ini cerita lama yang sebenarnya. jadi... mian kalo aneh. hehe^^
"Halo, Kyungsoo-ya! Kenapa kau sulit sekali ditelepon, huh?"
"Ah, mianhae Baekhyun-ah, aku menindih ponselku sendiri."
"Jangan bilang kau baru saja bangun tidur?!"
"Mianhae, Baek… tunggu aku disana! 15 menit lagi aku akan sampai!"
"YA! KAU-"
Belum selesai Baekhyun mengeluarkan sumpah serapahnya, Kyungsoo sudah menutup telepon. Byun Baekhyun, 20 tahun, seorang mahasiswi teknik tingkat ketiga di salah satu universitas ternama Korea. Gadis itu sebenarnya cantik, tapi ia garangnya bukan main. Maklum, ia salah satu atlet Taekwondo terbaik di kampusnya. Selain itu, ia juga seseorang yang selalu menjadi pemimpin demonstrasi; ah, bisa dibilang ia provokatornya.
Gadis itu berambut lurus dan berwarna blonde. Jika kau membayangkan ia punya rambut panjang, tentu itu salah. Rambut harajukunya itu tidak melebihi bahu, bahkan lebih terlihat acak-acakan. Ia suka mengenakan kemeja flannel, kaos, dan jeans yang selalu robek di bagian lututnya. Selain itu, tas selempang berwarna hitam dan sepatu kets yang tak pernah lepas dari tubuh mungilnya.
Sebenarnya banyak sekali lelaki yang menyukainya. Tapi sifatnya yang kejam dan pengumpat itu membuat kesemuanya bergerak mundur. Bagaimana tidak, baru empat hari yang lalu ia memukul Doojoon—temannya sekelas—hanya karena masalah sepele. Saking sepelenya, Doojoon sampai harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami patah rahang kiri.
Hari itu hari Sabtu, dimana ia sedang meliburkan diri dari segala kegiatannya. Ia sedang menunggu Do Kyungsoo, sahabatnya yang super lembut atau bahkan mungkin lambat. Saking lembutnya, mandi saja bisa dilakukan selama dua jam. Semua orang bertanya-tanya kenapa kedua gadis itu bisa bersahabat karena kepribadian mereka yang 180 derajat berbeda.
Sifat Baekhyun yang tidak sabaran membuatnya terus-terusan melirik jam yang terpasang di pergelangan tangan kirinya. Ia sedang menunggu di sebuah restoran malam itu. Entah mengapa Kyungsoo mengajaknya kesana. Kyungsoo bilang, ia akan bertemu dengan Kim Jongin, pria yang dikenalnya lewat sosial media. Karena Kyungsoo takut jika akan terjadi apa-apa, maka ia meminta Baekhyun untuk menjadi pengawal pribadinya.
"Tsk. Ini sudah jam tujuh malam. Tapi Kyungsoo belum juga menampakkan batang hidungnya. Si pria juga aku tidak tahu bagaimana bentuknya. 15 menit lagi? Ish, my ass." Gumamnya.
Berkali-kali ia mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan di KakaoTalk-nya. Ia sudah tidak sabar—padahal ia baru menunggu sepuluh menit disana. Disaat ia sedang bermain-main dengan ponselnya, perhatiannya teralih pada seorang pria yang duduk berjarak dua meja darinya.
"Ah, bagaimana ini?" ucap pria itu sambil mengamati layar ponsel yang ada di genggamannya.
'Cengeng sekali pria itu. Cih.' Batin Baekhyun.
Lelaki itu mengenakan baju yang rapi. Dengan kemeja jeans berwarna birunya, ia terlihat tampan dan terkesan berkelas. Cara berpakaiannya sangat menunjukkan bahwa ia dari kaum yang berada.
'Ah, pantas saja lelaki itu makan disini. Kalau aku tidak diajak si penguin itu aku juga tidak akan menginjakkan kakiku kemari.' Batinnya lagi.
Secara tidak sadar Baekhyun mengamati pria itu terus menerus. Ia memperhatikan fashion style-nya yang mungkin akan Baekhyun tiru suatu hari nanti.
"YA! Kenapa kau melihatku seperti itu?! Kau suka melihatku begini?!" seru lelaki itu pada Baekhyun.
Gadis itu terkejut dan memberikan pandangan yang tidak percaya pada si pria, "Aku?" bisiknya seraya menunjuk dirinya sendiri.
"Siapa lagi?!" tukas pria itu.
Sejenak Baekhyun tidak mengerti dan memilih menggaruk kepalanya sendiri. Kemudian ia tersenyum dan mengangguk kikuk pada pria itu.
'Sensitif sekali. Lelaki macam apa ia?'
Baekhyun kembali menyibukkan diri dengan ponselnya. Sesekali ia membuka notifikasi Clash of Clans-nya, entah kenapa ia sama sekali tidak menyukai hal-hal yang berbau wanita. Bahkan sesekali adik kelasnya memanggilnya hyung, bukan noona. Tapi meskipun ia seperti lelaki, bukan berarti ia tidak punya mantan. Ia pernah berkencan dulu, dengan seorang pria bernama Kris. Tapi lelaki itu memilih meninggalkan Baekhyun karena gadis itu terlalu keras untuknya. Baekhyun bilang, akan ada saatnya nanti ia akan mengalah pada seorang pria.
"Eomma sudah dekat? Ah, sebentar!"
Pria tadi sepertinya sedang menelepon ibunya. Setelah ia menutup sambungan telepon tersebut, ia terlihat kebingungan. Bahkan sesekali ia memijat pelipisnya sendiri. Baekhyun kembali mengamati pria itu. Terlihat ia gugup dan cemas. Ia juga menggenggam ponselnya dengan erat. Tanpa sadar pria itu mengusap air matanya sendiri. Entah apa yang terjadi, Baekhyun tampaknya tertarik dengan drama yang diberikan pria itu.
"Eomma… appa?" tanya pria itu ketika melihat wanita dan pria paruh baya yang baru saja masuk ke dalam restoran tersebut.
Beberapa saat kemudian pria itu terlihat celingukan. Ia seperti berusaha bersembunyi dari kedatangan kedua orang tersebut.
"Chanyeol-ah?" ucap wanita paruh baya yang mungkin ibu dari pria bernama Chanyeol itu.
"Eo-eomma?" jawab Chanyeol kelabakan.
"Maaf kami terlambat." Ucap wanita itu lembut.
"Ah, sebentar eomma. Eomma duduk saja disini. Baca menu ini dan pesan dulu makanannya. Aku pergi sebentar. Hanya sebentar!"
Chanyeol bergegas pergi. Tiba-tiba, ketika melihat Baekhyun yang mengulum permen karet dan memainkan Clash of Clans-nya, ia menarik dan menutup mulut gadis itu.
"DIAM! Ikut aku sebentar!" ucapnya seraya menarik gadis itu paksa.
Baekhyun berusaha untuk memberontak. Tapi nampaknya badan pria itu terlalu besar dan kuat. Lagipula Baekhyun sedang tidak dalam keadaan waspada. Beberapa saat kemudian, mereka berada di depan pintu toilet pria. Dan Chanyeol pun melepaskan dekapannya dari gadis itu.
"YA! Apa maksudmu?! Kau mau memperkosaku?!" seru Baekhyun yang lengannya masih di genggaman Chanyeol.
"Haish, kau ini! Dengarkan aku, aku mohon, kau bantu aku sekali ini saja. Aku tidak tahu harus memintanya pada siapa."
"Tidak mau! Kau meminta dengan cara seperti ini?! Aku tidak mau!"
"Aish! Ayolah! Aku akan membelikan apapun yang kau mau!"
Sejenak Baekhyun teringat dengan sneakers yang diincarnya tempo hari. Karena ia sangat menginginkan itu, ia pun menyeringai.
"Benarkah? Baiklah! Apa yang harus kulakukan?" tanyanya pada Chanyeol.
"Kau cukup diam saja. Nanti ikuti apa yang aku katakan. Mengerti?"
"AH, sepertinya itu mudah. Baiklah!" tukas Baekhyun bersemangat.
Secara tiba-tiba Chanyeol menggenggam tangan Baekhyun dan menggandengnya. Karena Baekhyun tidak mengerti, maka ia melancarkan protes.
"Wait, apa maksudnya ini?" tanyanya sambil menunjuk tangannya yang tergenggam erat.
"AISH! Belum-belum kau sudah protes! Sudah! Diam saja! Ah, buang permen karet di mulutmu itu!" seru Chanyeol.
'Ih, kenapa kau menurutinya, Baek?' batin Baekhyun dengan wajah yang kesal.
Tak lama kemudian mereka kembali ke dalam ruang makan. Terlihat disana orang tua dari Chanyeol sedang sibuk berbincang dengan pelayan yang siap mencatat pesanan mereka.
"Eomma…" sapa Chanyeol dengan senyum yang mengembang.
"EH? Kau sudah kembali? Ini…" ucap wanita itu seraya menunduk Baekhyun yang masih berusaha membaca situasi.
"Ah, Byun Baekhyun imnida." Ucap Baekhyun sopan.
"Ini… wanita yang aku katakan tempo hari, eomma."
"EH?" seru Baekhyun seraya menatap Chanyeol dengan mata yang membulat.
Chanyeol hanya mengedipkan mata seraya meremas tangan Baekhyun yang ada di genggamannya seakan berkata, 'Ikuti saja permainan ini. Diam!'
"Yang katamu kejutan itu? Tapi, kenapa pakaiannya—"
"Ah, ia sebenarnya sedang ada janji dengan temannya, eomma. Dan aku memaksanya untuk datang kemari. Iya kan, Baek?" tanya Chanyeol dengan ekspresi yang terpaksa.
"Ne? I-iya."
Wanita itu hanya mengangguk mengerti. Ia masih memandang Baekhyun dengan tatapan yang meremehkan seakan tidak puas terhadap sesuatu. Ini justru berbeda dengan ayah Chanyeol yang terkesima dengan penampilan Baekhyun.
"Ah, siapa tadi namamu? Baek… hyun?" tanya Ayah Chanyeol.
"Ne, Byun Baekhyun imnida."
"Hmm… Neomu Yeppeo!"
Ketiga orang yang lain terkejut dengan apa yang dikatakan ayah Chanyeol. Mereka memberikan ekspresinya masing-masing. Jika Baekhyun terkejut karena ayah Chanyeol mengatakan hal yang super random, maka Chanyeol memberikan ekspresi malu. Dan lebih parah lagi ekspresi ibu Chanyeol yang seakan tidak percaya jika suaminya mengatakan gadis garang itu cantik.
'Cih, seleramu rendah sekali, appa.' Batin Chanyeol kemudian.
"Bisa… kau ceritakan latar belakangmu?" tanya ibu Chanyeol.
Baekhyun melirik pada Chanyeol. Pria itu hanya bisa mendelikkan mata seakan memaksa Baekhyun untuk bercerita saja.
"Aku… masih berkuliah dan semester enam sekarang."
"Berkuliah dimana?"
'Aish, kenapa wanita ini semacam mewawancaraiku begini? Bahkan tahu nama anaknya pun tidak.'
"Di… Universitas Seoul. Aku… mengambil teknik mesin disana."
"Mechanical Engineering? Woah! Daebak!" seru ayahnya sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.
Sambil melirik jijik ke arah suaminya, "Hm… kau pintar juga rupanya. Latar belakangmu yang lain?"
"Aku… tinggal sendiri di Seoul. Ini terjadi karena sebenarnya orang tuaku tidak setuju aku kuliah di teknik. Mereka lebih setuju jika aku terjun di dunia medis ataupun bisnis. Maka dari itu… aku tinggal dan menghidupi diriku sendiri."
"Oh…" ucap ibu Chanyeol.
Wanita itu masih mempelajari gadis yang ada tepat di hadapannya. Sejujurnya dia tidak mengerti kenapa anak lelakinya harus menjatuhkan pilihan pada seorang gadis yang berpenampilan urakan, dan terkesan seperti kelaki-lakian.
'Apa jadinya jika anakku satu-satunya harus berkencan dengan wanita seperti dia? Aigomonina…'
"Kau menghidupi dirimu sendiri? Bekerja sebagai apa?"
"Sore hari sepulang kuliah aku melatih taekwondo atau mengajar matematika di sebuah tempat belajar untuk anak-anak sekolah menengah, itu tergantung hari apa, lalu malam harinya aku harus menjadi pianis di sebuah café dekat kampus. Dan kalau pagi akhir pekan, aku harus mengajar vocal para trainee di salah satu manajemen artis."
"Kau seorang vocal trainer?" tanya ayah Chanyeol dengan mata yang berbinar-binar.
Baekhyun hanya bisa menganggukkan kepalanya seraya tersenyum kikuk. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Baginya, keadaan kali ini lebih menegangkan daripada persiapan untuk berkelahi.
"Kalian… bertemu dimana?"
Mendengar pertanyaan itu, Baekhyun hanya bisa mendelikkan matanya pada Chanyeol. Sesekali ia menendang kaki lelaki tersebut.
"Rumah sakit, eomma. Rumah sakit. Malam itu… ketika aku sedang berjaga di emergency, ia mengantarkan temannya. Siapa itu namanya?"
'Teman?'
"Ah, Do Kyungsoo." Jawab Baekhyun lirih.
"Iya! Aku lupa siapa nama temanmu itu. Iya dia. Aku yang menangani temannya. Disaat itu aku bertemu dengannya, eomma. Dan disaat itu pula aku sadar bahwa aku menyukainya. Iya kan, Baekhyun-ah?"
"I-iya. Benar begitu."
Suasana mendadak hening. Di dalam benaknya, Baekhyun tahu apa profesi pria di sampingnya tersebut. Seorang dokter di sebuah rumah sakit. Tepatnya di ruang emergency.
Tak berselang lama makanan yang dipesan kedua orang tua Chanyeol itu datang. Terlihat dari apa yang dipesan, keluarga itu benar-benar berasal dari orang yang berada. Sejenak Baekhyun berpikir apa sebenarnya profesi dari ayah pria tersebut.
Baekhyun berusaha makan dengan kalemnya—padahal biasanya ia makan dengan brutalnya. Sesekali ia menendang kaki Chanyeol dan membisikkan beberapa hal; untung saja orang tua Chanyeol tidak mengetahui hal itu—lebih tepatnya tidak curiga. Baekhyun sendiri merasa tidak menjadi dirinya sendiri karena harus berusaha lemah lembut. Sigh. Mungkin ia harus belajar pada Kyungsoo.
"Baekhyun-ah?" Tiba-tiba ada seseorang berdiri di samping Baekhyun, "Baek, sedang apa kau disini? Siapa mereka?" ucap gadis itu dengan polosnya.
"Kyungsoo-ya, wait!" bisik Baekhyun, "Ah, aku… permisi sebentar."
Baekhyun pun berdiri seraya menarik sahabatnya itu menjauh dari meja tempat ia makan bersama keluarga Chanyeol. Ia ingin menjelaskan kepada sahabatnya. Karena sebenarnya ia takut jika kepolosan dan otaknya yang lambat itu membuat suasana lebih tidak karuan.
"Baekhyun-ah, mereka itu siapa?" tanya Kyungsoo dengan mata bulatnya yang mengerjap.
"HAISH! Bisa tidak kau menjaga mulutmu? Dengar aku, Do Kyungsoo. Aku, tidak mengenal siapa mereka. Pria yang ada di sampingku tadi adalah seorang dokter. Yang jelas aku sedang mengikuti apa yang pria itu lakukan. Kau duduk saja di meja nomor dua belas. Meja itu sudah aku pesan. Tunggu aku dan pria mu itu. Jangan pernah melakukan hal bodoh, mengerti?"
"EH? Bisa kau jelaskan sedikit demi sedikit? Aku tidak paham—"
Baekhyun pun mengacak-acak rambutnya sendiri, "ASTAGA DO KYUNGSOO! Sudah, pokoknya kau diam saja di meja nomor dua belas. Jika urusanku sudah selesai, aku akan datang padamu. Mengerti kali ini?"
"Ah… aku harus menunggumu, ya? Aku mengerti!" serunya dengan mata yang berbinar-binar dan segera meninggalkan Baekhyun.
Dengan helaan nafasnya, Baekhyun bergumam, "Oh my God, kenapa aku bisa berteman dengan gadis berotak lambat itu…"
Beberapa detik kemudian, Kyungsoo kembali, "Baek, sebentar! Tadi di meja nomor berapa?"
"YA! DO KYUNGSOO!" gertak Baekhyun.
"Ah, iya aku ingat! Dua belas!" ucap Kyungsoo dengan wajah yang tak berdosa.
.
.
.
Sepeninggal Baekhyun, ibu Chanyeol langsung memberikan tatapan dakwa kepada anak semata wayangnya. Seketika Chanyeol sadar jika ia meminta bantuan kepada orang yang salah.
"PARK CHANYEOL! Jelaskan pada eomma kenapa kau bisa menyukainya." Ucap wanita itu penuh ketegasan.
"Apa eomma tidak menyukainya?" tanya Chanyeol.
"Chanyeol-ah, seingatku kau selama ini berkencan dengan wanita lemah gemulai dan cantik. Kenapa tiba-tiba kau sekarang berkenalan dengan seorang gadis urakan seperti ia? Bahkan dari cara duduknya pun ia seperti orang tidak beradab."
"YA! Kau jangan menilai orang dari penampilannya saja! Kau harus menilai hatinya, yeobo!"
"Park Jungsoo! Jangan ikut campur!"
Ayah Chanyeol yang bernama Park Jungsoo itu pun segera mengalihkan perhatiannya pada anak lelakinya, "Yeol-ah, tak apa. Aku yakin ia seorang wanita hebat dan ulet. Kalau kau mau berkencan dengannya, silahkan. Toh ia anak pintar. Bukan hal yang mudah masuk ke univesitasnya. Appa mendukungmu!" ucapnya dengan tangan yang mengepal seakan memberikan semangat.
"YA! PARK JUNGSOO!" seru istrinya.
"Yeobo, Chanyeol sudah bukan anak berusia lima tahun lagi. Ia berhak memilih seseorang yang mendampinginya kelak. Kau jangan terlalu mencampuri urusannya."
"Tapi aku tidak ingin ia berkencan dengan gadis itu!"
Chanyeol hanya bisa melilhat orang tuanya berdebat. Sudah menjadi pemandangan biasa mendengar orang tuanya seperti itu. Terkadang ia salut dengan ayahnya, yang bisa menaklukan singa buas seperti ibunya, Kim Heechul, atau sekarang bisa dipanggil Park Heechul. Ibunya adalah seorang pengacara yang suka mempermasalahkan sesuatu barang sedikit sekalipun. Sang ibu pula lah yang selalu berambisius agar anaknya menjadi seorang dokter seperti sekarang. Walaupun Chanyeol masih seorang intern.
Ayahnya lain lagi. Sang ayah bekerja sebagai seorang pengusaha. Ia menanamkan saham di banyak perusahaan. Sebenarnya Chanyeol sendiri juga tidak paham perusahaan apa saja yang dimiliki ayahnya. Karena selama ini ayahnya tidak pernah bercerita padanya. Sang ayah ini sangat berbalik dengan ibunya. Jungsoo tidak pernah sekalipun serius dalam menghadapi sesuatu dan lebih banyak bercanda. Pembawaannya juga sangat santai. Sebenarnya, ayah Chanyeol menginginkan Chanyeol menjadi apa yang anaknya inginkan. Hanya saja ia malas berdebat dengan istrinya sendiri.
"Appa, eomma. Sudahlah. Biar nanti aku yang memutuskan."
Perhatian mereka teralih pada Baekhyun yang kembali. Sepertinya ia sempat merapikan rambutnya sehingga terlihat lebih baik daripada sebelumnya. Baekhyun pun tersenyum kikuk seraya duduk di samping Chanyeol lagi.
"Kau baru dari mana?" bisik Chanyeol seraya mendekatkan mulutnya ke telinga Baekhyun.
Dengan senyum manis yang dibuat-buat, "Bukan urusanmu, tuan muda." Bisiknya.
Kemudian ayah Chanyeol berkata, "Baiklah. Sepertinya acara makan malam kita sudah selesai. Aku harus beristirahat kali ini. Apa… Baekhyun tinggal di apartment-mu?"
"Tidak, appa. Ia… tinggal di apartment-nya sendiri."
"Ah… antarkan ia pulang! Kami harus kembali ke China besok pagi. Yeobo, ayo!" ajaknya pada ibu Chanyeol.
"Wait! Kau! Belajar menjadi lebih wajar. Maksudku, belajar lebih… wanita." Ucapnya dengan senyum yang terpaksa.
Di dalam hatinya, Baekhyun menyumpahi wanita itu. Baru saja ia mengenalnya, sudah berani membuat kesimpulan pada penampilan Baekhyun. Untung saja suaminya baik dan pengertian.
Tak lama setelah kepergian orang tuanya, Chanyeol seketika menghela nafas panjangnya kuat-kuat. Badannya langsung lemas karena menahan kebohongan sedari tadi. Sedangkan Baekhyun memandang pria tersebut dengan tatapan tidak berdosanya. Setengah hati ia merasa sebal dengan kata-kata orang tua pria itu, tapi setengahnya lagi entah mengapa ia merasa kasihan.
"Baekhyun-ah, maafkan ucapan eommaku tadi. Tapi… gumawo!" seru Chanyeol seraya memeluk Baekhyun erat-erat.
"YA! Kau! Lepaskan!" teriak Baekhyun yang hanya bisa meringkuk di dalam dekapan pria tersebut.
"A-ah, maafkan aku. Kau benar-benar menolongku kali ini. Thanks a lot!"
"Hmm, tapi ingat janjimu tadi. Kau harus membelikan apa yang aku mau."
"Geurae. Aku ingat. Ah, namaku Park Chanyeol. 23 tahun. Kau?"
Dengan memutar bola matanya, "Kau sudah tahu namaku. 20 tahun. Kau tiga tahun lebih tua dariku." Jawab Baekhyun.
"Kau harus memanggilku oppa, you know~"
"Tidak mau! Bahkan aku tidak tahu apa maksud dari kejadian barusan!"
Chanyeol menepuk keningnya sendiri, "AH! Aku lupa untuk bercerita padamu. Sebenarnya hari ini aku harus mengajak calon tunanganku kemari untuk mengenalkannya pada orang tuaku. Orang tuaku super sibuk di China. Mereka menetap disana untuk mengurusi perusahaannya. Maka dari itu mereka kemari untuk mengecek apa aku sudah berkencan atau belum. Sebenarnya aku sudah punya teman kencan, tapi… ia menduakanku. Dan hari ini ia memutuskan hubungan kami. Sejujurnya aku sudah ingin memutuskannya sejak lama, tapi aku bertahan agar paling tidak aku mengenalkannya pada appa eommaku. Dan ketika aku melihatmu… aku menarikmu kesini. Maafkan aku. Tapi… aku benar-benar terdesak."
Baekhyun mengangguk paham akan penjelasan yang diberikan pria itu. Seketika semua pertanyaannya terjawab. Ah, belum semua. Hampir semua.
"Kenapa orang tuamu benar-benar ingin bertemu seperti itu?"
"Mereka ingin aku segera menikah. Kau tahu sendiri aku hidup sendiri di Korea. Makanya mereka ingin aku segera memiliki pendamping. Padahal umurku masih muda."
Gadis itu hanya bisa membulatkan mulutnya dan mengangguk. Sejenak ia bisa menangkap sifat dari pria di hadapannya itu. Pria itu baik dan tidak punya maksud buruk sedikitpun.
"Aku lupa!" seru Baekhyun kemudian.
"Lupa apa?"
"Temanku!" kemudian ia celingukan mencari Kyungsoo, "Ah, syukurlah…" ucapnya—penuh kelegaan—ketika melihat Kyungsoo duduk dengan seorang laki-laki yang mugkin bernama Jongin itu.
"Ada apa dengan temanmu?"
"Ia menemui teman kencan butanya hari ini. Aku takut jika ia melakukan hal bodoh karena ia benar-benar seperti anak kecil."
"Ah… aku mengerti."
"Aku… boleh pergi?" tanya Baekhyun seraya mulai beranjak dari tempat duduknya.
"Tunggu! Bisa minta nomormu? Aku takut jika orang tuaku datang sewaktu-waktu."
"Boleh. Sebentar."
Baekhyun pun mengetikkan nomornya pada ponsel Chanyeol, "Kau simpan baik-baik. Ah, jangan lupa kau harus membelikan apa yang aku mau."
"Arra, arra. Friend?"
"Okay, friend!"
.
.
.
TBC.