IT'S (not) A
PERFECT WEDDING
Sherry Kim

WARNING
GS. Typo bertebaran. Alur tidak jelas juga lambat.
Tidak suka jangan baca.
NO BASH.

.

Semua mata menatap pengantin wanita dengan tatapan terkagum. Itu adalah tindakan wajar bagi semua orang ketika menghadiri pesta pernikahan dan seratus persen dari semua tamu undangan melakukan hal sama.

Namun tidak untuk Jung Yunho. Pandangan pria itu tertuju hanya kepada istrinya. Jung Jaejoong. Jaejoong begitu cantik dalam gaun sederhama yang wanita itu kenakan. Tidak terlalu mencolok, namun tetap elegan dengan potongan sederhana yang hanya menunjukan bagian tubuh dalam kapasitas wajar.

Dulu saat mereka menikah, Jaejoong tidak secantik seperti sekarang. Bukan berarti Jaejoong tidak cantik. Di mata Yunho istrinya adalah wanita yang sangat cantik. Dan ia mencintai Jaejoong apa adanya. Bahkan ketika istrinya tidak memakai riasan apapun dan bertingkah tomboy pun Yunho mengagumi istrinya itu

Yunho menyadari perbedaan pada wajah istrinya dengan sangat jelas. Dan semua itu karena cinta. Cinta yang mengubah segalanya. Cinta di antara mereka berdua telah melunakan batu dinding di antara mereka dalam kurun waktu yang lumayan singkat. Cinta pula yang membuat wajah istrinya bersinar laksana bulan di kegelapan malam sepanjang pagi ini. Begitu terang namun tidak menyilaukan.

Dari tempatnya berdiri di belakang pengantin wanita, Jaejoong tahu bahwa Yunho mengamatinya sejak ia melangkah masuk ke dalam gereja, mengiring sepupunya itu ke altar. Tatapan Yunho tidak pernah beralihkan, Jaejoong menyadari itu dan ia merasa bangga sekaligus malu sesaat setelah ia mundur dan mengambil tempat di sisi bibinya.

Bibi Eun Hye berbisik. "Kau berhasil membuat suamimu terpesona Jongie"

Senyum simpul terpatri di bibir Jaejoong saat ia melirik suaminya melalui ujung mata. Ia tidak tahu apa yang terjadi di sekeliling saat ia mencuri pandangan ke arah suaminya hanya untuk mendapati Yunho juga tengah menatapnya, intens. Yang membuat hati Jaejoong melambung tinggi adalah, Yunho menginginkannya.

Oh Tuhan. Adanya gairah terlihat jelas di mata musang pria itu yang membuat wajah Jaejoong merona hangat.

"Kau merona. Astaga, cubit aku bahwa putriku ini bisa merona." Mrs. Kim berkata takjub di sisi Jaejoong.

"Aku tidak merona." Sanggah Jaejoong dengan wajah bersemu semakin merah. Hal yang sangat jarang ia lakukan di masa lalu.

"Tapi kau memang merona. Dan itu karena suamimu." Mr. Kim mencondongkan tubuh dari sisi lain Mrs. Kim.

Kim Jong Kook mengamati wajah kwponakannya dengan senyum simpul. Ia memang mendengar cerita dari istrinya kemarin dan tidak mempercayai tentang apa yang di ceritakan oleh istrinya itu sampai tadi pagi. Dan sekarang ia melihat sendiri bagaimana Jaejoong merona hanya karena tatapan tajam suaminya. Dia sedang jatuh cinta.

"Kau mencintainya?" Mr. Kim bertanya.

"Ya." Jawab Jaejoong jujur.

"Dan bagaimana dengan perasaan suamimu?" Mr. Kim bertanya was was. Meskipun pada dasarnya ia tidak perlu bertanya, tapi Mr. Kim ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa keponakannya itu bahagia.

"Dia juga mencintaiku." ujar Jaejoong jujur. Kepala Jaejoong semakin tertunduk malu usai mengakui hal tersebut. Ini kali pertama ia berkata segamplang ini tentang kehidupan pribadinya dengan keluarga. Tidak pernah sebelumnya ia menceritakan hal apapun yang menyangkut kehidupan pribadi.

Namun perasaannya terhadap Yunho, entah mengapa membuat Jaejoong ingin mengutarakan rasa cinta dan kebahagiaan yang ia rasakan kepada orang lain. Ia ingin berbagi.

Helaan napas Kim Jong Kook menarik perhatian Jaejoong. "Paman tidak suka?" ia bertanya

"Tidak. Tentu saja bukan begitu. Aku senang akhirnya kau bahagia. Kami sempat menghawatirkanmu dan menyalahkan ketidak mampuan kami untuk menjagamu."

Melangkah maju, Jaejoong mengangkat tangan untuk menggengam tangan paman yang sudah ia anggap sebagai ayah kandungnya sendiri. Menggam erat tangan besar dan kasar milik Kim Jong Kook.

Tangan itu begitu kasar. Pikir Jaejoong. Pamanya sudah bekerja keras untuk menghidupi keluarga dan juga Jaejoong. Bahkan pergorbanan yang telah ia berikan tidak sepadan dengan pengorbanan paman serta bibinya menghidupi Jaejoong selama ini. "Terima kasih untuk semuanya. Aku mencintai kalian."

Suara tepuk tangan serempak menyadarkan mereka dari perbincangan singkat itu.
Heechul beserta suaminya, Hankyung sudah resmi menjadi sepasang suami istri dan saatnya untuk pergi.

"Sampai jumpa di pesta Paman."

Jaejoong terkejut mendapati tangan besar menyambar lengannya kasar . Ia belum sepenuhnya sadar dari rasa terkejut yang ia rasakan saat seseorang menarik dan menyeretnya ke dalam ruangan di sebelah ruang istirahat yang di tempati anak-anak.

Jaejoong meronta, mencoba lepas dari dekapan kedua lengan pria itu di tubuhnya. "Mungil." Suara itu menenangkan Jaejoong.

Helaan napas Jaejoong tersengar nyaring di ruangan gelap itu. "Kau mengejutkanku, Yun."

"Kau yang lebih mengejutkanku dengan pakaian ini." Bibir Yunho menyusuri pelipis Jaejoong sebelum menemukam bibir istrinya dan menciumnya. Pria itu membalik tubuh Jaejoong tanpa melepas pagutan bibir mereka.

"Kau menggodaku." bisiknya di atas bibir Jaejoong.

Napas Jaejoong terenggah. Suaranya berubah serak saat berkata. "Apa yang aku lakukan?" Kata polos itu sungguh berbanding dengan jari telunjuk nakal Jaejoong yang menyusuri rahang suaminya. Membuat napas Yunho tercekat dan pelukan pria itu semakin erat.

"Kau tidak perlu melakukan apapun. Cukup kau muncul di ruangan yang sama denganku dan kau sudah menaklukanku." Bibir Yunho berpindah ke telinga sensitif istrinya. Menggoda tempat tempat yang Yunho tahu akan membuat istrinya terbakar oleh gairah.

Jaejoong mengangkat kepala. Membiarkan lidah serta bibir suaminya menjalari lehernya sebelum kepala pria itu terbenam di antara buah dadanya yang tersingkap karena ulah suaminya itu. "Kita bisa pulang lebih awal. Aku menginginkanmu dan tidak bisa menunggu."

Jaejoong tertawa sebelum menjawab dengan lemah. "Pesta ini baru saja di mulai."

"Pesta ini akan berlangsung meski tanpa kita. Bukan kita yang menikah jika kau ingat itu." Jaejoong tertawa lagi. Lalu memekik tertahan saat Yunho membebaskan salah satu payudaranya dari gaun yang ia kenakan.

"Yun." Cengkraman tangan Jaejoong pada rambut suaminya mengerat. Yunho begitu pandai menggoda dan ia menyerah begitu saja oleh godaan suaminya serta gairah yang semakin lama semakin berkobar. "Baiklah. Tapi tidak di sini."

Sesaat Jaejoong tercenggang. Merasa kehilangan kehangatan saat Yunho menarik diri dengan tiba-tiba. Serigai pria itu begitu lebar suwaktu membantu Jaejoong mengenakan kembali gaunnya yang tersingkap.

"Bagus. Aku akan berpamitan kepada Paman dan mempelai pengantin. Kau jemput anak-anak dan temui aku di luar."

Napas Jaejoong masih tidak beraturan ketika Yunho keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Jaejoong dengan tubuh gemetar karena gairah yang tidak terpuaskan.

Dengan langkah gemetar. Jaejoong mencoba berdiri tegak. Mengamati penampilannya sebelum menarik pintu dan keluar ruanga.

"Selamat malam." Jaejoong melompat terkejut mendengar suara itu.

Ia berputar cepat dan berpapasan dengan Changmin tepat ketika pemuda itu keluar dari ruangan sebelah. Ruang ganti pengantin.

Jaejoong tidak tahu pria itu datang. Bahkan ia juga tidak tahu jika Changmin di undang. "Changmin?"

Changmin sama terkejutnya dengan Jaejoong. Wajah pemuda itu terlihat kosong sebelum senyum muncul di bibir kisabel milik pemuda itu yang Jaejoong tahu di paksa muncul disana.

"Hallo Mrs. Jung." Ada nada ganjal di sana yang membuat Jaejoong merasa tidak nyaman.

"Hallo juga. Kau datang terlambat." ujarnya. Ia tidak tahu harus berkata apa.

"Apa kau mencariku?"

"Tidak. Hanya saja ..." Jaejoong terdiam.

"Aku berharap kau mencariku." Serigai yang pernah Jaejoong sukai dari pria itu muncul. Membuat sesuatu yang dingin di dalam tubuhnya semakin membeku.

"Changmin..."

"Aku sengaja menghindarimu, Jongie. Itu sebabnya aku datang kesini. bukannya datang menemui Heechul di gereja. Sku tidak ingin melihatmu, aku menghindarimu."

"Kenapa?"

"Karena aku takut aku jatuh cinta lagi padamu." Changmin berkata jujur.

"Chwang?"

"Tidak!" Changmin tersenyum kaku. "Jangan mengasihaniku."

"Aku harus pergi. Atau suamimu akan menghajarku jika dia tahu aku menemuimu lagi."

"Lagi?"

"Tidak apa apa." pria itu mengdikan bahu acuh. "Jaga diri baik baik Jongie. Aku tidak akan muncul lagi di hadapanmu sampai aku bisa melupakanmu."

"Aku ingin kau bahagia, Sungguh."

"Tapi kau membawa pergi kebahagiaan itu bersamamu. Tanpa menyisakan sedikit saja benih untuk membawaku dalam kebahagiaan lain."

"Ku mohon. Jangan katakan itu."

"Aku benar-benar harus pergi. Tidak ada hasilnya, percuma karena kalian jelas sudah saling mencintai satu sama lain. aku tidak memiliki harapan."

"Aku minta maaf."

"Tidak ada yang perlu di maafkan." Pemuda itu pun berbalik. Jaejoong mengawasi Changmin sampai pemuda itu menghilang di ujung lorong. "Aku minta maaf. Benar benar minta maaf."

Butuh waktu untuknya menenangkan diri. Jaejoong mencoba membunuh rasa bersalah serta rasa sakit yang ia rasakan setiap kali melihat cinta dari masalalunya itu di depan mata.

Lima menit kemudian ia mendorong pintu sebelah. Jaejoong mendapati putra bungsunya dalam keadaan yang menyedihkan. Manse sudah mengotori kemejanya dengan makanan yang entah mereka dapat dari mana ketika ia masuk ke dalam ruang istirahat untuk anak-anak.

Melangkah maju, Jaejoong melempar tatapan galak yang mampu membuat putra bungsunya itu terdiam seketika. "Mom?"

"Jangan sentuh pakaian Mom," seru Jaejoong cepat sebelum bocah itu menerjangnya. "Lihat apa yang kau lakukan Manse. Ya Tuhanku. Kau mengotori pakaianmu. Dan dimana kedua saudaramu yang lain?"

Dari balik kursi di seberang meja bulat di tengah ruangan, Daehan menyembulkan kepalanya. "Daehanie di sini."

"Dan di mana saudara kalian yang satu lagi." Ruangan itu hening. Jaejoong tidak melihat pelngasuh mereka di sana.

Saat ia berbalik, pengasuh itu menyerbu masuk dengan langkah cepat dan terkejut mendapati majikan nya berada di dalam.

"Saya minta maaf Mrs. Jung. Minguk memuntahkan makanan yang ia makan, jadi saya membawanya ke toilet sebentar."

"Dan meninggalkan kedua bocah lainnya dan membuat kekacauan." desah Jaejoong.

Pelayan itu tidak perlu bertanya kekacauan apa yang telah kedua bocah lainnya lakukan. Karena dengan menjulurkan kepala ke samping, pelayan itu sudah melihat kekacauan yang di lakukan si kembar.

"Saya minta maaf." ujar pelayan itu penuh rada bersalah.

Jaejoong menghela napas kesal. Lebih kesal kepada diri sendiri karena ia lebih tahu kenakalan kembar tiga seperti apa. Di lihat dari apa yang pengasuh itu lakukan, ia yakin pengasuh malang itu sudah bekerja keras untuk mengawasi ketiganya. Dan bodohnya ia karena hanya membawa satu pengasuh untuk menjaga kembar tiga.

"Tidak apa-apa. Apa yang terjadi dengan Minguk?" Mata Jaejoong mengerjap cepat. Wajah putra keduanya itu bersemu merah dengan bintik kecil yang mulai bermunculan. "Apa yang terjadi. Apa dia makan makanan yang mengadung telur?"

Wajah pengasuh itu terlihat bersalah. "Maafkan saya. Saya pergi ke toilet ketika pelayan membawakan makan malam anak-anak. Ketika saya kembali, mereka sudah menghabiskan separuh dari hidangan yang ada di atas meja."

"Minguki merebut telur milik Daehan." Manse melapor.

"Saya minta maaf. Saya berniat memanggil Anda usai kembali dari toilet."

Kekhawatiran menyeruak dari dalam diri Jaejoong melihat putra keduanya itu. Wajah Minguk semakin bengkak. Iapun maju untuk menggendong putra keduanya.

"Jaga anak-anak. Tidak, panggil suamiku dan suruh dia segera datang. Aku harus membawanya kerumah sakit. Anak-anak duduk dan dengarkan pengasuh kalian. Mom akan membawa Minguk ke rumah sakit."

Tubuh pengasuhnya itu bergetar. Wanita itu ketakutan. Jaejoong tahu, hanya saja ia terlalu menghawatirkan keadaan Minguk ketimbang menenangkan gadis malang itu.

"Semua akan baik-baik saja. Tidak apa apa." ujarnya. "Cepat panggil suamiku dan katakan padanya untuk datang kemari." Tanpa menunggu sedetikpun, pelayan itu segera melesat pergi.

Minguk mulai menangis. Tangan mungilnya menggaruk bagian tubuhnya yang gatal.

"Oh sayang. Mom minta maaf, tidak seharusnya kau makan sesuatu yang bukan untukmu."

Jaejoong mondar mandir di ruang tunggu dengan Minguk dalam gendongannya. Kesabaranya sudah setipis benang dan Yunho belum juga datang. Tangisan Minguk membawa kedua saudaranya yang lain ikut menangis. Jaejoong menyuruh mereka untuk duduk kembali ke kursi masing masing yang tidak mereka turuti. Baik Daehan maupun Manse memeluk kakinya dan menangis histeris.

Pengasuh tadi menyerbu masuk. "Mrs. Jung, maafkan saya. Saya tidak menemukan keberadaan Mr. Jung. Jika Anda tidak keberatan saya akan membawa Minguk ke rumah sakit dengan taxi dan anak anak..."

"Tidak. Aku akan membawa Minguk kerumah sakit. Sendiri. Kau tetap disini dan jaga anak-anak. Katakan apa yang aku katakan tadi pada suamiki jika dia datang." segera saja Jaejoong melesat keluar. Ia menyelimuti tubuh Minguk dengan jas bocah itu dan berjalam cepat keluar ruangan.

Gaun panjang miliknya tidak bisa diajak kerja sama. Gaun itu memperlambat langkahnya dan dengan terpaksa ia melepaskan sendal berhak tinggi yang ia kenakan untuk bisa berlari.

Di luar pasti ada taxi. Ia akan pergi sendiri dan... "Changmin?"

Jaejoong terkejut mendapati pria itu masih berdiri di luar pintu hotel. Di mana resepsi pernikahan di adakan.

"Pesta belum usai, kau sudah akan kembali?" pria itu mengawasi Jaejoong dan bocah berambut hitam dalam gendongannya.

"Minguk sakit. Aku berniat membawanya ke rumah sakit."

Dan suamimu?"

"Aku tidak punya waktu untuk memberitahunya," ia berbohong. "Maaf aku harus segera pergi."

"Aku akan mengantarmu."

"Tidak, aku..."

"Tidak ada waktu. Bocah ini sudah menangis dan mobilku berada di luar. Akan lebih cepat ketimbang menunggu taxi." bentak Changmin.

Jaejoong ragu. Tangisan Minguk dan rintihan bocah itu membuatnya mendesah kalah. "Baiklah. Terima kasih."

"Ikuti aku."
Tanpa menunggu, Changmin membimbing Jaejoong menuju tempat parkir. Tanpa tahu adanya sepasang mata licik seorang gadis yang mengawasi mereka.

-TBC-

Typo bertebaran. EYD tidak jelas.

Mohon maaf sudah membuat kalian menunggu lama. Semoga hasilnya tidak mengecewakan.

Yang minat sama PDF ff sherry.
Bisa inbok.
Terima kasih.