.

BUDDING ROMANCE

Chapter 3 - [3,2k words]

[WARNING! SMUT!]

[Pembaca di bawah umur, kamu sudah diperingatkan!]


0o0-0o0


"H-hyukjae hyung. K-kau terlalu banyak memberi air. Biar aku yang lakukan," kata DK mengambil alih pekerjaan Hyukjae.

Beberapa hari belakangan ini Hyukjae didapati sering melamun. Saat menyirami bibit misalnya, Hyukjae akan berdiri dengan selang di tangan selama berjam-jam. Alhasil bibit-bibit tanaman yang baru berusia berapa hari menjadi busuk.

"Yah! Seungkwan, Hoshi, DK, ambil alih pekerjaan Hyukjae. Kalau begini aku bisa bangkrut," bisik Leeteuk, kemarin, saat melihat sendiri kondisi Hyukjae.

Hyukjae menyerahkan selang di tangannya pada DK.

"Kalau begitu biar aku yang memberi pupuk," kata Hyukjae.

"Ahaha. Itu biar aku saja yang mengerjakan, hyung," kata Hoshi.

"Lalu aku mengerjakan apa?! Apa aku sudah tidak dibutuhkan di tempat ini?"

Seungkwan, Hoshi dan DK mematung. Menghadapi orang yang sedang sensitif itu memang serba salah.

"Hehehe H-hyung kau ini bicara apa. Ehm…kau bisa…emm… membantuku memetik bunga. Ada pesanan sore ini untuk acara pinangan," kata Seungkwan akhirnya. Hoshi dan DK saling bertukar pandang, khawatir.

"Baiklah." Hyukjae mengambil gunting, lalu Seungkwan memberinya catatan tentang bunga apa saja yang harus mereka sediakan.

165 tangkai mawar putih

129 tangkai freesia putih

120 tangkai hard ruscus

30 tangkai lavender

5 tangkai daun aspidistra

Hyukjae mulai memetik bunga pesanan dari jumlah yang sedikit. Segala gerak gerik Hyukjae tak luput dari pengamatan tiga rekannya. Seungkwan, Hoshi dan DK bisa sedikit lega karena Hyukjae terlihat fokus. Sampai… hitungan freesia putih ke 21.

"Dasar brengsek! Idiot! Kau bilang kembali padamu! Kau sendiri tak pernah datang! Brengsek!"

Seungkwan seperti mendapat serangan jantung dari apa yang dilihatnya. Tangan Hyukjae bergerak membabi buta memotongi bunga, seperti sedang mencukur rumput yang meninggi di taman.

"H-hyuung…" Seungkwan membuka tutup mulutnya seperti ikan.

"Aku membencimu! AKU BENAR-BENAR MEMBENCIMU! KAU TAHU ITU!" pekik Hyukjae sambil memutilasi segerombolan freesia cantik yang malang hingga tak berbentuk.

Hyukjae terengah –engah setelah meluapkan emosinya.

Hoshi dan DK mendekat untuk melihat keadaaan freesia-freesia yang tergeletak mengenaskan.

"DK! Kau berjanji padaku akan memukulnya kan? Kau harus melakukannya! Kau mengerti!" kata Hyukjae pada DK yang hanya dapat mengangguk kecil.

"Hyung, kau sangat sadis," komentar Hoshi.

"Dia pantas mendapatkannya!" timpal Hyukjae geram.

"Maksudku…itu," Hoshi menunjuk freesia yang berserakan.

Hyukjae menunduk dan tercekat melihat hasil perbuatannya.

"A…aku t-telah merusak bunga-bunga ini…," kata Hyukjae. Tiba-tiba ia menjadi panik. "B-bagaimana ini…." Airmata Hyukjae bercucuran dengan derasnya.


0o0-0o0


Seminggu berlalu sejak Hyukjae secara brutal membantai freesia. Tugasnya di kebun kini dialihkan sementara ke kafe untuk mencegah kerusakan lebih lanjut atau hal-hal yang tak diinginkan lainnya. Kondisi Hyukjae saat ini bisa dibilang lebih stabil. Sudah tak uring-uringan seperti sebelumnya. Walaupun adakalanya Hyukjae menatap ponsel dengan tajam dan berkata, "Aku tak kan menghubungi. Tak akan!"

Seperti sekarang ini. Hyukjae seharusnya membersihkan meja-meja karena satu jam lagi kafe akan buka, tapi ia justru mengutuki ponselnya atau lebih tepatnya seseorang.

Hyukjae menghela nafas, memasukkan ponselnya ke dalam saku dan mulai membersihkan meja dengan lap basah.

"Ogh! Bukankah itu… Hyung 089?" kata Jeonghan.

Mendengar itu otomatis Hyukjae mengangkat kepalanya dan memandang ke arah pusat perhatian Joenghan yang mengarah ke luar pintu dan jendela-jendela kaca.

Blush...

Wajah Hyukjae memerah dan jantungnya berdebar kencang.

DigDug

DigDug

DigDug

"Pagi…." Donghae memasuki kafe dan melepas kaca mata hitamnya. Rambut Donghae yang kini berwarna orange dan diikat satu kebelakang sangat mencolok dibandingkan dengan semua kepala yang ada. Jaket kulit, kaos yang melekat ketat di badan dan ripped jeans menambah kesan jantan padanya. Saat Donghae berjalan, ia sungguh bak model yang sedang berlenggok di catwalk.

"Apa kau merindukanku, manis?" sapa Donghae ketika berdiri di hadapan Hyukjae.

Seharusnya 'comeback' Donghae ini keren dan sempurna, seperti rencananya. Sayang, detik berikutnya, pukulan keras justru mendarat di wajahnya.

"Ouch," DK mengibas-ngibaskan tangannya karena ternyata memukul itu sakit.


0o0-0o0


"Yah! Pelan-pelan…" kata Donghae saat Hyukjae mengompres lebamnya dengan es di kamar 089. Donghae mendapat fasilitas gratis menginap di kamar tersebut, karena Leeteuk merasa krunya dalam hal ini DK sudah tak sopan pada Donghae sebagai pengunjung.

"Jangan cerewet. Lakukan saja sendiri," timpal Hyukjae.

"A-a…" keluh Donghae.

"Kau pantas mendapatkannya, idiot."

"Apa salahku? Semua ini ulah Kyuhyun. Dia mengirimku ke Taiwan berhari-hari untuk deal dengan klien."

"Apa gunanya ponsel?" Hyukjae menekan es lebih kuat ke wajah Donghae.

"A-duh-duh, Hyuk!" protes Donghae.

"Cis," desis Hyukjae. Sebelum memperlakukan lebam Donghae dengan lebih lembut.

"Jadi kau merindukanku?"

"Tidak ada yang merindukanmu."

"Kau tak kan menangis kalau aku tak datang?" Donghae memegang tangan Hyukjae dan memperhatikan ekspresinya.

"Kau tak datang bukan urusanku," Hyukjae berusaha menarik tangannya. "Kau sedang bersama orang lainpun, bukan urusanku."

Tawa Donghae tiba-tiba meledak mendengar itu.

"Apa yang lucu?" Hyukjae menjadi bertambah kesal mendengar tawa Donghae. "Apa yang kau lakukan!" kata Hyukjae saat Donghae memeluk pinggangnya, masih sambil tertawa.

"YAH!"

"Hyuk… Kau yang seperti ini sangat menggemaskan," kata Donghae. Ia menopangkan dagunya di bahu Hyukjae.

Wajah Hyukjae memerah. Karena posisi mereka, Donghae berbicara terlalu dekat dengan telinganya. "Apa kau marah?" tanya Donghae.

"Kenapa aku harus marah?"

Donghae tertawa lagi.

"Kau tahu," Donghae berbisik. "Kalau kau meleponku, kau takkan merindukanku seperti ini."

"Aku tak bilang merindukanmu."

"Uhum…,"sahut Donghae. "Dan kalau kau meneleponku, kau takkan berasumsi aku sedang bersama orang lain. Aku benar-benar sibuk belakangan ini sampai di otakku hanya ada coding dan …kau…"

Donghae mencuri ciuman di pipi Hyukjae.

"Y-yah!"

Donghae tertawa.

"Hyuk, kita resmikan saja hubungan kita mulai hari ini, ya?" pinta Donghae.

Hyukjae memalingkan wajahnya.

"Hmmm…?" Donghae menggoyang-goyang tubuh Hyukjae yang nyaman didekapannya.

"Hmmm…? Sayang…?" bujuk Donghae lagi karena Hyukjae belum menjawab.

"I love you," bisik Donghae.

Hyukjae menoleh untuk menatap Donghae.

"Kali ini jika aku tahu kau mendua, awas saja! Tak ada ampun bagimu! Apa kau mengerti!"

Donghae tersenyum lebar.

"Katakan sesuatu!" tuntut Hyukjae.

Donghae mengangkat satu tangannya dan dua jarinya membentuk simbol "peace".

"Aku Lee Donghae. Mulai detik ini mataku, hatiku,…"

"Bibir dan penisku…" tambah Hyukjae, membuat Donghae tertawa keras sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Ehem… bibir dan penisku, sudah terkunci untuk Lee Hyukjae. Seorang," pungkas Donghae.

Hyukjae tersenyum puas.

"Ayo berciuman untuk meresmikan hubungan kita," usul Donghae dengan tersenyum-senyum.

Hyukjae melingkarkan tangannya di leher Donghae dengan kikuk lalu keduanya saling mendekatkan wajah.

"Aku benar-benar menyukaimu, Hyuk," bisik Donghae.

Hyukjae tersenyum.

Semuanya terasa sempurna saat itu. Perasaan dua orang yang berbunga-bunga kini menjadi satu. Walaupun begitu…

Ketika bibir keduanya hampir bertemu, Hyukjae tertawa lepas.

"HAHAHAHA….A-aku tak bisa. HAhaha."

"Hyukjae!" Donghae menggigit bibirnya karena frustrasi. Sedikit lagi, ia bisa merasakan bibir Hyukjae.

"Ahahaha! Lebam di wajahmu membuatku tertawa," kata Hyukjae.

"Arrrghhhh!" Donghae melenguh. "Kemarikan bibirmu, Hyuk!"


0o0-0o0


Wajah Hyukjae terus memerah. Ia tahu, saat ini Leeteuk dan Kangin sedang memperhatikan dirinya. Ketiga sedang menyantap sarapan pagi bersama. Dari Hyukjae, Leeteuk mengetahui Donghae masih tidur di kamarnya. Semalaman pria tampan itu bergadang untuk menyelesaikan coding.

"Jadi, kau akan menghabiskan weekend di Seoul?" tanya Kangin.

Hyukjae mengangguk. "Tentu, kalau Leeteuk hyung tidak keberatan."

Hyukjae menunduk. Belakangan ini, ia merasa selalu menimbulkan kesulitan bagi hyungnya itu. Mungkin pergi ke Seoul adalah keinginan yang egois.

"Apa kau bahagia, Hyuk?" tanya Leeteuk.

Hyukjae semakin merona. "Aku bahagia, hyung."

Leeteuk dan Kangin tersenyum.

"Kalau begitu tentu saja kau boleh pergi," kata Leeteuk.

Mata Hyukjae terbuka lebar. "S-sungguh?"

"Terus terang aku masih tak begitu menyukai si 'Hyung 089' itu," komentar Kangin.

Leeteuk tertawa.

"Kenapa aku merasa seperti sedang melepas seorang anak yang akan hidup bersama suaminya?" kata Leeteuk.

"Hyuuuuuung!" pekik Hyukjae.


0o0-0o0


"Ah…akhirnya aku bisa beristirahat," kata Donghae yang baru saja merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk. Donghae merasa sedikit letih. Dari Taiwan, Donghae langsung mengendarai mobilnya ke Busan. Ia sangat merindukan Hyukjae. Sebenarnya Donghae berencana menghabiskan weekend di Budding Romance, tetapi telepon Kyuhyun dan telepon seseorang membuatnya harus kembali ke Seoul. Donghaepun harus membujuk Hyukjae agar mau ikut dengannya.

"Kau terlihat lelah," kata Hyukjae yang berada di sebelahnya. Mereka tidur menyamping berhadap-hadapan.

"Aku lelah tapi aku akan selalu mendapat energi lebih bila bersamamu."

"Ck. Kau dan kata-kata manismu, Donghae."

Donghae tertawa kecil.

"Hyuk, besok aku dan Kyuhyun harus menghadiri rapat. Mungkin sampai sore hari."

Hyukjae menyipitkan mata, curiga. Rapat? Di hari sabtu?

Donghae tersenyum karena ia tahu kepercayaan Hyukjae masih sangat kecil terhadapnya. Donghae lalu mengambil ponsel Hyukjae dan menyimpan dua nomor di sana. Pertama, nomor ponsel Kyuhyun. Kedua, nomor telepon kantornya."

"Huh? Pilar Biru. Co?" tanya Hyukjae.

"Kantorku. Lebih tepatnya kantor kami, Aku dan Kyuhyun. Kami membangun itu sejak kuliah. Kau harus ke sana," kata Donghae.

Hyukjaae mengangguk. Sejak dulu Hyukjae tahu, Donghae sangat menyukai matematika. Jika Donghae menekuni sistem informasi dan komunikasi teknologi, menjadi programmer dan membangun bisnis di bidang itu tidak mengagetkan bagi Hyukjae.

Donghae mengeratkan pelukannya di pinggang Hyukjae.

"Setelah aku kembali dari rapat, bersiaplah. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Rahasia."

"Isssh." Hyukjae melepaskan diri dari pelukan Donghae. Tapi Donghae mendekapnya kembali.

Hyukjae melihat Donghae menutup mata dan ia mengambil kesempatan itu untuk mengamati wajah tampan sang kekasih. Hari ini saat diperjalanan ke Seoul mereka memutuskan berhenti di sebuah mini market untuk membeli minum dan beberapa kebutuhan. Sejak mereka menginjakkan kaki di dalam tempat itu, Donghae tak pernah lepas dari perhatian orang. Rasa-rasanya setiap kepala berpaling melihatnya. Tua, muda, pria, wanita, bahkan anak kecil. Donghaenya benar-benar magnet pesona.

Hyukjae tak menampik ada desir cemburu dihatinya. Rasa khawatir jikalau seseorang akan mencuri Donghae darinya muncul kembali.

"Cuma kamu," bisik Donghae ke telinganya saat itu. Lalu Donghae menggenggam tangannya dengan santai dan tak memperdulikan sekitar.

Hyukjae tersenyum mengingatnya.

"Keraguan ini akan hilang perlahan…aku tahu…" batin Hyukjae. Ia lalu condong mendekat ke wajah Donghae untuk mengecup bibir tipisnya.

"Good night, Hae," bisik Hyukjae.


0o0-0o0


Sabtu sore hari, Donghae bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya tentang mengajak Hyukjae ke suatu tempat. Bukan hanya lokasi yang akan mereka datangi saja yang membuat Hyukjae penasaran tetapi juga cara berpakaian Donghae yang kelewat rapi. Saat Hyukjae bertanya apa dirinya juga harus memakai pakaian yang rapi, Donghae hanya tersenyum dan menyuruhnya memakai pakaian yang nyaman. Hyukjae pun memilih memakai sesuatu yang simple, kaos dilengkapi sweater dan jeans.

"Di sini?" tanya Hyukjae ketika mereka tiba di lokasi. Sebuah restoran Perancis.

"Kau selalu menyukai masakan Perancis kan? Ayo masuk," kata Donghae.

Hyukjae merasa kikuk. Sudah lama ia tak pergi ke tempat seperti itu. Melihat dari desain interior juga sekilas pelayanan, Hyukjae tahu harus membawa diri dengan baik. Di restoran seperti ini, etika makan adalah sesuatu.

"Idiot. Aku seharusnya memakai pakaian yang lebih layak," bisik Hyukjae.

"Aku ingin kau menunjukkan dirimu yang sekarang apa adanya, Hyuk."

"Huh?" Hyukjae tak paham maksud perkataan Donghae.

"Tuan Lee Donghae, bukan?" sapa ramah pelayan.

Setelah Donghae mengangguk, pelayan itu mengantar mereka ke suatu ruangan.

"Privat?" Hyukjae mulai gugup. "D-Donghae…," bisik Hyukjae. Mereka berhenti di depan pintu.

Donghae tersenyum dan memegang tangannya.

"I love you," kata Donghae pelan, sebelum menariknya masuk ke ruangan tersebut.

Hal pertama yang Hyukjae lihat di dalam ruangan itu adalah wajah ibunya lalu wajah yang tak ia duga sama sekali.

"Maaf, membuat kalian menunggu," kata Donghae menggunakan bahasa formal dan membungkuk.

"Duduklah," kata Nyonya Lee sambil tersenyum.

Hyukjae melihat ibunya dengan tatapan ragu. Tapi Nyonya Lee mengangguk, memastikan semua akan baik-baik saja.


0o0-0o0


Kikuk. Makan malam itu bisa dibilang kikuk. Tak ada yang banyak bicara. Sesekali Nyonya Lee membuka topik pembicaraan dan Donghae menyautinya dengan sopan. Hyukjae juge membuka suaranya tapi lebih banyak diam dan menunduk.

"Apa makanan lebih menarik dari pada berbicara dengan ayahmu ini?"

Akhirnya Hyukjae mendengar suara itu. Hyukjae mengangkat wajahnya dan memberanikan diri untuk menatap ayahnya.

"Maaf," kata Hyukjae pelan.

Tuan Lee menghela nafas lalu meletakkan alat makannya, diikuti oleh semua orang.

"Aku yang meminta Donghae untuk mengatur semua ini. Kau tahu, pacarmu itu sangat menyebalkan, Hyukjae."

Hyukjae terkejut mendengar ayahnya menggunakan bahasa non formal dan dengan nada yang terdengar lebih ramah.

Donghae berdehem, sedang Nyonya Lee tertawa-tawa kecil.

Hyukjae mengedip-ngedipkan matanya.

"Ia membuat sistem di kantorku menjadi kacau balau dan baru mau memperbaikinya setelah aku menemuinya. Saat itu aku berpikir untuk menuntutnya atas tindak kriminal tapi mulutnya sangat tajam. Kau tahu apa yang dikatakannya padaku?"

Tuan Lee menirukan lagak Donghae.

"Orang menganggapmu pengacara hebat, tapi bagiku kau adalah pengacara terburuk. Kau… telah gagal membela hak anakmu sendiri. Aku Lee Donghae adalah pria yang akan menjaganya."

Wajah Hyukjae seketika berubah merah padam.

"Ah. Bukankah itu seperti adegan di dalam drama?" komentar Nyonya Lee.

"Menurut Anda begitu?" Donghae tertawa. "Aku pasti sangat keren."

Hyukjae menyikut tulang iga Donghae, membuat kekasihnya itu merintih.

Suasana berubah menjadi lebih santai. Ada tawa, ada senyuman.

Tuan Lee berdehem.

"Kau sama sekali tak pernah pulang, Hyukjae. Kau tahu orang tua terkadang juga membuat kesalahan. Kalau kau ada waktu luang, tolong pulanglah. Ayah… merindukanmu," kata Tuan Lee dengan suara bergetar.

"Ayah…" Hyukjae berdiri dari tempat duduknya. Lalu berlutut dan membungkuk dalam-dalam.

"Maafkan aku," kata Hyukjae. Airmatanya tak terbendung terlebih saat Tuan Lee memeluknya.

"Maafkan ayah, Hyukjae."


0o0-0o0


Wajah Hyukjae penuh senyuman. Tangannya yang bertautan dengan milik Donghae pun diayun-ayunkan saat mereka berjalan ke tempat parkir.

"Jadi, kau menghilang dari Budding Romance untuk meneror kantor ayah?" tanya Hyukjae.

"Kau menggunakan kata teror. Kenapa itu jadi terkesan sangat horor?" kata Donghae.

Hyukjae tertawa.

"Tapi kau bilang pergi ke Taiwan, hmmm?" selidik Hyukjae.

"Itu betul, walau hanya empat hari."

Hyukjae tersenyum. Hari ini semua bebannya serasa terangkat dari bahunya. Langkahnya pun menjadi sangat ringan. Senyum Hyukjae bertambah lebar lagi melihat Donghae membukakan pintu mobil untuknya.

"Aku ini juga lelaki," kata Hyukjae.

"Lalu kenapa?" Donghae menegakkan tubuhnya. "Aku Lee Donghae adalah pria yang…," Hyukjae menutup mulut Donghae sambil tertawa terpingkal-pingkal. Hyukjae teringat lagak ayahnya yang menirukan Donghae saat di restoran tadi.

"Kau ini idiot," kata Hyukjae.

"Tapi kau mencintai si idiot ini," timpal Donghae.

"Sini, kemari," Hyukjae menarik kerah Donghae agar pria tampan itu mendekat padanya.

Hyukjae mengecup bibir Donghae.

"Cuma itu?" komentar Donghae.

Hyukjae tertawa kecil sebelum mencium Donghae lagi. Kali ini dengan ciuman yang lebih hot termasuk Gigitan-gigitan lembut yang berulang dan lidah yang bermain dengan liar. Tentu saja Donghae tak mau melewatkan kesempatan itu. Donghae mendorong tubuh Hyukjae agar bersandar di mobil dan membalas ciumannya dengan lebih agresif.

"Kau harus sering menciumku seperti ini, sayang," bisik Donghae setelah mulut mereka terlepas untuk memasukkan banyak udara ke paru-paru masing-masing.

"Hmm… Hae…ayo cepat pulang," kata Hyukjae dengan suara rendah sambil mengigit bibirnya dengan sensual.

Mendengar itu Donghae tak berlama-lama menghabiskan waktu. Setelah mengecup bibir Hyukjae dan membuat Hyukjae masuk ke dalam mobil, Donghae bergegas untuk membawa mereka kembali ke apartemennya.

"Mmhh," Hyukjae mendesah saat Donghae langsung menciuminya dan menggerayanginya dengan tak sabar begitu pintu apartemen tertutup.

"Hae…r-ranjang. A-ah…"

Donghae mengangkat tubuh Hyukjae dan dengan cepat berjalan ke kamarnya.

"Kau sungguh tak sabaran," kata Hyukjae yang di dorong berbaring ke ranjang.

Donghae menaruh kedua tangannya di samping kepala Hyukjae dan menunduk untuk mengecup bibir Hyukjae berulang kali. "Karena kau sudah memenuhi otakku," ujar Donghae.

Hyukjae tersenyum. Hyukjae menggerakkan tangannya untuk membuka kancing kemeja Donghae.

"Haruskah selama itu?" protes Donghae.

Bukannya bergerak cepat, Hyukjae malah sengaja memelankan gerakannya. Saat semua kancing sudah terlepas, sambil mengigit bibir Hyukjae meraba otot perut Donghae yang seksi dengan gerakan sensual hingga ke dada bidang Donghae membuat kekasihnya itu menutup mata. Dan ketika Donghae membuka matanya lagi, Hyukjae bisa melihat pandangan mata Donghae lebih dark dari sebelumnya.

"Hae…" bisik Hyukjae sambil menyentuh bibir Donghae.

DigDug DigDug DigDug DigDug

Jantung keduanya berdetak penuh antisipasi, karena mereka tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di ranjang itu.

"Aku mencintaimu," kata Hyukjae.

Donghae tersenyum lebar. "Aku tahu, Hyuk."

Donghae membuat Hyukjae sedikit terduduk agar dapat melepas kaos dan sweaternya. Setelah itu Donghae juga melucuti seluruh pakaian Hyukjae.

"Seksi…" komentar Donghae.

Hyukjae tahu mungkin wajahnya memerah sekarang, tapi ia tak mau bersikap seperti orang yang baru melepas keperjakaan. Hyukjae membantu Donghae untuk melepaskan pakaiannya.

"Sini," Donghae menepuk pahanya agar diduduki Hyukjae.

Hyukjae menuruti dan mendesah begitu Donghae meraba-raba pahanya mendekati area pribadi.

"Kau sangat sensitif, Hyuk."

"Aku tak pernah melakukannya sejak itu."

"Bahkan one nightstand?"

Hyukjae menggeleng lalu menutup matanya saat Donghae memegang penisnya dengan gerakan maju mudur.

"Aah…" Hyukjae menarik leher Donghae dan menciumnya dengan hasrat menggeb-gebu.

Donghae tentu tak protes. Donghae mengimbangi ciuman itu dan tak membiarkan Hyukjae mendominasi. Setelah puas membuat bibir Hyukjae merah, Donghae pindah menciumi leher kekasihnya itu. Sesekali Donghae menghisap kulit mulus itu dan meninggalkan jejak.

"Mhh," Hyukjae mendesah berat ketika tangan Donghae yang lain meremas-remas bokongnya. Tak lama setelah itu, Donghae juga melenguh karena Hyukjaenya kini bergerak-gerak menggeserkan area privat mereka. Penis Donghae pun berkedut-kedut menandakan ia semakin berhasrat. Keduanya juga jelas merasakan suhu tubuh mereka semakin memanas dan semua berlangsung begitu natural setelahnya.

Hyukjae tak bisa berhenti mendesah ketika Donghae menemukan titik sensitifnya dan menubruk titik itu berulang kali. Adrenalin Donghae pun meningkat drastis disetiap gerakannya.

"H-hae…" Hyukjae berusaha memperingatkan Donghae kalau ia akan mencapai klimaksnya dan setengah memohon agar kekasihnya itu menambah kecepatan.

Tetapi Donghae justru berhenti bergerak membuat Hyukjae menatap dengan frustrasi.

"Aku sepertinya tahu di mana bagian yang salah," kata Donghae.

"Huh?" Hyukjae menjadi bingung.

Donghae mengedip-ngedipkan matanya.

"LEE DONGHAE! KAU MEMIKIRKAN CODING DISAAT SEPERTI INI?!" Hyukjae memukuli Donghae.

"Ugh-uh, maaf sayang. Aku tiba-tiba mendapat pencerahan," kata Donghae sambil menggerakkan tubuhnya lagi.

"A-ah! Dasar b-brengsek! Aaaahh…" umpat Hyukjae.

Donghae tertawa.

"Aku akan menebus dengan yang lebih hot lain kali."

Donghae membungkam Hyukjae dengan bibirnya dan bergerak semakin cepat. Sementara tangannya menyentuh penis Hyukjae untuk membantunya mencapai titik kenikmatan. Tak lama setelah Hyukjae melengkungkan punggungnya dan mengeluarkan pekikan tertahan, Donghae juga melepaskan pejuhnya memenuhi Hyukjae.

Keduanya bernafas terengah-engah.

Donghae mengecup bibir Hyukjae lalu bangkit untuk membersihkan diri dengan tisu dan langsung menarik laptop yang terletak di meja lampu samping ranjang. Dalam waktu singkat, fokus Donghae sudah beralih pada layar hitam yang penuh dengan barisan fungsi.

Melihat Donghae, Hyukjae tertawa pelan. Mau bagaimana lagi. Dia memacari seorang programmer. Hyukjae membersihkan dirinya di kamar mandi. Setelah itu ia duduk si samping Donghae dan melihat kekasihnya itu bekerja.

"Aku benar-benar akan menagih tebusanmu lain kali," kata Hyukjae beberapa saat kemudian, hanya untuk menggoda Donghae.

"…"

Tak ada respon.

"Cis, apanya yang '…Aku tidak antisosial. Aku menjawab jika diajak mengobrol. Aku ini keren…bla…bla…bla…" sindir Hyukjae.

"Yah. Aku dengar itu," kata Donghae sambil terus menatap laptop dan menggerakkan tangannya di keyboard.

"Itu memang untuk kau dengar."

Donghae tertawa.

Hyukjae bersandar pada Donghae dan melingkarkan tangannya ke tubuh Donghae.

"Terima kasih untuk semuanya, Hae. Aku merasa hidupku jadi sempurna," kata Hyukjae.

Donghae berhenti sejenak untuk mencium Hyukjae.

"I love you," bisik Hyukjae.

"(x2+y2-1)3-x2y3=0" balas Donghae, membuat Hyukjae tertawa.

Tentu karena Hyukjae tahu persamaan matematika itu. Kalangan penggemar matematika mengenalnya sebagai Kurva Hati. Dan Hyukjae menggunakan persamaan tersebut untuk menjawab pernyataan cinta Donghae beberapa tahun lalu.


0o0-0o0


Empat bulan setelah Hyukjae dan Donghae memulai kembali hubungan mereka, Hyukjae menetap di Seoul. Ayah Hyukjae memberinya pinjaman modal untuk membuka toko bunganya sendiri. Tentu semua bunga-bunyanya di stok dari Budding Romance. Hyukjae memiliki 2 orang pekerja. Mereka adalah Joshua dan Minghao. Semua hal berjalan lancar dan Hyukjae sangat bersyukur.

Lima bulan kemudian, tepat dihari ulang tahunnya. Hyukjae mengungkapkan keinginannya pada Donghae untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Orang bilang tak ada kata terlambat untuk melanjutkan pendidikan. Selama di Budding Romance Hyukjae menemukan dirinya menyukai tanaman dan lingkungan yang terlihat indah melalui penataan yang terencana. Oleh karena itu Hyukjae memutuskan untuk mengambil pendidikan di jurusan Arsitektur Lansekap disalah satu universitas swasta. Donghae menyetujui keinginan Hyukjae dengan satu syarat.

"Nikahi aku dulu, Hyuk," bisik Donghae saat mereka sedang bergulat di ranjang.


0o0-0o0


END

a/n.

Akhirnya aku bisa juga menyelesaikan Budding Romance dengan total 50 halaman Mword! .

GAAAAH. Ini seharusnya Angst. Sumpah. Tapi kok jadinya begini ya? HAHAHA. Ya sudahlah…saya gagal menulis cerita sedih.

Budding Romance ini menceritakan tentang perasaan Hyukjae yang 'bersemi' kembali setelah terluka. Bersemi itu dekat dengan istilah pertumbuhan tanaman makanya aku pilih setting cerita yang ada kebun dan staf-stafnya. Kebayang ga sih, klo pas kita ke kebun bunga terus nemu segerombol pemuda tampan. Yang dilihat mereka bukan bunganya. HAHAHAHA mungkin ini efek kebanyakan baca Fic/YAOI. Silahkan diabaikan…*Bow.

[permisisayamaukaburlagi]

ps:

SVT stand, selamat ayanknya kambek!^^y