warnings for oh sehun's dirty mouth and wild imagination


"Apa ini kerjaanmu?"

Sehun tidak bisa melihat Jongin dengan jelas. Namun, ia dapat membayangkan alis bertaut serta tatapan menuduh yang pria itu berikan padanya. Ia menggeleng cepat, sekalipun Jongin tidak bisa melihatnya. "NIS sama sekali tidak terlibat, oke?"

Tiba-tiba saja, lampu kembali dinyalakan. Suasana yang semula kacau mulai mereda menjadi lebih tenang. Beberapa orang yang masih shock menepi di pinggir ruangan. Membuat Sehun serta Jongin berdiri di tengah ruangan saling menjauhkan diri. Mereka tampak canggung dan bahkan tidak mampu melihat satu sama lain.

Seorang wanita kembali berteriak karena tidak jauh dari tempatnya berdiri tubuh tak bernyawa Nam Insang terkapar di lantai. Setelan jas mahalnya ternoda oleh darah yang membanjir di sekelilingnya. Suasana kacau kembali memecah keheningan yang kemudian ditambah oleh teror begitu mereka semua menyadari kalau mungkin saja pembunuh Nam Insang masih ada di sini, berdiri di antara mereka sambil berpura-pura ketakutan seolah ia tidak tahu kalau tangannya lah yang membunuh pria itu. Sehun segera menekan salah satu tombol pada ponselnya yang bisa dibilang adalah tombol darurat. Sebentar lagi, NIS serta pihak kepolisian akan segera datang dan mengamankan tempat ini sebagai TKP utama. Dan sementara itu, ia tidak boleh melepaskan Jongin sebelum ia mendapatkan apa yang dirinya inginkan.

Sehun mencengkram lengan Jongin, lantas menariknya menuju tempat yang lebih sepi. Ia tidak menggubris tindakan berontak Jongin atau mata anak buah Kim Jongil yang mengikutinya. Ia menerima apapun ancaman maupun tantangan yang akan mereka berikan padanya jika mereka benar-benar akan menyerangnya setelah ini. Lagipula, sudah lama juga ia tidak menghajar segerombolan bodyguard dengan tubuh dua kali lebih besar daripada dirinya.

"Mereka akan mencariku, kau tahu. Jika, kau ingin menjadikanku tahananmu. Kau harus melewati tiga belas bodyguard pribadiku," Jongin menyeringai. Pria itu tampak puas dengan ancamannya yang sesungguhnya tidak begitu Sehun dengarkan.

Sehun menarik (atau, mungkin, menyeret) Jongin menyusuri lorong menuju lift. "Apa kau akan memperkosaku?" pertanyaan itu mengundang libido Sehun yang membuatnya nyaris menghimpit tubuh Jongin di dalam lift. Ia nyaris saja memperagakan salah satu adegan film BDSM yang ditontonnya semalam (dengan satu tangan di dalam celana serta tisiu).

"Meskipun, aku sangat menginginkannya. Tapi, job first then we will fuck, baby," Sehun mengedipkan satu matanya dan menekan tombol 17.

Pintu lift kemudian tertutup rapat, sialnya, sebelum para bodyguard lamban itu menemukan dirinya. Jongin menghela nafas panjang. Kali ini, sepertinya ia harus bertarung sendiran. "Kau tahu, aku tidak akan bicara. Dia ayahku. Apapun hal buruk yang dirinya lakukan akan selalu kuanggap benar,"

Pengakuan Jongin itu membuat Sehun sangat muak. Entah dokma macam apa yang digunakan Kim Jongil untuk mencuci otak anaknya atau bajingan seksi ini memanglah idiot. "Aku tidak menahanmu atau memborgol tanganmu. Kenapa kau tidak berontak?"

Sesungguhnya, Sehun menanyakan pertanyaan konyol itu hanya untuk mengalihkan pembicaraan sebelum ia berakhir meninju wajah Jongin. Pintu lift terbuka lebar menunjukkan lorong panjang yang terbagi menjadi tiga di hadapan mereka. Jongin menyeringai padanya. "Aku tidak akan menghabiskan tenagaku untuk melawanmu. Aku tahu aku akan kalah, sehingga percuma saja untuk melawan. Jadi, aku hanya akan menunggu tiga belas bodyguard idiotku datang dan menghancurkan seringai aroganmu itu,"

"Wow, kata-katamu sungguh menggairahkan, Mr. Kim," Sehun menyeringai lebar, "aku pikir kau menyukai seringai seksiku ini."

Jongin menggeram keras saat Sehun mendorongnya masuk ke dalam kamar nomor 509. "Go to hell!" bentak Jongin yang kemudian mendapatkan respon tendangan dari Sehun.

Pria itu terkapar di lantai dengan wajah menghadap lantai. Sehun mengunci pintu lalu berjongkok di hadapan Jongin. Seringai di bibir pria itu melebar begitu Jongin berbalik menatapnya penuh kebencian. "Jadi, kau ingin menggunakan cara halus atau kasar, hm?" Sehun membelai pipinya, menikmati penderitaan tahanannya ini.

Jongin memalingkan wajahnya dari Sehun sambil berbisik, "Fuck you, Asshole."

Sehun nyaris terbahak mendengar umpatan itu. Ia tahu kalau calon dokter seperti Kim Jongin hanya bisa menggertaknya tapi tidak bisa melawannya. Seperti, perkataan Jongin barusan. Hanya akan menjadi usaha yang sia-sia bagi pria itu untuk melawan agen profesional serta super terlatih sepertinya. "No, baby," Sehun menggelengkan kepala seraya menarik dagu Jongin agar pria itu menatapnya, "You are the one who got fucked in the asshole, not me."

Seperti dugaannya,Jongin semakin memucat serta teror tergambar jelas di wajahnya. Sehun kemudian menepuk pipinya dan berdiri. Pria itu berjalan menuju meja di samping kasur ukuran queen size yang menyediakan sebotol bir klasik serta dua gelas yang ditata terbalik. Ia mengambil gelas lalu menuangkan botol bir ke dalam gelas. Jongin mencoba untuk berdiri serta menggerakkan kakinya. Namun, ia tidak bisa dan bahkan kakinya terasa mati. Ia tidak bisa merasakan apapun seolah kakinya lumpuh tiba-tiba saja. Sehun menyeringai dengan puas ketika melihat Jongin berjuang di bawah pengaruh obatnya.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!" Jongin menjerit keras. Sangat keras. Sampai Sehun harus menutup kedua telinganya. Untung saja, ruangan ini kedap suara. Namun, seandainya tidak pun jeritan Jongin tidak akan menjadi masalah. Karena Sehun telah menyewa seluruh kamar di lantai ini untuk satu jam. Ia melirik jam tangannya. Sial, ia hanya memiliki waktu sekitar setengah jam lagi.

Padahal, ia masih ingin bermain-main dengan Jongin.

"Aconitine," jawab Sehun dengan ringan.

Mata Jongin membulat serta alisnya bertaut nyaris akan menyatu. Rahangnya mengeras menandakan kalau permainan Sehun kali ini tidak bisa ditolerir lagi. Sebagai pria termuda di fakultasnya yang mendapat gelar bachelor of medical science di Oxford dengan nilai nyaris sempurna, tentu saja ia tahu apa itu Aconitine dan efek dari obat itu. "Kau menusukkan sesuatu ke kakiku saat kau menendangku," geram Jongin.

Sehun mengangguk dengan bangga. Bajingan itu bahkan tidak terlihat simpati sama sekali padanya. "Ya, MI6 mendesain sepatu tua ini menjadi lebih bermanfaat,"

Jongin benar-benar tidak peduli. Yang menjadi fokus utamanya sekarang adalah bagaimana cara membalaskan dendamnya pada bajingan yang kini memamerkan sepatu sialan itu tepat di depan wajahnya. "Nah, baby, aku tidak ingin bermain-main lagi. Bagaimana kalau langsung ke intinya saja? Aku ingin menanyakan soal bisnis kotor ayahmu," Sehun duduk bersila tidak jauh darinya. Gelas yang semula penuh ini kini tandas tak bersisa.

"Percuma saja, kau bertanya padaku. Dia tidak pernah melibatkanku ke dalam bisnisnya,"

"Mengapa?" pertanyaan itu terlontar dengan otomatis. Sehun mulai tertarik untuk mengetahui sedekat apa Jongin dengan ayahnya.

Jongin menatapnya dengan sangsi. Pria itu sadar kalau Sehun hanya ingin menyiksanya sampai ia benar-benar putus asa di bawah tekanan pria itu. "Kau tahu mengapa," gumam Jongin.

Ya, aku memang tahu mengapa. "Biar kutebak, apa karena kau lebih tertarik dengan sains dan segala macam pengetahuan dibandingkan membantunya memperluas bisnis kotor itu?" Jongin terdiam menatapnya yang Sehun anggap adalah bentuk persetujuan pria itu. Sehun kemudian melanjutkan manipulasi dan berkata, "wow, dan meski begitu kau tetap membelanya. Aku yakin kalau Park Chanyeol lama-lama bisa menggantikan posisimu."

Sebenarnya, perkataannya mengenai Chanyeol itu hanya tebakan. Ia tidak tahu apa keluarga Park terlibat dengan organisasi teroris ihanyauu tidak sama sekali. Sehun menganggap tebakannya ini sebagai sebuah lotre. Jika, tebakannya benar. Maka, ia telah berhasil mendapatkan informasi yang diinginkannya dan kalau salah, ia tetap menjadi pihak yang diuntungkan.

"Fuck you! Chanyeol tidak akan bisa menggantikanku," Jongin kembali menjerit. Dan lama-lama, jeritannya terdengar seperti remaja perempuan bagi Sehun (atau mungkin telinganya saja yang harus segera diperiksa, begitpun dengan kejiwaannya).

"Untuk seseorang yang berhasil menaklukan Oxford, kau tergolong sangat bodoh," cibir Sehun sambil menggelengkan kepala, "aku sedikit kecewa karena aku menaruh ekspektasi banyak padamu."

Dan saat itulah, Jongin menyerah.

Ia benar-benar harus keluar dari sini atau memohon agar Sehun berhenti bicara sebelum ia meledakkan kepalanya sendiri (entah menggunakan apa). Sehun dapat melihat keputusasaan serta kemarahan yang bercampur menyerang diri Jongin sendiri. Well, Kim Jongin ternyata memiliki mental lemah yang mudah dirinya kacaukan. "Aku yakin kalau ayahmu adalah dalang dari penyerangan malam ini,'' ujar Sehun lalu melirik jamnya. Sebentar lagi.

"Tidak," Jongin mengangkat kepalanya yang tertunduk dan menatap lurus pada Sehun, "aku yakin ini ada hubungannya dengan rencana Kamran."

Oke, ternyata Jongin tahu lebih banyak daripada yang dirinya katakan sebelumnya. Sehun menyeringai. Jadi, pria itu berbohong padanya. "Kau bisa saja berbohong. Aku memerlukan informasi yang lebih konkret," Sehun mendesak pria itu dengan permainan kata-katanya.

Jongin menggigit bibir. Ia semakin jatuh ke dalam perangkap Sehun. "Dua hari lagi di Wina akan diadakan pertemuan antara Korea, Jepang dan Cina. Aku mendengar sekertaris pribadi ayahku membahas hal ini sebelumnya. Selain itu, ayahku juga tiba-tiba saja mengajakku untuk liburan ke Jerman besok. Aneh, bukan? Ayahku ingin melarikan diri. Pembunuhan Insang malam ini adalah ancaman dari Kamran agar ia datang,"

Sehun hanya menatapnya. Pria itu dapat melihat kesungguhan di dalam mata Jongin, sehingga ia tidak mungkin berbohong. Mungkin, karena itulah Jongin amat melindungi ayahnya. Fakta bahwa Kim Jongil ingin menarik diri dari pertemuan yang harus dirinya hadiri itu merupakan sebuah pertanda kalau pria itu ingin berhenti. Mungkin, ia bisa menggunakan Jongin atau ayahnya untuk menjebak Kamran. Mungkin, mereka bisa bekerjasama.

Lampu kecil di dalam kacamatanya berkedip. Ini merupakan signalnya untuk segera pergi. Sehun mengeluarkan pistol dari dalam setelan jasnya membuat tubuh Jongin membeku. Pria malang itu memejamkan matanya, pasrah akan apapun yang terjadi selanjutnya. Sehun menembak kaca hotel memecah keheningan malam dengan suara tembakan serta pecahan kaca. Jongin membuka mata dan mendapati Sehun berdiri membelakanginya. Pria itu kemudian menoleh padanya, menarik senyum yang lebih menyerupai serigai lalu berkata, "Laters, baby,"

Sehun kemudian meloncat keluar dari jendela kamar. Perut Jongin terasa seperti dikocok sampai dirinya merasa mual. Bajingan itu tidak mungkin bunuh diri, kan? Atau ini hanya trik konyol para agen NIS? Seperti menjawab pertanyaannya, ia kemudian melihat Sehun yang merayap naik pada tangga dari dalam helikopter. Seorang agen yang mengendarai helikopter mengedipkan mata padanya.

Sebelum, para bodyguard bodoh itu menemukannya di dalam kamar. Helikopter itu bergerak menjauh dan menghilang di antara gedung pencakar langit lainnya. Meninggalkan Jongin yang sudah bisa merasakan kakinya dan kemudian bangkit berdiri hanya untuk melemparkan lampu tidur ke jendela kamar yang masih utuh. Tepat saat itu, seluruh bodyguard-nya mendobrak masuk serta mendapati dirinya sedang mengamuk.

"Tuan muda, apa yang terjadi?" tanya salah satu dari mereka.

Jongin menarik seringai lalu terbahak keras membuat seluruh bodyguard-nya saling menatap satu sama lain. "Aku hanya sedang tidak mood saja," jawabnya berbohong.

Jongin menduga kalau mereka pasti mengiranya gila sekarang. Well, aktingnya memang sangat meyakinkan dan pantas mendapat penghargaan Oscar. "Bersihkan semua ini," perintahnya lalu berjalan menerobos para bodyguard-nya keluar dari kamar hotel.

Ia tidak tahu apa yang membuatnya melindungi Sehun dengan akting gila-efek-patah-hatinya. Mungkin, karena sebagian dari dirinya percaya kalau hanya bajingan itulah yang dapat menyelamatkan ayahnya. Atau ia masih ingin membalaskan dendamnya pada bajingan itu di Wina. Ya, sepertinya pilihan kedua lebih masuk akal. Jongin berjalan menuju lift dengan seringai.

.

.

"Aku sudah menghubungi Badan Intelegen Wina untuk melacak tempat yang akan di-booking dua hari dari sekarang,"

Malam itu juga diadakan rapat dadakan oleh Direktur NIS. Yunho seperti biasa memimpin jalannya rapat itu. Yoona sebagai informan yang sudah terhubung dengan salah satu agen di Wina. Lalu, ada Luhan dan dirinya yang baru saja sampai di gedung NIS. Yoona menunjukkan foto gereja berdesain baroque. Sehun langsung mengenali gereja yang terkenal sebagai salah satu gereja dengan desain terindah di dunia. "Karlskirche," gumam Sehun cukup keras untuk Yoona dengar.

Gadis itu mengangguk padanya lalu beralih pada layar LCD. "Dua hari dari sekarang, akan digelar pesta tahunan yang diadakan oleh pihak gereja sebagai acara tradisi mereka. Pintu gereja akan dibuka selama seharian dan siapapun boleh masuk untuk menghadiri pesta itu. Seluruh polisi di kota akan berjaga di sana. Aku juga sudah memperingati BIW, selain itu FBI juga akan datang,"

Yunho menjentikkan jemarinya pada permukaan meja. Matanya tertuju lurus pada layar LCD, sebelum beralih pada Yoona. "Jadi, tugas kita selesai?"

Sehun yang semula bersandar pada bangku, menegakkan badannya. Ia melirik ke arah Yoona menanti jawaban gadis itu dengan perasaan gusar. Seolah tahu apa yang dipikirkannya, Yoona balas menatap Sehun. Tatapannya menembus diri Sehun membuat pria itu membeku, tidak mampu berkutik.

"Kerja bagus, Agen 124. Tugasmu sudah selesai. Setelah ini, FBI akan menangani kasus ini," Yonna tahu kalau dirinya tidak puas akan keputusan ini. Sehun ingin melanjutkan kasus ini dengan tangannya sendiri. Ia harus menyelesaikan apa yang dimulainya dengan Jongin. "apapun tindakan yang kau ambil setelah ini tidak akan menjadi tanggungjawab NIS. Jadi, kumohon jangan bertindak gegabah."

Luhan melirik ke arahnya, menatapnya cukup lama dengan tatapan cemas. Beberapa detik berlalu, Yoona masih menunggu respon darinya. Hingga, akhirnya Sehun mengangguk sambil menghindari kontak mata dengan gadis itu. "Bagus," gumam Yoona menutup rapat ini.

Yunho adalah orang pertama yang keluar dari ruangan. Tidak ada lagi yang perlu dirinya sampaikan karena memang tugas NIS hanya sampai di sini saja. Menangkap Kamran beserta para pengikutnya sudah diluar kemampuan atau kewenangan NIS. Setelah memasukkan laptop ke dalam tas serta mematikan LCD, Yoona keluar tanpa melirik ke arah Sehun. Namun, ketika gadis itu melewatinya. Sehun dapat mendengar bisikan, "be careful, jerk."

Sehun langsung menyunggingkan seringai. Apa itu satu persetujuan darinya? Luhan yang duduk di ujung ruangan juga menyadari kalau Sehun tidak akan melepaskan kasus ini. Sehun akan mengejar Kamran ke Wina dan menyelesaikan misinya seperti pria itu menyelesaikan misi-misi yang diberikan padanya. "Aku akan menyiapkanmu jet. Bersiaplah, nanti akan kujemput di apartemenmu," itu adalah perkataan terakhir Luhan sebelum pria itu keluar dari ruangan.

Seringai Sehun melebar. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Ia akan menangakap Kamran serta pengikut bajingan itu dengan tangannya sendiri. Ia akan menjatuhkan mereka semua karena dirinya sanggup untuk melakukannya. Tiba-tiba saja, ia teringat akan Jongin dan bibir merah pria itu. Fuck, sepertinya ia tidak akan bisa menahan dirinya lagi saat ia bertemu dengan pria itu di Wina.

Seperti Kamran, Kim Jongin juga adalah misinya. Ia akan menangkap pria itu dan membuatnya memohon di bawah kaki Sehun. Sehun melangkah menuju basement NIS untuk membawa Porsche-nya yang entah sudah berapa lama terparkir di sana. Ia masuk ke dalam mobil, menyalakan mesinnya dan radio. Ponselnya kemudian bergetar menunjukkan panggilan dari nomor tidak dikenal. Sehun menerima panggilan tersebut tanpa ada rasa takut. Setengah dari dirinya berharap kalau itu adalah Jongin.

"Jadi, kau akan ke Wina?"

Sehun kembali menyeringai. Jemarinya bermain di atas kemudi mobil. "Tentu saja. Aku tidak mungkin membiarkanmu sendirian di pesta itu,"

"Fuck you, Sehun. Aku tidak akan membiarkanmu menangkap ayahku. Asal kau tahu saja, kau tidak bisa menjatuhkan Kamran. Jadi, lebihbaik jangan ikut-"

"Peringatanmu terdengar menyedihkan. Aku lebih suka mendengarmu mendesah saat nanti kita bertemu,"

"Sekali lagi, fuck you, Sehun! Kau tidak akan bisa mempengaruhiku dengan permainan katamu. Aku lebih pintar darimu, oke? Aku tahu apa gerakanmu selanjutnya. Aku akan memperingatkan ayahku atau Kamran dan kau akan mati sebelum kau menyentuh mereka,"

Jongin terdengar marah, frustasi dan.. membenci dirinya sendiri. Sehun tahu kalau sebagian dari diri Jongin menginginkan Kamran tertangkap. Namun, dilain sisi jika bajingan itu tertangkap. Maka, ayahnya juga. Sehun menarik nafas panjang. Sial, ia mulai merasa simpati dengan Jongin. "Jongin," Sehun mengerangkan namanya. Pria itu membayangkan Jongin sudah berada di atasnya sekarang, menduduki penisnya. "kau terdengar sangat hot saat kau marah."

Jongin terdiam sejenak di seberang sana. Sebelum, akhirnya ia membuka mulut dan hanya bisa berkata; "Fu-fuck you, asshole!"

Sehun mengelus gundukan yang berada di tengah celananya. Di dalam pikirannya sekarang, Jongin sedang bergerak naik-turun di atas penisnya. Mendesahkan namanya setiap penis Sehun bertumbukan dengan prostatnya. Kedua tangan Jongin berada di atas dada bidangnya, menjadikannya tumpuan setiap pria itu menggoyangkan pinggulnya. Sehun seperti berada di dalam pengaruh ekstaksi. Tubuhnya menginginkan Jongin, begitupun dengan pikirannya.

Ia kembali menarik nafas. Matanya terpejam dan ia dapat mendengar suara Jongin di seberang sana. Entah apa yang pria itu katakan, Sehun tidak begitu peduli.

"-dengarkan aku, Brengsek! Kau tidak akan bisa-"

"I need to fuck you, Jongin,"

Jongin berhenti bicara. Suara Sehun terdengar menuntut seperti pria itu menolak segala macam bantahan yang akan keluar dari mulutnya, bahkan sebelum ia bicara. Jongin tahu kalau Sehun, sekali lagi, hanya berusaha mengacaukan pikirannya dan mungkin juga tubuhnya. Ia mencoba bertahan di dalam zona amannya, mencoba mengendalikan dirinya untuk tidak jatuh ke dalam permainan seorang Oh Sehun. Namun, kali ini.. ia merasa tersesat.

Ia menginginkan sentuhan Sehun, seperti pria itu menginginkan tubuhnya.

Ketika, tangan Jongin menyusup masuk ke dalam celana tidurnya. Ia tahu kalau dirinya telah kalah.

.

.


Rin's note :

soo, yeah, i save the smutt for later (the next chapter)

ps sehun is always hot. I HATE HIM

ps if u want to talk just pm or ask me on askfm (ferineee)