Sekuel Hujan by Hyuki Aika

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rate : T+

Pairing : Naruto U x Hinata H

Genre : Romance, Drama dan Hurt/comport

Warning : EYD Berantakan, Thypo, Gaje, Sekuel 'Hujan', DLL

Summary : Hinata tidak pernah tahu, bahwa orang yang mengambil ciuman pertamanya ini adalah Seorang tetangganya dan Gurunya./Naruto hanya memberikan apa yang menjadi hak miliknya./ NaruHina/DLDR/RnR.

Chapter 3 : Teman?

Enjoy~

.

.

.

Happy Reading~

.

.

.

.

Kehidupan Hinata saat ini benar-benar berubah, bahkan hari-hari di sekolahnya yang selalu tenang kini menjadi hari yang melelahkan dan menyebalkan bagi Hinata. Bagaimana tidak?, sejak kehadiran guru olah raga barunya, dirinya kini sering masuk kantor dan disuruh untuk melakukan sesuatu yang bagi Hinata kadang tidak masuk akal. Seperti, memastikan bola-bola tidak miris dengan menenggelamkannya di air?. Kadang juga di suruh membeli makanan di kantin, menyusun bola dan membersihkan ruangan olah raga.

Hinata ingin sekali menolak, tetapi mengingat dia adalah seorang guru, dirinya menjadi bungkam. Mencoba menghindar?, Hinata tidak bisa. Karena kadang guru barunyanya itu datang kekelasnya untuk mencarinya atau tidak di tempat lain yang selalu saja di ketahui oleh gurunya itu.

Seperti saat ini. Hinata rela berdesakan dengan orang lain hanya untuk merebut dan mengambil sesuatu yang bisa mengganjal perut. Mengabaikan dirinya yang dengan mudah di dorong karena tubuhnya yang ringan. Hinata tetap mencoba melawan arus permainan ini dan tetap berjalan dan berdiri. Tapi, sekeras apapun Hinata untuk bertahan, tubuhnya tetap oleng dan jatuh di antara gerombolan yang berdesakkan itu.

Hinata meringis merasakan pantatnya yang mencium lantai kantin dengan mesra(?). Orang-orang yang berada di sekitar Hinata, tetap melakukan kegiatan mereka masing-masing. Mengabaikan Hinata, seolah-olah dirinya tidak ada di sana. Yah, bagaimanapun juga Hinata mengetahui itu, sehingga dirinya merasakan hal -yang sudah- biasa saja.

Tapi, tidak ketika matanya menangkap sebuah tangan yang mengulur kepadanya. Hinata menatap tangan itu cukup lama, memastikan kebenarannya. Matanya kemudian beralih menatap sang pemilik tangan. Gadis pirang dengan potongan yang sama seperti Hinata, hanya saja dia mengikat ujung rambutnya. Mata bermanik violet itu menatap Hinata seraya tersenyum.

"Kau tidak apa-apa?"Tanya sang gadis pirang itu, Hinata menyambut tangan itu sedikit ragu tetapi tentu saja dengan perasaan yang -sedikit- senang.

"Uhm"Hinata hanya menjawabnya dengan sebuah anggukkan, tak lupa dengan senyuman manisnya walau masih terlihat kaku dan canggung.

"Jadi, mana pesananku?"

Hinata meneguk ludahnya, mengingat bahwa dia lupa untuk membelikan pesanan dari sang guru. Dan sekarang guru itu menatapnya dengan tajam, seakan-akan sedang lapar dan siap menerkamnya.

"a-ano... etto.." Hinata sekarang bahkan bingung harus menjawabnya apa. Lama berpikir, alasan apa yang akan ia katakan dan membuatnya aman dari orang yang ada di depannya ini. " Ta-tadi pesanan yang sensei pesan... su-sudah habis"ucapnya dengan pelan.

"He?" Naruto mengangkat alisnya ketika mendengar penuturan dari murid manisnya itu, dan berjalan mendekati Hinata yang ada beberapa meter darinya. Ketika tepat berada di depan Hinata yang sedang menundukkan kepadanya dalam, entah kenapa pikiran kotornya kembali muncul terhadap murid manisnya itu. Wajahnya mendekat tepat di telinga Hinata dan berbisik. " Aku lapar"

Hinata terdiam. Mengerutuki kesalahannya. Tapi Hinata kemudian berpikir, tidak apa-apakan jika sesekali harus melanggarnya, jika tidak mau menjadi budak ataupun pembantu dari sang guru. Tapi tetap saja Hinata merasa tidak nyaman jika lepas dari tanggung jawab yang di berikan padanya. Pada akhirnya kata maaf yang keluar dari bibir mungil Hinata. "Gomen".

Mendengar jawaban dari bibir mungil gadis yang ada di depannya ini. Bibir Naruto membentuk sebuah senyuman, lebih tepatnya seringai."Kau harus dihukum"

Hinata melebarkan matanya mendengar tuturan dari sang guru. matanya melirik Naruto yang mulai menjauhkan wajahnya, sesaat Hinata menahan nafasnya kemudian menghela nafas ketika mengetahui Naruto telah menjauhkan wajahnya.

Tapi tak lama kemudian, Hinata membelalakkan matanya kaget, badannya menegang, bahkan tangannya bergetar. Hinata dapat merasakan bibir basah dan lembut yang menempel di atas bibirnya. Bahkan nafas Hinata terhenti, begitu juga dengan jantungnya. Pikirannya saat ini tidak dapat berjalan.

Kaget?

Tentu saja, bagaimanapun juga Hinata masih tidak terima dengan ciuman pertama, dan keduanya di rebut begitu saja. Bahkan ciuman yang ketiga kalinya juga di rebut dengan orang yang sama.

Kaki Hinata bergetar dan lemas, dirinya sudah tidak sanggup lagi untuk menampung berat badannya. Tetapi tangan kekar telah memeluk pinggangnya erat, seolah tak membiarkan Hinata untuk jatuh ataupun menjauh.

Entah berapa lama Hinata menahan nafasnya, dan yang Hinata perlukan saat ini adalah bernafas. Tangan Hinata yang bergetar bergerak dan meletakkannya tepat di dada bidang Naruto. Hinata dapat merasakan otot-otot kerasnya yang berbentuk. Oke, abaikan itu sekarang. Yang harus Hinata lakukan sekarang adalah mendorongnya. Tapi apalah daya, tenaga nya terkuras habis, tangannya terlalu lemah untuk mendorong tubuh kekar Naruto.

Hinata mencengkram kemeja biru yang Naruto pakai. Dan sesekali memukulnya pelan. Tapi tak di ubris Naruto beberapa saat. Sebenarnya Naruto telah menyadarinya sedari tadi, tetapi bibir manis dan lembut Hinata membuat Naruto engan untuk melepaskannya, dan juga mungkin sedikit memberi Hukuman, karena ini memang hukuman manis buat Hinata, tapi bagi Hinata ini adalah hukuman mematikan, karena beberapa menit saja lagi dirinya akan segera mati, jika saat Naruto tidak melepaskannya segera

"Haah~ haa."

Hinata menghirup banyak-banyak oksigen untuk paru-parunya. Nafasnya terlihat tersendat-sendat. Tetapi Hinata masih dapat merasakan tangan kekar Naruto yang masih memegang erat pinggangnya.

Wajah Narutopun masih tah jauh dari Hinata, hanya melepaskan bibirnya dan bibir Hinata ,hanya memberikan jarak 5 centimeter.

Tangan Naruto yang entah kapan sudah ada di tengkuk Hinata kini beralih menyentuk pipi Hinata lembut, dan mengangkat wajah Hinata Hingga menatap wajahnya. " itu hukuman buatmu, jika tidak memenuhi permintaanku". Wajah Naruto sekali lagi mendekat dan mengecup lembut bibir Hinata singkat. " Aku bahkan bisa melakukannya lebih".

Dan kata terakhir itu membuat Hinata mematung. Lebih?, apa yang dia bilang?,lebih?. Segini saja Hinata sudah tidak sanggup. Apa lagi lebih. Hinata menggelengkan kepalanya ketika memikirkan kata dari 'lebih' itu.

Naruto menjauhkan wajahnya dan membiarkan Hinata kembali menunduk. Tangannya menepuk puncak kepala Hinata. "Kau mengerti"

"Me-mengerti" Hinata segera menyahutnya, ketika Naruto akan mulai mendekatkan wajahnya jika dirinya diam saja, karena tidak menuruti kemauannya.

"Kalau begitu kau boleh pergi, jam pelajaran sudah mulai beberapa menit lalu".

"Eh?"Hinata bertambah kaget, dirinya langsung pergi berlari tanpa pamit -karena memang Hinata merasa itu tidak perlu –meninggalkan ruangan guru yang khusus untuk ruangan pribadi Naruto. Hinata tidak perduli lagi, jika dirinya di hukum lagi karena berlaku tidak sopan. Lebih baik dirinya dicium oleh Naruto dari pada di cium oleh anaconda milik sensei yang saat ini akan mengajar di kelasnya itu. Oops, sekarang tidak langsung Hinata menyetujuinya untuk di cium lagi oleh sensei mesumnya itu.

.

.

Sudah satu minggu dari Naruto menjadi guru barunya, dan sudah 6 hari ini Hinata selalu bersama 'Teman'?. Yaa, mereka menyebutnya teman. Setelah mereka. Shion, Sara, Konan dan Samui memperkenalkan dirinya, dan berkata ingin menjadi temannya. Mereka selalu saja menemui Hinata dan selalu saja menyeret Hinata untuk bergabung dengan mereka entah itu di kantin ataupun di tempat lain. Seperti saat ini. Hinata sendiri juga bingung, mengapa mereka bersikeras berusaha untuk menjadi temannya?. Bukannya tidak suka, hanya saja Hinata merasa aneh, karena tiba-tiba saja ada yang meminta menjadi temannya.

"Ne, Hinata-chan~. Pulang sekolah nanti mau ikut dengan kami untuk membeli crepe?" Suara Shion dapat di tangkap oleh pendengaran Hinata. Saat ini mereka sedang berkumpul di salah satu meja di kantin, seperti biasanya. Hinata menatap Shion cukup lama, merasa bingung harus menjawab apa. Tapi, mungkin tak ada salahnya untuk menerimanya bukan?

"U'uhm" sebuah anggukkan sebagai jawaban atas permintaan dari Shion.

Hinata menatap satu-persatu orang yang ada di hadapannya. Mereka sedang asik dengan kegiatan masing-masing. Hinata pertama memandang Konan, gadis itu terlihat lebih pendiam dan sedikit dingin, dan juga yang paling sering memegang handpone entah itu di mana, bahkan mungkin benda itu telah menjadi suatu kebutuhan baginya.

Yang kedua, mata Hinata beralih menatap Sara, gadis itu sedikit periang, sama seperti Shion. Hanya saja dia lebih cerewet dan memiliki suara cempreng, selalu antusias dan semangat. Hinata juga pernah mendengar, bahwa Shion dan Sara telah berteman sejak SMP. Mereka terkadang memang sering berdebat, tetapi juga sering konyol terutama Sara.

Mata Hinata kini beralih lagi menatap Samui. Samui terlihat lebih dewasa dari yang lainnya, mempunya rambut pendek pirang dan tubuh yang cukup berisi, terutama dadanya. Dia juga jarang bicara seperti konan, kadang jika dia bicara juga mengeluarkan kata-kata yang kejam, matanya juga tidak kalah tajam dari mulutnya.

Dan terakhir Shion, entah kenapa bagi Hinata Shion terlihat sangat cantik dan anggun. Dari cara bicarany, tingkah lakunya walau kadang juga bersikap konyol. Satu sekolah juga kenal dengan dia, banyak laki-laki yang mengantri ingin menjadi pacarnya. Terkadang juga pernah terbesit di pikiran Hinata, bahwa dirinya terkadang ingin seperti Shion. Dan selama ini juga, Shion selalu bersikap baik padanya.

.

Setelah berhari-hari Hinata bersama dengan mereka. Hinata merasa semakin dekat dan nyaman dengan mereka. Selalu makan bersama di kantin, pulang bersama dan selalu membelik crepe saat pulang sekolah. Memang terkadang Hinata juga harus tidak istirahat bersama, di karenakan guru mesumnya itu selalu menganggu acara makannya.

"Hyuga-san" Hinata meringis pelan, ketika mendengar suara yang saat ini tidak ingin dia dengar.

"Ada apa, sensei?" bahkan dirinya harus menjawab dengan lembut terhadap senseinya itu. Jika saja dia bukan senseinya, dan sedang tidak berada di kantin. Hinat tidak akan sudi bicara dengan pria itu, apa lagi dengan suara yang lembut.

"Bisa kau ikut denganku ke kantor, Hyuga-san?."Itu terdengar bukan seperti sebuah permintaan, tetapi sebuah perintah yang tidak ingin di bantah.

"Baik, sensei. Saya akan segera kesana"Hinata membalasnya sopan, menjaga sebuah rasa hormatnya dan harga dirinya. Kemudian mulai bangkit dari tempat duduknya.

"Ano, Kalau begitu aku permisi dulu yah?" Pamit Hinata kepada 'teman-teman' barunya itu.

"Iya, hati-hati yah Hinata-chan" Sara meambaikan tangannya dengan semangat kepada Hinata.

"Jika sempat, kembalilah" Sahut Shion tak kalah dari Sara. Sedangkan Samui hanya menatapnya, dan Konan tetap sibuk dengan Handphonenya.

.

Seperti biasa lagi, Hinata tetap di suruh oleh guru mesumnya itu, dan sekali lagi dirinya juga tidak bisa membantahnya. Saat ini Hinata terlihat sedang membersihkan ruangan Naruto. Padahal ruangnya itu sudah terlihat bersih, karena selama berhari-hari berturut-turut Hinata selalu membersihkannya setiap Hari. Dan sekarang Hinata harus membersihkan dari apa lagi?. Dengan malas Hinata hanya melap meja kerja Naruto dengan lesu dan cemberut. Dan sang guru hanya menatapnya di sebuah sopa, seperti biasanya. Matanya tak pernah lepas menatap setiap pergerakan Hinata, yang entah kenapa selalu bisa membuatnya tersenyum sendiri.

Sudah 10 menit berlalu, Hingga akhirnya Naruto mengizinkannya untuk pergi dari ruangannya, Hinata terlihat semangat sekali ketika mendengarnya. Dengan cepat dia berlari kecil meninggalkan ruangan Naruto dan akan segera pergi ke tempat biasanya, dia dan teman-temannya berkumpul.

Derap langkahnya terdengar di setiap lorong sekolah, langkahnya terlihat semangat dan gembira. Entah, Hinata juga tidak tau mengapa dirinya merasa sangat senang hanya untuk bertemu dengan teman-temannya. Mungkin karena sedikit bawa perasaan, karena selama ini dirinya tidak pernah mempunyai yang namanya teman. Tapi langkah memelan, wajahnya sekarang juga menyendu, telinganya tidak pernah lepas dari pembicaraan siswi-siswi yang tidak jauh darinya. Yah, akhir-akhir ini, entah sejak kapan mulainya, Hinata juga tidak tau. Hanya saja, mengapa dirinya yang dulu tidak pernah di gubris keberadaannya, kini menjadi pembincangan yang hangat bagi orang-orang?.

"Kheh!, Apa kau merasa muak dengan tingkah Hinata yang sok manis di depan Naruto-sensei?."

"Uhm, Dia terlihat murahan sekali, bahkan dengan genitnya dekat-dekat dengan Naruto-sensei, dia gak sadar diri apa!"

"Betul banget. Orang seperti dia itu gak pantes buat Naruto-sensei. Mendingan aku juga!"

Mereka selalu saja membicarakan sesuatu yang tidak benar tentang dirinya. Seperti dirinya genit dan selalu ingin dekat-dekat dengan Naruto?. Yang bear saja, bahkan dirinya ingin sekali menyingkir dari pria itu. Lagi pula, sejak kapan coba mereka beranggapan seperti itu, memangnya apa salahnya?. Dekat dengan Narutopun bukan keinginannya.

Hinata menghela nafasnya, kemudian melanjutkan kembali perjalannya, tetapi kakinya memutar arah menuju sebuah toilet.

Hinata memandang wajahnya di cermin, menatap wajahnya yang terlihat menyendu. Entah kenapa dadanya terasa sesak. Selama ini dia memang tidak pernah punya teman, tidak pernah juga menjadi pusat perhatian. Diriya memang tidak terlalu di kenal, tetapi dia tidak pernah mendapatkan hal buruk tentangnya. Tetapi, kenapa?. Ketika dirinya akhirnya mempunyai teman, tiba-tiba saja orang-orang membicarakan buruk tentang dirinya?. Hinata juga tidak pernah mengambi kesalahan dari mereka.

Memang, di sekolahnya banyak siswi yang suka bergosip dan membesar-besarkan masalah. Terutama tentang laki-laki yang mereka sukai. Mereka sering berebut dan membuat sebuah kelompok sendiri. Hinata juga tidak tau dengan pasti, tetapi yang Hinata tau mereka akan menyingkirkan setiap orang yang berani mendekati ataupun merebut orang yang mereka sukai. Yah seperti itulah, Hinata sadar jika Naruto adalah target mereka. Bagaimanpun juga, usia Naruto masihlah muda untuk menjadi seorang guru, tidak lupa wajahnya yang tampan, membuat para siswi ingin memilikinya.

Tetapi, Hinata tidak pernah mengubris pembicaraan mereka, walau terasa sakit. Karena selama dia memilik teman Hinata tidak akan merasa lebih sedih dan tertekan, selama dia mempunya tean disisinya, mereka selalu ada untuk Hinata dan menghiburnya, karena itulah Hinata tetap berusaha gembira dan mengabaikan mereka.

Hinata menghilangkan pikirannya tetang masalah tersebut, dan kakinya melangkah memasuki salah satu bilik di toilet, setelah selesai dengan urusannya. Hinata berniat membuka pintu untuk keluar dari bilik tersebut, ketika telah menyentuh ganggang pintu, Hinataberhenti menggerakkan tangannya. Telinga mendengar suara yang sangat di kenalinya, yah itu adalah Shion dan teman-temannya.

Hinata tersenyum gembira dan ingin membuka pintu cepat dan segera menghampiri mereka, jika saja dirinya tidak mendengar namanya yang di sebut oleh mereka.

"Bagaimana dengan Hinata?" percakapan itu di mulai dari Shion yang bertanya tentang dirinya.

"huh?, maksudmu rencananya?. Yah, sepertinya berjalan cukup lancar hanya menunggu rencana selanjutnya lagi" yang di jawab oleh sarah. Samui melirik merek berdua dan mulai bicara. "Apa dengan ini, akan berhasil?"

"Tentu saja!, Aku tidak akan kalah dari Hinata. Lagi pula Naruto-sensei itu lebih cocok sama aku, di bandingkan dengan dia gak ada apa-apanya!" Shion menjawabnya dengan percaya diri. "Konan, kau sudah menyebarkan gosip tentang Hinatakan?" Lanjutnya.

"Sudah. itu urusan yang gampang!, aku sudah membuatnya senyata mungkin."

"Kerja bagus. Jika sampai satu sekolah tau. Mungkin dia akan di keluarkan. Hahaha" Shion dan teman-temannya tertawa, dengan hasil rencana mereka, tidak menyadari keberadaan Hinata yang shok mendengarnya.

Buk!

Kaki Hinata melangkan mundur dan tak sengaja kakinya tepeleset Hingga tangannya mencoba pertahan menyentuh pintu di depannya, tetapi malah membuat pintu itu terbuka. Hinata menatap sekejab pada mereka berempat yang kaget dengan keberadaan Hinata.

Kemudian Hinata berdiri dan berlari meninggalkan mereka ber empat. Berlari sejauh mungkin, mata Hinata berkaca-kaca, merasa tidak percaya bahwa orang yang dia anggap teman ternyata adalah dalang dari gosip itu. Hinata tidak menyangka mereka akan sejahat ini, hanya untuk menyingkirkannya dari Naruto. Bahkan membuat sesuatu hal yang tidak pernah dirinya lakukan, yah, Hinata teringat saat itu salah satu siswi ada yang bertanya tentang sebuah foto. Hinata tidak tau foto apa itu, tetapi mereka menghujatnya begitu saja. Dan Hinata sekarang yakin, itu bukanlah hal yang baik.

"tck, Sialan!" Shion dan yang lainnya berlari mengejar Hinata, tidak membiarkannya lolos begitu saja.

Kaki Hinat terus berlari entah kemana, dirinya hanay perlu menenangkan diri, Hinata juga tau saat ini dirinya sedang di kejar oleh Shion dan lainnya. Kaki Hinat mulai melemas dan bergetar, apa lagi di depannya hanyalah sebuah tembok yang artinya jalan buntu, Hinata berada di belakang sekolah, menggerutu karena tidak berpikir untuk berlari tak melihat arah.

Dan sekarang mereka berempat telah berada di depannya. Dengan sebuah senyum yang terlihat menyeramkan bagi Hinata, merwke mendekat dengan melipat tangan di dadanya. Salah satu dari mereka membawa sebuah gunting, Hinata tidak tahu itu untuk apa, tapi yang dia tau itu tidaklah baik untuknya.

TBC

A/n : Maaf gak bisa bales review kalian. Hehe terus maaf juga karena update lama, soalnya banyak hal yang menimpa saya. Pokoknya minta doa saja yah..

Oh ya, maaf juga kalo hasilnya gak sesuai, soalnya ngerjakannya setengah-setengah jadinya kek gini deh.

Sekian dulu yah, Arigato minna.

Jaa~