Wonwoo memejamkan matanya ketika Seungcheol mulai mendekatkan wajahnya. Jarinya saling meremas gugup. Saat jarak mereka hanya satu jengkal lagi, Wonwoo menghembuskan nafasnya pelan dan menahan bahu Seungcheol. Seungcheol membuka matanya bingung. Dia menatap Wonwoo seakan bertanya kenapa.

"Maafkan aku Seungcheol..." gumam Wonwoo sambil menunduk, "aku rasa aku belum bisa—"

Wonwoo tertegun dan mendongak ketika jemari Seungcheol terulur untuk mengelus surai hitamnya.

"Tidak apa-apa Wonwoo, aku akan menunggu sampai kau siap." Potong Seungcheol sambil menunjukkan gummy smile-nya. Wonwoo mengembangkan senyumnya dan mengangguk.

"Terima kasih, Seungcheol-ah."

Seungcheol mengangguk dan menautkan jemari mereka sambil berjalan pulang.


PRACTICE

CH. 1 — Prolog

by diciassette


Pulpen yang Wonwoo pegang menari-nari di atas kertas, membuat coretan-coretan abstrak di halaman paling belakang bukunya. Wonwoo menghembuskan nafasnya.

Dia pikir Seungcheol berbeda dengan mantannya yang lain.

Dia pikir Seungcheol akan menerimanya apa adanya.

Dia pikir Seungcheol sanggup menunggunya.

Dia pikir—ah sudahlah!

Seungcheol itu sudah masa lalu. Kau pasti bisa melupakannya, Wonwoo.

Wonwoo lagi-lagi menghembuskan nafasnya. Tapi tetap saja dia kecewa dengan pemuda bermarga Choi itu. Dia masih mengingat dengan jelas apa yang Seungcheol katakan saat kencan terakhir mereka.

"Tidak apa-apa Wonwoo, aku akan menunggu sampai kau siap."

Wonwoo semakin semangat mencoret bukunya itu. Alisnya bertaut kesal.

Semuanya sama saja! Pembohong!

"Apa yang sedang kau lakukan, Wonwoo?"

Wonwoo menoleh dan menatap datar sosok di hadapannya. Tanpa berniat menjawab, Wonwoo menutup bukunya dan menelungkupkan wajahnya.

"Hey, kau tidak apa-apa?" tanya pemuda berkulit tan itu sambil menarik bangku di depan Wonwoo.

"Mingyu, kenapa semua laki-laki itu jahat?" tanya Wonwoo masih menyembunyikan wajahnya. Mingyu menaikkan alisnya bingung.

"Semua? Well, berarti kau termasuk juga, kan?" balas Mingyu sambil tersenyum usil. Wonwoo menegakan tubuhnya dan mendesis kesal.

"Seharusnya aku tahu berbicara padamu itu tidak ada gunanya." Umpat Wonwoo kembali menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya. Mingyu terkekeh pelan dan mengacak surai kelam Wonwoo.

"Baiklah, baiklah. Aku hanya bercanda. Apa yang terjadi?" tanya Mingyu sambil memainkan surai Wonwoo yang terasa sangat lembut di tangannya. Sekedar informasi untuk kalian, memainkan rambut Wonwoo adalah salah satu hobi Mingyu.

"Seungcheol dan aku putus." Jawab Wonwoo singkat. Mingyu tertegun dan kemudian tersenyum kecil. Dia sudah tahu ini pasti akan terjadi.

"Dia berubah sejak kau tidak menerima ciumannya, kan?" tanya Mingyu. Mingyu semakin tersenyum lebar ketika Wonwoo mengangguk mengiyakan.

"Kau tahu, Wonwoo? Kau ini sudah dewasa dan sudah saatnya kau menerima ciuman dari kekasihmu." Ucapan Mingyu berhasil membuat Wonwoo menegakkan kepalanya.

"Tapi kau tahu sendiri, aku tidak bisa berciuman Mingyu, sial." Umpat Wonwoo malu. Mingyu tertawa lagi. Dia menatap manik hitam Wonwoo.

"Aku tahu satu cara untuk mengatasinya." Ujar Mingyu memasang wajah seriusnya. Wonwoo membulatkan matanya dan mendekat ke arah Mingyu.

"A—apa itu? Apa? Cepat beri tahu aku!" seru Wonwoo tidak sabar membuat Mingyu memiringkan kepalanya dan tersenyum.

.

.

Dan di sinilah Wonwoo. Di depan pintu apartement Mingyu. Tempo hari, Mingyu berkata akan memberi tahu caranya agar bisa berciuman dan Mingyu juga menyuruh Wonwoo untuk datang ke apartement-nya. Karena kepolosan (dan juga kebodohan) seorang Jeon Wonwoo, dia menuruti semua perintah Mingyu dan—voila! Dia ada di sini sekarang.

Jari Wonwoo terangkat untuk memencet bel apartement Mingyu dan tidak sampai sepuluh detik, pintu sudah terbuka. Terlihat Mingyu yang masih topless dengan handuk yang melingkar di lehernya. Bisa Wonwoo tebak, sahabat malasnya ini pasti baru saja mandi.

"Masuklah, Wonwoo!" sambut Mingyu sambil mempersilakan Wonwoo masuk. Wonwoo tidak berminat untuk menjawabnya. Pemuda berkulit pucat itu memilih untuk langsung duduk di atas sofa empuk milik Mingyu.

"Jadi, bagaimana cara untuk mengatasinya?" tanya Wonwoo to the point. Jujur saja, dia sudah lelah. Dia lelah mengakhiri hubungannya karena para mantan kekasihnya itu berubah sejak dia menolak ciuman mereka. Maksudnya, ayolah, apa ciuman se-penting itu?

"Hell, Wonwoo, ciuman itu sangat penting dalam sebuah hubungan!" seru Mingyu sambil meletakkan dua gelas teh di meja. Tanpa basa-basi, Wonwoo meminumnya dan menatap Mingyu sinis.

"Tidak usah basa-basi, tuan Kim. Cepat katakan bagaimana cara—"

"Kau harus berlatih, Jeon Wonwoo." Potong Mingyu sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah.

"Berlatih? Maksudmu?" Wonwoo menautkan alisnya bingung.

"Berlatih ciuman. Denganku."

.

.

"Berlatih ciuman. Denganku."

"Berlatih ciuman. Denganku."

"Berlatih ciuman. Denganku."

Wonwoo menampar pipinya sendiri. Matanya mengerjap cepat. Kenapa ucapan Mingyu siang tadi selalu terngiang-ngiang di pikirannya? Dia masih ingat dengan jelas saran bodoh yang Mingyu tawarkan tadi.

Wonwoo mengacak rambutnya kesal dan berguling di atas ranjang king size-nya. Dia benar-benar bingung. Haruskah dia menerima tawaran Mingyu atau menolaknya.

"Menolaknya? Apa kau sudah gila, Wonwoo? Apa kau ingin terus-terusan putus karena alasan yang sama? Apa kau mau sendiri seumur hidupmu? Berciuman dengan Mingyu, itu ide yang bagus bukan? Dia itu sahabatmu dan dia cukup tampan! Tidak ada alasan untuk menolaknya!" bisik salah satu inner Wonwoo.

"Lebih baik kau menolaknya. Kau hanya perlu menemukan orang yang bisa menerimamu apa adanya. Kau tidak perlu memaksakan diri agar bisa berciuman hanya untuk membahagiakan kekasihmu nanti. Kau pasti akan menemukan yang akan menerimamu apa adanya nanti!" ucap salah satu inner Wonwoo lagi.

Wonwoo menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha mengusir kedua suara yang berdebat di kepalanya.

"Aku benar-benar bingung!"

Yeah~ Alright, say the name! Seventeen!

Wonwoo meraih ponselnya ketika mendengar ada pesan masuk. Dengan cepat Wonwoo membuka password ponsel-nya.

Wonwoo menahan nafasnya.

Itu Kim Mingyu.

Mingyu yang mengiriminya pesan. Dengan ragu-ragu, Wonwoo membuka pesan dari Mingyu dan untuk kedua kalinya Wonwoo menahan nafasnya. Dia melempar ponsel-nya entah kemana dan bergelung di dalam selimut.

FROM: Kim Mingyu

Bagaimana? Apa kau sudah memikirkannya? Aku hanya ingin membantu sahabat malangku.

.

.

Mingyu menatap ponselnya sambil memakai pomade pada rambut coklatnya. Mingyu menghela nafas dan meletakkan ponselnya pada meja dan fokus pada rambutnya.

Setelah selesai dengan acara menata rambutnya, Mingyu berjalan keluar kamarnya sambil menatap ponselnya yang tidak kunjung berbunyi. Lagi-lagi Mingyu menghela nafas dan meraih selembar roti berselai coklat kesukaannya. Sambil menggigit rotinya, Mingyu berjalan mengeluari apartement-nya masih dengan mata yang menatap ke arah ponselnya.

Kaki panjangnya melangkah masuk ke dalam lift dan Mingyu masih bertahan dengan posisi tangan kanan memegang roti sedangkan tangan kirinya memegang ponsel kesayangannya itu. Mingyu mendesah kesal.

Mingyu menghabiskan sisa rotinya dengan satu kali telan. Alisnya bertaut kesal. Baiklah, dia mengalah.

Mungkin Wonwoo belum bangun? Mungkin Wonwoo belum membaca pesannya? Mungkin saja sahabatnya itu tidak sempat memegang ponsel? Mungkin saja—

Mingyu mengacak rambutnya kesal dan mengeluari lift.

Ayolah, Jeon Wonwoo, balas pesanku! Apa sesusah itu membalas pesanku? Gerutu Mingyu sambil menuju basement.

.

.

A/N: halo~ jadi fanfiction ini rated m (mature/dewasa) ya. aku udah kasih tau dari awal ya, hehehe. maaf kalau masih pendek dan gajelas hehe. continue?