Title : I Want You So Badly (sequel~!)
Author-nim : innochanuw
Rate : T (PG-14) tiati naik rate kaya kemaren/?
Genre : Romance
Cast : - Kim Hanbin (B.I iKON)
- Kim Jinhwan (iKON)
Disc : the characters are belongs to their family and agency –sip, plot is mine bruh?!
WARN! BoyxBoy! BoysLove! Shounen-ai! AU! OOC gila! Plot kelewat biasa
"Yas-Kim Jinhwan! Jinhwan-ie hyung?!"
ARGH. Kalau bukan karena tinggi badannya yang di bawah rata-rata, ingin rasanya Jinhwan langsung berbalik dan menonjok, menubruk, menjitak, atau apapun itu kepada seorang Kim Hanbin.
Itu kalau dia tinggi sih. Masalahnya, untung mencapai puncak kepala anak terpendek di kelasnya, 170 cm ia harus sedikit jinjit. Apalagi untuk sekedar menyentuh puncak kepala seorang Kim Hanbin.
Ugh. Jinhwan jadi kesal sendiri memikirkannya.
"Hyung oh ayolah, ya ampun dengarkan aku dulu. Atau setidaknya berbalik mungkin?"
Tentu saja Jinhwan tidak mau menurut. Yang berhak untuk mengaturnya hanya dirinya, orang tuanya, dan ayah Hanbin –bukan anaknya. Memangnya dia apa sampai mau menurut semudah itu?
"Kalau kejadian seperti di rumahmu bulan lalu terjadi lagi, aku tidak akan segan-segan untuk menonjokmu, sungguh," Hanbin tau Jinhwan tidak main-main, bahkan menurutnya satu-satunya kesenangan untuk seorang Kim Jinhwan hanyalah bisa mengerjakan tugas sekolah dengan tenang.
Tapi apa yang bisa diharapkan oleh tubuh ringkihnya itu? Tinju rasa colekkan?
Ah, Hanbin jadi mau tertawa sekarang. Menghiraukan keringat yang sudah merembas sampai ke jas dan mobilnya yang ditinggalkan beberapa ratus meter di luar kompleks perumahannya demi mengejar Jinhwan yang nekat lari sampai ke sekolah sambil terus mengumpat karena nyaris diculik menggunakan mobil milik si Kim.
"Aku tidak melakukan apa-apa hyung lusa kemarin," Hanbin kewalahan untuk pertama kalinya, antara merapihkan seragamnya, mengusap bulir keringat sebesar biji jagung, memakai sepatu serta tasnya dengan benar, atau mengejar Jinhwan yang mengambil langkah besar-besar.
"Memangnya apa yang kita lakukan lusa kemarin sampai kau-AUGH! SAKIT HYUNG!"
Demi Jungkook dan Yunhyeong yang nyaris saling meninju karena lipbalm tertukar, Hanbin sama sekali tidak memperhitungkan kalau tas penuh kamus dan ensiklopedia termasuk dalam hitungan 'tinju' untuk seorang Kim Jinhwan.
"Aurgh, apa kau benar-benar tau cara mengobati orang? Kalau begini aku minta tolong Bobby saja biar sekalian dibu-"
"Hyung," koreksi yang lebih tua, menghasilkan kedua bola mata Hanbin yang memutar, oh astaga dia adalah seorang Kim Hanbin yang lebih mengetahui tata krama lebih dari siapapun, tak ada yang perlu mengajarinya lagi kan?
"Terserah, kau dibawah satu tingkat dariku dan kita saha-"
"Kita tidak bersahabat astaga," Hanbin tidak tau perasaan jenis apa yang menyelimuti hati sekarang yang pasti nyeri di tolak adik kelas cupu –yang lebih tua darimu padahal kau sangat populer. "Setidaknya aku merasa bertanggung jawab karena –yah– teman sekamarku tak segarang itu seharunya. Dan aku hanya tau namamu saja karena kau –yang bukan anggota organisasi apapun– tiba-tiba muncul dan mengganggu senior Jinhwan saat acara orientasi. Bedakan kenal dan mengetahui, itu saja sih."
Hanbin berjengit; perpaduan antara rasa dingin dan nyeri saat salep menyentuh bahunya yang agak sedikit dibuka dan sang adik kelas yang masih ingat kejadian 'aneh bin ajaibnya' setelah 2 minggu berlalu.
Well, dia sedang tidak waras saat itu. Dirinya dan teman satu gengnya selalu jalan-jalan garis miring membolos entah kemana saat hari pertama tahun ajaran baru –dimana munculnya anak-anak tahun pertama seperti Yunhyeong untuk diajak berkeliling, mengenal ruang-materi, dan organisasi yang ada disini– tapi tahun ini berbeda, Hanbin justru malah masuk dengan penampilan 'aku-tak-siap-masuk-bisakah-liburan-diperpanjang' hanya demi memperhatikan Jinhwan mengenalkan lokasi jajahannya –alias perpustakaan, laboratorium, dan klub entah apa itu pastinya anak sejenis Hanbin alergi– dengan manisnya sampai-sampai beberapa adik kelas ada yang melongo, terpesona dan itu membuat Hanbin rela datang pagi buta seperti kebiasaan Jinhwan.
Ia cemburu? Mungkin. Dan mungkin saja Hanbin sudah kena mantra sihir dari seorang Kim Jinhwan saat itu. Jampi-jampi?
Dan sialnya, mantra itu sepertinya belum lenyap sampai sekarang.
"Song, kita hanya beda 20 bulan kalau kau lu-"
"Aku tidak peduli dan bisakah jangan bahas umur lagi? Tutup mulutmu saja atau aku tidak akan mengobati," potong pemuda yang diketahui bernama Song Yunhyeong ini sebelum menggerutu. Hanbin sendiri sudah mengerucut kecil –ingat image kerennya?
Galak sekali dia. Siapa pula yang berani membantahku? Atau jangan-jangan Jinhwan hyung yang manis seketika belajar bagaimana-cara-untuk-menghadapi-orang-gila-yang-naksir-padamu darinya?
"Kenapa kau tidak menyuruh siapa kek kenalan Jinhwan hyung selain dirimu?" tanya Hanbin masih kesal. "Jinyoung, Youngji, atau apalah. Atau Jinhwan hyung saja yang datang untuk mengo-"
"Memangnya kau pikir ada orang yang mau mengobati luka yang dia buat sendiri?" Hanbin sudah separuh membuka mulutnya saat Yunhyeong menyela dengan jengah. "Ya ya ya aku tau, ada orang seperti itu. Pasangan kekasih bodoh. Apa yang kau harapkan dari Jinhwan hyung huh? Kalian kan-blablabla," Hanbin sudah tak mendengar apapun lagi karena ia melamun memikirkan dua kata tadi.
'Pasangan kekasih' tanpa ada kata bodoh, mereka berdua genius. Terdengar bagus bukan? Jadi kenapa Jinhwan tak mau minimal menanyakan 'apa itu sangat sakit?' saat memukulnya ah tidak menghantamnya dengan tumpukkan 'batu bata'? mereka kan (calon) pasangan keka-
Dahi pemuda berzodiak sagitarius itu berkerut, Yunhyeong baru saja bilang betapa tidak seimbangnya mereka. Bukan masalah Hanbin chaebol dan Jinhwan bukanlah golongan siswa tidak mampu hanya beruntung dengan percikkan kegeniusannya. Bukan masalah Jinhwan dari golongan menggelikan (orang aneh mana yang menyapa setiap orang sekalipun tak mengenal, dia terkenal sampai mampus melebihi Hanbin dan Jaewon, atau cupu sejak lahir?) dan Hanbin masuk kalangan populer. Setidaknya fashion Jinhwan tidak buruk –meskipun dia terlihat cerewet kalau memakai baju yang ia anggap mahal.
Hanya saja...Hanbin bukan tipe chaebol merakyat. Benar-benar tak merakyat. Dan dia masuk ke geng anak nakal, hanya kurang berpenampilan sok keren yang lebih mirip awut-awutan (dia memang sudah keren) dan catatan kenakalan. Hanbin tidak sombong hanya saja dia tidak pernah terbiasa untuk mendekati seseorang untuk mencari teman (orang-orang selalu mulai mendatanginya, bukan dirinya) dan tidak mau mencoba untuk itu, kadangkala ia terlihat sombong saat otaknya yang tak kalah genius seperti milik Jinhwan mengeluarkan sinyal bahaya saat disekitar atau melihat anak-anak cupu yang benar-benar payah (kacamata tebal, rambut kelimis, kunci dua berponi, bau tak sedap, pakaian kusut, dan lain-lain). Selain itu, Hanbin masih cukup untuk dibilang remaja lelaki 'biasa-biasa' saja.
Salahkan Jinhwan yang terlalu 'luar biasa'. Ia tidak terkenal tapi semua orang tau riwayat baiknya, saat mendengar namanya pasti semua orang –tak terkecuali penjaga sekolah dan ibu kantin– akan langsung tau hal-hal baik apa yang sudah ia lakukan meskipun tak pernah bertemu atau melihat langsung Jinhwan yang sedang bermurah hati. Jinhwan begitu merakyat –bukan tipe orng yang sok baik yang rela menggantikan teman cupu untuk dilempari kertas– dan tanggung jawabnya sebagai contoh juga berat.
Apa jadinya kalau Hanbin yang kadang-kadang merengut jijik saat Jinhwan tengah membantu anak-anak yang kadang-kadang ditatap jijik juga olehnya? Hanbin yang tiba-tiba mendekati Jinhwan? Hanbin yang harus terpaksa tak berkumpul dengan teman-temannya hanya untuk melihat Jinhwan bersama klub konyolnya? Hanbin yang mau tak mau harus berdekatan juga dengan anak-anak cupu itu?
Hanbin menggeram pelan. Kedua tangannya yang masih berada di sisi tubuhnya mulai mengepal. Ya, dia akui dirinya belum siap dan tidak akan siap sampai kapanpun untuk itu. Dan ocehan Yunhyeong tentang berbedanya ia dan Jinhwan harus ia akui fucking true sekali.
Ia marah bukan karena ucapan Yunhyeong. Ia marah pada dirinya sendiri.
"...Pukulan pertama bukan? Setidaknya masih ada 2 pukulan lagi mungkin sebelum kau benar-benar ditenggelamkan Jinhwan hyung ke Sungai Han, atau minimal Jinny hyung akan melepaskan beasiswanya dan keluargamu ya untuk menghindarimu? Dia benar-benar tidak suka kalau ada yang menggang-Loh? Hanbin! Memarmu belum selesai kubereskan! Hei!"
Hanbin sudah terlanjur pergi. Sambil merapihkan kemejanya yang berantakkan, ia membelah kepadatan kantin dengan langkah lebar dan backsound teriakkan fans-fansnya.
Ia tidak memerlukan mereka semua. Bukan teman-temannya, fans-fansnya, atau apapun itu yang ia inginkan sekarang. Hanbin ingin Jinhwan jadi miliknya, secepatnya.
Apa aku benar-benar menganggumu hyung? Seperti serangga? Hanbin tersenyum pahit.
Jadi cerita-cerita picisan yang bilang orang yang kau sukai marah-marah dan memukulimu itu ternyata diam-diam suka padamu setelah kau ganggu hanya bohong belaka? Padahal kenyataannya adalah seperti nasibku sekarang...
Jangan pergi, hyung. Aku serius denganmu, maksudku baik.
Seiring dengan bertengkaran hebat di dalam kepala geniusnya, Hanbin semakin cepat merajut langkah menuju ke taman belakang sekolah. Tempat biasanya Jinhwan mengerjakkan tugas saat istirahat di musim panas begini.
"AAAA AWAS JINANI!"
Kejadiannya begitu cepat. Sepasang matanya baru berkedip dan tiba-tiba dia sudah terseret beberapa meter dari posisinya berjalan lagi yang sekarang naas ketumpahan kuah sup yang masih mengepul.
Dengan tangan Jinyoung yang entah kenapa berada di tas serut yang Jinhwan bawa kemana-mana meskipun di luar kelas.
"Demi Tuhan, Kim Jinhwan! Kau kenapa sih?!"
Jinhwan mengerjap pelan sebelum mulutnya berbentuk 'o' kecil. "Eoh? Ada yang salah?"
"Tentu saja! Banyak yang salah! Banyak sekali!" Menyapa, tersenyum, atau berucapkan terimakasih pada siapapun memang sudah seperti hobinya tapi Jinhwan sendiri masih merasa kesepian, tak punya teman karib. Apalagi dengan posisi 'besar'nya di sekolah, membuat teman-temannya antara enggan dan sangat perlu dengannya. Hanya Jinyoung seorang saja –dan beberapa teman yang bisa dihitung jari– yang bisa menunjuk-nunjukkan jari telunjuknya di depan hidung kecil Jinhwan tanpa harga dirinya merasa tersinggung sedikitpun.
"Kau tidak pernah melamun! Astaga bahkan saat ujian dadakan pun kau langsung mengerjakannya begitu saja tanpa berpikir ini-itu. dan apa-apaan tadi? Kehilangan fokus? Sampai mau ditabrak? Kau gila?"
Jinhwan meringis pelan. Jinyoung memang terlihat begitu berlebihan dengan segala macam tingkahnya tapi kalau sampai pemuda tinggi tersebut dengan seenak jidat menyebutkan 'kesalahan' Jinhwan di jalanan umum begini –lorong menuju kantin– dengan gestur aneh dan suara keras tanpa rasa malu sedikitpun pasti tingkahnya hari ini benar-benar di ambang batas wajar.
Diam-diam pemuda bersuara indah ini menggaruk kepalanya. Ah, dia juga bingung. Hari ini dia kenapa ya? Apa efek pusing yang dialami Hanbin setelah ditimpuk 3 kamusnya itu menimpa padanya juga?
"...Pasti gara-gara Hanbin ya?"
"MWO? ANII!" Refleks, sungguh itu hanya refleks. Hanya segelintir orang yang tau kejadian 'tak bermoral' dari pemegang peringkat 1 paralel di sekolah kepada anak chaebol se-Korea Selatan jadi rasanya aneh saja kalau ada yang tau. Sungguh, hanya refleks.
Jinyoung memicing curiga. "Kau tidak pernah menjawab begitu panik, suara sekeras itu, dan secepat itu. Hmm...mencurigakan."
"Kau yang mencurigakan," sahut Jinhwan kesal. Ia menepis tangan pemuda yang lebih muda darinya itu dari tasnya –sumpah, ia merasa seperti anak anjing yang dituntun pemilik– sebelum mendengus pelan. "Aku belum menceritakan padamu, dan kejadian itu pagi buta sekali. Hanya anak-anak sejenisku saja yang hadir, itupun pasti sudah ketakutan di bawah ancaman si chaebol. Kau tau sendi-"
"Jaebum," cetus Jinyoung tiba-tiba yang membuat Jinhwan mengerutkan keningnya. Pernyataan, pertanyaan, atau jawaban nih? Jaebum kan tidak pernah keluar dari kelas –tapi hebatnya, pemuda ber-mole unik tersebut selalu memakan sajian di kantin sekolah setiap hari tanpa terlihat muncul disana– jadi tidak mungkin Jaebum tiba-tiba muncul di ujung lorong bukan? Lalu kenapa Jin-
"Maksudku, Jaebum hyung yang cerita. Kau tau sendiri lah," Jinhwan manggut-manggut. Jaebum boleh saja terlihat seperti anak apatis yang pernah ada melebihi adik kelas mereka yang tak kalah menyebalkannya dari Hanbin –meskipun di tahun pertamanya, Goo Junhoe tapi karena 'statusnya' dengan Jinyoung, pasti pemuda yang paling tua di antara mereka bertiga akan menceritakan apapun yang terjadi seakan-akan itu adalah berita basi.
"Dan bukan hanya itu saja. Aku menebaknya sih soalnya di depan Kim Hanbin menatapmu terus."
Anggukkan pajangan anak anjing di mobil milik Jinhwan langsung berhenti. Pemuda 13cm itu tidak panik tapi langsung mengambil respon cepat; berbalik arah yang sialnya dengan mudah dihalangi oleh Jinyoung.
"Apaan sih? Kalian tidak terjadi apapun kan?" tanya Jinyoung sewot. Ia yakin Jinhwan memang tidak ada 'apa-apa' dengan Hanbin karena kecintaannya dengan pendidikan tapi memangnya ada masalah apa dengan seorang Kim Hanbin sih? Hanya karena kau dulu di'goda', diganggu saat acara orientasi, dan baru saja memukulnya dengan keras langsung ingin kabur? Merasa bersalah kah?
"Memangnya terjadi apapun jenis apa yang kau maksud? Naksir? Lucu sekali, masa depanmu masih terlalu disayangkan untuk itu," Jinhwan menggeliat, melepaskan tasnya yang lagi-lagi ditarik oleh Jinyoung, dan kabur secepat angin. Masa bodoh dengan nasib tasnya, yang penting ia bisa menjauh dari Hanbin yang sudah ambil ancang-ancang untuk mengejarnya lagi.
Jinhwan hanya mau pergi, menjauh. Ya, dia akui ia merasa bersalah karena tindakkan berlebihannya tersebut –meskipun Hanbin juga salah tapi sebagai orang yang lebih dewasa, memukul tetap bukan penyelesaian masalah yang baik. Dan juga dengan pukulannya tadi pagi, pemuda manis tersebut berharap tak akan ada lagi interaksi apapun di antara mereka. Seperti penutup dari aksi 'jahat'nya dulu yang tega melempar barang-barangnya dan menumpahkan minuman di hadapan Hanbin.
Ia hanya berharap Hanbin akan merasa 'takut' atau 'kapok' dan lebih memilih menjauh lalu kembali seperti dulu –tak peduli dengan keberdaannya tapi sekarang justru kebalikannya.
Jinhwan hanya meminta itu, sebuah kedamaian. Kedamaian saat mereka hanya tau nama saja. Tak lebih dan tak kurang.
Apa itu sangat sulit untuk ia dapatkan sekarng?
"Aku salah apa sih?" Katakan saja Hanbin gila. Ia tak peduli lagi. "Kau tau tidak, Bi?"
"Jaebum," ralat sang pemilik nama yang malangnya menjadi chairmate baru Hanbin karena teman-teman satu gengnya tersebut membolos bersama tanpa mengajak Hanbin, Hanbin yang telat masuk kelas dan berakhir sebangku dengan Jaebum, si rangking 3 paralel yang kelewat 'tak bisa disentuh'.
"Jaebum. Jaebi. JB, sama saja kan?" Dalam kondisi seperti ini, Hanbin benar-benar tak mau dibantah. Sungguh.
Jaebum memutar kedua bola matanya, sudah cukup dengan materi biologi yang kali ini memusingkan –dia kan sekolah bukan untuk menjadi dokter apalah itu. "Terserah."
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Jae."
"Sok akrab sekali kau, melebihi Wang Kayee dan Choi Youngjae," desis Jaebum masih menatap catatannya. Hanbin jadi bingung kenapa Jaebum si mulut tajam bisa bersama Jinyoung yang hatinya selembut kapas itu? dan mereka sudah nyaris 3 tahun bersama, holy crap!
Kalau Hanbin juga selembut kapas, mungkin ia akan menangis sekarang karena di-sinis-in seperti itu –apalagi kalau di tatapan dengan mata sipitnya, habis sudah.
"Aku hanya bertanya, meminta jawaban saja bastard," sahut Hanbin tak kalah jahat. Dengan sikap menyebalkan dan sok begini, ia bingung kenapa Jaebum tidak masuk ke dalam gengnya. Apa karena Jinyoung? Demi image baiknya? Padahal gaya Jaebum harus (diakui dengan berat hatinya) hampir menyamai Hanbin sendiri –mau diapakan lagi, Jaebum adalah anak menteri– hanya kurang sosialisasi saja.
Sedetik kemudian, ia bergidik ngeri. Tak sudi membiarkan Jaebum satu grup dengannya. Lagipula apa yang akan dilakukan pemuda bermata sipit itu selain menangisi anak orang dan –sialnya– berbakat di non akademis juga, sedikit bisa bernyanyi, b-boying, dan memainkan instrumen? Berkomentar betapa tidak bergunanya gengnya tersebut? Padahal kan Jaebum juga sama tidak bergunanya –untuk tingkah menyebalkan-yang-bikin-anak-orang-nangis yang sering tiba-tiba mun-
"Minta maaf."
"Hah? Kau mau minta maaf padaku?" Sumpah, ia hanya iseng semata tapi ternyata suaranya tidak. Guru Biologi di depan sampai berhenti menggoreskan kapurnya di papan tulis. Aduh matilah aku.
Secara tidak disangka-sangka, Jaebum menggeser siku kirinya, menjatuhkan pensilnya dengan suara keras lalu berjongkok untuk mengambilnya kembali. "Maaf, aku hanya mau mengambil pensil."
Hanbin melongo dengan gaya elitnya –tentu saja, ia harus tetap terlihat berkelas dalam keadaan apapun– sementara Jaebum kembali duduk di bangkunya dengan senyum miring.
"Tidak usah berterimakasih, aku hanya ingin Park Jinyoung tidak terus diikuti si kurcaci Jinhwan saja."
Baru saja pemuda berambut kepirangan tersebut ini memuji tindakan 'tanggap' Jaebum tapi nyatanya Jaebum melebihi ekspetasinya, di balik mata sipit mengintimidasi dan wajah tanpa ekspresi ternyata dia cukup narsis juga.
"Tidak akan, aku tidak memintanya juga," dengus Hanbin keras sebelum ia tersadar kembali. "Apa? Minta maaf? Siapa? Untuk apa?"
Demi dewi fortuna yang selalu mendengarkan harapannya, dari sekian orang yang berkata bahwa Jaebum tak menyeramkan, seaneh, atau sedatar itu, banyak yang bilang kalau dia hanya 'lebih dewasa' saja tapi dari segimana, sisi dewasa Jaebum yang bisa dilihat orang lain (yang lebih dikhususkan itu menurut pendapat guru BP, ketua kurikulum, penjaga sekolah, staff, kesiswaan apalah itu tentang Jaebum) tapi tak bisa dilihat Hanbin? Lihat saja betapa tidak jelasnya jawabannya, seperti sok keren. Sok dewasa. Sok–
"Kau, tentu saja astaga," Jaebum memutar bola matanya dan Hanbin mendengus keras. Apa Jaebum tidak sadar kalau dia itu tidak punya mata? Bahkan Kang Seungyoon dari kelas sebelah masih tau diri kalau dia itu pendek sehingga tidak nekat masuk ke klub basket yang bisa menunjang popularitasnya sebagai apalah-itu-berteman-baik-dengan-BP-dan-kesiswaan.
"Siapa yang tidak langsung marah dan memukul orang asing yang tiba-tiba dekat seperti psikopat dan sudah bertindak tak senonoh seperti merendahkan? Tolong jangan jawab Song Minho si sinting itu, demi kucing Taehyun."
Awalnya, Hanbin mau agak terkikik mendengarnya. Orang yang terlihat tak peduli dengan lingkungan sekitarnya ternyata masih menaruh perhatian pada anak dari ibu tirinya, Nam Taehyun yang baru-baru ini dikejar habis-habisan oleh Song Minho –rival Hanbin sepanjang masa setelah Jiwon karena kekerenannnya.
Tapi begitu sadar ia baru saja mendengar kata 'tak senonoh' dan 'merendahkan', mau tak mau harga dirinya terluka juga.
"What the–"
"Karena setelah ini, hyung adalah submission dengan aku sebagai dominan-nya? What the f*ck. Kau baru saja mengatakan cheesy pick up lines terburuk yang pernah ada di dunia dengan penggunaan bahasa yang sensual di hadapan orang yang tidak dekat denganmu, lebih tua, lebih tau segalanya, dan beruntungnya, Jinhwan hyung yang jadi korbanmu. Jinhwan hyung yang menerima beasiswa dan jaminan seumur hidupnya dari keluargamu. Dan kau yang menjahilinya adalah anak dari penjamin masa depannya. Tanamkan saja itu baik-baik di kepalamu."
Setelah itu Jaebum berdiri, tepat saat bel istirahat berbunyi yang membuat kening Hanbin berkerut dalam. Kenapa orang sejenisnya selalu terlihat sok keren begini?
Dan juga Hanbin masih memikirkan 'apa salahnya menggoda orang yang lebih tua apalagi itu si mungil Jinhwan bukan si raksasa Zelo atau si jangkung Jinyoung'.
Apa yang salah?
"Jinhwan hyung!"
Jinhwan dengan tubuh kecilnya langsung berbalik penuh dan berjalan separuh berlari.
Yaps. Hanbin lagi.
"Yah! Hyung! Ya!"
"Gunakan tata kramamu, Kim Hanbin. Tidak ada orang yang lebih muda berteriak pada yang lebih tua, apalagi ini di area sekolah."
Oh ayolah. "Hyung, kita satu kelas. Itu saja yang ingin kukatakan sih."
"Kalau begitu sana pergi, sebentar lagi bel masuk."
Hanbin mengerang keras di dalam hati. Astaga kenapa hanya untuk bicara baik-baik atau mendekat sedikit sangat sulit?!
"A-aku tidak mengejarmu lagi hyung!" Jinhwan berhenti 'berjalan'. "Itu melelahkan tau? Apalagi kau juga kabur, sia-sia. Aku disini hanya mau bicara baik-baik denganmu. Tidak di tempat sepi juga tak apa-apa."
Jinhwan menoleh ke belakang dan benar, Hanbin masih berada di tempatnya datang.
Matanya memicing curiga. "Memang ada hal apa sampai kau perlu bicara denganku? Baik-baik pula."
"Jangan sok tidak tau, tolong," lalu ia terdiam sebentar sebelum bergumam pelan. "Daripada kita bicara secara baik-baik di rumahku, di hadapan keluargaku."
Jinhwan mengerjap pelan. "Apa?"
"Bukan apa-apa," jawab Hanbin cepat seraya mengulas senyum kharismatiknya yang mendadak berubah jadi senyum tergugup yang pernah ada.
Harus ia akui, dirinya tak pernah memacari siapapun; disatu sisi karena ia masih mau 'hidup' bersama keluarganya, pacaran juga sama sekali tak berprinsip. Selain itu, selama ia hidup sampai melewati masa pubertas tidak ada satupun –mau lelaki atau perempuan, lebih tua-muda atau seumuran, teman jauh, sekelas, atau apapun itu– yang menarik atensinya untuk menjauh dari setumpuk soal akuntansi, ekonomi, dan kawannya yang terlihat lebih menyenangkan. Yah, kalau yang naksir padanya sih banyak, mengantri malah.
Jadi ia benar-benar merasa payah sekarang –harusnya ia meminta bantuan Jackson si perayu ulung atau Mark si dewasa, seharusnya Hanbin tidak sepayah ini –karena ada ibunya yang masih cantik seperti anak kuliah dan adiknya yang manis, ia banyak dikelilingi para gadis jadi apa masalahnya dengan berhadapan dengan Jinhwan –lelaki tulen–?
Jinhwan menghela nafas berat. Ia bukan orang jahat, eomma Kim mengajarkannya untuk terus bersikap baik dan menghargai orang lain apapun keadaannya jika ingin dihargai. Ia bisa sejauh ini –berhubungan dekat dengan murid dengan posisi kuat, guru-guru yang baik, dan oang-orang baik lainnya berkat ajaran ibunya. Jadi apa salahnya mendengarkannya Hanbin walaupun sebentar saja? Tidak ada yang tau bukan Hanbin bersikap nekat dan pantang menyerah karena dari kemarin tak di dengarkan?
"Cepat bicara. Jangan lama."
Senyum merekah di bibir Hanbin, tak ada alasan spesifik hanya saja rasanya berbeda saat Jinhwan menatap matanya langsung, tidak membelakangi lagi.
"Aku kesini mau min-"
"Maaf soal kejadian tadi pagi," Jinhwan berdehem pelan. Dengan posisinya yang berpengaruh juga di sekolah berkat semua kenalannya, agak berat hati juga mengakui kesalahannya. "Dan kejadian sebelumnya, aku tak pernah bertindak tak tau aturan seperti itu seumur hidupku. Hanya saja, Ya Tuhan bagaimana caranya untuk menghentikanmu? Hanya itu yang kupikirkan, cara kejam yang singkat muncul di otakku begitu saja."
Tubuh kecilnya membungkuk sebentar. "Aku lebih dewasa, kekerasan bukanlah penyelesaian. Itu termasuk tindakan kriminal juga jadi sungguh aku minta ma-"
"Aku kesini juga mau minta maaf," Itu Hanbin dengan senyum gugupnya. "Seharusnya aku sadar betapa mengganggunya aku selama ini. Mungkin seperti hama. Tindakannya juga berlebihan dan cukup untuk dianggap sebagai tindakan kriminal," Hanbin tersenyum pahit. "Aku pasti benar-benar melukai perasaanmu ya hyung? Aku minta maaf, sungguh meminta maaf sedalam-dalamnya."
Lalu Jinhwan terkejut dan Hanbin tak menyangka, meskipun tidak mengerti apa maksud dari perkataan panjang ajaib dari Jaebum tapi ia juga merasa bersalah. Bukankah lebih baik mengalah dan meminta maaf terlebih dahulu?
Jinhwan sendiri juga terkejut, bagaimana bisa chaebol yang terkenal orang paling sombong dan tak tau tata krama membungkuk penuh di hadapannya?!
"Ha-Hanbin..."
Hanbin langsung menegakkan punggungnya lagi. Bahkan saat SD dimana ia dipaksa meminta maaf karena tak sengaja melempar bola ke arah teman sekelasnya, ia langsung memberontak hebat. Pasti wajahnya sekarang benar-benar memerah.
"Tapi aku serius hyung. Aku benar-benar minta maaf, tapi," Senyum tipis tersungging di bibirnya. "Maaf sekali lagi kalau alasanmu memintaku untuk berhenti mengganggumu karena ingin aku berhenti 'mengejar' dan melupakanmu begitu saja itu tidak bisa kuturuti meskipun hyung baru mau memaafkanku kalau aku menurutinya."
Sepasang mata kecil Jinhwan membulat. "A-apa?"
Apa-apaan tadi? Jadi kalau Jinhwan memaafkan Hanbin ada atau tak ada syarat sekalipun, Hanbin akan tetap mengejarnya? Astaga! Sebenarnya apa mau dari anak orang kaya ini sih?!
Hanbin baru mau membuka suara lagi ketika Jinhwan langsung menyela dengan suara 'cerewet' khasnya. "Kenapa kau tidak berhenti mengerjarmu? Kalau begitu buat apa kau minta maaf? Lalu kenapa aku tadi harus minta maaf padamu kalau ujung-ujungnya kau akan mengikutiku terus? Aigoo..."Jinhwan melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah tertekuk. "Apa kau tau apa yang barusan kau ucapkan? Jangan-jangan Jinyoung atau Yunhyeong sudah memaksamu untuk mengaku salah dan meminta maaf tanpa tau alasannya? Kau mengucapkannya dalam keadaan waras kan? Sebenarnya apa gunanya mengganggu, mengejar, atau mengikutiku terus sih?!"
Hanya senyum simpul yang diberikan Hanbin sebagai jawaban. Teman-teman satu grupnya sudah menanyakan hal itu berkali-kali padanya, bahkan Hanbin yang terkenal 'keren', paling 'tenang' di grup, tak campur tangan dengan kenakalan merek semua nyaris memukul teman satu grupnya karena mengejek Jinhwan dan posisi 'chaebol'nya tersebut. Masih terekam jelas di ingatan Hanbin apa saja yang dikatakan teman-temannya tersebut.
'Apa keuntungannya kalau kau mendekati Jinhwan atau dengan kata lain meninggalkan kita? He's such a goody! Kau tidak akan terus melihatnya atau bersamanya kalau kalian berhasil berpacaran. Dia sibuk dengan dunianya! Mau tak mau kau akan campur tangan dengan dunianya dan jadikan budak. Kau akan mati bosan. Bukankah kita lebih menyenangkan?'
'Kau itu sudah genius, untuk apa seorang Kim Jinhwan? Apa kau ingin mengalahkannya dengan berpacaran, mendapatkan tips tips genius memuakkan, dan mengacaukan pelajarannya?'
'Apa dia akan kau gunakan sebagai jaminan kalau kau kena masalah dengan sekolah atau ayahmu? Dan lagi, memangnya dia mau diajak pacaran? Masa depannya lebih berharga darimu!'
Tapi Hanbin tak masalah dengan itu. Dia tidak akan kehilangan pamornya meskipun meninggalkan atau ditinggal oleh teman-temannya (ingat bukan kalau Hanbin itu sang ketua dan semua aksi mereka hampir dibiayai Hanbin sendiri?). Dia masih akan menjadi orang keren yang disukai banyak orang, mungkin ia bisa 'sedikit' join dan sok akrab dengan Jaebum –semoga saja tidak–, Mino, Jaewon –hmm..ketua OSIS yang sama keren but not sort-of-goody boleh juga– atau Jiwon alias Bobby.
Beberapa teman Mino seperti Zico, Yongguk, Park Kyung, Ilhoon, atau yang lainnya. Bahkan untuk ukuran Taehyun yang terlihat menyebalkan dan Goo Junhoe si adik kelas yang sassy itu lumayan juga.
Tentu saja, ia yakin dirinya tidak akan sendirian. Semua orang memerlukannya bukan dia yang memerlukan semua orang, dalam waktu 2 minggu teman-teman satu grupnya itu pasti akan meminta dirinya untuk kembali. Intinya, dia tidak akan berakhir menyedihkan, forever alone, dan menjadi cupu.
"...geger otak jadi kau mengejarku untuk meminta pertanggung jawaban?"
Ah, apa si manis daritadi sedang berbicara?
"Jawab aku, Kim Hanbin."
"Tidak," jawab Hanbin tegas. "Memangnya kalau aku cedera, kau akan menanggungnya hyung?"
Jinhwan mendengus keras. Sial, sia-sia sekali ia hampir khawatir kalau Hanbin benar-benar geger otak. Biaya sih ada tapi dia bisa dipenggal oleh ayah si anak dan...entah bagaimana respon kedua orang tuanya. Mungkin kakaknya akan nekat kembali ke Korea kalau tau.
"Tentu saja tidak, bocah," Nah, saat yang tepat. Kali ini dia mau serius dan mengutarakan semua keluh kesalnya di hadapan si terdakwa, kalau perlu sampai wajahnya memerah karena menahan amarah.
"Apa untungnya mengejarku terus? Kau akan ditinggalkan teman-temanmu dan dicap tidak asik, kau juga genius, aku juga selalu ke tempat yang kau hindari sekali –bisa-bisa kau berbau buku tua dan debu sama sepertiku, aku juga tidak ada waktu untuk meladenimu dan akan terus kukacangin karena aku sangat sibuk, dan...lagi," Matanya memicing tak suka. "Kau tidak memanfaatkanku bukan? Ah tapi kalau iya atau tidak pun, tidak-terima-kasih aku sama sekali tidak tertarik untuk pacaran dengan siapapun, jadi maaf saja usaha kerasmu itu akan sia-sia seumur hi-"
"Aku menunggumu kok," Nah kan benar, Jinhwan hyung juga berpikiran seperti itu. "Bersamamu di tempat-tempat membosankan atau teman-temanmu itu tidak masalah. Siapa tau aku bisa jenius melebihimu bukan?" Hanbin nyengir. Sungguh, ia yakin pasti dia mirip kuda seperti Hoseok kelas sebelah. "Bertemu dengan Yunhyeong yang riweh atau Jaewon tiap hari juga boleh-boleh saja, mereka tak buruk untuk jadi teman. Kim Donghyuk adikmu juga tidak buruk untuk kutemui tiap hari kalau berkunjung ke rumahmu. Dan satu lagi,"
Jinhwan menatap Hanbin awas. Jarak mereka semakin terkikih dengan langkah lebar penuh kharisma –sialan, harus Jinhwan akui kalau Hanbin memang punya 'itu'– dari Kim Hanbin.
"A-apa yang kau lakukan?" Ingat Jinhwan, jangan kehilangan wibawamu! "Berhenti disana atau aku akan pergi dan terus mengusirmu dengan cara buruk serta menganggap apa yang kita bicarakan sekarang tak pernah terjadi."
Hanbin terkekeh, bukankah dia sangat manis? Lihat bahkan sekarang tembok di belakang sudah menabrak punggungnya!
"Apa yang kau tertawakan? Tidak ada yang lucu disini, Kim Hanbin. Aku seri...us," Ujung sepatu mereka sudah saling bersentuhan dan Jinhwan sudah kehilangan suaranya. Dengan tubuh raksasa Hanbin, Jinhwan benar-benar terjebak sekarang. "Apa kau selalu berbicara serius dengan orang yang lebih tua sedekat ini? Bukankah ini terlalu intim?"
"Hah~kau benar," Hanbin menganggukkan kepalanya berkali-kali, kesempatan yang digunakan Jinhwan untuk menjaga suaranya agar tetap stabil. Boleh saja ia tidak berani mendongakkan kepala untuk menatap Hanbin dan terus menatap lurus ke arah dasi kusamnya tapi tidak dengan suaranya. "Tapi hanya kau yang kuperlakukan seperti ini hyung, bagaimana dong?"
"Hentikan sekarang juga, Kim Hanbin," Jinhwan memalingkan wajahnya dan berdesis pelan. Apa-apaan ini setelah tubuhnya dikurung sekarang saat ia ingin melesat kabur, tangan Hanbin langsung meninju tembok, benar-benar menghalangi Jinhwan.
"Kita belum selesai bicara hyung," Hanbin menghela nafas berat. Yang lebih tua benar-bena keras kepala. "Tidakkah kau tidak mendengar keuntungan yang kudapatkan kalau mengikutimu terus menerus?" Jinhwan hendak membuka mulutnya, mengomentari tindakkan kurang ajar Kim Hanbin lagi yang beberapa menit baru saja mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Mungkin benar, Hanbin dipaksa meminta maaf tanpa tau arti dari kata 'maaf' tersebut. Atau mungkin Jinhwan akan menjawab pertanyaan yang tak memiliki jawaban lain selain 'memanfaatkan dirinya' saat...
Hanbin berbisik tepat di telinganya. "Aku akan berubah hyung. Jadi 'baik-baik' bukan menjadi tipe orang yang diam-diam kau benci itu. Untukmu. Bukankah itu sebuah perbuatan baik yang akan sangat diagungkan oleh ayahku? Keuntungan untukmu? Yah, mendapatkan aku. Karena aku sayang padamu, hyung. For real."
"Jangan becanda!" Ya Tuhan, bagaimana bisa Jinhwan tidak memikirkan untuk mendorong –plus menendang sepertinya– badan Hanbin kuat-kuat? "Astaga, Kim Hanbin! Hentikan omong kosongmu!"
Argh. Jinhwan membatin kesal. Kenapa suaraku bergetar sekarang? Kenapa hatiku terasa sakit? Tubuhku juga terasa aneh, mataku bahkan berair! Apa maksudnya ini?!
Lalu Jinhwan terkesiap menyadari sesuatu. Apa benar kata Jinyoung kalau aku 'ada apa-apa' dengan Hanbin? Tapi...tapi...tidak mungkin! Bahkan kita baru 'mengenal'!
Hanbin yang mundur beberapa langkah langsung menggeleng keras. "Jangan pernah berpikir kalau aku memanfaatkanmu hyung. Berniat untuk memacarimu hanya untuk merebut posisi nomor satu? Aku bisa meminta guru untuk mengambil bocoran soal ujian, meminta kunci jawaban dari anak grupku, atau meminta bantuan mereka untuk mengacaukan server nilai yang di komputer sekolah. Menjadikanmu tameng? Aku bisa melawan atau menyewa bodyguard dan anak-anak grupku yang tak kalah garang untuk melawan siapapun yang menghalangiku. Untuk pencitraan dan menambahkan pesonaku? Tidak terima kasih, aku sudah keren."
Demi saus tartar, Hanbin sebenarnya tidak tega untuk terus 'mengukung' Jinhwan disini terus. Pemuda bertubuh mungil itu sekarang nasibnya sudah naas, wajahnya memerah, mata berair, dan penampilan acak-acakkan. Wibawanya sudah benar-benar hilang sekarang. Tapi kalau bukan sekarang kapan lagi ia bisa berbicara empat mata seperti ini lagi? Sampai Jinhwan dan kedua orang tuanya datang ke rumah untuk jamuan makan malam? Sampai Hanbin nekat untuk langsung melamarnya di meja makan?
Hanbin kembali jalan mendekat sementara Jinhwan semakin bergeser, merapat dengan dinding dan mencari waktu yang tepat untuk kabur. "Tidak masalah kalau hyung tidak langsung menyukaiku, sudah kubilang kalau aku menunggumu kan? Dalam hal apapun, loh. Menunggumu selesai rapat misalnya. Hah~"
Pemuda tinggi tersebut merapihkan seragamnya, mungkin setelah ini dia akan bertengkar hebat dan memutuskan untuk keluar dari grup mau diterima atu ditolak Jinhwan nantinya.
"Itu saja yang mau kukatakan, tidak memberatkanmu bukan? Aku tidak akan mengejarmu sampai meneriakkan nama terus-menerus. Apalagi menguntitmu kemana-mana. Tanpa usaha sedikitpun, aku bisa mendapatkan nomor telepon dan alamat rumahmu hyung," Hanbin berusaha menatap Jinhwan tepat di matanya tapi Jinhwan yang baru saja berhenti untuk 'merayap' tengah menundukkan kepalanya, terlihat semakin meyedihkan.
Dulu keinginannya adalah menjatuhkan orang-orang berpengaruh dalam organisasi yang jaim nan genius dengan mengumbar aib mereka yang berhasil ia lihat sendiri di depan umum (seperti Seungyoon, Mino, terutama Jinhwan misalnya) tapi begitu melihat Jinhwan dalam kondisi aibnya begini, Hanbin jadi berpikir ulang kenapa dulu ia bisa sejahat itu.
"Pokoknya aku minta maaf saja, yah sampai jum-"
"Tidak, jangan berhenti," huh? Kening Hanbin berkerut. Tadi baru saja berteriak meminta berhenti lalu kenapa sekarang...?
Hanbin baru saja berniat untuk membungkukkan sedikit badannya, mencari-cari wajah Jinhwan dan menebak ekspresinya sekarang saat ia kembali bersuara. Kali ini parau.
"Jangan berhenti berbicara ataupun menyerah untuk mengejarku," Sekarang, Jinhwan mengangkat wajahnya dan matanya melotot sok seram, nyaris membuat pemuda di depannya tersedak air ludahnya sendiri melihat banyak bekas jalur air mata disana dan mata kecil Jinhwan yang memerah dan sedikit bengkak lalu apa pula itu?! pipinya yang menggembung lucu dan bibir yang mengerucut?!
"Awas saja kalau kau menyerah, kau harus tanggung jawab! Ayo buat aku jatuh pada pesonamu!" Setelah itu Hanbin tidak bisa berkata apapun lagi saat Jinhwan tiba-tiba bergerak maju dan...dan...
Hanbin yakin setelah ini ia tidak bisa tidur setelah mendapatkan kecupan manis di pipinya. Ah, bahkan Jinhwan yang memberi kecupan itu juga dapat dipastikan tidak akan bisa tidur juga.
Epilog.
"Aku tidak mengganggumu seperti serangga kan hyung kalau mengikutimu terus?"
"Tentu saja tidak, kau kan memang mirip serangga dalam arti sesungguhnya. Jangan tersinggung ya, justru aku kasian padamu karena kukacangin terus. Kau pasti lelah karena aku benar-benar sibuk kan?"
"Tak masalah, selama hyung tidak membahas soal 'betap berbedanya kita' seperti ucapan Yunhyeong tiap melihat kita."
"Oh? Soal betapa merakyatnya aku dan sombongnya kamu?"
"Hyungg! Jangan mulai lagi!"
Hanbin melirik ke arah jam tangannya yang berada di atas kepala. "Setelah ini ada acara apa lagi?"
Jinhwan yang tengah bersusah payah untuk mengambil setumpuk proposal, paper, dan buku-buku tebalnya dari tangan Hanbin yang-sialnya-tinggi-sekali langsung berhenti melakukan aksi sia-sianya dan terfokus untuk menjawab pertanyaan Hanbin dengan ekspresi seriusnya yang agak lucu, melupakan apa-yang-baru-saja-ia-perjuangkan-selama-puluhan-menit.
"Oh? Umm...Sepertinya rapat sebelum acara pelepasan lusa, biasa membahas kelengkapan properti dan kesiapan sudah berapa per-oh ya ya maaf aku lupa kamu kan gak tau dan gak mau tau ya. Ini bukan urusanmu, kaya kamu ngerti a-"
"Aku mengerti, hyung!" Jinhwan terkekeh pelan sebelum menarik ujung kemeja Hanbin karena tangannya ja-
Tunggu, kenapa kedua tangannya ada di atas kepala?
"YA! Kim Hanbin! Kembalikan barang-barangku! Kan sudah kubilang jangan pernah membawakan barangku seperti pembantu!"
"Kencan dulu denganku tapi!" Kalau Jinhwan hanyalah seekor nyamuk kecil atau si menyebalkan Yunhyeong dengan mulut berisiknya, mungkin Hanbin tak segan-segan untuk mendorong wajah Jinhwan jauh-jauh saat Jinhwan semakin bertindak anarkis daripada tadi, seperti tupai liar.
"Setelah rapat oke oke oke? Akan kuatur tempat dan wak-"
"Ehhh tidak bisa!" Jinhwan berteriak panik. Ia semakin mengguncang tubuh raksasa Hanbin. "Hari ini aku dan keluargaku harus bertemu dengan ayah dan pamanmu!"
"Oh? Ya sudah, kita kencan di depan mata mereka saja. Waktu dan tempatnya sudah ditentukan kan? Aku hanya perlu ikut-ikutan nimbrung bersama Hanbyul mungkin dan kau membawa Donghyuk? Tak masalah bukan?"
Jinhwan mendengus keras. "Demi Tuhan, aku masih mau kuliah bukannya dipaksa langsung ditunangkan atau dinikahkan di tempat hanya ketahuan berkencan dengan seseorang yang bahkan belum resmi jadi pacarku."
"Yaaaa hyung! Kau kan yang terus menahanku untuk memacarimu! Aku tidak akan mengganggu pendidikanmu kok!"
"Hyung, aku baru saja dimaki Jaebum habis-habisan soal betapa rendah dan buruknya gombalanku."
"Hmm...lalu?"
"Aku benar-benar keteraluan ya saat gombalan pertamaku? Tidak lolos sensor?"
"Sangat, aku benar-benar benci itu. Astaga pacar-pacar dari teman idiotmu baru saja menculikku untuk menonton Fifty Shades apalah karena kekasih mereka secara serempak menggombali mereka dengan gombalan burukmu itu."
"A-apa? Kau sudah menontonnya hyung? Kenapa tidak mengajakku? Bahkan aku belum menontonnya!"
"Uwah jinjjayo?"
"Heum ne, oh ya aku ditawari Namjoon, Mino hyung, dan Jiwon untuk belajar gombalan dari mere-"
"Tidak! Bin, demi apapun tidak! Kau hanya perlu tak mengulangi gombalan pertamamu itu dan tidak usah belajar lagi!"
"Tapi kalau aku menggombalimu tanpa belajar tak masalah kan?"
"Ya ya ya! Tak masalah!"
"Atau mempraktekkan gombalan pertamaku tanpa mengucapkannya lagi?"
"Iya itu juga bo-Ah! Tidak-tidak! Bin, tidak!"
"Jawaban pertama itu selalu jawaban terjujur yang pernah ada loh hyung~"
"Ti-tidak! Astaga, berhenti menggodaku! Mereka pasti sudah meracunimu, Bin!"
"Hahaha~hanya becanda kok hyung~mungkin aku hanya melakukannya saat hyung tertidur~"
"Kim Hanbin! Don't you da-"
"Iya, sayang. Aku mengerti kok."
.
TBC
.
Note : udah selesai, HAHAH! Ini panjang banget naujubilah, gak mau bikin bikin lagi! Dan ini gaje, dan ini pasaran banget. Menangos lah saia. Hiatus dulu ya, ujian sebentar lagi, puasa sebentar lagi(?), banyak lomba buat kegiatan non-akademik (menangos), dan belom bikin konsep buat demo nanti...TT_TT kubur hayati saja di rawa-rawa ;_;
Oh ya, JiDong bener-bener udah kebayang bakalan gimana. JunChanYun males dipost saking gajenya (peace) pengen rapihin ff JJ Project sad ending cuma..gak tau kapan. Ff bts juga on the way (efek curhatan hati lomba ff yang udah keburu selesai...) jadi yaudah sekian sayang(?)
