Disclaimers: Semua karakter yang dipakai dalam fanfiksi ini bukanlah milik saya. Mereka adalah milik Tadatoshi Fujimaki. Namun karya fanfiksi ini adalah sepenuhnya milik saya. | I don't own the cover image.

Setting: Alternate Universe; Crossover Canon.

Rating: T (mungkin akan berubah seiring berkembangnya jalan cerita)

Genre(s): Humor, Romance, Drama

Pairing(s): Akashi Seijuurou × Kuroko Tetsuya (AkaKuro)

Words: 2k+ words

Status: Chaptered; Work In Progress

Peringatan: Fanfiksi ini bertema Boys Love dan Yaoi; yang menceritakan hubungan antara laki-laki dengan laki-laki. Chibi!Akashi (Oreshi), Bokushi!Akashi. A little bit Out Of Characters. Crossdressing. Paragraf dan dialog yang sugestif. Jangan bilang saya tidak memperingatkan kalian. Tidak menerima apresiasi negatif atas semua hal yang sudah saya peringatkan.

Inspired by: animanga Kuroshitsuji/Black Butler karya Yana Toboso.

Summary: Kuroko Tetsuya, 15 tahun, adalah seorang pelayan pribadi. Rutinitasnya setiap hari adalah mengurus dan melayani, sekaligus menjadi 'pawang' atas segala tingkah nakal dan jahil tuan mudanya. Hingga suatu hari, sang emperor tiba-tiba muncul di hadapannya...

.

My 3rd fic on Kuroko no Basuke fandom. Enjoy!
.


Ada rumor yang beredar, jika hanya seorang diri di dalam dapur saat jam dinding menunjukkan pukul 11 malam tepat, akan ada 'seseorang' yang menemani.

Malam itu, Kagami Taiga baru menyadari kalau dirinya hanya seorang diri di dapur. Ekor matanya menangkap jam dinding yang menunjukkan pukul 10 lewat 45 menit. Lima belas menit lagi jam 11 malam. Kagami menelan ludah. Cepat-cepat ia mencuci piring-piring kotor yang masih setengah. Namun, pekerjaan mencucinya langsung tertunda saat lampu tiba-tiba mati.

Tercekat, Kagami melotot kaget. Kegelapan pekat mendominasi. Ia tak bisa melihat apa-apa. Kedua tangannya kembali meletakkan piring dan spons di tempat semula.

Tenang, jangan panik, bisiknya dalam hati. Berusaha mengingat di mana senter berada. Mengandalkan indera perabanya, tangan Kagami membuka laci di konter satu per satu. Meraba-raba setengah panik. Hembusan nafas lega keluar dari bibirnya saat mendapati apa yang dicari. Senter dinyalakan dengan segala puji syukur yang keluar dari bibir. Tapi saat Kagami baru saja akan berbalik, telinganya menangkap lagu chopin yang dinyanyikan oleh suara anak kecil.

Seketika Kagami membeku. Tengkuknya meremang. Bulu-bulu kuduknya sontak berdiri. Keringat dingin bermunculan di wajahnya yang pucat pasi. Tangannya yang memegang senter bergetar ketakutan. Suara nyanyian yang semakin menakutkan itu terdengar dari ambang pintu. Satu-satunya akses jalan untuk Kagami kabur.

"Si-Siapa itu?!"

Kagami berbalik dengan gerakan lambat. Cahaya senter di arahkan ke sumber suara, menyorot sesosok makhluk berpakaian serba putih dari kepala hingga kaki. Sepasang mata merah yang tertimpa cahaya senter menatap tak berkedip. Nafas Kagami tersangkut di tenggorokan seperti orang tercekik. Makhluk itu terkikik menyeramkan. Senter terlepas dari genggaman dan jatuh di lantai. Kagami ikut menyusul, pingsan dengan mulut berbusa.

Lampu kembali menyala. Dari belakang sosok makhluk serba putih muncul seorang pemuda bersurai biru muda dengan wajah tanpa ekspresi.

"Bocchan, sudah cukup. Kau lihat, Kagami-kun sudah pingsan."

Kuroko Tetsuya menarik kain putih panjang yang menutupi seluruh tubuh tuan mudanya dari atas kepala. Kedua tangannya dengan telaten melipat kain putih yang dilubangi tuan mudanya seperti sepasang mata agar bisa melihat tadi. Ternyata, makhluk menyeramkan yang barusan menakuti Kagami adalah anak majikannya sendiri, Akashi Seijuurou.

Bocah berambut merah yang lebih pendek dari Kuroko memperlihatkan senyuman puas penuh kemenangan yang kentara. "Tidak kusangka dia akan pingsan karena kutakuti. Ternyata hanya fisiknya saja yang besar, tapi nyalinya kecil." Kepalanya menggeleng-geleng melihat si kepala koki di mansion-nya yang pingsan karena ulahnya.

"Sudah waktunya Bocchan tidur," Kuroko melanjutkan dengan nada sedikit tegas. "Ini sudah lewat dari jam tidur, Bocchan..." Dan juga jam tidurku, lanjutnya dalam hati. Capek dengan segala tingkah sang tuan muda dari pagi sampai malam.

Sang tuan muda akhirnya mengangguk patuh. Kedua kakinya melangkah pergi dari dapur seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kuroko menarik nafas panjang. Sorot matanya menatap prihatin ke arah Kagami yang belum sadarkan diri, sebelum berlalu pergi untuk menyusul tuan mudanya. Memastikan kalau bocah yang kerap kali berbuat nakal dan jahil itu benar-benar kembali ke kamarnya, bukan untuk pergi mencari korban yang lain.

.

.


Bocchan vs Emperor

©Jeanne-jaques San

.

Chapter 1. Mischievous Boy


.

.

"Kuroko. Kuroko. Kuroko. Oiii!" Hyuuga Junpei mengguncang-guncang tubuh pemuda berambut biru muda dengan ekspresi yang sudah jengkel. Pasalnya, sudah hampir beberapa menit ia membangunkan pemuda yang masih berusia 15 tahun itu, tapi tak ada tanda-tanda Kuroko akan membuka mata. "Kau tidur atau sudah mati, sih?!" omelnya seperti seorang ibu yang tidak ingin anaknya terlambat pergi ke sekolah.

Tak ada respon. Hyuuga berkacak pinggang sambil berdecak. Segala cara sudah ia lakukan; dari menggelitik telapak kaki (tidak berhasil), menggelitik sisi pinggang (tidak berhasil), sampai mencubit kedua pipi tembem itu (tidak berhasil juga). Tadinya Hyuuga sudah berniat untuk menyiram Kuroko dengan air dingin, tapi hati nuraninya tidak mengizinkan. Kalau Kuroko sampai kena flu, bisa jadi bencana.

Setelah memutar otak, Hyuuga akhirnya mendapat satu cara yang bisa membuat Kuroko terbangun. Didekatinya ranjang Kuroko, punggungnya membungkuk, hingga bibirnya mendekat di telinga pemuda biru itu.

"Kuroko, jatah vanilla milkshake-mu untuk sebulan tidak akan kubelikan jika kau tidak segera bangun," bisiknya.

Ajaib! Seketika kelopak mata yang tadinya tertutup rapat langsung terbuka lebar tak sampai tiga detik. Sepasang bola mata biru muda membulat penuh horor ke arah pria berkacamata yang berdiri di samping ranjangnya.

"Hyuuga nii, aku sudah bangun kok..." Wajah tembok itu berusaha meyakinkan dengan menyetel sorot mata memelas. Hyuuga mendengus. Kuroko menyingkap selimut tebalnya. Duduk di pinggir ranjang, menguap sambil mengulet dengan satu tangan. "Semalam bocchan baru tidur setelah habis menakuti Kagami-kun di dapur. Makanya aku baru bisa kembali ke kamarku setelah yakin dia sudah benar-benar tertidur," jelasnya.

"Pantas saja Kagami memohon-mohon di depan pintu kamarku tengah malam agar dia bisa diizinkan tidur sekamar..." Hyuuga menggeleng. "Ya sudahlah. Kita lupakan itu. Bocchan sudah rewel sejak tadi pagi. Hanya kau yang bisa mengurusnya."

Tak ada pilihan, Kuroko akhirnya bangkit berdiri. Meski di mansion ini memperkerjakan puluhan pelayan pria dan wanita yang lebih profesional, sang tuan muda tidak bisa 'dijinakkan' selain dirinya.

Dengan kesadaran yang masih belum semuanya terkumpul, Kuroko menuju kamar mandi kecil di sudut kamarnya. Mencuci muka dan menggosok gigi sebelum melakukan rutinitasnya. Satu per satu kancing piyama dilepaskan, ketika berjalan keluar dari kamar mandi. Kemeja putih lengan panjang diambil dari gantungan. Celana hitam panjang dikenakan setelah celana piyamanya dilucuti. Terakhir, vest hitam tanpa lengan dan sebuah dasi kupu-kupu merah dipasang di kerah kemeja.

Hyuuga yang sejak tadi menonton langsung melempar sisir ke arah Kuroko. Pemuda biru itu menangkap dengan kening mengerut.

"Untuk apa sisir ini?"

"Kenapa kau balik bertanya? Rambutmu itu berantakan sekali tahu!"

"Oh." Kuroko baru sadar setelah melihat rambut biru mudanya yang mencuat ke mana-mana dari cermin di pintu lemari pakaiannya. Selesai merapikan rambutnya, Kuroko beralih memakai sepatu.

Furihata tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan kedua tangan memegang nampan. "Kubawakan sarapan untukmu, Kuroko!"

"Arigatou." Kuroko mengangguk sambil menerima segelas susu hangat rasa vanilla yang diulurkan si pemuda berambut cokelat. Kemudian sepotong sandwich dikunyah lamat-lamat.

"Kalau begitu aku akan kembali ke pekerjaanku. Kuroko, setelah kau selesai sarapan, segera ke kamar bocchan." Hyuuga berkata sambil berlalu, "Kau juga, Furihata. Kembali ke pekerjaanmu."

Dua kepala berbeda warna mengangguk hampir bersamaan.

Setelah menghabiskan susu di gelasnya hanya dalam beberapa tegukan, Kuroko menatap Furihata yang sejak tadi bergeming tak jauh darinya. "Nani?" Wajah datar itu tak menunjukkan ekspresi saat bertanya.

Furihata meringis. "Kalau kuperhatikan, tinggi badan Kuroko belum bertambah sejak tahun lalu. Masih bertahan di angka 155 senti. Pertumbuhanmu agak lambat, ya?"

Kata-kata tabu yang keluar dari bibir Furihata membuat si biru muda tertohok. Meski diucapkan dengan maksud tidak menyindir, tetapi tetap terdengar sangat menyindir di telinga Kuroko.

"Furihata-kun," si pemuda cokelat yang hanya tua setahun darinya diberi pelototan dengan wajah setengah gelap, "tinggi badanmu cukup ideal untuk jadi sasak tinjuku."

Furihata memucat. "Hiiie! Maafkan akuuu...!" pekiknya histeris, sebelum berbalik kabur.

Alih-alih mengejar, Kuroko hanya menguap. Toh, perkataannya tadi sudah cukup membuat Furihata tidak akan berani lagi untuk membahas tinggi badannya. Menarik pintu kamarnya hingga menutup, Kuroko akhirnya melenggang ke tempat tujuan. Perutnya yang sudah terisi susu vanilla dan sepotong sandwich sudah siap menghadapi tuan mudanya.

.

. .

Langkah Kuroko berhenti di depan sebuah pintu kayu jati kembar yang nyaris mencapai langit-langit. Tangan kanannya terangkat, mengetuk pintu di depannya.

Tok! Tok! Tok!

Tak ada sahutan.

Kuroko kembali mengetuk. Namun sekali lagi, tak ada sahutan. Gagang pintu yang terbuat dari perak dibuka. Kepala Kuroko menyembul masuk lebih dulu.

"Bocchan?" Suaranya yang datar tanpa emosi memanggil sang tuan muda. Sepasang bola mata biru muda menatap sekeliling kamar yang luasnya lima kali lipat dari kamarnya.

Kedua kaki Kuroko melangkah ke arah tempat tidur kanopi berukuran 2×3 meter, setelah sebelumnya ia menutup pintu. Disingkapnya kelambu yang terbuat dari bahan kain sutra berwarna merah dengan motif bergaris emas, dan akhirnya mendapati sosok yang dicari. Sang tua muda Akashi sedang duduk bersandar dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Kenapa kau baru muncul, Kuroko?" Bocah yang masih berumur 13 tahun itu bertanya dengan nada setengah merajuk.

"Gomen, Bocchan. Saya—"

"Aku akan memberimu hukuman," potong si tuan muda, sebelum Kuroko menyelesaikan kalimatnya. Kuroko menebak-nebak hukuman macam apa yang akan diberikan. Senyuman penuh maksud tersembunyi mengembang di wajah pewaris sah Akashi itu. "Kau lihat pakaian yang tergantung di lemari sana?" Dagunya bergerak menunjuk pakaian yang dimaksud. Kuroko memutar kepalanya. Ternyata sebuah pakaian maid berwarna hitam putih yang biasa dipakai para pelayan perempuan di mansion ini. "Pakai itu. Di hadapanku. Sekarang juga." Kalimat perintah meluncur dari bibir sang tuan muda yang tidak ingin dibantah.

"Are?" Kepala Kuroko setengah miring saat kembali menatap tuan mudanya. "Apa mungkin telingaku sedang bermasalah? Sampai mendengar Bocchan berkata seperti itu?"

Kedua mata sang tuan muda setengah terpejam. "Kuroko," jeda sejenak, "apa aku harus turun tangan untuk memakaikan pakaian maid itu di tubuhmu?"

Oke. Kuroko akhirnya tahu kalau pendengarannya tidak bermasalah. Bisa jadi masalah jika ia melawan tuan mudanya. Tak ada pilihan, apalagi sudah takdirnya menjadi objek 'mainan' sang tuan muda, Kuroko berbalik menuju lemari pakaian. Sesaat ia menarik nafas panjang ketika menatap pakaian pelayan khusus untuk kaum hawa itu. Terlihat feminim dan manis. Ini benar-benar penindasan hak asasi manusia.

"Jangan buat aku menunggu, Kuroko."

"Nee, Bocchan."

Satu per satu pakaian yang melekat di tubuhnya dilucuti sambil membelakangi sang tuan muda. Saat pakaian maid itu akhirnya dipakai, roknya yang berenda-renda bergerak fluffy mengikuti si pemakai. Dilanjutkan dengan memakai sepasang kaus kaki putih sepanjang paha dan sepatu (yang untungnya tidak high heels). Terakhir, sebuah bando berenda putih diletakkan di atas surai biru mudanya. Sekilas Kuroko menatap refleksinya di cermin oval seukuran tinggi orang dewasa. Entah kenapa pakaian maid itu cocok sekali di tubuhnya yang mungil.

"Wow." Decakan kagum keluar dari bibir si tuan muda saat Kuroko berbalik.

"Apa kau puas, Bocchan?" Wajah tembok Kuroko sedikit menggelap. Di luar memang terlihat tenang, tapi emosi sudah berkobar di dalam sana.

Sebagai jawaban, sang tuan muda mengacungkan kedua jempolnya. Tawa penuh kemenangan berhamburan setelah itu. Kedua lutut dan telapak tangan merangkak ke tepi tempat tidur untuk melihat pelayan pribadinya itu dari dekat.

"Mendekat kemari, Kuroko." Seringaian mesum itu membuat Kuroko berpikir dua kali untuk mendekat. Namun sepasang mata merah sang tuan muda seolah-olah menariknya seperti magnet. Kedua kaki Kuroko melangkah tanpa sadar menuju tempat tidur. Hingga—

Bruk!

"Oww."

Tiga langkah sebelum mencapai tujuan, Kuroko seketika berhenti ketika tuan mudanya terjatuh dari tempat pembaringan. Satu langkah terakhirnya mengikis jarak di antara mereka. Kuroko berdiri di atas kepala sang tuan muda yang masih terlentang di lantai.

"Bocchan, kenapa bisa jatuh dari—"

"Nice angle~" perkataan sang tuan muda kembali memotong. Jari jempol teracung dengan sebelah mata berkedip nakal. "Aku bisa melihat celana dalammu dari bawah sini, Kuroko..."

Kuroko tercengang. Baru sadar kalau posisi tuan mudanya terjatuh tepat di bawah kedua kakinya. Jangan-jangan sang tuan muda memang sengaja jatuh agar bisa melihat bagian privatnya—yang syukurlah masih tertutupi kain.

"Sayang sekali, Bocchan. Tapi celana dalam yang kupakai sama sepertimu. Apa menariknya melihat celana dalam laki-laki?" Kuroko membalas dengan sudut bibir sedikit terangkat sarkatis.

Sang tuan muda sengaja tidak langsung menjawab. Dengan bibir tersenyum, ia bangkit dari posisi terlentang, dan duduk di hadapan pelayan pribadinya. "Kau tahu, apa yang bisa kulakukan setelah kau memakai pakaian maid itu, Kuroko?" Satu alisnya terangkat naik turun. Kuroko mendapat firasat buruk, tapi masih bergeming. "Aku bisa dengan leluasa melakukan hal ini!" Rok dikibas, sebelum Kuroko sempat menduga. Tak sampai di situ, si tuan muda tiba-tiba memasukkan kepalanya di dalam rok.

Kuroko membelalak lebar. Jeritan tertahan di tenggorokannya, ketika tubuhnya yang kehilangan keseimbangan jatuh terduduk.

"Bocchan!" Panik, kedua tangan Kuroko berusaha mendorong kepala sang tuan muda yang masih setia berada di dalam roknya untuk keluar. Tubuhnya menggelinjang saat tuan mudanya sengaja mengecup pangkal pahanya. Salah satu bagian sensitif di tubuhnya. Apalagi ditambah dengan surai merah yang terus menggelitik kedua paha dalamnya.

Kedua tangan sang tuan muda melingkar erat di paha Kuroko. Menahannya agar tetap di posisi terlentang dengan kedua kaki mengangkang. Nafas Kuroko mulai memburu berat. Pertama kali diperlakukan seperti ini oleh tuan mudanya membuat perasaannya kacau; ingin menolak tapi hati kecilnya berbisik menginginkan. Tetapi dengan sisa-sisa logikanya, Kuroko akhirnya berhasil mengenyahkan perasaan asing itu jauh-jauh.

"Bocchan, seharusnya kau tidak melakukan ini!" Kedua tangan Kuroko akhirnya berhasil mendorong kepala tuan mudanya keluar dari dalam rok.

"Jadi," sepasang bola mata merah dengan pupil vertikal menatap lurus. "Aku baru bisa melakukannya kalau sudah besar?" Pertanyaan yang paling tidak ingin Kuroko jawab. "Jawab pertanyaanku, Kuroko. Apa aku baru bisa melakukan seks denganmu jika umurku sudah legal?"

Kuroko bungkam. Masalah utamanya bukan di umur yang masih ilegal, tapi...

"Bocchan, saya laki-laki." Suara Kuroko akhirnya terdengar.

"Lalu?" Satu alis merah itu terangkat.

"Bocchan juga laki-laki." Kuroko melanjutkan, "Melakukan seks dengan sesama jenis, bukankah itu abnormal?"

Hening.

Keduanya saling pandang.

"Tidak masalah," sang tuan muda menggeleng dengan wajah yang sengaja dibuat polos. "Karena itu, aku ingin mencobanya sekarang. Jika menunggu sampai aku besar nanti, itu masih beberapa tahun lagi."

Ya, Tuhan. Rahang Kuroko nyaris jatuh di lantai. Sejak kapan tuan mudanya berubah jadi bocah mesum seperti ini? Apakah tuan mudanya sudah memasuki fase puber? Atau mungkin karena hormon testoteronnya yang sedang mengebu-ebu?

Hanya ada satu cara yang terlintas di benak Kuroko. Kabur. Ekor matanya melirik pintu kamar tanpa kentara. Namun, seolah bisa membaca pikiran Kuroko, sang tuan muda lebih cepat bereaksi dengan duduk di atas perutnya. Mata biru muda mendelik horor.

"Bocchan, chottomatte—"

BRUK!

Bunyi sesuatu yang tiba-tiba jatuh di atas tempat tidur sontak membuat keduanya menoleh. Penasaran, sang tuan muda berdiri sambil menarik sebelah tangan Kuroko. Menggenggamnya erat agar tidak melarikan diri. Satu sosok asing yang tidur membelakangi membuat Kuroko dan tuan mudanya saling melirik lewat ekor mata.

"Siapa dia?" tanya bocah merah sambil berjalan mendekat ke tepi tempat tidur dengan Kuroko yang mengikuti. Kuroko mengangkat bahu, dirinya juga tidak tahu siapa sosok itu.

Sosok itu tampaknya laki-laki, karena dia memakai pakaian training putih biru. Ada tulisan 'RAKUZAN' di punggung bajunya. Surai merahnya sama persis dengan sang tuan muda.

"Jangan-jangan pencuri?"

"Biar kuperiksa dia, Bocchan. Tunggu di sini. Bisa berbahaya kalau dia tiba-tiba melukai Bocchan."

Dengan hati-hati Kuroko memutari tempat tidur. Sepasang bola matanya bergerak cepat untuk mencari benda yang bisa dijadikan pertahanan diri. Tempat lilin yang bercabang tiga di atas meja nakas menjadi pilihan. Menahan nafas tanpa sadar, Kuroko berusaha melihat wajah sosok asing yang masih bergeming di atas tempat tidur. Tetapi, saat akhirnya ia bisa melihat wajah sosok asing itu, seketika benda di tangannya terlepas dan jatuh di lantai. Satu tangan Kuroko sontak menutup mulutnya dengan mata membelalak.

"Kuroko, ada apa?!"

Kuroko seolah kehabisan kata-kata. Jari telunjuknya yang gemetar mengarah pada sosok asing itu. "Dia... dia...," setetes keringat dingin meluncur jatuh di wajahnya, "wajahnya mirip dengan Bocchan..."

"Nani?!" Tak percaya dengan ucapan Kuroko, sang tuan muda langsung melompat naik ke atas tempat tidur. "Tidak mungkin..." Kedua kaki yang menopang berat tubuh langsung melemas dan jatuh terduduk. Tercekat, ketika melihat wajah yang mirip dengannya, tapi dalam fisik yang lebih tua.

Dengan satu tangan memegang sisi kepala, sosok itu akhirnya bergerak bangun dari posisi tidurnya menjadi duduk. Di bawah poni merah pendek, kelopak mata yang sejak tadi tertutup perlahan membuka. Memperlihatkan sepasang mata heterokromatiknya yang berpupil vertikal. Tatapannya terkejut, melihat sosok biru muda yang familiar di matanya.

"Hee... Tetsuya?" Si pemilik emperor eye itu tersenyum miring ke arah Kuroko yang jadi objek pertama dalam penglihatannya. "Aku baru tahu kalau kau punya hobby memakai pakaian perempuan seperti itu..."

Kuroko terhipnotis melihat mata kiri yang berwarna goldenrod itu. Dadanya bergemuruh hebat merasakan perasaan aneh yang membuatnya merinding.

"Kau memang selalu menarik perhatianku, Tetsuya."

Ketika suara bariton itu kembali terdengar, Kuroko bisa membayangkan hari-harinya ke depan pasti tidak akan seperti biasanya.

.

.

.


End of Chapter One


Jeanne's notes:

Fanfiksi ke-3 di fandom KnB, saya putuskan membuat fic AkaKuro berstatus chaptered. Tolong jangan berharap saya bisa rajin update, karena salah satu kelemahan saya memang lelet klo fanfiksi berstatus chaptered. Itulah kenapa saya lebih dominan membuat fic2 berstatus oneshot.

Tema dan plot cerita untuk fic AkaKuro kali ini terinspirasi dari Kuroshitsuji/Black Butler. Kuroko berperan sebagai pelayan pribadi Akashi kecil. Sementara Akashi kecil (di sini dia 'ORESHI' ya) berperan sebagai tuan muda yang nakal dan jahil, sekaligus mesum. Tetapi, karena tema/plot cerita ini mungkin saja sudah ada yg pernah membuatnya, maka dari itu saya sengaja menambahkan Akashi besar (di sini dia 'BOKUSHI'; lebih detailnya kapten Rakuzan) yang datang dari dunia paralel. Jadi, setting AU di fic ini saya crossover dengan setting canon-nya.


Special thanks:

Untuk kalian yg sudah meninggalkan apresiasi di fic AkaKuro saya yg berjudul 'Cherry Boy', saya ucapkan terima kasih. *peluk cium satu2*
Review yg login akan saya reply via PM satu2, ya. ^^

Mengenai sekuel atau lanjutan fic Cherry Boy itu, saya memang merencanakan akan membuat series-nya. Tapi belum bisa menjanjikan kapan bisa direalisasikan ke dalam tulisan. Semoga dewa ide mau berbaik hati memberikan pencerahan pada saya.


Last...

Terima kasih sudah mampir membaca. Sampai jumpa di chapter 2. ;)