingga ia tidak menemukan kado-kado bodoh yang membuatnya marah pada diri sendiri. Tapi Chanyeol tak mengijinkan, karena nyatanya benang kembali terselip pada lemari yang tergantung didinding. Bentuknya mirip kotak P3K.
Sebuah kotak berwarna abu-abu cerah bertengger dengan manis didalam. Baekhyun menghela napasnya sebelum membuka. Didalamnya terpampang sebuah kertas dimana terukir sebuah gambar. Baekhyun mengamati dan ternyata itu adalah gambar dirinya, memakai baju SMA dengan sebuah bunga terselip dibalik telinganya. Gambar itu begitu indah hingga Baekhyun bertanya-tanya siapa yang telah repot-repot menorehkan pensil hingga menjadi dirinya yang seindah ini.
Jari Baekhyun tertarik untuk menggapai kertas kumal yang ada di dasar kotak, serta setangkai bunga mawar putih dari plastik.
'6 Mei 2011
Happy Birthday Byun Baekhyun! Selamat ulangtahun yang ke 21. Sekarang kau sudah bertambah dewasa dan aku yakin kau bertambah manis. Aku merindukanmu, memikirkanmu setiap hari dan membunuh waktuku dengan belajar giat. Maaf, karena aku sudah tidak pernah mencarimu lagi. Selama dua tahun lalu aku berusaha begitu keras untuk menemukanmu, tapi sekarang aku tau. Kau tidak disini lagi.
Aku selalu bertanya-tanya apa itu karena aku hingga kau meninggalkan ibukota? aku benar-benar merasa bersalah dan berharap kau kembali. Jika itu karena aku, akan lebih baik kalau kau menghukumku dengan cara memukuliku dan melampiaskan segalanya. Tapi jangan pergi, jangan menghilang dari sisiku. Karena itu merupakan hukuman terburuk yang pernah ada.
Aku masih mencintaimu. Aku harap kau juga begitu, walau mustahil. Setidaknya, kembalilah dan biarkan aku melihatmu. Menatapmu dari jauh menurutku sudah cukup, mengetahui bahwa kau hidup dengan baik dan tidur cukup sudah bisa membuatku tenang. Tapi kenapa kau malah menghilang? Aku begitu frustasi, tapi tak ada yang bisa kulakukan selain menyalahkan diriku sendiri.
Kau ingat pohon sakura yang dulu menjadi tempat pertemuan kita setiap pagi? Aku masih sering kesana. Sekarang tempat itu menjadi taman. Seseorang telah meletakkan kursi kayu panjang tepat dibawahnya. Aku selalu kesana setiap aku merindukanmu.
Baekhyun, apa mustahil jika aku berharap kita bisa kembali seperti dulu lagi? Hadiahku kali ini memang begitu jelek. Aku tidak bisa menggambar, tapi sudah berbulan-bulan aku belajar untuk membuat hadiah itu. apa kau suka? Kuharap iya. Karena jika tidak, aku akan begitu kecewa pada diriku sendiri.
Happy Birthday uri Baekhyunnie!
Love sign.
Chanyeol'
Jari Baekhyun yang kurus panjang meraba gambar yang telah Chanyeol buat dimana merupakan potret dirinya. Semua rasa kesedihan dan kekhawatirannya berdenyar dan lenyap dibawa angin. Hatinya malah merasakan sesuatu yang lain. Ia merasa tolol dan bodoh. Baekhyun bertanya-tanya bagaimana Chanyeol bisa bertahan dengan hidup seperti itu? itu bahkan lebih buruk daripada hidup Baekhyun sendiri. Semuanya terlalu aneh hingga Baekhyun tidak bisa menyangkal bahwa cinta Chanyeol padanya mungkin jauh lebih besar daripada cinta Baekhyun pada kekasih raksasanya itu.
Baekhyun menyimpan gambar itu kembali pada kotak. Dan melanjutkan acaranya sambil menebak apa kiranya yang akan ia temui selanjutnya? Kado di ulangtahunnya yang ke 22 mungkin?
Sampai Baekhyun tiba dimana kotak seukuran kardus sepatu diletakkan didasar lantai. Dibalut kertas kado berwarna coklat dengan garis-garis putih. Baekhyun memungut kotak itu dan mendapati sebuah buku tebal menyambutnya.
Baekhyun membuka buku itu dan menyadari bahwa itu adalah album foto. Pada lembar pertama, ada foto Baekhyun dari kejauhan yang sedang berdiri dibawah pohon sakura sambil menengok ke arah lain. Disitu ia nampak begitu pendek dengan rambut berponi. Baekhyun jadi bertanya-tanya apa penampilannya dulu terlihat sebodoh itu. Setelah mengamati foto itu begitu lama, akhirnya mata Baekhyun menengok kebawah dan mendapati sebuah note bertulis 'ajak dia kenalan atau cintamu tak kan pernah terbalas'. Baekhyun terkekeh ringan dan memutuskan untuk membuka lembar-lembar selanjutnya nanti. Ia harus segera menyelesaikan semua teka-teki Chanyeol dan menemukan kekasihnya itu.
Baekhyun menyimpan album foto pada kotak kardus, dan mulai melanjutkan untuk mencari hadiah selanjutnya. Terdapat sebuah kotak berukuran kotak teh dengan pita yang menjuntai melilit sepanjang garis tengah. Baekhyun menebak apa isinya. Tapi yang lebih penting sekarang adalah menemukan Chanyeol, jadi ia memutuskan untuk membuka itu nanti. Baekhyun terus berjalan melewati kotak-kotak tanpa membukanya. Sampai ia tiba disebuah pintu coklat dari kayu ek.
Baekhyun memutar kenop pintu, membukanya lebar dan mendapati Chanyeol berteriak keras.
"Selamat Natal Byun Baekhyun!" Dan melempar dengan konfeti-konfeti yang menurut Baekhyun sangat kekanakan.
Chanyeol berdiri dibalik meja makan sambil tersenyum lebar, kedua tangannya ia simpan disaku celana dan matanya berbinar-binar liar. Kumisnya telah dicukur habis dan ia nampak jauh lebih muda dari Chanyeol yang kemarin. Baekhyun terpaku, masih berdiri diambang pintu dengan syal biru tua yang melilit lehernya. Barulah saat itu Baekhyun sadar bahwa Chanyeol juga memakai syal biru buatan Baekhyun yang ia berikan sebagai hadiah untuk kekasihnya delapan tahun lalu.
"Apa kau benar-benar mencintaiku?" Suara Baekhyun bergetar. Tapi matanya berbinar cerah.
Dahi Chanyeol berkerut. Mungkin menyadari bahwa pertanyaan Baekhyun tidak rasional,"Menurutmu?" Tantang Chanyeol.
Baekhyun berlari dan melompat kedalam pelukan kekasihnya, hampir saja membuat Chanyol tumbang dan menubruk wastafel karena pelukan mautnya yang tiba-tiba.
"Tentu saja, bodoh,"kata Baekhyun,"aku tau kau begitu mencintaiku." Chanyeol terkekeh dan memeluk pinggang Baekhyun lebih erat sambil mengayunkannya kekanan dan ke kiri.
"Apa kau suka?" Tanya Chanyeol."Maksudku, semua hadiah itu. aku selalu membuatnya setiap tahun dan menyimpannya didalam lemari, berharap suatu saat nanti bisa sampai ditangan dimana seharusnya hadiah itu berada."
Baekhyun menarik Chanyeol semakin erat, tidak peduli bahwa ia merasa sesak karena itu."Ya, aku menyukainya. Maafkan aku."
"Untuk apa?"
"Karena telah menyalahkanmu padahal kau jauh lebih menderita disini." Gumam Baekhyun.
"Tidak, kita sama-sama menderita, dan itu adalah salahku karena keputusan bodoh yang membuat kita terpisah." Titah Chanyeol. Baekhyun menarik kepalanya walaupun tangannya masih bertahan dileher Chanyeol, menatap Chanyeol lekat dengan salah satu alis terangkat.
"Kau selalu menyalahkan dirimu sendiri seolah-olah kau adalah manusia yang paling bersalah. Kenapa Chanyeol-ku jadi begitu bodoh?" Kata Baekhyun sarkatis. Chanyeol melempar tatapan datar dan sengaja menguap begitu lebar tepat didepan wajah Baekhyun.
"Aish, jorok pula." Kata Baekhyun sambil menjauhkan diri. Ia mengalihkan matanya dan menatap meja makan yang sudah dihiasi makanan berupa nasi goreng yang warnanya merah kehitaman. Baekhyun bertanya-tanya apa saus yang Chanyeol gunakan kadaluwarsa atau dicampur dengan pasir?
"Apa ini?" Walau sudah tau, Baekhyun masih tetap bertanya. Ia menatap Chanyeol yang tersenyum begitu lebar yang mana malah nampak konyol.
"Sarapan untukmu, tentu saja." Jawab Chanyeol santai sambil berjalan dan menarik kursi –ala pelayan –untuk tempat Baekhyun duduk. Baekhyun memicingkan matanya sambil bersidekap.
"Aku ragu apa kau menambah arang didalamnya." Ucap Baekhyun. Chanyeol menghela napas kasar dan menarik tangan Baekhyun, memaksanya untuk duduk dikursi yang telah ia siapkan.
"Cicipilah dan aku yakin kau akan langsung makan dengan buas." Bisik Chanyeol ditelinga Baekhyun. Baekhyun memutar bola matanya malas.
"Kau menyamakanku dengan hewan?" Sungut Baekhyun sambil melempar tatapan tajam pada Chanyeol yang kini sudah duduk manis didepannya.
Chanyeol berdecak malas,"Karena aku mencintaimu, aku membuatkannya untukmu. Dan karena kau mencintaiku, kau harus memakannya untukku." Baekhyun mengangkat sebelah alisnya.
"Cheesy sekali. Bagaimana kalau kita makan bersama saja. Karena kau mencintaku, kau akan melakukannya untukku. Iya kan?" Baekhyun menaik-turunkan alisnya.
"Tidak." Tolak Chanyeol singkat. Baekhyun merengut.
"Kau harus mau atau akau akan membawanya pulang dan memakannya dengan Bomi." Ancam Baekhyun. Chanyeol menghela napas pasrah mendapati sikap Baekhyun yang kembali semula seperti Baekhyun yang dulu. Kekanakan dan menyebalkan.
"Baiklah, ambilkan aku sendok." Pinta Chanyeol. Mata Baekhyun berbinar-binar. Dengan riang, ia melompat-lompat dan mengambil sendok yang bertengger dibalik rak piring.
"Ini." Baekhyun mengulurkan sendoknya, tapi Chanyeol tidak merespon. Beberapa saat berlalu, sampai Chanyeol mengeluarkan tangan kirinya dari balik meja dan menggapai sendok ditangan Baekhyun. Alis Baekhyun bertaut mendapati tingkah kekasihnya yang begitu aneh. Apa tangannya habis digigit gorila?
"Apa yang terjadi dengan tangan kananmu?" Baekhyun menarik sendoknya kembali, membuat tangan kiri Chanyeol tetap bertahan diatas udara.
"Tidak terjadi apa-apa dengan tangan kananku. Tanganku masih utuh, tenang saja." Elak Chanyeol sambil bangkit dan mencoba menggapai sendok yang semakin dijauhkan Baekhyun dengan tangannya.
"Biar kulihat." Baekhyun bangkit dan menghampiri Chanyeol.
"Aku baik-baik saja." Tekan Chanyeol, tapi Baekhyun tetap bergeming dengan berdiri disampingnya smabil mengulurkan tangan. Selama beberapa saat Chaneyol menunggu Baekhyun menyerah, tapi percuma saja karena kekasihnya itu benar-benar keras kepala.
Chanyeol menghela napas kasar, menarik tangan kanannya dari balik meja dan mengulurkannya pada Baekhyun, yang segera mengamati jari-jari Chanyeol yang terluka dengan beberapa sayatan pisau yang mulai mengering, juga bekas luka kemarin yang belum sembuh benar. Baekhyun memekik.
"Apa kau mengiris jarimu sendiri? Katakan bahwa ini bukan karena kau mencoba untuk mengesankanku dengan memasak nasi goreng." Jeritnya melengking. Chanyeol hanya pasrah ketika Baekhyun membawanya menuju ruang televisi dan mengambil kotak P3K.
.
.
.
Baekhyun berencana akan pulang tepat jam sembilan pagi. Tapi Chanyeol terus mencekcokinya dengan omongan manis yang membuat jantungnya bergetar-getar dengan pipi semerah nasi goreng gosong buatan Chanyeol tadi pagi. Sejak Baekhyun membalut tangan Chanyeol, pria itu tidak henti-hentinya berkata bahwa ia sangat mencintai Baekhyun dan tidak ingin Baekhyun pergi, ingin Baekhyun menemaninya dan selalu mengobatinya ketika sakit. Semua itu membuat Baekhyun mual tapi tetap merona.
Matahari telah meninggi walau dikejauhan awan gelap nampak sedang menghampiri matahari yang bersinar terang. Susunan cahaya terang dengan langit biru membuat Baekhyun betah mengunci dirinya di balkon kamar Chanyeol. Menikmati semilir angin sepoi-sepoi yang membuat rambutnya menari-nari.
Chanyeol muncul dari balik pintu sambil membawa segelas jus jeruk, membuat mata Baekhyun berbinar. Pria itu menghampirinya dan mulai mengoceh tentang rencana kencan yang akan mereka lakukan malam ini.
"Aku mau nonton film."Kata Baekhyun. Chanyeol menggeleng tegas.
"Tidak, terlalu pasaran." Ujarnya. Baekhyun kembali berpikir.
"Ke pasar malam?"Sarannya. Chanyeol emnggeleng lagi.
"Tidak, terlalu ramai. Kita butuh yang sepi-sepi." Tegas Chanyeol. Baekhyun merengut karena semua sarannya ditolak. Sepertinya Chanyeol centimental dengan hal-hal yang ada hubungannya dengan pasar. Baik itu pasaran maupun pasar malam.
"Bagaimana kalau ke kuburan saja?" Tanya Baekhyun malas. Chanyeol terlonjak mendapati jawaban Baekhyun yang melenceng jauh.
"Kita tidak sedang menjenguk orang mati,"kata Chanyeol,"bagaimana kalau studio musik? Atau toko bungamu saja sudah cukup."
Baekhyun melempar tatapan datar,"Apa yang kau maksud adalah kita kencan sambil menjaga toko?"
"Itu akan jadi pengalaman yang berkesan. Orang akan melihat bagaimana romantisnya kita." Titah Chanyeol. Baekhyun mendengus sebal.
"Kau menyebalkan." Kata Baekhyun sebelum menjauh, meninggalkan Cahnyeol yang gelagapan seorang diri. Baekhyun terus melangkah menjauh walaupun ia tau Chanyeol masih mengekor sambil memanggil-manggil namanya.
"Baekhyun, jangan marah. Baiklah, kita akan pergi nonton film dan ke pasar malam, tapi jangan merajuk seperti ini." Pinta Chanyeol memelas. Baekhyun menoleh dan mendapati kekasihnya dengan baju putih yang sudah terdapat bercak noda oranye. Mungkin berasal dari jus jeruk yang bertengger manis di tangannya.
"Kau menyebalkan, kau tau? Tadi kau mengajakku berkencan dan berkata akan membawaku ke manapun akau mau, tapi nyatanya kau tidak menerima argumenku sama sekali." Tukas Baekhyun sambil melipat tangannya didepan dada. Hening selama sesaat.
Tiba-tiba Chanyeol terkekeh dan tersenyum lebar,"Bisakah kita hidup seperti ini? Baerdebat tentang dimana kita akan berkencan dan bulan madu, berdebat tentang apa yang akan kita makan sebagai menu makan malam. Hanya mempertengkarkan hal-hal konyol dan bahagia selamanya?" Air muka Baekhyun kontan berubah. Rasa bahagianya tiba-tiba lenyap digantikan bayangan-bayangan menyeramkan tentang masa depan yang akan mereka hadapi.
Baekhyun menunduk,"Andai,"Lirihnya. Baekhyun tersenyum getir,"Itu tidaklah mungkin. Masih banyak yang harus kita hadapi." Baekhyun mendongak, mensejajarkan kepalanya dengan Chanyeol dengan ekspresi campur aduk.
Chanyeol tersenyum menenangkan, menarik Baekhyun dalam rengkuhannya dan menepuk bahunya dengan sebelah tangan sementara tangan yang lain masih memegang jus jeruk,"Yang terpenting adalah kiat selalu bersama-sama. Aku yakin kita bisa menghadapi semua itu. kau tidak perlu-"
"APA YANG KALIAN LAKUKAN?" Baekhyun sontak melompat ketika mendengar teriakan menggelegar dari ambang. Chanyeol berbalik dan menemukan pria yang sangat tidak asing lagi dimatanya.
"Ayah." Gumam Chanyeol. Belum sempat Baekhyun pulih dari keterkejutannya, suara ketuka high heels diiringi derap langkah seorang gadis terdengar mendekat. Seorang gadis dengan dress berwarna coklat selutut dan bingkisan besar berwarna pink ditangannya, menatap keduanya penuh tanda tanya.
"Baekhyun, apa yang kau lakukan disini?" Itu adalah Jung Eunji.
.
.
.
TBC
.
.
Annyeong! *senyum sungkem* apa kabar readers sayang? Baik kan? Buat yang nunggu chapter 6, ini udah apdet, maaf ngaret. Ada beberapa alasan sehingga Hyerin jadi jarang nulis. Yang pertama minggu kemarin Hyerin lagi MPLS di SMA, pulang sore dan kecapekan. Bahkan Hyerin sempet sakit T.T
Jadi, dimohon pengertiannya kalo chapter ini super jelek. Hancur total dan bahkan pas sempet aku baca ulang jadi ragu mau apdet apa kagak -_-.
Nah, setelah aku survei dari chapter satu sampe lima kemaren, isi kotak review banyak yang bilang nyesek -_- padahal ini bukan angst. Jadi, aku berpikir untuk buat yang manis-manis di chapter ini. Tapi jangan kira masalahnya udah selesai ya, nyampe konflik aja belom -_- masih banyak masa-masa berat yang harus dihadapi Chanbaek di chapter-chapter selanjutnya. So, yang mau nunggu sangat dianjurkan untuk tidak menyumpahi author karena gagal apdet sesuai janji.
Udah, itu aja cuap-cuap dari Hyerin yang kece. See you in next chapter :-*
Buat silent readers, apa karyaku terlalu jelek buat dapet review kalian? T.T