Cut and Action

Disclaimer Masashi Kishimoto Sensei

Cand hanya salah saja penggemar Naruto-kun saja

oOo

.

Pairing Utama : Naruto x Hinata

AU, Hurt/Comfort, Short Story, Rate T.

oOo

.

Agar tidak bingung, Cand suka membedakan tanda kutip untuk percakapan.

'blablabla' Cand gunakan untuk percakapan dalam hati.

"blablabla" Cand gunakan untuk percakapan langsung dengan lawan bicara.

"blablabla" Cand gunakan untuk mengulang flashback percakapan langsung.

.

oOo

Happy Reading Minna-san ^,^

oOo

ACTION!

Naruto berjalan perlahan dengan ekspresi sedih. Bocah 8 tahun itu tak sedikitpun menyangka jika kunjungannya ke Inggris kali ini akan menjadi kunjungan yang sangat berkesan. Namun sayangnya berkesan dalam artian yang negatif.

Karena gempa bumi yang terjadi sekitar 2 jam lalu, Naruto harus berakhir di tempat pengungsian. Tak begitu jelas dalam ingatannya bagaimana dia bisa berada di sini bersama orang-orang. Semua terjadi dengan sangat cepat. Saat gempa terjadi, Naruto membuka pintu kamar hotelnya dan hanya berdiri diam. Lalu seorang laki-laki asing bertubuh tinggi tiba-tiba menggendongnya dengan panik tanpa bertanya apapun padanya. Berlari bersama banyak sekali orang untuk menyelamatkan diri melalui tangga darurat.

Dalam situasi kacau itu Naruto hanya bisa memeluk ketakutan leher laki-laki asing tersebut tanpa banyak protes. Naruto sudah benar-benar melupakan ayah dan ibunya yang berada entah dimana.

Sudah hampir 1 jam Naruto berjalan seorang diri dengan sedikit linglung mencoba mencari keberadaan kedua orangtuanya. Karena lelah mencari, kini Naruto hanya berdiri dalam diam. Memandang orang-orang disekelilingnya yang tak berhenti mengaduh karena luka yang mereka dapatkan dengan iris safirnya yang sedikit berair. Naruto mulai merasa sedikit takut. Bagaimana jika dia tak bisa bertemu dengan kedua orangtuanya lagi.

"?!" Genggaman pada jari telunjuknya dari tangan kecil nan dingin menyadarkan Naruto dari lamunan sesaat.

Naruto menundukkan kepala jabriknya perlahan. Mata safirnya yang berair menangkap bayangan seorang gadis kecil yang menatapnya dengan lemah dan sayu. Naruto dan gadis kecil itu kemudian hanya saling memandang. Tak ada seorangpun dari mereka yang mulai berbicara.

Terlalu fokus pada gadis kecil itu, membuat Naruto tak menyadari sedikit keributan dari seorang wanita bersurai merah yang bertanya dengan panik tentang anak laki-lakinya pada setiap orang yang dia temui. Usaha laki-laki tampan berambut jigrak disampingnya untuk menenangkannya tak sedikitpun digubris wanita cantik tersebut.

Naruto kecil tak benar-benar tahu apa arti tatapan gadis kecil itu. Namun 1 hal yang dia pahami adalah bahwa genggaman gadis kecil itu pada jari telunjuknya yang semakin mengerat menunjukkan betapa gadis kecil itu sepertinya juga merasa takut. Sama sepertinya.

Naruto bergerak. Mengetahui ada yang mengalami nasib sama sepertinya membuat dia merasa lebih kuat. Apalagi dia anak laki-laki. Rasa takutnya yang sesaat tadi dirasa bocah kecil ini menguap entah kemana. Naruto kemudian duduk berjongkok di samping gadis kecil yang terbaring lemah tersebut, tanpa melepaskan genggaman tangan dingin si gadis kecil.

"Apa kau juga sendirian?" Tanya Naruto dengan suara parau. Yang ditanya hanya menganggukkan kepala lemah sebagai jawaban.

Naruto mencoba membuat senyuman untuk menenangkan. Namun sialnya wajahnya justru terlihat aneh.

"Jangan takut, ya. Aku bersamamu sekarang." Ucap Naruto. Kali ini genggaman pada telunjuknya yang kembali mengerat yang menjadi jawaban untuk Naruto.

Walau tak menunjukkan ekspresi apapun, sepertinya gadis kecil itu memahami perasaan Naruto yang sama takutnya seperti dia.

oOo oOo oOo

1 Minggu Kemudian.

"Bagaimana rasanya?" Tanya Naruto tak sabar. Sepasang kaki kecilnya tak mau berhenti berayun.

"Asin." Jawab yang ditanya setelah meneguk sedikit coklat panas dari Naruto.

"Benarkah?" Naruto mengerutkan keningnya antara bingung dan tidak percaya.

"Cobalah." Suara nan lembut membuat Naruto dengan gerakan tak sabar meneguk coklat panas dalam mug yang digenggamnya erat.

"Hooeeek… Asiiin…" Keluh Naruto dengan mimik wajah aneh dan tubuh bergidik untuk mengusir rasa asin yang memenuhi indra perasa kecilnya.

"Bagaimana bisa gula terasa asin, ttebayou?" Protes Naruto lebih pada dirinya sendiri.

"Mungkin kau salah memasukkan garam." Jawab teman bicara Naruto.

"Tidak mungkin. Aku yakin sekali itu gula. Ada tulisan "SALT" ditempatnya." Naruto berusaha meyakinkannya. Wajah seriusnya entah bagaimana justru terlihat lucu bagi teman kecilnya.

"Ufu…" Teman bicaranya tertawa kecil.

"You laugh!" Naruto berteriak girang. Teman bicara Naruto berhenti tertawa dan menoleh. Menatap Naruto tak mengerti.

"You do laugh!" Cengiran Naruto semakin lebar.

Teman bicara Naruto menatap Naruto dalam diam. Sekarang dia baru sadar jika Naruto bukan tidak bisa berbahasa Inggris seperti sangkaannya. Naruto melakukannya dengan sengaja. Naruto hanya ingin membuatnya tertawa dan melupakan kesedihannya.

Tanpa sadar sebuah senyuman walau tipis kembali tercipta di wajah putihnya. Matanya yang lebar terlihat sedikit berkaca-kaca. Terharu akan perhatian Naruto yang baru dia kenal ini. Ada perasaan hangat kemudian mengalir dalam hatinya. Namun usia muda membuatnya tak bisa mengekspresikan dengan benar apa yang dia rasakan.

"Ehem!" Deheman seorang laki-laki dewasa kemudian menyita perhatian Naruto. Membuatnya mendongakkan kepala duren kecilnya untuk menatap sang pelaku.

"Apa kami mengganggu?" Tanya wanita dewasa disamping pria tersebut.

Naruto menggelengkan kepala, begitu juga temannya. Kedua bocah ini tanpa sadar memasang wajah sendu. Jika kedua orang dewasa ini ada di depan mereka, seperti sebelum-sebelumnya, itu saatnya bagi Naruto untuk pulang ke hotel tempat dia dan kedua orangtuanya tinggal.

"Apa sudah saatnya pulang?" Tanya Naruto sedikit merajuk.

"Yup. Kamu benar Naruto. Kita harus pulang. Kita perlu mempersiapkan diri." Jawab si wanita dewasa.

"Besok kita akan kembali ke Jepang, Naruto." Tambah sang pria.

Sinar mata Naruto dan temannya melebar sejenak sebelum meredup cepat. Walau masih berumur 8 tahun, keduanya sangat memahami apa maksud dari berita yang disampaikan dua orang dewasa di depan mereka. Mereka berdua tahu jika mereka tidak akan bisa bertemu lagi setelah hari ini. Tak akan bisa. Bahkan mungkin untuk selamanya mereka tak akan bisa bertemu lagi.

Naruto melompat turun dari bangku dengan lemas.

"Aku akan merindukanmu." Kata Naruto dengan suara bergetar menahan sedih.

Yang diajak bicara tidak menjawab. Hanya menunduk dalam. Tiba-tiba hatinya kembali merasa takut. Takut akan kesendirian. Takut kehilangan Naruto yang bahkan baru beberapa hari dia kenal.

"Uhm.." Yang dilakukannya kemudian hanya mengangguk kecil. Genggaman pada mug coklatnya mengerat. Mati-matian berusaha menahan air mata yang sudah banyak menggenang di kedua pelupuk matanya.

Naruto tak tahu apa yang harus dia lakukan. Segalanya menjadi serba salah. Naruto hanya mulai bergerak dengan kepala menunduk lesu. Hatinya sekarang terasa seperti dicubit oleh banyak orang.

Di sisi lain, Kushina dan Minato justru tersenyum penuh makna. Keduanya saling memandang seolah sedang membuat kesepakatan bahwa sudah saatnya mereka memberitahu Naruto kejutan yang mereka persiapkan.

"Jadi kita berempat akan terbang ke Jepang jam 10 besok pagi." Kata-kata Kushina menghentikan gerakan dan aura suram 2 bocah di depannya.

"Empat?!" Ulang Naruto tak sadar.

"Ya. Kita berempat." Kushina menanggapi penuh semangat.

"Ayah, Ibu, kamu dan…" Minato sengaja memutus kata-katanya untuk kemudian menatap gadis kecil yang duduk dengan wajah yang penuh tanda tanya dan air mata sedikit lama.

"Adik barumu." Minato tersenyum tipis sementara yang ditatap hanya diam tak bereaksi.

"HOUNTOU KA?!" Begitu Minato menyelesaikan kata-katanya, Naruto berteriak dengan suara menggelegar.

Seolah sudah terskenario sebelumnya, Minato dan Kushina kembali mengangguk bersamaan dengan membawa senyuman lebar.

"Horeee… Horeee… Adik baru. Aku punya adik baru." Tak butuh waktu lama bagi Naruto untuk tak mau berhenti melompat dan berteriak bahagia, membuat Kushina sedikit panik untuk mendiamkan Naruto karena pandangan terganggu dari orang-orang di sekitar mereka. Bagaimanapun juga mereka sedang berada di rumah sakit darurat, pastilah banyak orang sakit yang menginginkan ketenangan.

"Ssssttt…. Diamlah, Naruto! Atau kita akan dimarahi orang-orang karenamu!" Peringatan dari Kushina tak digubris sedikitpun oleh Naruto yang terlalu bahagia.

Berbeda dari Naruto, si gadis kecil melakukan hal sebaliknya. Dia menangis begitu keras. Gadis kecil itu tak tahu kenapa dia menangis sekeras ini. Dia hanya melakukan apa yang ingin dia lakukan.

"Sudah, sudah. Jangan menangis, ya. Atau orang-orang akan salah paham pada kita." Bujuk Minato pada si gadis kecil.

"Uuuueeee…" Bukannya berhenti, tangisannya semakin keras. Membuat pandangan orang-orang semakin sinis saja pada keluarga mereka.

Minato akhirnya memeluk si gadis kecil. Dalam pikiran Minato, walau tak bisa segera meredam tangisannya, setidaknya dia bisa meredam tangisan gadis kecil itu untuk sementara waktu.

"Sudah, jangan menangis lagi." Bujuk Minato dengan suara lembut.

"Mulai sekarang kau tidak akan sendirian lagi."

"Kau sudah punya ayah, ibu, dan seorang kakak laki-laki."

Minato tersenyum karena usahanya tidak sia-sia. Gadis kecil tersebut walau masih terasa sesegukan dalam pelukannya, tidak menangis sekeras tadi lagi.

"Selamat datang di keluarga kami. Namikaze…"

Gadis kecil itu mengintip, bocah kecil berambut jigrak yang tetap membuat suara berisik untuk menunjukkan kegembiraannya walaupun ibunya sedang memarahinya, dari sudut matanya.

"Hinata."

oOo To Be Continue oOo