DARK UZUMAKI NARUTO : REVENGE

Author : dark namikaze vengeance 6661

.

Rated : T (mungkin T semi M untuk adegan kekerasannya)

.

Pair : ?

.

Disclaimer : Naruto (Masashi Kishimoto) & DxD (Ichie Ishibumi)

.

Warning : banyak typo, OOC,dll.

.

Genre : Adventure, fantasy

.

Oke, yang pertama tentunya author meminta maaf. Jadwal update menjadi acak-acakan seperti ini. karena, belakangan ini author sibuk membantu Ibu. Jadi, author susah membagi waktu hehe.

Kedua, untuk pertanyaan di chapter – chapter sebelumnya. Akan saya coba jawab di chapter berikutnya. Alasannya? Karena chapter ini sudah sangaaaaaaat panjang yaitu 10k+, jadi author berencana untuk menjawab di chapter mendatang.

Ketiga, untuk jadwan update author akan usahakan normal kembali yaitu 1 minggu sekali, dan kalau telat menjadi 2 minggu sekali. Terlebih sebentar lagi akan memasuki dunia kerja, kemungkinan akan susah membagi waktu hehe.

Sekali lagi author minta maaf.

Dan jangan lupa memberikan commentar terkait chapter ini, tentunya setelah membacanya :v takutnya chapter ini mengecewakan.

Selamat membaca

.

Chapter 4

.

.

Naruto berdiri di samping tubuh Issei. Di tatapnya wajah sahabatnya itu dengan raut wajah yang rumit.

"Aku tidak pernah menyangka sahabatku adalah seorang iblis."

Sahabat? Tentu saja, Ia tidak bisa memungkirinya. Baginya, Issei adalah sahabat baiknya.

"Kau orang yang baik, Issei. Tetapi, Apa kebaikanmu itu juga hanyalah sandiwara?"

Naruto mengakui bahwa Issei memanglah orang yang baik. Tetapi, mengingat Ia sudah mengetahui bahwa Issei adalah iblis, Ia berpikir mungkin kebaikannya hanyalah sebuah sandiwara. Ya sandiwara agar orang lain tidak mengetahui siapa dirinya yang sesungguhnya.

"Bahkan di mata Hinata, kau tetaplah orang yang baik. Meski kau orang yang sangat mesum."

Di sekolahnya, Issei sangatlah 'populer' di kalangan perempuan. Seluruh perempuan dari semua tingkatan pasti mengenali dirinya. Ia Populer karena mempunyai wajah tampan? Tidak. Ia populer karena kemesumannya. Bagi para perempuan, Issei bagaikan musuh alaminya.

Mengintip perempuan yang tengah berganti baju, membawa majalah beserta film dewasa ke sekolah. itulah yang selalu dilakukan Issei bersama kedua temannya, Matsuda dan Motohama. Para perempuanpun akhirnya memberikan sebuah julukan untuk mereka bertiga yaitu, 'Trio mesum'.

"Dia juga menganggapmu sebagai temannya."

Ia kembali teringat dengan perkataan Hinata dulu.

'Terlepas dari sifatnya yang mesum, Issei merupakan orang yang baik. Dia teman yang baik.'

"Tetapi…."

Tiba – tiba, Naruto memegangi kepalanya yang terasa sakit. Dan di saat yang sama, aura hitam kembali keluar dari tubuhnya.

Tidak dalam jumlah banyak, Aura hitam itu hanya menyelimuti kakinya saja.

"KALIAN SEMUA TELAH MEMBUNUHNYA!"

Blarrrr

Naruto menginjak tubuh Issei dengan sekuat tenaga. Akibatnya, tanah bergetar cukup kuat dan kawah berukuran sedang terbentuk dibawah tubuh Issei.

Darah menyembur keluar dari mulut sahabatnya itu. itu tidaklah mengherankan, karena dirinya memang menyerang sahabatnya itu dengan niat membunuh.

Tetapi, Issei tidak menunjukan tanda – tanda akan terbangun dari pingsannya. Dan mungkin saja serangannya barusan membuat waktu Siuman Issei menjadi semakin lama.

"Aku tidak peduli dengan perang yang melibatkan ketiga fraksi, bagaimanapun juga aku hanyalah seorang manusia. Tetapi, sekarang berbeda. Karena perang itulah Hinata terbunuh, dan aku tidak bisa diam saja."

Aura hitam kembali masuk kedalam tubuhnya, tetapi rasa sakit dikepalanya malah semakin menjadi – jadi.

Brukk

"Uhuk uhuk uhuk."

Seketika Naruto jatuh berlutut di atas tanah. Ia memuntahkan banyak darah dari dalam mulutnya.

'Sialan! Tubuhku benar – benar sudah mencapai batasnya.' Batinnya.

Sejak tadi tubuhnya memang sudah sangat sakit, tetapi Ia memilih untuk mengabaikannya. Namun, sekarang rasa sakitnya justru semakin terasa.

"Aku harus menjadi lebih kuat dari ini. Bagaimanapun juga aku harus membalaskan dendamku pada Iblis dan Malaikat jatuh. Termasuk malaikat yang tinggal di surga. Walaupun aku belum pernah bertemu dengan mereka, mereka juga bersalah karena di masa lalu ikut berperang dengan iblis dan malaikat jatuh. Apabila di masa lalu malaikat tidak ikut berperang dengan kedua fraksi itu, maka tidak akan pernah ada yang namanya perang 3 fraksi dan Hinata pasti masih hidup sekarang."

Tidak hanya iblis dan malaikat jatuh, Ia juga ingin membalaskan dendamnya pada malaikat. Baginya, malaikat sama saja bersalah atas kematian Hinata. Andaikan di masa lalu Malaikat tidak berperang dengan malaikat jatuh dan iblis, maka tidak akan pernah ada yang namanya perang diantara ketiga fraksi. Dan Hinatapun pasti masih hidup sekarang.

"Walaupun kau adalah sahabatku, tetapi kau adalah bagian dari mereka. Jadi aku harus membunuhmu, Issei."

Naruto menatap wajah sahabatnya. Tidak ada pilihan yang lain. Inilah pilihan yang dirinya ambil. Ia sudah berjanji akan membalaskan dendam Hinata, sekalipun dirinya harus membunuh sahabatnya sendiri.

Srekk Srekk Srekk

Terdengar suara dari semak – semak yang berada tidak jauh darinya. Ia menghela nafasnya, dan kembali berdiri.

Narutopun memutuskan untuk memeriksa semak – semak tersebut.

"J-j-jangan mendekat!"

Dari semak – semak, keluar seorang pria sembari memegangi pisau di tangannya. Naruto menghentikan langkah kakinya, Iapun menatap pria di depannya yang tengah mengarahkan pisau padanya.

'Aku tidak merasakan kekuatan apapun dari pria itu, tampaknya pria itu hanya manusia biasa. Tetapi, apa dia melihat semuanya dari awal?' Batinnya.

Naruto menatap ke sekeliling, penghalang yang sejak tadi menutupi seluruh taman sudah menghilang.

Walaupun penghalang yang menutupi taman sudah menghilang, taman ini tampak begitu sepi. Ia tidak melihat siapapun selain pria didepannya.

"Apa anda sedari tadi disini?"

"A-aku baru saja sampai ke taman ini."

Naruto terdiam. Jawaban yang diberikan pria di depannya tidak bisa di percayai. Tentu saja Ia berpikir seperti itu, karena pria itu memberikan jawaban sembari mengalihkan pandangan matanya darinya.

"Jangan takut, tuan. Aku tidak akan menyakiti anda, anda hanya perlu menjawab pertanyaan saya. Jadi, apa yang anda lihat? apa anda melihat semuanya?"

Ia berjalan menghampiri pria di depannya. Pria didepannya tampak ketakutan, tangannya gemetar. Padahal sedari tadi Ia hanya menatapnya saja.

"S-sudah kubilang jangan mendekat! Aku akan menusukmu atau menembakmu dengan pistol kalau kau terus mendekat."

"Kenapa anda begitu takut terhadap saya? Saya bukan penjahat. Saya hanya ingin anda menjawab pertanyaan saya, apa anda melihat semuanya?"

Naruto tersenyum hingga kedua matanya menyipit, tetapi entah kenapa pria di depannya malah semakin takut. Apa Ia semenakutkan itu di mata pria di depannya?

Pria itu memegang pisau di tangan kirinya, dan tangan kanannya mengambil pistol yang di simpan di sakunya.

"Kalau kau terus mendekat, aku tidak akan ragu untuk m-menembakmu, sialan!"

Ia mengarahkan pistolnya pada Naruto yang terus berjalan menghiraukan ancaman darinya. Tetapi, Ia tidak bisa menembak Naruto. Tangannya tidak mau berhenti gemetar, dan itu membuat dirinya susah untuk membidik Naruto. Sepertinya jumlah peluru di dalam pistol itu tidaklah banyak, sehingga pria itu tidak ingin membuat satu pelurupun terbuang dengan percuma.

Sekarang, Ia hanya mempunyai satu pilihan. Yaitu menyerang Naruto dengan pisau di tangan kirinya. Tentu saja itu adalah pilihan yang paling logis, karena dirinya masih belum bisa memakai pistolnya.

Pria itupun langsung berlari kearah Naruto.

Jlebb

Pria itu berhasil menusukan pisau yang dipegangnya pada perut Naruto. Baginya ini terlalu mudah. Ya terlalu mudah, karena Ia tidak melihat Naruto berusaha untuk menghindari atau menahannya.

Ia lalu melepaskan pegangan pada pisaunya yang masih menancap pada perut Naruto.

"Kau berbohong padaku, Tuan."

Dengan senyuman di wajahnya, Naruto mencabut pisau yang menancap di perutnya.

"Tampaknya Anda tidak pandai untuk berbohong. Raut wajah anda menjelaskan semuanya. Apabila anda baru saja datang, tidak mungkinkan anda akan takut melihat saya?"

Pandangan Naruto terus tertuju pada pria di depannya. Sembari memegangi pisau yang berlumuran darahnya.

Pria itu membalikan badannya dan langsung berlari meninggalkan Naruto.

Zwushhhh Tap

"Akan menjadi masalah membiarkan anda pergi."

Naruto muncul secara tiba – tiba di hadapan pria yang mencoba lari darinya. Dari raut wajahnya, pria itu nampak terkejut. Tidak, melainkan sangat – sangat terkejut.

Grebb

Dengan tangan kirinya, Naruto mencekik pria itu dan mengangkatnya ke udara.

"Jadi, anda melihatnya semuanya dari awal?"

Pria itu meronta – ronta agar Naruto melepaskannya. Tetapi semakin Ia memberontak, cengkraman Naruto pada lehernya semakin kuat.

"Lepaskan, Sialan!"

Pria itu menggerakan tangan kanannya yang masih memegangi pistol, dan mengarahkan pada dada Naruto.

Dor

Walaupun tangan kanannya masih gemetar, pria itu berhasil menembak tepat di dada Naruto. Ia berharap dengan tembakannya itu, cengkraman di lehernya terlepas dan Ia bisa kabur.

Tetapi, harapan hanyalah sebuah harapan. Naruto tidak bergeming sedikpun. Ia masih tersenyum, dan seolah tidak terganggu dengan tembakan barusan.

"L-lepaskan diriku bajingan! Bukannya musuhmu adalah pria bersayap hitam itu? kau tampak sangat marah melawannya."

Cuihh

Pria itu meludah dan tepat mengenai pipi Naruto.

"Saya memang tidak mempunyai dendam terhadap manusia."

Ya, Ia memang tidak mempunyai dendam terhadap manusia lainnya. Raut wajah Naruto lalu menjadi serius, senyuman yang tadi menghiasi wajahnya menghilang.

"Tetapi, kau telah melihat hal yang harusnya tidak kau lihat."

Naruto tidak mau ada saksi mata. Menurut Naruto, akan gawat apabila ada seseorang yang mengetahui tentang kekuatan dan sandiwaranya. Siapapun yang mengetahuinya harus mati, tetapi tidak untuk orang yang dipercayainya. Sayangnya, tidak ada orang yang pantas untuk dipercayai olehnya.

Jlebb

"Arghhhhhhhh."

Naruto menancapkan pisau di pergelangan tangan kanan pria yang tengah di cekiknya. Pria itu Nampak begitu kesakitan, dan pistol yang tengah dipegangnyapun terlepas dari genggamannya.

Tap

Sebelum menyentuh tanah, Naruto mengambil pistol tersebut. Tangan kanannya sudah tidak lagi memegang pisau, melainkan sebuah pistol.

"Ma-maafkan aku telah berbohong. Aku m-memang melihat semuanya, d-dari awal."

Pria itu tampak memohon agar Naruto tidak membunuhnya. Terlebih saat ini, Ia tengah kesakitan karena pisau yang tengah menancap di pergelangan tangannya.

"Saksi tetaplah saksi. Aku harus menghilangkan saksi, meskipun itu adalah manusia."

Naruto sedikit menurunkan tubuh pria yang tengah di cekiknya.

"Ughhhh."

Naruto semakin kuat mencekik leher pria tersebut, dan membuat pria itu semakin kesakitan. Mulutnya terbuka, tampaknya pria itu sudah mulai kesusahan untuk bernafas.

Ia lalu mengarahkan pistolnya pada mulut pria yang terbuka tersebut.

Dor Dor Dor

Suara tembakan terdengar dengan sangat jelas di taman yang begitu sepi ini. Naruto lalu melepaskan cengkramannya.

Brukk

Tubuh pria itu langsung tergeletak di atas tanah. Darahpun mulai keluar dari belakang kepalanya, Sepertinya peluru tadi menembus kepalanya.

Ckrek Ckrek Ckrekk

Naruto berniat menembak kembali tubuh pria itu, namun tampaknya peluru di dalam pistol itu sudah habis. Iapun menjatuhkan pistol yang dipegangnya, dan kembali pergi ke tempat Issei.

Ia berdiri di dekat tubuh Issei. Dilihatnya wajah Issei yang penuh memar, dan bekas darah kering di sekitar mulutnya.

Tidak berapa lama, tubuh Issei bergerak. Nampaknya sahabatnya itu sudah siuman dari pingsannya.

"Issei, Issei, Kau tidak apa – apa? Ini aku Naruto."

Issei mengerjapkan matanya beberapa kali, dan hal pertama yang Ia lihat adalah wajah temannya yang tampak begitu cemas.

"Naruto, apa yang terjadi? Ughhh."

Tiba – tiba, Issei merasakan sakit di wajah dan perutnya.

'Sakit sekali. Apa yang sebenarnya terjadi tadi? Sampai tubuku benar – benar sakit seperti ini.' Batinnya.

Rasa sakit di wajahnya mungkin tidak seberapa, tetapi rasa sakit di perutnya benar – benar luar biasa. Tulang – tulang di dalam tubuhnya seperti ada yang patah.

"Apa kau merasa kesakitan? Kau tadi diserang oleh malaikat jatuh, dan pingsan."

"Sialan, jadi aku pingsan setelah terkena serangan dari malaikat jatuh. Bahkan aku belum menghajar malaikat jatuh itu. Dan yang terpenting, apa kau terluka?"

"Tidak. Setelah kau pingsan, malaikat jatuh itu pergi dengan terburu – buru. Ia sempat mengatakan bahwa Ia di panggil untuk segera kembali."

Issei menghela nafasnya, Ia senang sekaligus kesal. Ia senang karena sahabatnya tidak terluka, dan kesal karena tidak bisa menolong Asia serta menghajar malaikat jatuh tadi. Bahkan Ia dibuat babak belur seperti ini.

"Maafkan aku, Naruto."

Naruto menatap heran kearah Issei.

"Aku meminta maaf karena telah membawamu pada situasi seperti ini. Inilah kenapa aku tidak mau memberitahumu bahwa aku adalah iblis."

Issei memasang wajah menyesal, membawa Naruto pada situasi seperti ini adalah kesalahannya.

"Tidak apa, ini bukan salahmu. Aku mengerti alasannya."

Naruto tersenyum kearah Issei. Melihat reaksi yang ditunjukan Naruto, membuat Issei malah merasa heran. Ia sudah mempersiapkan diri untuk mendengar caci maki atau di benci oleh Naruto.

"Eh? Aku kira kau akan membenci diriku setelah mengatahui bahwa aku adalah iblis, Naruto."

Ia menghela nafasnya, reaksi yang Naruto tunjukan barusan sama sekali tidak pernah Ia bayangkan.

"Aku mengerti sekarang, jadi kau menggunakan senyummu untuk membuat Hinata-chan jatuh cinta. Tapi maaf Naruto, bagiku senyummu menjijikan untuk dilihat. Jadi hentikan senyuman itu."

Issei dan Naruto kemudian tertawa. Tetapi tawa mereka tidak bertahan lama, saat Issei kembali merasakan sakit pada perutnya.

'Sepertinya luka diperutku benar – benar parah.' Batinnya.

"Sebaiknya kita pergi dari sini, lukamu harus segera di sembuhkan. Atau iblis bisa menyembuhkan luka dengan sendirinya?"

"Jangan bercanda Naruto, iblis tidak bisa menyembuhkan luka dengan sendirinya."

Issei berusaha untuk berdiri, tetapi tampaknya Ia masih belum bisa berdiri. Naruto yang melihat itu langsung mengambil lengan kiri Issei, lalu mengalungkan di bahunya.

"Aku benar – benar berterima kasih banyak, Naruto."

"Jangan terlalu dipikirkan, Issei. Bagaimanapun kau adalah temanku."

Di jalan menuju rumah Issei, mereka berdua terus mengobrol.

"Jadi, sejak kapan kau menjadi iblis, Issei? Apa sedari lahir?"

"Apa kau ingat saat aku bertanya tentang pacarku?"

Naruto mulai mengingat kejadian di masa lalu, dan Ia teringat saat Issei dengan bangganya mengaku sudah mempunyai seorang pacar pada Matsuda dan Motohama.

"Oh aku ingat. Kalau tidak salah, waktu itu kau mengaku sudah mempunyai pacar di depan Matsuda dan Motohama."

"Aku menjadi iblis sejak hari itu. Sebelumnya aku hanya manusia biasa."

"Tunggu dulu, siapa nama pacarmu itu, Issei?"

"Yuma – chan."

Naruto tampak sedang mengingat – ngingat sesuatu.

"Bukankah itu nama malaikat jatuh yang membawa Asia tadi? Kau sempat memanggilnya Yuma – chan."

Issei hanya tersenyum masam mendengar perkataan Naruto. Malaikat jatuh tadi memang pacarnya atau lebih tepatnya mantan pacarnya. Dan sekarang mantan pacarnya itu membawa pergi perempuan yang hendak Ia tolong. Baginya, itu adalah skenario yang sangat buruk.

Melihat perubahan ekspresi Issei, Narutopun mengganti topik pembicaraannya.

"Nee, Issei. Setelah menjadi iblis apa yang kamu rasakan? Kau pasti punya kekuatan yang hebat kan?"

"Kekuatan hebat ya? Sepertinya aku belum sampai pada tahap itu. Setelah menjadi iblis ada beberapa perubahan yang aku rasakan. Contohnya saat malam hari, indra pendengaran serta indra penglihatanku meningkat."

"Bukankah itu hebat? Dan tadi aku melihat tangan kirimu yang diselimuti oleh sarung tangan berwarna merah, apa itu juga kekuatan yang iblis punya? Dilihat dari manapun, itu seperti di film – film yang ada di televisi. "

"Sepertinya tidak semua Iblis mempunyai sarung tangan merah sepertiku. Itu adalah Sacred Gear."

"Sacred gear? Apa itu, Issei? Dan apa sarung tangan merahmu itu bisa menembakan laser dengan kekuatan besar seperti di film – film?"

"Rasanya aku kurang pandai dalam menjelaskan sesuatu. Intinya Sacred gear adalah pemberian tuhan. Dan sepertinya Sacred gearku tidak bisa menembakan laser seperti di film – film, Naruto."

Mereka akhirnya sudah sampai di depan rumah Issei. Perjalanan menuju rumah Issei terasa begitu singkat, karena mereka asyik mengobrol. Naruto lalu memencet bel rumah Issei.

Cklek

Muncul seorang perempuan dari dalam rumah.

"Astaga Issei, ada apa denganmu? Apa kau ketahuan mengintip hingga wajahmu seperti ini?"

Naruto memperhatikan perempuan yang tampak begitu khawatir melihat Issei. Sepertinya perempuan itu adalah Ibu Issei. Bagi Naruto, ini adalah kali pertama Ia berkunjung ke rumah Issei.

Ibu Issei sepertinya benar – benar cemas melihat kondisi Issei. Bagaimana tidak, wajah anaknya penuh dengan luka memar serta di sekitar mulutnya ada bekas darah yang sudah mengering.

"Aku baik – baik saja, Ibu. Jadi Ibu jangan terlalu khawatir."

"Maafkan saya. Issei berkelahi dengan preman di jalan untuk melindungi saya, Sehingga membuatnya seperti ini. Saya sungguh minta maaf."

Naruto membungkukan badannya untuk meminta maaf pada Ibu Issei. Melihat Naruto yang meminta maaf, Ibu Issei hanya bisa ada raut wajah yang menandakan bahwa Ibu Issei marah pada Naruto .

"Sepertinya anakku sudah dewasa. Jadi, dia bisa menjaga temannya juga. Ibu kira kau hanya bisa menonton film dan membaca majalah dewasa, Issei."

"Hey Ibu."

Ibu Issei sedikit tertawa melihat Issei yang tampak begitu kesal.

"Kalau begitu saya pamit pulang, karena ini sudah malam."

"Hey kenapa kau tidak menginap saja, Naruto?"

"Benar yang dikatakan Issei, sebaiknya menginap saja disini. Ini sudah malam."

"Terima kasih atas tawarannya, tetapi saya minta maaf."

Naruto membungkukkan badannya, dan pergi meninggalkan rumah Issei.

Jalanan tampak begitu sepi, tidak ada seorangpun sejauh mata memandang. Sebuah senyuman terukir di wajah Naruto.

"Karena kau adalah temanku yang paling berharga. Aku akan membunuhmu dengan cara yang Indah, Issei."

.

.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Naruto sampai di rumahnya.

Cklekk

Naruto yang hendak membuka pintu rumahnya sedikit terkejut. Pintu rumahnya terbuka dengan sendirinya.

"Nii-san."

Leonardo berdiri di dekat pintu. Sepertinya adiknya lah yang membuka pintu rumahnya dari dalam.

"Kenapa kau belum tidur, Leonardo? ini sudah larut malam."

"Aku menunggumu, Nii-san."

Naruto tersenyum tipis mendengar jawaban dari Leonardo. Sepertinya adiknya benar – benar mengkhawatirkan dirinya.

"Nii-san, pakaianmu berantakan. Apa yang terjadi?"

Leonardo melihat secara seksama pada pakaian yang dikekanan Naruto, terdapat beberapa robekan dan bercak darah.

Tadi pagi, pakaian yang Naruto kenakan begitu rapih dan bersih. Tetapi, sekarang begitu berantakan.

"Hanya bertengkar dengan kakak kelas. Tidak lebih."

Leonardo menatap Naruto dengan seksama. Jawaban yang diberikan Nii-sannya barusan begitu ambigu dan tidak bisa diterima olehnya. Bertengkar dengan kakak kelas? Itu terdengar seperti sebuah kebohongan baginya.

Ia ingin bertanya tentang hal lain, tetapi Nii-sannya pasti lelah. Terlebih, besok masih hari sekolah.

"Nii-san, beristirahatlah. Bukankah Nii-san besok harus pergi ke sekolah?"

Naruto mengacak – acak rambut Leonardo dengan senyum diwajahnya.

"Ya, aku masih harus berangkat ke sekolah besok. Sebaiknya kau juga segera pergi tidur, Leonardo."

Leonardo menganggukan kepalanya. Iapun dengan segera pergi menuju kamarnya.

"Leonardo."

Leonardo yang baru saja hendak masuk ke dalam kamarnya, menolehkan kepalanya dan menatap kearah Naruto.

"Ya, Nii-san?"

"Apa kau sudah makan?"

"Aku sudah makan, Nii-san. Aku membuatnya sendiri. Oyasumi, Nii-san."

Leonardo tersenyum kearah Naruto, lalu masuk ke dalam kamarnya.

"Oyasumi."

Narutopun beranjak pergi menuju kamarnya.

Dibukanya pintu kamarnya, kamarnya tampak begitu rapih dan bersih. Sepertinya Leonardo yang membereskan kamarnya selagi Ia bersekolah.

Tanpa berniat untuk membersihkan badan atau sekedar berganti pakaian, Naruto langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tubuhnya sudah benar – benar sudah terasa lemas.

.

.

Esok Harinya

Krrrriingggggggg

Suara alarm terdengar begitu nyaring, dan memaksa Naruto membuka kedua matanya yang begitu berat. Tangannya bergerak mematikan alarm yang terletak di samping tempat tidurnya.

Naruto langsung beranjak dari tempat tidurnya, dan pergi menuju kamar mandi.

10 menit kemudian.

Persiapan yang dilakukan Naruto sudah selesai, Ia lalu berjalanan menuruni tangga untuk ke lantai 1. Ia harus membuat sarapan pagi untuk dirinya dan Leonardo sebelum berangkat ke sekolah.

Naruto melihat Leonardo yang sudah duduk di meja makan.

"Ohayou, Nii-san."

"Ohayou, Leo. Jadi, siapa yang telah membuat sarapan ini?"

Naruto yang berniat membuat sarapan untuk dirinya dan Leonardo, memandang bingung pada sarapan yang sudah tersedia di meja makan.

"Aku tidak berani membangunkan Nii-san, tampaknya Nii-san benar – benar kelelahan. Lalu, aku memutuskan untuk membuat sarapan pagi ini."

"Kau bisa memasak?"

Naruto lalu duduk di kursi yang biasanya Ia duduki sewaktu sarapan pagi.

"Aku melihatnya di televisi, jadi aku mencoba membuatnya."

Leonardo memang memasak sarapan ini mengikuti dengan apa yang Ia lihat di televisi. Naruto hanya tersenyum, dan langsung memakan sarapan yang dibuat adiknya itu. Leonardopun lalu memakan sarapannya.

Naruto selesai menghabiskan sarapannya bersamaan dengan Leonardo. Tanpa bertanyapun, Leonardo sudah tahu bahwa sarapan yang Ia buat tidaklah gagal.

"Ada apa, Leonardo? kenapa memasang wajah seperti itu? Apa kau pikir aku akan pulang dengan keadaan seperti kemarin?"

Naruto menatap adiknya yang tampak memandanginya dengan raut wajah yang cemas. Sepertinya Leonardo khawatir pada dirinya.

"Aku hanya khawatir padamu, Nii-san. Melihat darah di baju Nii-san membuatku takut. Aku takut akan kehilangan keluargaku lagi."

"Kau kehilangan keluargamu?"

Air mata mengalir dari mata Leonardo saat Naruto menanyakan hal tersebut.

"Aku kehilangan keluargaku. Mereka dibunuh oleh orang – orang yang memiliki sayap dipunggungnya, karena berusaha melindungiku. Mereka bilang bahwa aku berbahaya dan harus dibunuh."

Leonardo kembali mengingat kenangan buruknya. Ya kejadian yang tidak bisa Ia lupakan, dimana orang tuanya terbunuh di depan matanya. Orang tuanya dibunuh oleh orang – orang yang memiliki sayap dipunggungnya. Ya, Ia tidak salah lihat. Orang – orang itu memang mempunyai sayap.

"Ini semua salahku. Mereka berdua terbunuh karena berusaha melindungiku. Apa salahku? Apa maksudnya bahwa aku berbahaya?"

Melihat Leonardo yang menangis, Narutopun berdiri dan berjalan mendekati adiknya itu. Ia mengusap kepala Leonardo dengan lembut.

"Maafkan aku, karena telah membuatmu mengingat kejadian pahit di masa lalu. Tetapi, Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Leonardo."

"Nii-san janji?"

"Tentu saja."

.

.

.

.

"Sialan! Aku benar – benar kesal!"

Issei tengah berjalan menuju sekolah sambil terus menggerutu. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk.

Tentu saja suasana hatinya sedang buruk, Ia kembali gagal menyelamatkan Asia. Dan Ia dibuat babak belur oleh malaikat jatuh hingga pingsan. Kedua tangannya terkepal kuat menahan rasa kesal yang sudah mencapai puncaknya itu.

Pluk

"Ohayou Is-"

Bhuaghhhhh

Issei secara tidak sadar menghantamkan tinjunya pada seseorang yang menepuk pundaknya secara tiba – tiba.

"Apa ini salam baru darimu, Issei? Kemarin kau juga menghantamkan tinjumu padaku."

"Hehe Maafkan aku Naruto, aku tidak sengaja. Kau menepuk pundakku secara tiba – tiba, jadi aku reflek menghantamkan tinjuku."

Issei menggaruk belakang kepalanya sambil tersenyum melihat temannya yang tengah memegangi pipi kanannya.

Ia sedikit merasa heran. Ia memang tidak sengaja memukul Naruto, tetapi Ia yakin pukulan barusan pasti membuat pipi Naruto memar. Dan yang dilihatnya sekarang, pipi Naruto baik – baik saja.

'Aku memang tidak sengaja memukulnya. Tetapi, aku memukulnya sekuat tenaga. Seharusnya Naruto mengalami luka memar. Apa aku sebegitu lemahnya?' Batinnya.

Plakk

Naruto menampar wajah Issei dan membuat Issei tersentak kaget.

"Kenapa kau menamparku, Hah!?"

Issei Nampak marah sambil memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan Naruto.

"Kau memandangi wajahku dengan serius. Apa wajahku terlihat menggoda bagimu?"

"Apa maksudmu?"

"Biasanya kau memasang wajah serius saat mengintip perempuan, menonton film dan majalah dewasa. Dan barusan kau menatapku seperti itu, sebagai lelaki normal tentunya aku takut."

Naruto memasang wajah seolah Ia takut terhadap Issei. Sedangkan Issei mengepalkan tinjunya menahan amarah. Ia ingin meninju wajah temannya sekali lagi.

"Yo Naruto, Issei."

"Kenapa kau tampak begitu marah pagi ini? dan Naruto bagaimana kabarmu?"

Issei dan Naruto melirik kearah datangnya kedua temannya yaitu Matsuda dan Motohama.

"Aku baik – baik saja, terima kasih karena telah mengkhawatirkanku."

Naruto tersenyum pada Matsuda dan Motohama.

"Sudahlah Issei, simpan amarahmu sebentar. Aku mempunyai film bagus."

Matsuda mengeluarkan sebuah kaset film dari tasnya.

"I-I-Ini tidak mungkin. Bagaimana kau bisa mendapatkannya? Bukankah ini barang yang sangat langka."

Amarah Issei lenyap seketika. Ia menatap tidak percaya pada kaset film yang dipegangnya.

"Aku mendapatkannya dari koneksiku. Bagaimana kalau kita menontonnya sepulang sekolah?"

"Oh itu ide yang bagus. Ini baru masa muda."

Trio mesum itu memasang senyuman cabulnya. Lalu pandangan mereka tertuju pada Naruto.

"Naruto, kau harus ikut menontonnya!"

"Ya bagaimana kau menyebutmu dirimu adalah seorang lelaki bila tidak menonton film ini."

"Kau akan menyesal melewatkan film ini. Film ini sangat langka kau tahu."

Naruto hanya tersenyum kikuk mendengar ajakan dari ketiga temannya itu.

"Matilah kau trio mesum."

"Menjijikan."

Issei menatap ke sekelilingnya, dan Ia melihat para perempuan dengan tatapan jijik melihat kearah mereka.

"Diamlah. Kalian tidak tahu bahwa ini adalah surga lelaki."

"Sebaiknya kita pergi, Issei!"

Naruto bersama 'Trio mesum' melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Tetapi Issei merasa ada yang janggal hari ini.

Ia merasa para perempuan sedari tadi melihat kearah mereka. Biasanya para perempuan memandanginya dengan tatapan membunuh, tetapi kali ini berbeda. Ia menganggukan kepalanya sambil tersenyum.

'Akhirnya para perempuan itu mulai mengakui ke tampananku. Sepertinya sekarang giliranku yang akan terkenal hehehe.' Batinnya.

"Naruto-kun hari ini terlihat keren."

"Ah aku benar – benar bahagia bisa sekolah disini. Karena aku bisa melihat Kiba-kun dan Naruto-kun."

Harapan Issei sirna, Ia merasa yakin para perempuan itu melihat kearahnya. Tetapi, Ia benar – benar salah besar. Para perempuan itu menatap Naruto bukan dirinya.

Tatapan yang diberikan para perempuan itu sama seperti tatapan pada Yuuto Kiba, ya tatapan perempuan yang jatuh cinta.

"Naruto-kun menjauhlah dari ketiga mahluk menjijikan itu."

Naruto hanya tersenyum tipis melihat perempuan – perempuan itu dan sesekali membalas sapaan dari mereka. Tidak hanya Issei yang kesal, Matsuda dan Motohamapun sama.

Mereka akhirnya sampai di kelas, Narutopun menyimpan tasnya di bangku duduknya.

Grebb

"Bisa jelaskan tentang semuanya, Naruto?"

Naruto nampak terkejut saat Issei mencengkram kerah bajunya secara tiba – tiba.

"Apa maksudnya ini, Issei?"

Ia tampak tidak mengerti dengan tindakan Issei.

"Beberapa saat yang lalu kita berempat adalah orang – orang yang tidak terkenal, tetapi sekarang-"

Issei tidak bisa melanjutkan perkataannya, air matanya tumpah. Naruto yang melihat itu semakin tidak mengerti.

"Kita bunuh saja penghianat ini, Issei."

"Penghianat!"

Tidak hanya Issei, Matsuda dan Motohama juga menangis.

"Kenapa kau menjadi idola baru para perempuan, hah? Jelaskan padaku Naruto, kau menggunakan apa? Ilmu apa yang kau gunakan, Sialan!"

Naruto hanya tersenyum kikuk mendengar perkataan ketiga temannya itu. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari Issei. Dirinya juga tidak mengetahui kenapa para perempuan menjadi seperti itu.

"Dulu Kiba dan sekarang Naruto. Sudah tidak ada harapan untuk kita."

Issei melepaskan cengkramannya pada Naruto.

"Matilah kalian para pria tampan di dunia ini."

Naruto tidak tahu harus berbuat apa melihat ketiga temannya menjadi depresi, terlebih Issei.

Teng Teng Teng

Bel pun berbunyi dan menandakan bahwa pelajaran akan dimulai.

.

.

Kegiatan belajar hari ini sudah selesai. Naruto merapikan buku – bukunya dan memasukan ke dalam tas.

"Naruto ikutlah denganku!"

Naruto menatap Issei dan Yuuto Kiba. Ia memang tidak salah liat, pria yang berdiri di samping Issei adalah idola perempuan di sekolahnya.

Dan yang membuatnya bingung adalah mereka berdua meminta dirinya untuk ikut bersama mereka.

"Saya mohon maaf, tetapi ikutlah bersama kami sebentar, Uzumaki-san."

"Jangan meminta maaf, Yuuto-san. Baiklah aku akan ikut."

Naruto akhirnya setuju untuk ikut bersama Kiba dan Issei. Kiba dan Issei berjalan duluan, dan Naruto mengikutinya dari belakang.

Keadaan benar – benar hening, sepertinya tidak ada yang berniat untuk memulai percakapan. Dan tidak berapa lama, Kiba dan Issei menghentikan langkah kakinya di depan sebuah pintu. Di pintu itu terdapat tulisan 'Klub penelitian ilmu gaib'.

Tok Tok

Kibapun lalu mengetuk pintu.

"Masuk."

Terdengar sahutan dari dalam, Kiba dan Issei lalu masuk ke dalam ruangan klub di ikuti Naruto.

"Aku sudah membawanya , Buchou."

Perempuan berambut merah menganggukan kepalanya. Kiba dan Issei lalu duduk di kursi yang ada di ruangan itu, meninggalkan Naruto yang berdiri di sana.

Naruto mengedarkan pandangannya pada sekeliling ruangan, Ia hafal semua orang yang berada di ruangan ini. Rias Gremory, Himejima Akeno, Tojou Koneko, Yuuto Kiba dan Hyoudo Issei. Mereka semua adalah orang – orang yang terkenal di sekolahnya.

"Uzumaki Naruto."

Naruto berdiri di tengah – tengah ruangan klub dengan gugup. Tentu saja, saat ini Rias Gremory menatap dirinya dengan begitu seksama.

"Y-ya, ada perlu apa dengan saya Gremory-senpai?"

Tidak hanya Rias Gremory yang memandanginya, tetapi semua orang yang berada di ruangan menatap dirinya.

"Kamu sudah mengetahui bahwa Issei adalah Iblis kan, Naruto Uzumaki?"

Naruto sedikit tersentak, Ia berpikir bagaimana Rias Gremory bisa tahu bahwa dirinya sudah mengetahui identitas asli Issei.

Ia melirik kearah Issei, dan temannya itu hanya tersenyum dengan kikuk.

"Y-ya. Aku berjanji tidak akan memberi tahu siapapun."

"Memang harus seperti itu. Kamu tidak boleh memberitahu siapapun. Termasuk tentang malaikat jatuh. Hal - hal seperti iblis dan malaikat jatuh adalah hal yang tabu bagi manusia."

Naruto bisa melihat Akeno dan Rias yang tampaknya sedang mendiskusikan sesuatu. Tetapi, Ia tidak bisa mendengar percakapan diantara keduanya.

"Apa anda sudah memeriksa kekuatan apa yang ada di dalam dirinya?"

"Aku tidak merasakan apapun. Dia hanya manusia biasa. Tetapi, Issei juga merasakan ada yang aneh dengan Naruto."

"Apa maksud anda?"

"Issei menceritakan tentang hal kemarin padaku. Ia bilang pakaian yang Naruto kenakan compang – camping dan bercak darah. Tetapi, tubuh Naruto tidak terluka sedikitpun. Menurutnya, apabila Naruto terkena serangan dari malaikat jatuh, pastinya ada bekas luka."

"Apa anda berpikir bahwa Naruto menyembunyikan Sacred gearnya?"

"Aku tidak yakin, tetapi hal seperti itu tidak mungkin. Mungkinkah kekuatan dia muncul saat menjadi iblis? Ada beberapa kasus Sacred gear seperti itu."

"Bukankah kejadian itu sangatlah langka?"

"Ya, tetapi aku akan bertaruh."

"Bertaruh?Apa anda berencana menjadikannya sebagai iblis dan budak anda, Buchou?"

"Aku masih mempunyai 1 pion yang tersisa setelah membangkitkan Issei."

"Bukankah itu terlalu beresiko? Bagaimana kalau dia tidak mempunyai kekuatan apapun?"

"Firasatku mengatakan bahwa Ia akan menjadi pion yang bagus suatu hari nanti."

"Baiklah, itu semua keputusan Anda, Buchou."

Percakapan Rias dan Akeno berhenti sampai disana. Pandangan Rias kembali tertuju pada Naruto.

"Nee Naruto, aku akan memberimu dua pilihan. Pilihan pertama, kamu harus menjaga rahasia tentang iblis serta malaikat jatuh seumur hidupmu. Pilihan kedua, aku akan menjadikanmu seorang iblis serta budak atau pelayanku."

Splash

Semua orang yang berada di ruangan kecuali Issei mengeluarkan sayap iblis di punggung mereka. Issei tampak terkejut mendengar perkataan dari 'Buchou'nya itu.

"Menjadi iblis? Gremory-senpai ingin aku menjadi seorang iblis?"

Issei mengalihkan pandangannya pada Naruto. Ia berpikir bahwa Naruto juga akan sama terkejutnya dengan dirinya. Tetapi sepertinya itu hanyalah imajinasi Issei.

Naruto terlihat begitu tenang, tidak ada lagi rasa gugup seperti beberapa menit yang lalu. Akan tetapi, Ia merasa ada yang aneh dengan temannya itu. Entah mengapa, Ia merasa kedua pupil Naruto menggelap dan tatapannya seolah begitu dingin.

"Maaf, Gremory-senpai. Bisa Anda ulangi perkataan Anda barusan? Sepertinya saya salah dengar."

"Uzumaki Naruto, pilihanmu hanya dua. Menjaga rahasia ini seumur hidup atau menjadi iblis? Aku tertarik padamu, jadi aku ingin menjadikanmu sebagai pelayanku."

Issei memperhatikan Naruto dengan seksama. Sebuah senyuman muncul di wajah Naruto, dan menurutnya, itu bukanlah senyuman dari Naruto yang dikenalnya.

'Siapa orang yang berada didepanku ini? Naruto tidak mungkin mempunyai tatapan dingin dan senyum seperti itu. Aku sudah mengenalnya sejak lama.' Batinnya.

"Semua orang yang berada disini adalah iblis. Aku adalah majikannya, dan mereka adalah pelayanku. Jadi apa pilihanmu, Uzumaki Naruto?"

"Maafkan saya, Bisa Anda beri saya waktu untuk memikirkannya? Sudah menjadi sifat manusia sejak dahulu, mendapat tawaran seperti ini, tentunya manusia akan menghitung untung dan ruginya. Apa Anda tidak keberatan, Gremory-senpai?"

Bagi Rias, perkataan Naruto memang ada benarnya. Setiap manusia pasti memikirkan untung dan ruginya saat dihadapkan pada dua pilihan. Itu memanglah sifat manusia, Ia tidak bisa menolaknya.

"Tidak masalah, aku akan memberimu waktu untuk berpikir, Naruto-kun."

"Terima kasih atas kebaikan hati Anda, Gremory-senpai."

Rias menghela nafasnya setelah proses negosiasi dengan Naruto selesai. Ia lalu berdiri dari kursinya.

"Kita pergi sekarang, Akeno!"

"Baik Buchou."

Akeno lalu membuat lingkaran sihir di dekatnya.

"Tunggu dulu Buchou! Aku ingin berbicara."

Issei berjalan mendekati Rias dan Akeno.

"Apa yang ingin kamu bicarakan, Issei?"

Rias memberikan kode pada Akeno untuk menghilangkan lingkaran sihir tersebut. Ia ingin mendengar hal yang hendak dibicarakan Issei.

Issei berdiri tepat dihadapannya, tatapan matanyapun tampak begitu serius.

"Aku akan pergi menyelamatkan Asia malam ini, Buchou."

Plak

Dengan raut wajah serius, Rias menampar pipi Issei. Suara tamparan tersebut menggema di seluruh ruangan.

"Berapa kali harus kukatakan? Jawabanya tetap tidak boleh! Aku tidak akan mengijinkanmu menyelamatkan suster-gereja itu."

Issei memang telah menceritakan tentang keinginannya untuk menyelamatkan Asia pada Rias sebelumnya, tetapi Rias mengatakan tidak ingin terlibat dalam masalah ini.

Bahkan untuk kali ini, jawaban yang diberikan 'Buchou'nya tetaplah sama.

"Kalau begitu aku akan pergi sendirian. Aku khawatir mengenai 'ritual' yang mereka katakan. Para Malaikat jatuh pasti melakukan suatu hal buruk. Dan keselamatan Asia menjadi taruhannya."

"Kamu benar-benar bodoh! Kamu akan terbunuh kalau kamu pergi kesana. Kamu tidak akan bisa kembali hidup lagi. Kamu mengerti?"

Melihat raut wajah Issei yang begitu serius, membuat Rias menghela nafasnya. Ini pertama kalinya Ia melihat Issei yang tampak begitu serius. Sepertinya keinginan untuk menyelamatkan Suster-Gereja itu bukanlah main – main.

Akan tetapi, Ia tetap tidak bisa memberi Issei izin. Tindakan yang Issei lakukan kali ini tentunya akan melibatkan semuanya.

"Tindakanmu bukan hanya akan melibatkanku tetapi juga seluruh anggota klub! Kamu itu Iblis dari keluarga Gremory! Kamu harus sadar akan hal itu!"

"Kalau begitu aku akan keluar dari klub ini. Aku akan pergi kesana secara pribadi."

"Aku tidak akan mengijinkannya! Kenapa kamu tidak mau mengerti!?"

Issei benar – benar bersikukuh ingin menyelamatkan Asia. Bagaimana mungkin Ia hanya diam disini sedangkan Asia akan menjalani 'ritual' yang di maksud malaikat jatuh. Relakan dan melupakannya? Jangan bodoh, Ia tidak bisa melakukannya. Asia sudah menyelamatkan hidupnya 2 kali.

Wajah Rias Nampak begitu kesal dan marah. Issei menyadari bahwa perkataannya barusan sudah keterlaluan, tetapi Ia tidak bisa mundur kali ini.

"Aku telah menjadi teman dari Asia Argento. Asia adalah temanku yang berharga. Dan aku tidak akan meninggalkan temanku!"

"Itu memang hal bagus. Tetapi hubungan antara Iblis dan malaikat jatuh tidak sesederhana yang kamu kira. Hubungan antara kita telah saling memanas sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Para malaikat jatuh akan membunuhmu kalau kau lengah. Mereka adalah musuh kita."

"Asia bukan musuh kita!"

"Tetapi tetap dia tidak ada hubungannya dengan kita. Issei, lebih baik kamu lupakan saja dia."

Seolah menghiraukan perdebatan di antara Rias dan Issei yang memanas, Akeno berjalan mendekati Rias dan berbisik pada telinga kanannya.

Issei memperhatikan kedua 'Onee-sama'nya yang tengah menduskisakan sesuatu, dan Rias tampak menganggukan kepalanya beberapa kali.

Diskusi antara Rias dan Akenopun selesai, Rias lalu menatap pada seluruh pelayannya.

"Aku dan Akeno akan pergi sebentar. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan."

"Tunggu dulu Buchou! Aku masih belum selesai bicara!"

Issei kembali mencegah kepergian Rias dan Akeno. Rias lalu menatap Issei.

"Issei, ada beberapa hal yang harus kusampaikan padamu. Pertama, Selama ini kamu mengira kalau 'Pion' adalah bidak terlemah bukan?"

"Bukankah selama ini 'Pion' adalah bidak terlemah diantara semuanya, Buchou?"

"Hal itu salah besar. Bidak 'Pion' punya kemampuan istimewa yang tidak dimiliki jenis bidak lainnya. Yaitu 'Promotion'."

"Promotion? Apa itu?"

"Naruto-kun, dengarkan dengan baik – baik penjelasanku. Apabila kamu setuju untuk menjadi pelayanku, kamu akan menjadi bidak 'Pion' sama seperti Issei. Seperti permainan catur sungguhan, bidak 'Pion' bisa naik pangkat menjadi bidak lainnya jika mereka berhasil masuk ke daerah terdalam dari wilayah musuh. Saat itu dia bisa naik pangkat menjadi bidak apapun kecuali bidak 'Raja'. Issei, kamu bisa naik pangkat menjadi bidak apapun kecuali 'Raja' dilokasi yang kuanggap sebagai wilayah musuh."

Sebuah senyuman muncul di wajah Issei mendengar penjelasan Rias.

'Begitukah? Jadi aku bisa menjadi bidak 'Kuda' seperti Kiba, atau bidak 'Benteng' seperti Koneko-chan, dan bahkan bidak 'Ratu' seperti Akeno-san? Kali ini aku pasti bisa menyelamatkan Asia.' Batinnya.

"Tetapi karena kamu baru saja menjadi Iblis, ada beberapa pantangan, jadi sepertinya masih tidak mungkin bagimu untuk langsung naik pangkat menjadi 'Ratu', tetapi kamu masih bisa menjadi bidak lain. Kalau kamu bertekad kuat dan mengatakan 'Promotion' dengan segenap hatimu, akan ada perubahan pada kemampuanmu."

Issei tampak sedikit kecewa mendengar penjelasan barusan. Ia kecewa karena masih belum bisa 'promotion' menjadi Ratu, karena 'Promotion' menjadi Ratu akan menaikkan presentase keberhasilannya.

Melihat Issei yang sedikit kecewa, Riaspun membelai pipi Issei.

"Satu hal lagi. Mengenai Sacred Gear. Ketika ingin menggunakan Sacred Gear ingat baik-baik hal ini. Keinginan kuat. Kekuatan Sacred Gear sangat dipengaruhi oleh Keinginan pemakainya. Itu juga jadi penentu kekuatanmu. Walaupun sekarang kamu iblis, tetapi hasratmu tidak hilang."

"Jadi aku harus memiliki keinginan kuat untuk mengaktifan Sacred gearku?"

"Ya. Dan Satu hal terakhir yang kamu tidak boleh lupa. Dalam catur sebuah bidak 'Pion' pun bisa membunuh 'Raja'. Ini hal yang umum dalam catur. Fakta ini juga berlaku dalam peraturan 'Bidak Iblis'. Kamu masih bisa bertambah kuat Issei."

Setelah menjelaskan semuanya, Riaspun pergi bersama Akeno menggunakan lingkaran sihir.

Yang tersisa di Ruang Klub hanyalah Issei, Koneko, Kiba dan Naruto.

"Hyoudou-kun."

Issei menolehkan kepalanya pada Kiba.

"Kamu mau pergi kesana?"

"Ya. Aku harus pergi, karena Asia adalah temanku. Akulah yang harus menyelamatkannya."

"Kamu bisa terbunuh. Walapun kamu punya kekuatan Sacred Gear, dan menggunakan 'Promotion', kamu tidak akan bisa mengalahkan sekelompok eksorsis dan malaikat jatuh sendirian."

"Tetapi aku tetap harus pergi. Walaupun nyawa sebagai taruhannya, aku harus membebaskan Asia."

"Itu memang kebulatan tekad yang hebat, tetapi tetap saja itu terlalu ceroboh."

"KALAU BEGITU APA YANG HARUS AKU LAKUKAN!?"

"Karena itu aku juga akan ikut."

"Eh? Apa?"

Issei terdiam. Ia sungguh terkejut mendengar perkataan dari Kiba barusan. Ikut? Kiba ingin ikut bersamanya? Bahkan Ia tidak pernah membayangkan kata – kata itu akan keluar dari mulut Kiba.

"Aku tidak begitu mengenal Asia-san, tetapi kamu adalah temanku. Dan lagi, secara pribadi aku membenci malaikat jatuh dan para pendeta. Aku sangat membenci mereka."

Issei menganggukan kepalanya, Ia merasa tidak keberatan apabila Kiba ikut bersamanya. Terlebih, itu akan sangat membantunya.

"Ingat yang dikatakan Buchou? Kamu bisa naik pangkat menjadi bidak apapun kecuali 'Raja' ditempat yang dianggap Buchou sebagai wilayah musuh. Dengan kata lain sekarang dia menganggap gereja itu adalah wilayah musuh Gremory, bukan?"

"Ah."

Issei baru menyadari maksud tersembunyi dari penjelasan Rias beberapa menit yang lalu. Ia sungguh bodoh, bahkan Kiba sudah mengetahui pesan tersembunyi itu.

"Sebenarnya buchou sudah mengijinkanmu pergi. Tentu saja itu artinya aku harus membantumu. Buchou mengkin sudah punya rencana sendiri. Kalau dia tidak mengijinkanmu, sekarang ini pasti kamu sudah dikurung disuatu tempat."

Kiba tertawa hambar. Dari cara tertawanya, Issei tahu bahwa Kiba pernah mengalami hal barusan.

"Saya juga ikut."

"Eh? Koneko-chan? Apa aku tidak salah mendengar?"

Lagi. Issei dibuat terkejut. Sekarang Koneko berniat untuk ikut menyelamatkan Asia. Padahal sedari tadi Koneko tidak memiliki tanda – tanda tertarik pada hal ini.

"Saya khawatir kalau cuma dua orang yang pergi."

Mendengar alasan Koneko barusan, Issei benar – benar terharu. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak keluar.

"Aku sangat tersentuh! Saat ini aku tersentuh olehmu, Koneko-chan!"

Setelah itu, pandangan mata Issei tertuju pada Naruto. Sedari tadi temannya itu hanya diam tidak bersuara sedikitpun.

Merasa diperhatikan, Narutopun menatap balik Issei.

Deg

Issei terdiam. Tatapan mata Naruto seolah membuat badannya terasa membeku, bahkan tubuhnya mengeluarkan keringat. Tidak berapa lama, Narutopun tersenyum.

"Sebenarnya aku ingin pergi bersama kalian untuk menyelamatkan Asia-san, tetapi aku hanya akan menghambat kalian semua. Maafkan aku, Issei. Pastikan kau membawa Asia-san dengan selamat, kita ajak lagi dia makan di restoran cepat saji kemarin. Kalau begitu saya pamit pulang."

"Y-ya, aku akan membawanya kembali, Naruto."

Naruto membungkukan badannya dan pergi meninggalkan ruangan klub.

Melihat Issei yang tiba – tiba terdiam, membuat Kiba sedikit keheranan.

"Ada apa, Hyoudou-kun?"

"Ah m-maafkan aku, aku sedikit melamun."

Perasaan yang di rasakan Issei barusan membuat Ia bingung. Ia belum pernah merasakan sensasi seperti itu.

Issei langsung menggelengkan kepalanya, Ia harus fokus pada penyelamatan Asia.

"Kalau begitu mari kita bertiga memulai misi penyemalatan ini! Tunggu kami Asia!"

.

.

.

.

Naruto POV

Aku pergi meninggalkan sekolah yang sudah sepi dengan perasaan kesal di hatiku.

Aku benar – benar kesal. Bayangkan orang yang berharga bagimu di bunuh oleh sekelompok orang, dan salah satu dari mereka mengajakmu untuk menjadi bagian dari mereka? bukankah itu sebuah penghinaan?

Itu sebuah penghinaan terbesar. Dengan entengnya Rias Gremory mengatakan 'Apa kamu mau menjadi budak iblisku?', di telingaku Ia seolah berkata 'Lupakan kematian Hinata, dan bergabunglah dengan kami.'

Apa kau mencoba membuatku marah, Rias Gremory? Menjadi iblis? Aku? Jangan membuatku tertawa. Bahkan aku merasa ingin muntah berada di dalam ruangan yang dipenuhi iblis seperti barusan.

Sialan! Sialan!

Naruto POV END

.

Matahari baru saja tenggelam dan posisinya di gantikan oleh bulan.

"Serahkan semua uangmu, bocah! Atau akan ku habisi kau disini."

Naruto yang tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, menatap kedua orang dihadapannya. Kedua orang didepannya menodongkan pisau padanya.

"Menyingkir dari hadapanku!"

Naruto menatap kedua orang didepannya dengan tatapan tajam. Ia sungguh tidak suka saat ada yang menganggunya ketika suasana hatinya sedang buruk.

"Hey hey bocah, jaga bicaramu. Apa kau tidak sayang dengan nyawamu?"

"Cepat serahkan uangmu, atau kedua pisau ini akan menancap ditubuhmu!"

Sembari memasang raut wajah marah, kedua preman itu menempelkan ujung pisau pada pipi Naruto.

Mendapatkan perlakuan seperti itu, tidaklah membuat Naruto takut. Melainkan sebaliknya. Raut wajahnya datar serta tatapan matanya tampak begitu dingin.

Kedua preman di hadapannya mundur beberapa langkah.

"A-ada apa dengan matanya? Tidak mungkin matamu bisa berubah dengan sendirinya. Itu mustahil."

Wajah mereka berdua Nampak begitu terkejut, di ikuti keringat dingin yang keluar dari tubuhnya.

Tentu saja mereka terkejut, beberapa saat yang lalu kedua mata Naruto tidaklah sama seperti yang sekarang. Sekarang, seperti ada lingkaran berwarna biru muda di kedua pupil mata Naruto.

'Kakiku gemetar? Kenapa kakiku gemetar seperti ini?'Batinnya.

Kaki mereka berdua menjadi gemetar. Entah kenapa, mereka berdua merasa ketakutan hanya dengan menatap mata Naruto. seolah – olah tatapan mata Naruto mengintimidasi mereka.

TAP

Kedua tangan Naruto memegang pundak kedua orang di didepannya.

"Menyingkirlah!"

Bruk

Dengan sekali gerakan, Naruto membuat kedua orang itu terduduk di atas tanah. Iapun berjalan di antara tubuh mereka berdua.

'Itu tidak bertenaga, tetapi kenapa kita berdua bisa sampai seperti ini?' Batinnya.

Mereka berdua syok. Sekarang, tidak hanya kedua kaki mereka berdua yang gemetar, tubuh merekapun ikut gemetar. Tetapi, perbuatan yang di lakukan oleh Naruto barusan tidak bisa mereka terima.

Bagi mereka, itu sebuah penghinaan. Mereka merasa di permainkan oleh pria yang umurnya di bawah mereka.

"Jangan harap kau bisa kabur setelah melakukan hal barusan pada kami."

Mereka berdua kembali berdiri. Tatapan dari kedua orang itu tertuju pada Naruto yang terus berjalan seolah tidak memperdulikan mereka berdua.

"Brengsek! Dia benar – benar meremehkan kita!"

Kedua orang itu memegang pisau di tangan masing – masing dengan kuat. Merekapun langsung berlari ke arah Naruto.

Naruto menghentikan langkah kakinya, Ia lalu membalikan tubuhnya. Di pandangnya kedua orang yang tengah berlari menuju dirinya.

Jleb Jleb

Kedua orang itu berniat menusukan pisau pada dada Naruto, tetapi Naruto menahan kedua pisau itu menggunakan kedua telapak tangannya.

Melihat pisau menancap di kedua telapak tangan Naruto, mereka berdua tersenyum puas.

"Walaupun itu bukan organ vital, tetapi tetap saja terasa sakit kan?"

Kedua orang itu memperhatikan darah yang terus menetes dari tangan Naruto. Akan tetapi, raut wajah Naruto tetaplah datar.

Mereka berdua tidak habis pikir, bagaimana bisa Naruto berekspresi seperti itu di saat pisau menancap di kedua telapak tangannya.

Dhuaghhh

Tiba – tiba, Naruto menendang salah seorang dan membuat tubuh orang itu terhempas kebelakang cukup jauh. Sedangkan pisau milik pria itu masih menancap di lengan kanannya.

"S-sialan kau!"

Orang yang berada di depan Naruto nampak begitu marah. Tentu saja, melihat temannya di perlakukan seperti itu pastilah membuatnya marah.

Trakkkk

"Arghhhhhhhh."

Naruto mematahkan lengan kanan milik pria di hadapannya. Seketika, pria itu terduduk di atas tanah sembari memegangi lengannya yang patah.

Naruto mencabut kedua pisau yang menancap pada kedua telapak tangannya. Di pegangnya kedua pisau yang berlumuran darah itu di tangan kanannya. Tatapan matanya lalu tertuju pada pria di hadapannya yang terus merintih kesakitan.

Srakk

Ia menjambak rambut pria itu dengan tangan kirinya. Pria itu tampak tidak berani menatap mata Naruto. Tatapan mata Naruto malah membuat dirinya semakin takut.

"M-maafkan aku, kumohon jangan bunuh aku."

Pria itu akhirnya memberanikan dirinya untuk menatap Naruto. Ia berniat untuk memohon agar Naruto melepaskan dirinya.

Jleb

"ARGHHHHHHHHHHHH."

Akan tetapi, sebuah kejadian naas terjadi pada pria itu. Pria itu berteriak kesakitan, sebuah teriakan yang sangat memilukan. Ya Naruto menusukan salah satu pisau yang dipegangnya pada mata kanan pria itu.

Brukk

Naruto melepaskan jambakan pada rambut pria itu, dan membuat tubuhnya langsung terbaring di atas tanah. Pria itu terus berteriak penuh kesakitan sembari berusaha mencabut pisau yang menancap begitu dalam pada mata kanannya.

"J-J-jangan, aku mohon maafkan aku. Aku mohon jauhkan pisau itu dari mata kiriku."

Naruto berjongkok tepat di samping tubuhnya. Pria itu berusaha menjauh dari Naruto, disaat Ia melihat tangan kanan Naruto memainkan pisau.

Jleb

"Arghhhhhhhhhh MATAKU! MATAKU!"

Tidak menghiraukan perkataan pria barusan, Naruto menancapkan pisau yang dipegangnya pada mata kiri pria tersebut. Ia bisa melihat kedua pisau yang tadinya menancap di kedua telapak tangannya, sekarang tertancap pada kedua mata pria di hadapannya.

Naruto kembari berdiri. Tidak jauh darinya, ada seseorang yang tengah menatap dengan tatapan tajam padanya.

"BIADAB, BERANI – BERANINYA KAU MEMBUNUH TEMANKU DENGAN CARA SEPERTI ITU!"

Pria di depannya Nampak sangat marah. Tentu saja, melihat temannya mati dengan kedua pisau menancap di kedua matanya, membuat Ia sangat marah.

"La-larilah Renji, jangan l-lawan orang ini. Kau ti-tidak akan menang."

Naruto melirik tubuh pria yang tergeletak di dekatnya. Walaupun pisau sudah menancap di kedua matanya, pria itu masih tetap hidup.

Jrashhh

Darah menyembur keluar. Naruto menginjak pisau yang menancap di mata kiri pria didekatnya, dan membuat pisau itu menancap sangat dalam. Tidak ada teriakan kesakitan ataupun rintihan, sepertinya pria itu sudah tewas.

Melihat temannya di bunuh dengan cara keji seperti itu, Renji berlari kearah Naruto dengan amarah yang sangat besar.

Renji menyerang Naruto dengan tinju dan tendangan, tetapi Naruto dapat menghindarinya dengan mudah. Ia sangat frustasi, semua serangannya dapat di hindari Naruto dan sekarang tubuhnya kelelahan.

Grebbb

Naruto mencengkram wajah Renji menggunakan tangan kanannya dengan sangat kuat. Iapun mengangkat tubuh Renji ke udara.

Renji berusaha memberontak agar terlepas dari cengkraman Naruto. Akan tetapi, cengkraman pada wajahnya semakin kuat.

Aura hitam mulai menyelimuti tangan kanan Naruto, terdengar suara rintihan Renji. Semakin Naruto memperkuat cengkraman pada wajah Renji, semakin jelas suara retakan yang di dengarnya.

Trak

Terdengar suara patahan benda dan diikuti tubuh Renji yang berhenti memberontak. Naruto lalu melemparkan tubuh Renji dengan sembarang, dan pergi melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.

.

.

Cklek

Mendengar suara pintu rumah yang terbuka, Leonardo lalu berlari menuju pintu tersebut. Dengan senyum di wajahnya, Ia ingin menyambut kepulangan sang kakak.

"Selamat datang, Nii…..san."

Leonardo berdiri di depan Naruto, akan tetapi senyuman di wajahnya menghilang. Ia takut. Kakaknya memasang wajah yang belum pernah yang Ia lihat.

Biasanya, Kakaknya akan tersenyum sembari mengacak – acak rambutnya ketika pulang. Akan tetapi sekarang? Tidak ada senyuman, dan tidak ada tatapan hangat dari kakaknya. Melainkan hanya tatapan dingin.

Leonardo mengerjapkan matanya berkali – kali, berpikir bahwa orang di depannya bukanlah kakaknya melainkan orang lain. Tetapi, berapa banyakpun Ia mengerjapkan mata atau menggosok kedua matanya, pria tadi masih terdiam dengan raut wajah menakutkan seperti itu.

"N-Nii-san, a-apa yang s-sudah terjadi?"

Leonardo memberanikan diri bertanya pada kakaknya. Pandangan mata Narutopun langsung tertuju pada sang adik.

Tubuh Leonardo gemetar. Kakaknya memang tidak berteriak atau marah – marah padanya saat ini, tetapi hanya dengan tatapan mata dari kakaknya yang begitu dingin membuat dirinya takut.

Dilihatnya tangan kanan Naruto yang bergerak menuju dirinya.

'Nii-san pasti akan memukulku karena aku sudah bertanya hal yang tidak perlu' Batinnya.

Ia menutup kedua matanya. Dengan kedua matanya yang tertutup, Ia berharap rasa sakit yang Ia rasakan tidak akan begitu terasa.

Pluk

"Maafkan aku, apa aku membuatmu takut, Leonardo?"

Leonardo membuka matanya, dilihatnya sang kakak yang tengah tersenyum padanya. Pandangan matanyapun hangat. Ini baru kakaknya yang Ia kenal.

Akan tetapi, Ia masih teringat dengan sifat kakaknya beberapa menit yang lalu. Menurutnya, sifat kakaknya tadi seperti kebalikan dari sifatnya yang sekarang.

'Sifat Nii-san tadi, itu tidak mungkin.' Batinnya.

"T-Tidak, Nii-san."

Leonardo menggelengkan kepalanya. Ia berbohong. Sebenarnya Ia masih sedikit takut akibat kejadian barusan.

"Aku akan langsung pergi ke kamarku. Dan Leo, jangan tidur terlalu malam."

Naruto mengacak – acak rambut Leonardo dan pergi menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

Sedangkan Leonardo masih terdiam memandangi kakaknya.

'Aku tidak ingin Nii-san membuat ekspresi seperti barusan. Itu sungguh menakutkan.' Batinnya.

.

.

.

.

Saat ini, Issei, Kiba dan Koneko tengah berada di dalam gereja. Berada di dalam gereja membuat Issei merasa gelisah. Akan tetapi, Ia tidak terlalu memikirkannya. Dirinya sudah membulatkan tekad untuk menyalamatkan Asia bagaimanapun caranya.

Mereka bertiga lalu menuruni tangga yang berada di balik altar. Terlihat sebuah ruangan dengan pintu tertutup rapat di ujung tangga.

Kiba menghentikan langkahnya, diikuti oleh Koneko dan Issei.

"Jadi disini?"

"Mungkin. Aku yakin didalam ada sekelompok Eksorsis dan malaikat jatuh didalam sana. Apakah kalian siap?"

Kiba berniat membuka pintu ruangan itu, tetapi pintu itu sudah terbuka dengan sendirinya.

"Selamat datang para Iblis."

Di dalam ruangan itu ada banyak pendeta yang membawa pedang cahaya. Dan yang memberikan sambutan pada mereka bertiga adalah malaikat jatuh Reynalle.

Issei tidak memperdulikan kehadiran Reynalle maupun para pendeta, pandangan matanya terus menatap seluruh isi ruangan. Ia tengah mencari orang yang akan di selamatkannya. Tidak berapa lama, pandangan matanya berhenti di sebuah salib. Ia bukan memperhatikan salib yang sudah tampak usang itu, tetapi pandangannya tertuju pada perempuan yang terikat di sana.

"Asiaaaaa!"

Tidak salah lagi, itu adalah Asia. Seorang suster-gereja yang hendak Ia selamatkan. Tetapi, Issei tidak habis pikir, kenapa Asia di ikatkan pada salib?

Issei melihat tubuh Asia yang bergerak, sepertinya Asia mendengar suara teriakan dirinya.

"Issei-san?"

Asia menatap Issei. Dari raut wajahnya tergambarkan bahwa dirinya tidak menyangka akan kembali melihat Issei .

"Ya! Aku datang menyelamatkanmu!"

Mendengar Issei yang berkata akan menyelamatkannya dengan lantang, Asiapun menitikan air matanya.

"Sungguh pertemuan yang menyentuh hati, tetapi sudah terlambat. Ritualnya sudah hampir selesai."

Issei nampak tidak mengerti dengan perkataan Reynalle.

"Aaaaaah, tidaaaaaaaak!"

Jeritan kesakitan Asia membuat Issei mengerti maksud perkataan Reynalle. Jadi, membuat Asia terikat pada salibpun merupakan bagian dari ritual yang di maksud mantan pacarnya itu.

Issei merasakan perasaan yang tidak mengenakkan, tatkala melihat cahaya menyelimuti tubuh Asia. Memang cahaya adalah musuh bagi iblis, tetapi Ia yakin cahaya yang menyelimuti Asia bukanlah cahaya yang sama seperti malaikat jatuh.

"Asia!"

Ia ingin menghampiri Asia, namun para pendeta tidak membiarkannya lewat. Issei memukul satu per satu pendeta yang menghalanginya, tetapi jumlahnya terlalu banyak.

Perasaannya semakin gelisah mendengar jeritan pilu yang keluar dari mulut Asia, Ia ingin menyelamatkan Asia tanpa membuatnya terluka. Namun, sepertinya Ia terlambat. Dilihatnya cahaya besar keluar dari tubuh Asia, dan Reynalle langsung menangkapnya.

"Ini dia! Ini dia kekuatan yang kuiginkan sejak lama! Sacred Gear! Dengan ini, aku akan dicintai!"

Reynalle tersenyum. Ia memeluk cahaya itu dengan raut wajah yang tampak begitu puas. Kemudian, cahaya terang menyelimuti seluruh ruangan ritual itu.

Cahaya terang tidak bertahan lama, dan ketika cahaya itu padam, berdiri seorang malaikat jatuh dengan cahaya hijau memancar dari tubuhnya.

"Ahahahahaha! Akhirnya aku mendapatkannya! Kekuatan super! Dengan ini aku akan menjadi Malaikat jatuh super! Dengan ini aku bisa membalas mereka yang telah menghinaku!"

Issei terdiam. Kekuatan super? Menjadi malaikat jatuh super katanya? Ia sungguh tidak memperdulikannya. Yang Ia pedulikan sekarang hanyalah Asia. Tetapi para pendeta didepannya benar – benar tidak mengijinkannya lewat.

"Pergilah! Kita berdua akan membukakan jalan untukmu."

Kiba dan Konekopun langsung menyerang para pendeta. Perhatian para pendeta yang tertuju pada kedua temannya, membuat Ia dengan mudah menuju ke tempat Asia.

"I…Issei-san."

"Asia, aku datang menjemputmu."

Issei dengan cepat melepaskan ikatan di kaki dan tangan Asia.

Brukk

Ia menahan tubuh Asia yang hendak terjatuh. Dilihatnya Asia yang tampak pucat diiringi dengan deru nafas yang tidak teratur.

"…..Terima kasih."

Bahkan suara Asia terdengar begitu lemah. Ia panik. Keadaan Asia benar – benar buruk.

"Pemilik Sacred Gear, yang diambil Sacred Gearnya akan mati. Perempuan itu juga akan mati."

"DIAMLAH! ATAU KEMBALIKAN SACRED GEAR MILIKNYA!"

"Hahahaha Tidak mungkin aku mengembalikannya. Aku bahkan sampai berbohong pada atasanku untuk memperolehnya. Aku juga akan membunuhmu untuk menghilangkan semua bukti."

"Sialan. Kamu sama sekali tidak mirip dengan Yuma-chan yang aku ingat."

"Hahahaha, Waktu yang kuhabiskan bersamamu sangat menyenangkan."

"Padahal kamu adalah pacar pertamaku."

"Ya, melihatmu aku jadi merasa gemas. Senang sekali rasanya bermain-main dengan laki-laki yang sama sekali buta akan perempuan."

"Padahal aku sungguh serius akan menjagamu."

"Ya, kamu memang menjagaku. Ketika aku dalam masalah, kamu segera membelaku dan memastikan aku tidak terluka. Padahal, tahukah kamu kalau aku sengaja melakukannya? Karena lucu sekali melihat wajahmu yang kebingungan."

"Padahal aku telah merencanakan dengan baik kencan pertama kita. Untuk memastikannya agar jadi kencan yang hebat."

"Ahahaha! Iya, kamu benar! Itu memang kencan yang hebat! Karena itu, aku sampai jadi bosan!"

"Yuma-chan."

"Dan akhirnya, aku memutuskan untuk membunuhmu. Indah bukan? Bagaimana menurutmu, Ise-kun?"

"REYNALLEEEEEEE!"

Kesabarannya habis. Issei benar – benar dibuat kesal oleh Reynalle. Ia ingin menghajar mantan pacarnya, namun Issei mengurungkan niatnya melihat Kiba dan Koneko yang mendekatinya dengan wajah serius.

"Hyoudou-kun! Formasi kita kurang menguntungkan kalau sambil membawa perempuan itu! Pergilah duluan! Kami akan menangani yang disini!"

Issei menganggukan kepalanya, pertanda bahwa Ia setuju dengan tawaran Kiba.

"Kiba! Koneko-chan! Kalau kita sudah kembali, kalian harus memanggilku 'Issei'! Harus! Karena kita adalah teman!"

Kiba dan Koneko hanya bisa tersenyum mendengar permintaan dari Issei. Isseipun langsung pergi membawa Asia dalam pangkuannya.

Ia berhasil keluar dari ruang ritual tadi, tetapi keadaan Asia kelihatannya semakin memburuk. Issei lalu membaringkan Asia di salah satu bangku didalam gereja.

"Bertahanlah sebentar! Sebentar lagi kamu akan bebas, Asia! Sebentar lagi kamu bisa bermain denganku lagi!"

Di genggamnya kedua tangan Asia. Dingin. Kedua tangan Asia begitu dingin. Ia tidak bisa merasakan kehangatan dari kedua tangan Asia.

Melihat Issei yang mencemaskannya, membuat Asia tersenyum.

"Saya senang sekali karena mempunyai teman, walaupun Cuma sebentar. Kalau saya bisa terlahir kembali, maukah Issei-san menjadi temanku lagi?"

"Bicara apa kamu!? Jangan bicara seperti itu! Mari kita pergi bersenang-senang! Aku akan menyeretmu kalaupun kamu tidak mau! Kita akan pergi ke karaoke! Game Center! Juga bermain bowling! Juga kebanyak tempat lainnya!"

Air mata mulai membasahi pipinya. Ia menangis.

"Kita adalah teman! Selamanya! Naruto juga temanmu! Dia mengkhawatirkanmu! Oh iya! Aku akan mengenalkanmu dengan Motohama dan Matsuda! Mereka memang sedikit mesum, tetapi mereka berdua orang baik! Mereka pasti bisa menjadi temanmu! Pasti! Kita akan bersenang-senang bersama! Sebanyak kita mau!"

"Issei-san bahkan menangis untuk orang seperti saya."

Asia berusaha menggerakan tangan kanannya, Ia berniat menghapus air mata Issei yang terus mengalir. Dirinya merasa tidak pantas untuk ditangisi oleh Issei.

"Terima kasih."

Tanpa sempat menyentuh pipi Issei, tangan Asia langsung terjatuh.

Issei terdiam, dilihatnya tubuh Asia yang sudah tidak bergerak sedikitpun.

"Asia? Tidak, tidak, seharusnya tidak seperti ini."

Ya seharusnya tidaklah seperti ini. ini benar – benar di luar rencananya.

"Seharusnya aku datang menyalamatkanmu. Tetapi aku gagal. Lagi dan lagi. Sialan!"

"Jadi dia sudah mati ya?"

Issei diam membeku. Sungguh sebuah pertanyaan yang amat menyakitkan baginya. Tanpa perlu membalikan badanpun, Ia sudah tahu siapa yang mengatakannya.

"Kembalikan."

"Dia sudah mati, jadi aku tidak perlu mengembalikan Sacred gearnya kan?"

"KEMBALIKAN ASIA!"

[DRAGON BOOSTER!]

Sacred Gear ditangan kiri Issei bereaksi , Permata di sarung tangannya bersinar. Ia bisa merasakan kekuatan yang mengalir di dalam tubuhnya.

Ia membalikan badannya. Tatapan matanya tertuju pada Reynalle yang berdiri di sana dengan senyum di wajahnya. Melihat senyum di wajah Reynalle membuat amarahnya semakin meningkat.

Issei berlari menuju Reynalle, dan berusaha menghantamkan tinju pada wajahnya. Ia benar – benar sudah muak melihat wajah mantan pacarnya.

Namun, serangannya tidak dapat mengenai Reynalle satu kalipun.

"Aku akan menjelaskannya lagi agar orang bodoh sepertimu bisa mengerti. Aku punya kekuatan sebesar 1000, sedangkan kamu hanya 1. Walaupun kamu menggunakan kekuatan Sacred Gear itu untuk menggandakan kekuatanmu, hasilnya cuma akan menjadi 2. Lalu bagaimana caranya kamu mau menang melawanku?"

[BOOST!]

Permata di lengan kiri Issei kembali mengeluarkan suara. Mendengar itu, Reynalle tidak tinggal diam. Ia lalu membuat tombak cahaya di lengannya.

JLEB

"Ughhhhhhh."

Tombak cahaya yang dilemparkan Reynalle menembus dengan mulus pada betis kaki Issei. Rasa sakit yang teramat sangat menjalar ke seluruh tubuhnya.

Walaupun tombak cahaya itu sudah lenyap, rasa sakit yang di timbulkan masih sangat terasa.

[BOOST!]

Meskipun dirinya sedang terluka, permata di lengan kirinya terus mengeluarkan suara.

"Walaupun sudah beberapa kali terkena tombak cahaya, rasa sakitnya masih luar biasa. Tetapi, rasa sakit ini sepertinya tidak ada apa – apanya dibandingkan dengan apa yang di rasakan Asia."

Kedua kakinya sudah gemetar menahan berat tubuhnya, Tetapi dengan sekuat tenaga Ia mencoba untuk tetap berdiri. Tubuhnya tidak boleh ambruk. Ia masih harus mengalahkan malaikat jatuh di depannya.

Issei melirik pada tubuh Asia yang sudah meninggal dengan senyum di wajahnya.

"Disaat seperti ini, apakah seharusnya kita berdoa kepada Tuhan?"

"Hah?"

"Tetapi percuma saja. Sepertinya Tuhan tidak akan mendengarkanku, dia juga tidak menolong perempuan baik hati seperti Asia. Apalagi aku yang merupakan seorang iblis."

"Bicara apa kamu? Apakah rasa sakit akibat tombak cahaya membuatmu menjadi gila?"

"Kalau begitu, Mungkin Maou mau mendengarkan doaku. Dia ada kan? Apakah engkau mendengarkan? Aku Iblis, jadi maukah engau mendengarkan doaku?"

"Anak ini sudah gila. Dia berbicara sendiri ditempat seperti ini."

"Aku akan menghajar sampah didepanku ini, jadi bisakah engkau membuat agar tidak ada yang akan menghalangi? Aku benar-benar tidak ingin diganggu siapapun. Aku juga tidak butuh bantuan. Jadi aku mohon jadikanlah ini pertarungan satu lawan satu. "

Issei menatap Reynalle dengan tatapan tajam. Ia benar – benar ingin menghajar sang mantan yang berdiri didepannya. Walaupun kakinya masih gemetar, serta darah yang terus keluar dari luka di betisnya.

"Hey, mantanku. Aku mengalami banyak hal buruk karenamu. Dan Sacred Gear, Kamu masih punya sisa kekuatan untuk meninju sampah didepanku ini kan? Kalau begitu, mari kita selesaikan ini."

[EXPLOSION!]

Suara yang muncul dari permata di sarung tangan Issei kali ini terdengar begitu kuat. Tubuhnya diselimuti cahaya, dan kekuatan yang Ia rasakanpun semakin besar.

'Ini serangan terakhirku, aku akan ambruk setelahnya. Kondisiku sudah kritis. Tetapi, aku masih bisa bergerak. Aku harus mengalahkannya dengan satu pukulan.' Batinnya.

Tiba – tiba, Reynalle mundur beberapa langkah. Dari raut wajahnya, sepertinya Ia tengah terkejut.

'Tidak mungkin. Apa ini? Hal seperti ini tidak mungkin terjadi. Kenapa kekuatanya bisa melebihiku? Level kekuatan sihir yang kurasakan, Gelombang kekuatan Iblis ini milik Iblis level pertengahan, tidak….Ini milik Iblis level tinggi.' Batinnya.

Ia benar – benar tidak ingin mempercayai bahwa kekuatan yang terpancar dari Issei melebihi dirinya. Untuk membuktikan hal tersebut adalah sebuah kesalahan, Ia membuat tombak cahaya di tangannya.

Splash

Tombak cahaya yang dilemparkan Reynalle menghilang. Kali ini Issei bisa menepis tombak cahaya yang mengarah kepadanya dengan tinjunya.

"Tidak. Aku sudah punya hak untuk dicintai oleh Azazel-sama! Aku tidak mungkin dikalahkan Iblis rendahan seperimu!"

Sebuah senyuman muncul di wajah Issei. Kali ini Ia yakin dapat mengalahkan Reynalle.

Issei mengeratkan tinjunya. Seluruh kekuatan di lengan kirinya terpusat di tinju tersebut. Ia lalu berlari kearah Reynalle yang masih diam dengan keterkejutannya.

"REYNALLE!"

Dhuaghhhh

Tinju Issei dengan telak mengenai wajah Reynalle dan membuat tubuhnya terhempas jauh kebelakang.

Brakk

Tubuh Reynalle menabrak dinding gereja hingga hancur. Issei tersenyum puas setelah berhasil mengalahkan Reynalle. Tetapi, tubuhnya saat ini benar – benar sudah sangat lemas. Bahkan luka akibat tombak cahaya tadi masih begitu terasa.

Tiba – tiba, tubuhnya hilang keseimbangan. Sepertinya kedua kakinya sudah tidak kuat untuk tetap berdiri.

Brukk

Kiba menopang tubuh Issei yang hendak ambruk.

"Kamu berhasil mengalahkannya."

Tatapan Kiba tertuju pada tubuh Reynalle yang tergeletak di halaman gereja.

"Yo, kamu terlambat Casanova."

"Hahaha, Buchou menyuruhku agar tidak mengganggu."

"Apa? Buchou?"

"Ya, Buchou."

Kiba lalu berjalan sembari membawa Issei menuju halaman gereja. Sesampainya di halaman gereja, Issei bisa melihat Rias, Akeno dan Koneko yang berdiri di dekat tubuh Reynalle.

"Buchou? Kenapa Buchou ada di gereja?"

"Aku sudah menyelesaikan urusanku, jadi aku menggunakan lingkaran sihir untuk berpindah kemari. Tegang juga rasanya pertama kalinya berpindah ke gereja. Dan kamu benar – benar berhasil mengalahkan Reynalle. Bagus sekali, memang begitulah seharusnya pelayanku."

Mendapat pujian dari Rias, tentunya membuat Issei bahagia.

"Jadi apa yang harus kita lakukan pada Reynalle, Buchou?"

Rias tersenyum, diliriknya Akeno yang berdiri di sebelahnya.

"Sekarang, Akeno, bangunkan dia."

"Siap."

Akeno mengangkat lengannya, kemudian air muncul dari lingkaran sihir di udara.

Brushhh

"Uhuk! Uhuk!"

Reynalle langsung tersadar, ia terbatuk – batuk karena disiram air.

"Apa kabar, malaikat jatuh Reynalle?"

.

.

.

.

Di atas gereja.

Seseorang dengan topeng badut, tengah duduk memperhatikan kelompok Gremory yang saat ini sedang mengerubuni seorang malaikat jatuh. Tidak hanya itu, Dari jarak yang tidak terlalu jauh, membuat dirinya bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas.

"Kalian pikir sudah mengalahkanku? Sayang sekali. Walaupun rencana ini dirahasiakan dari para pimpinan, tetapi ada malaikat jatuh lainnya yang ikut bersamaku. Calawana, Mitelt, Donnasiege datanglah! Bantu aku!"

"Mereka tidak akan datang menolongmu. Aku tidak tahu keberadaan malaikat jatuh Donnasiege dimana, tetapi aku sudah membasmi Malaikat jatuh Calawana dan Mitelt."

Rias Gremory lalu menjatuhkan dua bulu hitam dari telapak tangannya.

"Kamu bisa mengenalinya karena kalian sejenis bukan?"

"Sialan kau Rias Gremory! Tidak apa – apa, mereka berdua memang lemah. Tetapi, aku masih mempunyiai Donnasiege. Donnasiege datanglah! Tolong aku! Aku akan memberimu bonus kalau kau menolongku!"

Mendengar nama yang terus diteriakan oleh Reynalle, orang dengan topeng badut itu mengangkat tangan kanannya yang tengah memegang sesuatu.

Sinar bulan lalu menyinari benda yang dipegang orang itu. Dan sesuatu yang di pegang olehnya bukanlah sebuah benda, melainkan kepala seseorang. Ya, sebuah kepala yang terus meneteskan darah.

Dipandanginya kepala tersebut dengan cukup lama. Kemudian, Ia melemparkannya kearah kelompok Gremory yang berada di halaman gereja.

Plukk

"D-D-Donnasiege?"

.

.

Plukk

"D-D-Donnasiege?"

Kelompok Gremory dan malaikat jatuh Reynalle terkejut saat kepala seseorang jatuh dari langit. Akan tetapi, diantara yang lainnya, Reynalle lah yang paling terkejut.

Tentu saja, Ia berharap bahwa Donnasiege datang kesini dan menolongnya. Namun, yang datang hanya kepalanya saja.

"Dari mana datangnya kepala itu?"

"I-ini menjijikan. Aku tahu bahwa malaikat jatuh adalah musuh bagi iblis, tetapi melihat caranya mati dengan kepala yang terpisah dari tubuhnya, itu sudah keterlaluan."

Rias memperhatikan potongan kepala tanpa tubuh itu. Menurut Reynalle, itu adalah kepala malaikat jatuh Donnasiege. Namun, yang menjadi pertanyaannya, siapa yang melakukannya? Ia dan Akeno hanya melenyapkan dua malaikat jatuh Calawana dan Mitelt.

Rias lalu menatap para budaknya.

"Berpencar! Si pelaku pasti masih ada di sekitar sini. Issei, kamu diam disini!"

"Baik."

Akeno, Kiba, dan Koneko langsung berpencar untuk mencari si pelaku. Sedangkan Issei, hanya diam bersama Rias. Tentu saja Ia ingin ikut mencari, tetapi kondisinya tidak memungkinkan.

Rias tidak bisa ikut mencari bersama para pelayannya, karena itu akan membuat peluang Reynalle kabur semakin besar. Tetapi, dari raut wajah Reynalle, tampaknya dia sudah putus asa.

Setelah cukup lama mencari, Akeno, Kiba dan Koneko kembali berkumpul. Rias menatap mereka bertiga, namun yang Ia dapatkan hanyalah gelengan kepala dari ketiganya.

"Sepertinya si pelaku sudah pergi, Buchou."

"Tidak apa – apa, Kita akan memikirkannya nanti, Sekarang mari kita selesaikan urusan ini!"

Para pelayannya menganggukan kepala. Lalu pandangan mereka semua tertuju pada Reynalle.

Rias lalu mengarahkan tangannya pada Reynalle.

"Sekarang kamu harus musnah. Nona malaikat jatuh."

Issei ikut memandangi Reynalle. Melihat Reynalle yang terdiam dengan raut wajah putus asa, memunculkan sebuah perasaan yang tidak mengenakan di hatinya. Kalau ingin jujur, Ia masih menyayangi mantan pacarnya itu.

Perjalanan cintanya benar – benar rumit. Beberapa saat yang lalu, Ia di bunuh oleh cinta pertamanya. Dan sekarang, Ia menyaksikan cinta pertamanya yang hendak di lenyapkan oleh majikannya.

Tetapi, Reynalle telah membunuh salah satu temannya. Bagaimanpun inilah balasan yang setimpal. Nyawa dibayar dengan nyawa.

Di tatapnya dengan seksama wajah Reynalle, mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya Ia melihat wajah dari cinta pertamanya. Ia tersenyum pada mantan pacarnya, sungguh ini bukanlah kisah cinta yang ingin di rasakannya.

"Selamat tinggal, Yuma-chan."

Blarrrr

Rias menembakan bola sihirnya pada Reynalle. Lenyap. Tubuh Reynalle benar – benar lenyap tidak bersisa.

Issei menggenggam salah satu bulu hitam yang terbang menuju kearahnya. Itu adalah bulu dari sayap Reynalle. Ia menggenggamnya dengan kuat.

Tes Tes

Ia tidak bisa menahan air matanya. Hatinya sesak. Tidak kuat menahan rasa sakit. Hari ini, dirinya sudah menyaksikan teman serta mantan pacarnya yang tewas di depan matanya. Sebenci apapun dirinya pada Reynalle yang telah membunuh Asia, namun Reynalle tetaplah cinta pertamanya. Mengesampingkan bahwa Reynalle hanya bersandiwara untuk berpacaran dengannya, di dalam hatinya Ia masih sedikit menyayanginya. Melihat mantan pacarnya yang memasang wajah putus asa sebelum di lenyapkan, Ia ingin membantu.

Ia tidak bisa menolongnya. Reynalle telah membunuh temannya, Asia dan itulah balasan yang harus di terimanya. Bagi Issei, ini semua terasa begitu rumit.

"Maafkan aku. Aku gagal menyelamatkan Asia. Sialan! Padahal kalian semua telah membantuku, tetapi aku tetap gagal. Ini semua salahku."

Sebuah senyuman muncul di wajah Rias melihat Issei yang tengah menangis.

"Kalau begitu mari kita kembalikan Asia Argento-san."

"Jangan berusaha menghiburku, Buchou. Asia sudah meninggal."

"Issei, Yang barusan aku katakan itu serius."

Tiba – tiba, Issei melihat cahaya kehijauan yang melayang di sekelilingnya. Ia mengenalinya. Cahaya hijau itu adalah Sacred gear milik Asia.

Rias lalu merogoh sakunya dan Ia mengeluarkan sebuah bidak catur berwarna merah.

"Bidak catur?"

"Ya ini adalah 'Bidak Peluncur'. Aku lupa mengatakan kalau Iblis dengan gelar kebangsawanan memiliki total keseluruhan 15 bidak, yaitu 8 'Pion', 2 'Kuda', 2 'Peluncur', 2 'Benteng', dan 1 'Ratu'. Aku sudah punya satu peluncur, tetapi masih ada satu lagi yang tersisa."

"Buchou, aku sudah membawanya."

Issei mengalihkan pandangannya, dilihatnya Kiba yang tengah berdiri sembari memangku tubuh Asia.

"Kiba, sejak kapan?"

Kiba hanya memberi jawaban dengan senyumannya. Issei benar – benar tidak menyadari kepergian Kiba untuk mengambil tubuh Asia.

"Baringkan Dia, Kiba."

"Baik, Buchou."

Kiba lalu membaringkan Asia di atas tanah sesuai perintah dari majikannya. Setelah tugasnya selesai, Kiba lalu mundur beberapa langkah. Kemudian Rias berjongkok di samping tubuh Asia.

Ia meletakkan bidak peluncur yang tengah di pegangnya di atas dada Asia. Issei yang berdiri di sisi Kiba, terus memperhatikan dengan seksama.

"Peran Bidak peluncur adalah mendukung anggota lain didalam grup. Kemampuan penyembuhan perempuan ini bisa sangat berguna sebagai Bidak Peluncur. Memang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi aku akan mencoba menghidupkan Asia kembali sebagai Iblis."

Rias lalu berdiri. Dan Gelombang kekuatan sihir berwarna merah menyelimuti seluruh tubuhnya.

"Dalam namaku, Rias Gremory. Aku memerintahkanmu, Asia Argento. Aku, membangkitkanmu kembali ke tanah ini, sebagai pelayanku, dan terlahir kembali sebagai Iblis. Kamu, sebagai 'Bidak Peluncur'ku, Dengan kehidupan barumu, Bangkitlah!"

Bidak peluncur di atas dada Asia mulai bersinar dan masuk ke tubuh Asia. Di saat yang sama, Sacred gear milik Asia juga masuk kembali ke dalam tubuhnya. Setelah memastikan Bidak peluncur dan Sacred gear itu masuk ke dalam tubuh Asia, Iapun menghentikan sihirnya.

Issei terus menatap Asia dengan perasaan cemas. Tidak berapa lama, kedua mata Asia perlahan terbuka.

"Aku menghidupkannya karena aku menginginkan kekuatannya yang bisa menyembuhkan Iblis. Dan Issei, mulai sekarang adalah tugasmu untuk melindunginya. Sebab kamu adalah Seniornya dalam hal Iblis."

Asia nampak kebingungan. Beberapa pertanyaan terus berputar memenuhi kepalanya.

"Issei-san?"

Ia tidak salah lihat. Pria yang tengah berdiri di depannya adalah Issei. Issei memberikan sebuah senyuman dan langsung memeluk tubuh Asia.

"Asia, Mari kita pulang."

.

.

.

.

Tidak jauh dari tempat kelompok Gremory, orang bertopeng badut itu tersenyum tipis dari balik topengnya.

"Hyoudou Issei…."

.

.

.

.

TBC

Haha jadi bagaimana tanggapan chapter 4 ini? Ah mohon maaf apabila tidak memuaskan.

Tunggu chapter selanjutnya, Minna :v