Disclaimer : demi neptunus naruto bukan punya saya, punya masashi sensei. sasuke punya saya *dibantai masashi sensei dan sakura

Warning : OOC, TYPO tingkat akut, AU, OOT, EYD berantakan, flame tidak diijinkan

Rate : M for Save.

Sasuke 26 tahun / Sakura 17 tahun

.


.

Don't Like Don't Read

.

~ my little wife~

[chapter 13]

.

.

.

Pagi hari yang terasa damai. Bangun lebih awal, posisi tidur mereka hingga pagi tak berubah. Sakura menggeser dan memindahkan tangan Sasuke yang masih melingkar manis di pinggangnya. Belum beranjak dari kasur, Sakura masih memperhatikan Sasuke yang tertidur pulas. Sebuah senyum menghiasi wajah Sakura di pagi hari, memandang wajah Sasuke membuatnya merasa sangat senang.

Turun perlahan dari kasur dan masuk ke kamar mandi, sekedar untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Sasuke masih tidak terusik. Pelukkannya pada Sakura sudah di ganti dengan bantal guling oleh Sakura.

Selesai dengan kegiatannya di kamar mandi. Berjalan keluar dan kembali menatap suaminya yang masih belum juga bangun. Berpikir sejenak, mungkin akan membangun Sasuke lebih awal, namun Sakura mengurunkan niatnya. Berjalan keluar kamar Sasuke dan perlahan menutupnya kembali. Sakura merasa sudah beberapa minggu dia sudah jarang memasak.

Sakura sudah mulai sibuk membuat sarapan. Beberapa menit berlalu dua piring sarapan, segelas kopi hangat dan segelas susu sudah tertata di meja makan.

"Kau meninggalkanku tanpa membangunkanku?" Ucap seseorang yang baru saja berjalan masuk. Matanya masih terlihat sedikit mengantuk. Menguap sekali dan duduk di kursi.

"Maaf, aku tidak membangunkanmu." Ucap Sakura. Menarik kursinya dan duduk.

"Hati-hati jika kau sedang memasak."

"Iya, aku akan hati-hati. Eh, apa kau tidak siap-siap ke kantor?"

"Hari ini aku libur." Ucap Sasuke, meminum kopi hangatnya.

"Uhm.." Sakura mulai menyantap sarapannya.

"Kapan kau akan ujian kelulusan?" Tanya Sasuke sambil sesekali memakan sarapannya juga.

"Kira-kira dua bulan lagi. Apa aku akan ujian di rumah juga?"

"Sepertinya tidak bisa. Aku sudah berbicara dengan kepala sekolah Hashirama, dia tidak bisa memberikan keringanan lagi untukmu. Kau harus mengikuti ujian bersama murid-murid yang di sekolah."

"Di-di sekolah!" Sakura menghentikan sarapannya. "Tapi, itu tidak mungkin Sasuke. Aku malu ke sekolah." Lanjut Sakura.

"Mau bagaimana lagi, kau harus tetap ikut ujian."

"Tapi, tapi, seragamku sudah tidak cocok." Ucap Sakura dan tertunduk sedih. Badannya sekarang lebih gemuk dari sebelumnya, seragam sudah tidak muat, apalagi pada bagian perut. Sakura tidak bisa mengancing bajunya.

"Gunakan saja pakaian bebas dan sopan."

"Sasuke." Nada suara Sakura terdengar sedang merengek.

"Tidak bisa, kepala sekolah hashirama sudah sangat membantu dengan memberimu kebijakan boleh bersekolah di rumah. Kau harus menghargai itu."

"Aku hanya malu."

"Masih ada Temari dan Ino yang akan menemanimu."

"Murid-murid lain tidak akan seperti mereka."

"Abaikan saja mereka."

"Aku benci keadaan ini, apa dia tidak bisa lahir lebih awal."

"Kandunganmu masih 6 bulan dan itu tidak mungkin Sakura."

"Ahk, menyebalkan!" Sakura kembali menyantap sarapannya dengan sedikit malas, hal itu cukup mengganggu Sasuke. "Tu-tunggu dulu." Sakura kembali menghentikan suapannya dan menatap Sasuke.

"Hn?"

"Jika ujianku tinggal 2 bulan lagi, jadi hamil 8 bulan itu sebesar apa Sasuke?" Ucap Sakura, dia cukup penasaran dan sedikit was-was.

"Mungkin sebesar ini." Ucap Sasuke, membuat bentuk setengah lingkaran pada perutnya dengan ukuran yang jauh lebih besar dari kehamilan Sakura sekarang.

"Se-sebesar itu?"

"Mungkin."

"Sasuke, bicara lagi pada pak Hashirama." Rengek Sakura.

"Keputusan tidak bisa di ganggu gugat Sakura."

"Aku benci padamu!" Ucap Sakura.

Sasuke hanya menghela napas. Mau bagaimana pun Hashirama, kepala sekolah Sakura, tidak bisa membuat Sakura ujian di rumah. Hal itu sedikit melanggar dari kesepakatan di sekolah, semua murid harus mengikuti ujian di sekolah.

Sarapan berakhir. Sakura sudah menghilang dari dapur menuju ruang tengah untuk menunggu Anko. Sasuke mulai membereskan peralatan masak dan piring kotor. Setelah semua selesai. Sasuke akan menemani Sakura sejenak sebelum mengurung dirinya di ruang kerja.

Wajah Sakura masih terlihat tidak cukup bersahabat. Dia masih tidak bisa menerima keadaan yang harus ke sekolah dalam keadaan hamil besar. Berjalan santai dan duduk di samping Sakura. Cemberut pun tidak akan membuat keputusan hashirama berubah.

"Tenanglah, kau akan baik-baik saja." Sasuke mencoba menenangkan Sakura. memegang kedua bahu Sakura dan memijatnya pelan.

"Ya sudahlah, mau bagaimana lagi." Ucap pasrah Sakura.

Sasuke cukup senang mendengar ucapan Sakura, meskipun nada suaranya masih terdengar tidak menyukai hal itu. Dia bisa bernapas lega dengan keadaan Sakura yang masih ingin menyelesaikan sekolahnya.

"Kemarilah." Ucap Sasuke dan mengajak Sakura untuk duduk di pangkuannya.

"Tu-tunggu, apa yang mau kau lakukan?" Ucap Sakura. Dia cukup malu jika Sasuke selalu tiba-tiba melakukan hal yang tak terduga untuknya.

"Aku cukup rindu menyentuhmu." Ucap Sasuke dan tersenyum tipis di hadapan Sakura.

"Anko akan segera datang, sebaiknya kau harus ke ruang kerjamu." Ucap Sakura.

"Ini belum jadwal mengajar Anko." Senyuman Sasuke berubah menjadi seringai yang membuat Sakura merinding sendiri menatapnya.

Wajah Sakura tertunduk malu dan tidak ingin menatap langsung mata Sasuke. "H-hentikan ini, aku merasa tidak nyaman." Pinta Sakura dengan nada suaranya yang cukup pelan.

"Aku tidak mendengarmu nyonya." Bisik Sasuke di telinga Sakura membuat istrinya tersentak kaget.

"Apa kau tega membuatnya kaget." Ucap Sakura, satu tangannya memegang perutnya.

"Apa? Aku hanya ingin menyentuhmu, apa yang kau pikirkan? Hn?"

Wajah Sakura sudah sangat memerah, ucapan Sasuke yang muncul di dalam pikirannya adalah melakukan seks di ruangan tengah. Dia merasa seperti di jebak dalam pikiran yang seharusnya tidak pikirkannya.

"Bo-bodoh, ucapan mu terdengar sangat ambigu." Protes Sakura.

Sasuke terdiam, jika dia meladeni ucapan Sakura, kegiatannya tidak akan jalan sampai Anko akan datang. Sakura yang duduk di pangkuannya dan mereka saling berhadapan, Sasuke sedikit menjaga jarak pada bagian perut Sakura. memeluk Sakura namun tidak terlalu erat, mengusap punggungnya dan sedikit menggeser helaian rambut Sakura ke sisi kanan, mengecup perlahan leher Sakura tapi tidak membuat bekas di sana, Sasuke sudah sangat hapal dengan Sakura yang selalu menjaga penampilannya. Dia akan sangat malu jika orang akan mendapati bekas apapun pada tubuhnya. Sakura semakin merapatkan dadanya pada wajah Sasuke. Dia juga harus selalu menjaga jarak pada bagian perutnya, Sakura tidak ingin terbawa suasana. Menggigit pelan bibirnya. Ucapan Sasuke benar, setelah kehamilannya, Sasuke sangat jarang bermesraan dengannya. Sasuke harus mengendalikan dirinya jika bersama Sakura.

Sasuke berhenti mengecup leher Sakura dan menatap wajah Sakura yang semakin merona di sana, baru sebentar, napas Sakura mulai memburu dan membuatnya membuang muka tidak ingin menatap Sasuke, dia sangat malu, benar-benar malu dalam keadaan seperti ini.

"Su-sudah?" Tanya Sakura malu-malu.

"Sedikit lagi dan aku akan pergi." Ucap Sasuke. Membuka kancing baju Sakura sampai batas memperlihatkan branya. Sasuke hanya akan membuat beberapa bekas di sana hingga dia puas, dengan begitu Sakura tidak akan malu jika bertemu Anko, bekas itu akan tertutup dengan pakaian Sakura.

Setiap kecupan dan gigitan akan membuat Sakura sedikit berteriak di sana, dia harus menahan dirinya untuk tidak berteriak cukup keras. Sasuke sudah berusaha mengendalikan dirinya agar tidak meminta lebih pada Sakura. Sejujurnya Sasuke sudah berkonsultasi pada dokter kandungan tanpa sepengetahuan Sakura, memperbolehkan berhubungan seks bersama istri meskipun saat hamil. Tapi Sasuke tidak harus memenuhi egonya, 9 bulan memang bukan waktu yang sedikit, hanya saja Sasuke harus saling mengerti pasangannya. Dia akan melakukannya jika Sakura yang meminta. Sesekali Sasuke akan mencium bibir Sakura dan sesekali akan kembali turun pada bagian dada Sakura.

Sasuke berhenti dan menatap Sakura. Wajahnya masih merona cukup membuat Sakura sedikit berkeringat. Sakura tersenyum manis pada Sasuke. Dia merasa jika Sasuke sudah akan berhenti dan benar saja. Mencium sepintas bibir istrinya, kembali mengancing satu persatu baju Sakura.

"Aku rasa cukup." Ucap Sasuke.

"Uhm. Aku sangat mencintamu." Ucap Sakura memeluk Sasuke sebelum dia akan di turunkan dari pangkuan suaminya itu.

"Maaf, aku sedikit mengganggu konsentrasimu."

"Tidak apa-apa kok, aku pikir i-itu kebutuhanmu juga." Ucapannya sendiri membuatnya malu.

Sasuke tersenyum dan mengecup kening Sakura. "Aku ada di ruang kerja, panggil saja jika kau butuh sesuatu." Ucap Sasuke.

"Uhm. Baiklah."

Sasuke sudah beranjak dari ruang tengah. Penampilannya cukup berantakan, Sakura berjalan menuju dapur, mencuci sedikit wajahnya dan merapikan rambutnya dan pakaiannya.

Tidak menunggu lama saat Sakura sudah kembali ke ruangan tengah, Anko berjalan masuk setelah teriakan Sakura menyuruhnya untuk masuk saja.

Anko mengeluarkan beberapa bukunya dari dalam tas dan memulai pelajaran. Sakura harus fokus meskipun rasa perih pada bagian dada dan sekitarnya masih sedikit terasa.

Beberapa jam berlalu, Anko mulai berhenti menjelaskan pelajaran pada Sakura. menoleh sejenak ke arah muridnya dan lagi dia akan menemukan wajah cemberut muridnya itu.

"Ada apa lagi? Apa cara mengajarku begitu membuatmu sangat-sangat jenuh?" Ucap Anko.

"Maaf. Aku hanya sedang memikirkan tentang ujianku."

"Ujian? Apa begitu sulit sampai kau memikirkannya sekarang?"

"Tidak, hanya saja ujianku akan di laksanakan di sekolah. Eh, Anko, apa kau bisa menjadi pengawas ujian untukku di rumah?" Ucap Sakura.

"Tidak bisa Sakura, aku tidak memiliki wewenang dan ijin melakukan hal seperti itu. Maaf." Ucap Anko.

"Uhm... begitu yaa." Wajah Sakura menjadi semakin cemberut.

Anko menyimpan buku cetaknya dan berjalan mendekati Sakura. "Tenanglah, Ujian di sekolah tidak buruk juga, aku pikir teman-temanmu akan memahami keadaanmu sekarang." Anko mencoba membuat suasana hati Sakura menjadi sedikit tenang.

"Aku harap mereka akan berpikiran sepertimu."

"Sudah-sudah, kau harus fokus. Bagaimana kalau aku buat kau masuk 10 besar dalam ujian kelulusan, bagaimana?" Tawaran Anko.

"Mana mungkin, aku tidak percaya."

"Ayolah, kau harus percaya. Tapi, aku ingin kau juga harus giat." Bujuk Anko.

"Dan jika aku berhasil?" Ucap Sakura, merasa mereka seperti sedang membuat taruhan.

"Kau harus membuatkanku masakan terbaikmu."

"Dari mana kau tahu aku bisa masak?" Ucap Sakura, dia sedikit heran siapa yang memberitahukan Anko jika Sakura suka memasak.

"Sasuke sering cerita tentangmu padaku." Ucap Anko.

"Hoo, dasar tukang pamer istri." Sindir Sakura.

"Oh, jadi kau pikir aku sedang memamerkan istriku pada temanku, hn?" Ucap Sasuke yang baru saja ke ruang tengah dan mendengar percakapan mereka.

Sedikit terkejut dengan Sasuke yang tiba-tiba datang, Sakura langsung menutup mulutnya dan tidak ingin mengucapkan apa-apa lagi. Anko tertawa pelan melihat tingkah Sakura.

"Kau ada di rumah?" Tanya Anko, jarang-jarang dia akan bertemu Sasuke saat mengajar di rumah Sasuke.

"Hn, aku libur hari ini."

"Hmm. Hei, Sasuke, kau tahu, aku akan membuat istrimu masuk dalam 10 besar di ujian kelulusan nanti, ideku hebatkan." Ucap Anko.

"10 besar? Hmm, aku pikir kau harus membuatnya masuk dalam 5 besar, Anko." Ucap Sasuke dan berwajah serius.

Pukk..!

Anko menepuk buku cetak ke kepala Sasuke "Kau pikir apa? Istrimu sedang hamil dan kau mau membuatnya stres berat?" Ucap Anko.

Sakura tertawa dengan apa yang di lakukan Anko pada Sasuke, sangat jarang jika Sakura mendapati orang yang akan terang-terangan menegur Sasuke.

"Aku hanya bercanda." Ucap Sasuke. Menatap malas ke arah Anko dan mengusap kepalanya. Kebiasaannya memukul buku pada orang tidak pernah berubah sejak Sasuke bertemu Anko di sekolahan

.

.

OOO

.

.

"Sakura...! kami sangat-sangat merindukanmu!" Ucap Ino dan Temari bersamaan saat pintu rumah Sakura terbuka dan yang membukanya adalah Sakura. Mereka memeluk Sakura secara bergantian. Tidak bertemu Sakura beberapa minggu dan membuat mereka sudah sangat merindukannya. Bangku Sakura mulai kosong sejak perut Sakura sudah semakin membesar.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Ino.

Mereka sudah berada di ruang tamu dan bersantai di sana. Ino dan Temari sudah sepakat akan mengunjungi Sakura hari ini jika mereka sudah pulang sekolah.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana sekolah dan guru Iruka. Ahh... aku merindukan semuanya." Ucap Sakura.

"Sekolah aman-aman saja dan guru Iruka semakin semangat mengajar kami." Ucap Ino.

"Wajar saja, kita akan segera menghadapi ujian kelulusan." Ucap Temari.

"Bagaimana guru yang mengajarimu di rumah?" Tanya Ino.

"Dia sangat baik. Namanya Anko dan dia adalah teman sekolah Sasuke."

"Hoo, Sasuke punya teman yang bisa mengajar juga."

"Lalu teman Sasuke yang bernama Sai bagaimana?" Singgung Temari.

"Temari, untung saja kau mengingatkanku. Aku lupa berbicara hal ini pada Sakura." Ucap Ino

"Mengingatkan apa?" Tanya Temari.

"Kau ingin berbicara apa?" Tanya Sakura.

Ino malah tertawa mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Ino mulai bercerita pada mereka tentang Sai yang datang ke restoran yang menjebak mereka untuk bertemu. Lagi-lagi Sakura mendengar kata 'jebakan' pada ucapan Ino, tidak ada bedanya dengan Sai yang sama-sama mengucapkan kata itu. Padahal Sakura hanya berniat menyatuhkan mereka berdua. Ino sangat senang saat melihat Sai datang, namun wajahnya yang babak belur membuat Ino tidak bisa menahan tawanya. Sejujurnya Ino masih kesal dengan Sai yang tiba-tiba menghilang begitu saja. Dia juga ingin memukul Sai sekeras mungkin, namun setelah mendapat penjelasan tentang wajah putihnya yang sudah membiru membuat Ino tidak bisa berhenti tertawa. Sakura tidak tanggung-tanggung untuk memukul Sai. Tidak ada pengendalian diri dan Sakura memukulnya begitu saja. Ino berterima kasih pada Sakura sudah membalaskan rasa sakitnya pada Sai. Saat mereka berbicara, Ino meminta waktu untuk menenangkan diri beberapa minggu sebelum dia benar-benar siap untuk bertemu kembali dengan Sai.

Setelah beberapa minggu berlalu, mereka kembali bertemu dan Sai mengucap sesuatu pada Ino. Cukup membuat Temari dan Sakura terkejut.

"Uhm, Sai ingin menikahi ku setelah aku lulus." Ucap Ino malu-malu.

"Aku tidak percaya, bagaimana jika dia akan meninggalkanmu lagi?" Ucap Temari.

"Dia berucap, kalian bisa memotong kakinya jika akan kabur lagi." Ucap Ino berusaha meyakinkan kedua sahabatnya itu.

"Aku rasa Sai sungguh-sungguh padamu." Ucap Sakura. Dia sudah berbicara dengan Sai dan dia merasakan Sai tidak akan main-main pada Ino.

"Yaa, aku tidak sabar akan memotong kakinya saat dia mencoba meninggalkanmu lagi." Ucap Temari. Dia cukup serius dengan apa yang di ucapkan Ino.

Hening sejenak.

"Su-sudahlah. Oh, aku akan mengambilkan minuman untuk kalian." Ucap Sakura, mencoba membuat suasana antara Ino dan Temari menjadi sedikit tenang.

"Tidak perlu Sakura, kami akan mengambilnya sendiri." Ucap Temari.

"Kau cukup duduk dan kami akan membuatnya." Ucap Ino.

Tidak ingin merepotkan Sakura, mereka bertiga berjalan menuju dapur, Ino menyuruh Sakura duduk tenang dan mereka yang akan membuat minuman dan melayani diri sendiri, di dalam kulkas ada beberapa jus siap minum, minuman kalengan dan botol yang tidak memiliki kadar soda. Sasuke akan membuang semuanya jika mendapat minuman yang bersoda di dalam kulkas. Temari dan Ino tertawa mendengar ucapan Sakura tentang minuman bersoda.

Mengambil tiga gelas jus dan Sakura memberi arahan untuk Ino mengambil cookies yang berada di lemari atas. Minuman dan cemilan sudah siap, memilih duduk di ruang makan yang lebih sejuk dengan pintu belakang yang di biarkan terbuka dan jendela kaca yang cukup lebar di sebelah dinding dapur. Sakura cukup penasaran dengan kejadian di sekolah selama dia tidak ada. Ino sangat antusias menceritakannya, Temari memilih untuk menjadi pendengar dan menanggapi, Ino lebih baik dalam bercerita dari pada Temari.

"Aku akan ujian di sekolah." Ucap Sakura. Menatap ke arah gelas jusnya.

"Itu berita yang bagus." Ucap Ino. Dia terlihat senang.

"Tidak Ino, ini tidak bagus. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu Sakura." Ucap Temari. Dia bisa membaca keadaan Sakura hanya dari raut wajahnya saja.

"He? Maksudnya? Aku tidak paham, bukannya dengan begitu kita akan bersama lagi di sekolah?"

"Ino, Sakura sedang hamil dan dia tidak suka jika ke sekolah dengan keadaan seperti itu." Ucap Temari.

"Tenang saja, aku dan Temari akan menjagamu selama di sana, kau tidak perlu malu Sakura." Ucap Ino.

Temari merasa percuma jika berbicara dengan Ino yang terlihat bersemangat dengan kedatangan Sakura di sekolah jika ujian kelulusan. Sebenarnya Ino paham dengan keadaan Sakura, hanya saja Ino tidak ingin Sakura merasa semakin down dengan hal itu.

Merasa Sakura harus beristirahat, Temari dan Ino pamit pulang. Mereka sudah sangat senang bertemu dengan Sakura dan mengetahui keadaannya lebih sehat.

.

.

OOO

.

.

Beberapa hari ini, ibu dan ibu mertuanya akan selalu datang, mereka akan bergilir setiap seminggu sekali. Mereka benar-benar sangat senang dengan kehamilan Sakura, tidak segang-segang mereka akan datang hanya untuk membuat makanan bergizi pada Sakura atau membuatkan sesuatu yang sangat bagus untuk bayinya. Sakura merasa sedikit senang dengan hal ini, Mikoto dan Mebuki memberi perhatian lebih pada Sakura.

"Sasuke, seharusnya kau lebih perhatian pada istrimu dari pada kerjaan di kantoranmu." Tegur Mikoto saat mendapati Sasauke yang baru pulang kerja.

Hari ini Mikoto yang mengunjungi Sakura, mereka tengah bersantai di ruang keluarga. Sasuke yang biasanya akan langsung masuk ke kamarnya, tinggal lebih dulu di ruang keluarga, menyimpan tas kerjanya di samping sofa dan duduk di samping Sakura, meskipun dia butuh istirahat sekarang, Sasuke tidak ingin mendapat omelan dan sangat berhargai ibunya.

"Maaf bu aku-"

"-Tidak kok ibu, Sasuke sangat perhatian padaku jika dia berada di rumah." Ucapan Sasuke terpotong, Sakura hanya ingin membela Sasuke.

"Baiklah jika itu yang kau ucapkan Sakura, ibu hanya ingin Sasuke lebih memperhatikan istrinya yang sedang hamil."

Sakura tersenyum, Ibu mertuanya tidak terlalu banyak mengomel pada Sasuke. Memegang perlahan bahu Sasuke dan mengusapnya, dia tahu jika suaminya sangat lelah dan dia akan segera mandi jika sudah pulang. Sakura menyuruhnya untuk pergi ke kamar, dia akan menangani ibu mertuanya. Dengan sengaja Sakura berpindah tempat duduk di sebelah Mikoto dan ingin berbicara serius sambil menyuruh Sasuke untuk bergegas. Sasuke akhirnya bisa terlepas dari ibunya. Dia merasa sangat tidak enak jika tidak berada di sana dan ibunya sedang berbicara. Tapi, dia juga butuh untuk membersihkan diri dan istirahat. Sakura menjadi penolongnya hari ini.

Kunjungan Mikoto berakhir, dia akan pulang dan tidak menginap. Sebelum pulang, Mikoto akan menasehati Sasuke yang sudah jauh lebih segar dan mengantar ibunya bersama Sakura di depan gerbang. Jugo sudah menunggu untuk mengantar pulang Mikoto.

"Berkunjunglah ke rumah jika kalian sedang tidak sibuk." Ucap Mikoto.

"Iya, bu." Ucap Sakura.

"Hati-hati di jalan, bu." Ucap Sasuke.

Satu pelukkan dari Mikoto dan dia siap masuk ke dalam mobil. Jugo pamit kepada Sakura dan Sasuke. Melajukan pelan mobilnya ke arah jalan raya.

"Aku rasa semua perhatian mereka hanya tertuju padamu." Ucap Sasuke. Minggu lalu Sasuke akan bertemu Mebuki dan kembali bertemu ibunya, Mikoto.

"Aku pikir bukan padaku, tapi padanya." Ucap Sakura, mengelus perlahan perutnya.

"Apa kau iri?"

"Iri? Tidak, aku pikir dia mungkin pantas mendapatkannya dari nenek-neneknya." Ucap Sakura dan tertawa pelan.

"Ahk, baiklah. Jika mereka memberi perhatian pada dia, aku akan memberi perhatian lebih padamu. Apa sudah impas?"

"Jangan menggombal Sasuke. Uhm... Sebaiknya kita masuk, cukup dingin di luar sini." Ucap Sakura, merangkul manja lengan Sasuke dan mengajaknya masuk ke dalam.

"Hn."

.

.

OOO

.

.

Sakura akan giat belajar dan cukup membuat Anko sangat senang. Beberapa mata pelajaran mulai di pahami Sakura, jika dia bingung, Sakura akan kembali bertanya hingga dia memahaminya.

Pagi hingga siang akan di habis Sakura dengan belajar, malam harinya dia akan cepat tertidur meskipun harus selalu di ingatkan Sasuke untuk makan malam sebelum tidur.

"Sasuke." Panggil Sakura.

Sudah jam 2 pagi dan Sakura terbangun, dia ingin ke dapur dan membangunkan Sasuke. memintanya untuk menemaninya ke lantai bawah.

"Sasuke." Panggil Sakura lagi sambil sesekali mengguncangkan pelan tubuh suaminya yang masih tertidur lelap.

"Hn? Ada apa Sakura?" Ucap Sasuke, suaranya terdengar sangat serak, berusaha membuka matanya dan segera sadar dari tidur nyenyaknya.

"Aku ingin sesuatu yang manis." Ucap Sakura. Dia merasa tidak enak jika membangunkan Sasuke, tapi dia tidak cukup berani untuk turun sendirian di jam sepagi ini.

"Ah baiklah." Ucap Sasuke. Menyesuaikan pikirannya sebelum benar-benar turun dari kasur empuknya. Sakura sudah berdiri di sisi kasur dan menunggu Sasuke untuk bangun.

Bangun perlahan, mengacak rambut belakangnya dan mulai turun dari kasur. menggenggam tangan Sakura dan menuntunnya untuk keluar kamar, berjalan menyusuri tangga dan berakhir di dapur. Sakura duduk di kursi dan menunggu sesuatu yang akan di ambilkan Sasuke.

Membuka kulkas dan mencari makanan yang manis. Sasuke memilih apel, mengambil sebuah dan pisau. Sasuke sudah duduk di kursi, mulai memotong buah apel. Sakura senantiasa memperhatikan Sasuke yang terkesan lucu, wajahnya masih terlihat mengantuk tapi Sasuke berusaha untuk tetap terjaga dan melayani Sakura.

"Cobalah ini." Ucap Sasuke, menaru potongan-potongan apel itu pada piring dan menyuapi sepotong pada Sakura. "Bagaimana? Apa ini manis?" Lanjut Sasuke, berharap pilihannya jauh lebih baik dari pada Sakura harus memakan sesuatu yang berat di jam segini.

"Uhm, ini sangat manis." Ucap Sakura. Rasa manis pada buah apel itu sudah cukup membuat rasa ngidamnya terbayar.

Sasuke menunggu Sakura selesai dengan mengunyah potongan apelnya dan akan kembali menyuapinya. Membuat Sakura lebih mudah memakan buahnya tanpa harus mengotori tangannya. Sasuke bisa melakukan ini dengan baik. Rasa ngantuknya sedikit hilang melihat Sakura yang sangat senang di manjakan olehnya.

"Sudah cukup." Ucap Sakura saat Sasuke akan kembali menyuapinya.

"Akan ku ambilkan air minum." Ucap Sasuke.

Sakura menggangguk dan menunggu Sasuke menyimpan sisa potongan buah apel ke dalam kulkas, membersihkan pisau dan menyimpannya kembali pada tempatnya. Sasuke memberikan segelas air pada Sakura, dia meneguknya perlahan hingga setengah dan menyimpan gelasnya di atas meja.

"Sudah?" Tanya Sasuke, memastikan jika Sakura sudah cukup dengan makanan manisnya.

Kembali Sakura menggangguk. Sasuke berdiri di samping Sakura untuk menunggu berdiri. Sakura tidak berdiri dan malah memeluk pinggang Sasuke.

"Maaf membuatmu repot." Ucap Sakura.

"Tidak. Aku tidak merasa repot sama sekali." Ucap Sasuke dan mengelus perlahan puncuk kepala Sakura. "Sebaiknya kau segera tidur."

"Hmm." Gumam Sakura.

Kembali tangan Sakura akan di genggam Sasuke dan di tuntunnya untuk kembali ke kamar.

Mereka sudah berada di atas kasur, Sasuke akan mencoba tidur, belum sempat menutup matanya. Terdengar lagi suara panggil dari Sakura.

"Hn?"

"B-bisa kita bicara?" Ucap Sakura, sedikit takut jika mengganggu Sasuke yang akan mulai tidur kembali.

"Ah, bicaralah." Ucap Sasuke. Berbering ke arah sebelah kanan agar bisa melihat Sakura. Begitu juga dengan Sakura yang berbaring ke arah kiri untuk melihat Sasuke.

"Apa kau yang membuat Tayuya di skors?"

"Secara tidak langsung, iya."

"Secara tidak langsung?"

"Uhm. Mereka tidak akan berani lagi membuat masalah di sekolah."

"Jangan sakiti mereka."

"Tidak, mereka tidak akan di sakiti. Aku cukup penasaran dengan awal masalah kalian berdua."

"I-itu hanya masa lalu."

"Aku rasa kita sudah sepakat tidak ada hal di sembunyikan." Ucap Sasuke. Dia terlihat cukup serius dengan pembacaraan ini.

Sakura terdiam sejenak menatap Sasuke, lebih tepatnya menatap mata kelam Sasuke, dia menuntut sebuah kejujuran di sana. Menghela napas sejenak dan Sakura mulai menceritakan saat dia masih berada di sekolah menengah pertama. Dia bertemu Tayuya yang sekelas dengannya. Saat Sakura duduk di kelas dua. Seorang murid laki-laki, seniornya, mengutarakan perasaannya pada Sakura, namun hanya di jawab 'maaf aku tidak bisa'. Sakura merasa itu adalah hal yang biasa dan wajar saja jika seseorang tidak bisa memiliki perasaan yang sama. Tanpa di ketahui oleh Sakura, murid laki-laki yang di tolaknya adalah kakak Tayuya. Kakak Tayuya adalah orang yang terlalu berlebihan dalam berpikir dan sangat-sangat terobsesi pada Sakura. Dia bahkan tidak masuk beberapa hari hanya untuk menghindari melihat Sakura. Tayuya yang melihat keadaan kakaknya merasa tidak terima dan selalu mencari masalah dengan Sakura untuk membalas sikap Sakura. Tayuya menjadi memiliki sikap menindas dan membully saat dia sekelas dengan Sakura. Memasuki sekolah konoha gakuen. Sikap Tayuya semakin menjadi-jadi. Sakura kembali menceritakan tentang dirinya yang sampai di skors seminggu gara-gara memukul Tayuya dan teman-temannya. Tayuya sudah cukup keterlaluan. Tidak cukup membuat masalah pada Sakura, dia mengganggu Temari dan Ino. Bahkan murid-murid lain agar dia bisa menjadi murid yang menguasai Konoha gauken. Sakura merasa cerita ini sangat berlebihan, tapi itu adalah kenyataan yang Sakura tidak ingin ingat kembali.

"Siapa nama kakak Tayuya?" Ucap Sasuke. mengubah posisinya menjadi tidur terlentang.

"Kimimaro." Ucap Sakura. "Menurutmu apa aku salah? Aku benar-benar tidak menyukainya." Hening. Sakura merasa tidak ada ucapan apa-apa lagi yang keluar dari mulut Sasuke. Di tengoknya ke arah Sasuke, dia sudah kembali tertidur. Sakura tersenyum, mengucap singkat bibir suaminya dan kembali tidur.

.

.

OOO

.

.

Dua bulan kemudian, hari ujian kelulusan. Di tetapkan 3 hari ujian akan berjalan. Sedikit gugup dan wanita itu masih berada di dalam mobil. Sesekali dia akan menoleh ke arah luar di jendela mobil yang kacanya masih tertutup, sesekali dia akan menoleh ke arah suaminya yang masih berusaha meyakinkannya untuk keluar dari mobil.

"Sasuke." Wajah Sakura terlihat begitu tidak yakin.

"Kau harus bisa, Sakura. Aku tidak ingin melihat kau tidak lulus dan seperti putus sekolah."

"Aku, uhm, aku sedikit malu." Ucap Sakura menundukkan wajahnya.

"Baiklah, aku akan mengantarmu sampai ke kelas."

"Tidak mau! Itu akan jauh lebih memalukkan Sasuke."

"Jadi? Sampai kapan kau akan terus-terusan di mobil, 15 menit lagi ujian akan di mulai."

Sakura terdiam, wajahnya masih tertunduk, menatap perutnya dan menatap tangan Sasuke yang masih senantiasa menggenggam tangannya untuk membuatnya sedikit rileks. Sakura tahu, Sasuke tidak ingin dia menjadi stres dengan ujian di sekolah.

Tok tok tok

Dua orang gadis yang sudah hapal mobil sedan itu, mengetuk perlahan kaca mobil, seakan mengajak Sakura untuk keluar. Sakura mengangkat wajahnya, menatap kedua sahabatnya, membuka pintu mobil dan masih belum juga beranjak dari tempat duduknya.

"Biar kami yang menjaganya." Ucap Ino meminta dengan pelan Sakura untuk turun dari mobil.

"Ah, aku mengandalkan kalian, tolong jaga mereka." Ucap Sasuke. Dia merasa sangat terbantu, akhirnya Sakura mau keluar dari mobil meskipun dia masih terlihat sangat canggung untuk keluar.

Sakura menoleh ke arah Sasuke dan berusaha untuk tersenyum, mengangkat kedua tangannya sebatas dada dan mengepalnya, seperti sebuah isyarat Sakura ingin mengucapkan 'Aku akan berusaha'. Sasuke tersenyum melihat tingkah Sakura dan mengangguk pelan.

Mobil Sasuke sudah melaju ke arah jalan raya. Sakura masih mematung menatap mobil Sasuke yang mulai tidak terlihat oleh kendaraan lain yang menghalangi pandangan Sakura.

"Kita akan terlambat jika kau tetap di sini." Ucap Temari.

"Uhm."

Sakura mengikut Temari dan Ino. Dia seperti di kawal oleh mereka. Ino berada di kiri dan Temari berada di kanan. Masuk ke gerbang dan mulai berjalan di koridor. Sakura sudah sangat malu dan sedikit menundukkan wajahnya. Dia bisa tahu kalau beberapa murid tengah membisikkan sesuatu, mungkin menceritakan tentang dirinya yang sedang hamil dan masih berada di sekolah.

"S-sudah sebesar ini? wah Sakura selamat yaa." Ucap salah seorang murid.

Sakura mengangkat wajahnya dan menatap beberapa murid mendatanginya bahkan mereka tersenyum bahagia melihat Sakura. Beberapa di antara mereka teman sekelas Sakura dan yang lainnya kelas lain. Mereka sedikit ribut dengan ucapan-ucapan.

'Selamat'

'Perempuan atau Laki-laki'

'Apa tidak susah membawanya'

'Besar yaa'

'Bagaimana rasanya ngidam?'

'Apa kau mual-mual juga?'

'Apa sekarang dia akan bergerak-gerak di dalam?'

'Sudah berapa bulan?'

Sakura tersenyum malu menanggapi setiap ucapan teman-teman kelasnya itu. Pikiran negatif sebelum masuk sekolah selalu saja menghantui pikirannya. Tapi itu hanyalah pikiran Sakura. Kenyataan, dia di terima baik oleh teman-teman sekolahnya.

Suasana hatinya mulai tenang, tidak seperti saat dia baru masuk, serasa tegang dan membuat Sakura merasa sangat tidak nyaman saat masuk melewati pintu. Dia harus berusaha untuk ujian tiga hari ini. Anko sudah bekerja keras untuk membuatnya bisa memahami setiap mata pelajaran. Dia tidak ingin mengecewakan guru sekaligus orang yang sudah di anggapnya sebagai sahabat.

Untung saja mereka satu kelas, Ino sudah membantu Sakura duduk di kursinya dan berjalan duduk ke kursinya, Temari sudah duduk dan mereka siap untuk mengikuti ujian. Seorang guru masuk bersama dua orang pengawas. Mereka membawa lembaran ujian dan memulai ujiannya

Ujian hari pertama berlalu dengan cepat. Semua murid sudah berhenti mengerjakan soalnya di jam terakhir dan menunggu pengawas mengambil lembaran mereka. Beberapa murid mulai bisa bersantai setelah pengawas dan guru mereka keluar.

"Ahkhirnya. Berharap jawabanku akan benar, aku sudah belajar keras untuk ujian hari ini." Ucap Ino. Sudah berdiri tepat di samping meja Sakura.

"Bagaimana Sakura? Apa merasa kesulitan?" Tanya Temari.

"Uhm, lumayan." Ucap Sakura.

Ino dan Temari cukup terkejut dengan respon Sakura. hari ini adalah mata pelajaran yang paling di benci Sakura. Namun wajahnya tidak menandakan dia kesulitan dengan ujian di hari pertama. Biasanya dia akan menjawab 'sangat sulit' atau mengeluh 'kepalaku sakit gara-gara soal ini'.

"Sakura! Apa yang guru di rumahmu lakukan? Kau terlihat begitu santai." Ucap Ino, dia sangat penasaran dengan cara pengajaran guru Sakura.

"Ah? Dia biasa saja mengajar, seperti guru Iruka tidak ada bedanya, bahkan dia akan memarahiku jika aku salah." Ucap Sakura, mengingat Anko yang akan selalu memarahinya jika jawabannya salah.

"Sasuke tidak melarangnya memarahimu?" Tanya Ino lagi.

"Melarang?" Sakura tertawa hambar, bahkan Sasuke pun akan memarahi jika dia salah, 11-12 dengan Anko, cara mengajar mereka benar-benar seperti belajar militer. "Tidak. Sasuke malah mendukungnya." Ucap Sakura.

"Uhm.. tidak ada bedanya yaa.." Ucap Ino.

"Mungkin Sakura jauh lebih fokus saat belajar di rumah." Ucap Temari.

"Iya sih, fokus, hanya saja aku jenuh jika tidak belajar bersama kalian." Ucap Sakura, sedikit menyampaikan curhatnya selama belajar di rumah.

"Sakura. Suami mu mencarimu." Ucap seorang murid yang berjalan masuk ke kelas.

"Oh baiklah." Ucap Sakura. Setelah murid penyampaian pesan Sasuke itu keluar. "Apa-apaan sih dia. Aku bukan anak TK yang akan takut jika di tinggal di sekolah." Ucap Sakura, dia semakin malu jika Sasuke harus memperlakukannya seperti itu di sekolah.

"Sudahlah, dia hanya khawatir jika terjadi sesuatu padamu. Kau sekarang sudah hampir memasuki masa kelahiran, wajar kan." Ucap Temari.

"Uhm. Ya sudah. Ayo pulang." Ucap Sakura.

Ino dan Temari membantu Sakura berdiri dan mereka mulai berjalan keluar bersama. Sesampainya di depan gerbang, Sasuke sudah menunggu dengan berdiri santai tanpa terusik dengan murid-murid gadis yang lewat dan memperhatikannya, mereka terlihat berisik girang jika sudah melewati Sasuke.

"Jika suami adalah murid di sini, dia akan menjadi pujaan di sekolah ini." Canda Ino.

"Bahkan ibu-ibu di supermarket pun meliriknya." Curhat Sakura.

Temari menjadi pendengar yang baik. Dia cukup merasa lucu dengan pembahasan Sakura dan Ino.

"Sudah selesai?" Tanya Sasuke, mendapati Sakura dan kedua sahabatnya sudah berdiri di hadapannya.

"Uhm, sudah." Ucap Sakura.

"Baiklah, kami duluan yaa, daah Sakura." Ucap Temari dan Ino.

"Terima kasih untuk hari ini." Ucap Sasuke.

"Tidak perlu berterima kasih. Sakura sahabat kami dan kami wajib menjaganya. Dah" Ucap Temari. Menarik Ino sebelum dia bertanya tentang Sai di Sasuke. Mereka akan tinggal lama jika Ino berbicara.

Sasuke mengajak Sakura berjalan ke mobil, membukakan pintu untuk Sakura, Setelah Sakura masuk, Sasuke berjalan pelan ke sisi sebelah mobil dan masuk ke dalam, menyalakan mesin mobil dan mulai melajukan kendaraannya.

"Sasuke."

"Hn?"

"Aku ingin ramen Ichiraku."

"Kau ingin makan di luar?"

"Uhm."

"Baiklah. Tapi, kau hanya boleh memesan satu porsi."

"Satu porsi untukku dan satu porsi untuknya." Ucap Sakura dan tersenyum lebar.

"Kau harus mengontrol asupan makananmu, Sakura."

"Iya-iya, hanya kali ini saja. Lagi pula aku pikir ini adalah permintaannya."

"Ahh, aku menyerah. Makanlah sesukamu." Ucap Sasuke. Dia tidak ingin melarang keinginan makan Sakura. Meskipun harus di kontrol, Sakura tetap ingin memakan makanan yang selalu saja menjadi keinginan.

Tidak menunggu lama, mobil mereka sudah terparkir di parkiran warung ramen Ichiraku. Sakura dan Sasuke sudah memesan dua porsi. Mungkin jika Sakura masih menginginkannya, Sasuke akan memesankannya. Berpikir jika Sakura akan makan sampai dua porsi, Kali ini Sasuke yang harus menghabiskan dua mangkok ramen. Sakura hanya memakannya sedikit dan setelah itu dia tidak menginginkannya.

"Ayo Sasuke, tinggal sedikit." Sorak Sakura. Memberi semangat untuk Sasuke yang harus memakan dua mangkok ramen. Tinggal mangkok milik Sakura yang harus di habiskannya.

"Ini bukan tanding makan banyak Sakura." Protes Sasuke. Dia sudah mulai kekeyangan dengan porsinya sendiri dan harus memakan porsi milik Sakura.

Selesai. Sasuke hanya menghabiskan mienya dan tidak bisa lagi meminum kuahnya. Dia sudah sangat-sangat kekeyangan dan hal itu menjadi hiburan untuk Sakura. Dia merasa sedikit di kerjain, tapi mungkin keinginan Sakura sudah hilang saat mulai mencicipi ramennya, untung saja Sasuke tidak memesan tiga mangkok dan dia harus menghabiskan tiga mangkok ramen sendirian.

"Apa kau sudah puas nyonya?" Ucap Sasuke dengan sedikit penekanan pada kata 'puas'nya. Sakura mengangguk dan tertawa pelan.

.

.

OOO

.

.

Tiga hari berlalu setelah ujian kelulusan berakhir. Sakura mengajak Ino dan Temari untuk merayakan selesainya ujian mereka dengan mendatangi cafe tempat biasa mereka ngumpul. Sasuke di paksa bekerja oleh Sakura, dia tidak ingin di manjakan setiap harinya. Sakura merasa Sasuke juga harus mengurus perusahaannya lagi pula ibu mertuanya sedang tidak berkunjung dan Sasuke tidak akan mendapatkan omelan.

"Setelah ini kalian akan lanjut dimana?" Tanya Sakura. Sambil mencicipi kue yang di pesannya.

"Aku tetap akan di konoha dan kuliah di universitas konoha." Ucap Temari.

"Kalau aku, menunggu keputusan Sai. Kalian tunggulah undanganku yaa." Ucap Ino, terlihat bersemangat menunggu beberapa minggu untuk mengadakan acara pernikahannya bersama Sai.

"Uhm, tapi aku rasa kau harus juga masuk universitas." Saran Temari.

"Iya, aku akan kuliah juga kok. Bagaimana dengan mu Sakura?" Ucap Ino.

"Aku? Uhm... setelah dia bisa di tinggal, aku akan kuliah, mungkin telat setahun tidak apa-apa kan. Aku ingin menjaga dan merawatnya dulu." Ucap Sakura.

"Sakura, kau semakin dewasa saja." Ucap Ino, merasa sangat tersentuh dengan ucapan Sakura. Dia ingin menjadi ibu yang baik sebelum melanjutkan pendidikannya.

"Ah, itu bagus juga. Kami akan sering-sering mengunjungimu jika ada waktu senggang." Ucap Temari.

Mereka mulai bercerita dan mengulang semua kejadian dari awal masuk sekolah. Bernostalgia dengan keadaan mereka saat masuk ke konoha gakuen, dari yang tidak mengenal sampai akrab dan menjadi sahabat hingga mereka akan lulus, semua cerita-cerita mereka akan menjadi kenangan saat mulai melepaskan masa-masa sekolah mereka.

.

.

OOO

.

.

Pengumuman kelulusan.

Semua murid sibuk berdiri di depan papan pengumuman, melihat satu persatu nama yang tercantum di sana. Mereka berharap semua murid konoha gakuen lulus semua.

Sakura berdiri cukup jauh dari kerumunan murid-murid yang berdiri di depan papan. Ino sudah sibuk paling depan mencari nama mereka, sedangkan Temari menjaga Sakura. Di depan papan pengumuman terlalu ramai dan berdesak-desakan. Sakura di larang Temari untuk ke sana, dia akan jauh lebih aman beberapa meter dari papan pengumuman. Tidak lama kemudian Ino datang dengan ngos-ngosan, dia cukup terhimpit di sana dan sangat ramai, Ino harus bersusah payah sampai ke depan untuk melihat.

"Kita lulus." Ucap Ino girang. Mereka bertiga berteriak histeris setelah mendengar ucapan Ino. "Sakura. Apa kau tahu. Namamu ada di urutan ke 7. Kau masuk 10 besar!" Ucap Ino. Dia merasa tidak percaya dengan perkembangan Sakura yang jauh lebih pesat.

"Urutan ke 7?" Sakura mengulang ucap Ino, dia bahkan tidak percaya jika usaha Anko akan berhasil sejauh ini.

"Kau hebat Sakura." Ucap Temari, salut dengan perubahan Sakura, meskipun dia sedang hamil, pelajarannya tidak pernah di tinggalkannya.

Masih dalam suasana yang menggembirakan. Mereka sangat senang dengan hari ini.

"Sakura." Ucap seseorang.

Ino, Temari, dan Sakura terdiam. Mereka terdiam dan memandang sedikit tidak suka dengan siapa yang mendatangi mereka dan menyapa Sakura.

"Ada apa? Kau mau cari masalah lagi?" Ucap Ino, dia masih memendam amarahnya pada Tayuya.

"Aku hanya ingin bicara dengan Sakura." Ucap Tayuya.

"Kami tidak akan membiarkanmu membawanya. Kau tidak bisa di percaya." Ucap Temari.

"Aku akan membawa Sakura ke Sasuke. Jika kalian tidak percaya kalian bisa mengikuti kami dari belakang. Tapi, aku hanya butuh Sakura untuk berbicara dengannya." Ucap Tayuya, dia terlihat cukup serius.

"Apa ini hanya akal-akalanmu saja?" Ucap Ino. Merasa jika Tayuya akan kembali menjebak Sakura.

"Tidak. Sakura, aku benar-benar ingin berbicara denganmu." Ucap Tayuya.

Sakura terdiam sejenak. Mendapati ada sedikit perubahan dari raut wajah Tayuya yang biasanya akan terlihat sangat-sangat menyebalkan. Tayuya di skors sebulan. Dia sudah masuk sekolah tapi masih tidak berniat untuk berbicara dengan Sakura.

"Baiklah. Aku percaya padamu." Ucap Sakura.

"Sakura. Kau tidak boleh mempercayainya begitu saja." Ucap Ino.

"Tenanglah. Aku akan baik-baik saja. Seperti kata Tayuya, kalian boleh mengikuti kami dari belakang jika ingin memastikan." Ucap Sakura, mencoba menenangkan kedua sahabatnya itu.

Ino dan Temari terdiam. Membiarkan Tayuya membawa Sakura pergi. Mereka mengikutinya setelah Tayuya dan Sakura cukup jauh. Mereka berjalan ke luar gerbang. Di sana ada Sasuke yang sedang berdiri bersama seorang pria yang memilliki raut wajah seperti Sasuke, datar dan tidak memiliki ekspresi. Dia menatap Tayuya dan Sakura yang berjalan ke arah mereka. Temari dan Ino berhenti dari kejauhan. Mereka tidak bisa mendekat karena ini permintaan Tayuya yang hanya ingin berbicara dengan Sakura.

Sakura merasa tidak bisa percaya, dia akan kembali bertemu seseorang yang dulu di tolaknya.

"A-ada apa ini?" Sakura cukup bingung dengan keadaan ini. Sasuke berdiri di samping seniornya.

"Lama tidak jumpa Sakura. Tapi, aku biasa melihat mu masuk begitu saja ke dalam ruangan bosku." Ucap Kimimaro. Ekspresi yang sama namun terlihat jauh lebih dewasa.

Sakura terkejut. Kimimaro mengucapkan 'bos'. Sakura sendiri bingung, bos siapa yang di maksudkan Kimimaro.

"Bos? Siapa?" Ucap Sakura. Dia semakin bingung.

"Oh, maaf membuatmu bingung. Aku bekerja di perusahaan Uchiha. Uchiha Sasuke adalah bosku." Jelas Kimimaro.

Sakura menatap ke arah Sasuke yang terlihat santai dan masih terdiam. Sakura ingin penjelasan dengan apa yang terjadi sekarang. Kenapa Sasuke bersama Kimimaro dan kenapa Tayuya datang padanya.

"Aku ke sini untuk meminta maaf atas kelakuan Tayuya. Dia tidak seharus berbuat jahat padamu. Mungkin dulu adalah hal yang konyol. Aku hanya perlu menenangkan diri." Ucap Kimimaro yang merasa dia masih labil dalam tindakannya hanya gara-gara tidak bisa mendapatkan seseorang yang sangat di sukainya.

"Maaf, aku tidak bermaksud untuk balas dendam. Aku hanya ingin kau berbuat baik pada kakak ku dengan tidak mengacuhkannya." Ucap Tayuya. Dia sangat malu jika harus mengakui kesalahannya, namun Kimimaro sudah menasehatinya baik-baik, jika dia sudah menerima keadaannya saat Sakura tidak bisa menerima pernyataan cintanya.

"Aku membawanya untuk menyelesaikan masalah kalian." Sasuke akhirnya berbicara.

Sakura terdiam dan menghela napas sejenak. Hari ini Kimimaro ingin menyelesaikan masalah ini bersama adiknya yang terlalu menyayangi kakaknya. Kimimaro merasa tidak enak pada Sasuke saat Sasuke menceritakan semua kelakuan Tayuya di sekolah. Kimimaro bahkan tidak keberatan jika Tayuya di skors. Pergaulan Tayuya yang tidak di kontrol. Membuat Tayuya menjadi gadis yang tidak bisa di atur dengan sikapnya yang hanya ingin bersenang-senang dengan menindas teman-temannya di sekolah.

"Su-sudah, aku sudah minta maaf, antar aku pulang sekarang." Ucap Tayuya pada kakaknya. Wajahnya memerah. Dia sudah sangat malu.

"Tunggu, Sakura belum memaafkanmu." Ucap Kimimaro. Merasa Sakura belum berbicara setelah dia dan Tayuya mengucapkan 'maaf' padanya.

"Aku maafkan kok. Sudah tidak apa-apa. Aku senang jika masalah ini tidak berlarut-larut." Ucap Sakura dan tersenyum. Hal ini memang yang inginkan Sakura. Dia tidak ingin berdebat lagi dengan Tayuya dan merasa setiap bertemu Tayuya serasa mereka berada di medan perang.

"Selamat atas kelulusanmu, aku pulang." Ucap Tayuya dengan nada tegas namun wajahnya benar-benar memerah karena malu. Dia bahkan jalan lebih dulu meninggalkan kakaknya yang pamit pada Sakura dan Sasuke.

Ino dan Temari yang sedikit mendekat dan menguping merasa lebih legah, Tayuya hanya ingin minta maaf. Mereka tidak perlu was-was lagi jika Sakura akan di apa-apakan Tayuya.

"Ino." Panggil Seseorang.

Ino melihat ke samping dan mendapati seseorang yang sudah sangat di rindukannya, seminggu mereka tidak bertemu dan hanya berhubungan lewat ponsel. Sai terlalu sibuk dengan pekerjaan dan tidak sempat untuk bertemu dengan calon istrinya. Ino berlari pelan dan memeluk Sai. Dia sangat-sangat merindukannya.

"Aku dari tadi mencarimu." Ucap Sai.

"Maaf, aku tadi sedang berbicara sesuatu dengan Temari." Ucap Ino.

"Kalian berbicara tapi terlihat seperti sedang menguping." Ucap Sai.

"Ti-tidak. Kami sedang berbicara kok. Benarkan Temari?" Ucap Ino menoleh ke arah tempat mereka bersembunyi dan tidak melihat Temari di sana. "Ha? Temari di mana?" ucap Ino, sibuk melihat ke sana ke mari dan tidak mendapati sosok Temari.

Sementara Ino sibuk mencari Temari. Temari sendiri sedang berjalan di koridor. Dia lupa jika menaruh tasnya di dalam kelas. Temari juga merasa Ino perlu bersama Sai. Dia sudah cukup lelah mendengar setiap curhatan Ino tentang Sai yang sibuk bekerja dan sulit untuk bertemu dengannya.

Langkah Temari terhenti. Di depannya sedang berdiri seorang murid yang bisa di katakan dia sangat mengenalnya.

"Selamat atas kelulusanmu." Ucapnya. Wajahnya terkesan tegas dan cuek. Tapi itu adalah ciri khasnya.

"Uhm. Selamat juga atas kelulusan dan peringkat pertamamu." Ucap Temari.

"Kau melihatnya?"

"Hmm."

Wajah murid cowok itu berubah menjadi tidak tenang dan merasa gugup. "Jadi. Apa kau ada waktu luang untuk minggu ini? Aku sudah tidak punya kesibukan lagi untuk belajar." Ucapnya. Wajahnya mengarah entah kemana. Menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal dan sedikit rona merah pada wajahnya.

"Tumben kau mengajakku pergi. Tidak biasanya." Ucap Temari. Sedikit curiga.

"Hanya kebetulan saja kan." Murid itu menjadi bingung harus mengucapkan apa lagi. Jika dia pintar dalam semua mata pelajaran, tapi tidak jika menghadapi seorang gadis. Hening sejenak. Akhirnya dia kembali berbicara. "Jadi?"

Temari terlihat sedang berpikir untuk menerima ajakkannya atau tidak. "Baiklah. Aku rasa kau harus mentraktirku karena peringkat kelulusan terbaikmu." Ucap Temari.

"Iya-iya, aku akan mentraktirmu."

Temari kembali berjalan dan di temani murid cowok itu. Shikamaru Nara. Dia mengetahui Temari yang mempunyai perasaan padanya. Hanya saja Shikamaru menunggu waktu yang tepat untuk berbicara serius dengan Temari. Mungkin setelah jalan-jalan bersama, Shikamaru akan menyatakan perasaannya juga pada Temari.

.

.

OOO

.

.

Sesuai janji, Sakura akan membuatkan masakan untuk Anko. Mereka tengah makan siang bersama. Anko sendiri tidak percaya jika Sakura akan berhasil, dia sedikit putus asa jika Sakura akan langsung melupakan apa yang di ajarkannya.

"Kau hebat Sakura." Puji Anko.

"Hehehe, biasa aja. Aku sangat berterima kasih padamu." Ucap Sakura.

"Seharusnya kau membuatnya masuk 5 besar, Anko." Sasuke masih membahas hal itu.

"Sasuke jangan membuatku melempar sendok ini padamu." Ancam Anko.

Sakura tertawa melihat mereka. Lagi-lagi Sasuke akan membuat Anko meledak dengan lolucon yang di anggap serius oleh Anko.

"Ahk! Perutku sakit. Sasuke!" Ucap Sakura. Wajah terlihat begitu merasakan sakit yang tiba-tiba melanda perutnya.

Sasuke terkejut dan segera berhenti makan. Menghampiri Sakura yang masih berucap sakit pada perutnya. Anko menyuruh Sasuke untuk segera membawanya ke rumah sakit. Sasuke menggendong Sakura dan membawanya masuk ke dalam mobil, Anko menemani Sakura di kursi belakang dan berusaha untuk menenangkan Sakura yang tidak bisa menahan rasa sakitnya. Bahkan Sakura sudah berkeringat dan seperti merasa akan ada yang keluar di bawah. Sasuke segera melajukan mobilnya dengan cepat.

Tiba di rumah sakit, Sakura segera di bawa ke ruang persalinan. Sasuke menghubungi orang tuanya dan mertuanya. Mereka akan tiba setengah jam di rumah sakit. Anko duduk menunggu dan Sasuke hanya mondar mandir gelisah. Yang di ingatnya hanya teriakan Sakura yang merasa kesakitan. Dia tidak tahu jika wanita yang akan melahirkan bisa merasa sakit yang bahkan Sasuke sendiri merasa itu benar-benar sakit.

"Tenanglah, dia akan baik-baik saja." Anko mencoba menenangkan Sasuke.

"Ah. Aku harap dia akan baik-baik saja." Sasuke berusaha menenangkan dirinya.

Setengah jam berlalu orang tua Sasuke dan mertuanya sudah datang. Namun dokter belum juga keluar memberi kabar. Menurut Sasuke ini sudah terlalu lama. Selalu saja yang terlintas di pikirannya, Sakura akan sangat kesulitan dalam persalinan. Menunggu dalam keadaan yang tidak pasti, Sasuke kembali tidak bisa tenang. Berkali-kali Mikoto akan mengusap punggung anaknya itu untuk membuatnya rileks. Tak lama kemudian, Seorang dokter keluar dan membuat Sasuke sedikit lega.

"Kami membutuhkan suaminya untuk di dalam." Ucap dokter itu.

"Aku suaminya." Ucap Sasuke.

Dokter itu mengajak Sasuke masuk. Sebelum memasuki ruangan persalinan Sasuke harus menyimpan barang-barang berlogamnya, memasuki ruangan pensterilan dan memakai baju yang mirip di gunakan dokter. Di ranjang Sakura masih terbaring. Wajahnya pucat namun masih memperlihatkan senyumnya.

"Ada apa dokter?" Tanya Sasuke. Dia bahkan tidak mendengar suara bayi.

"Istri anda ingin di temani, tenanglah. Dia masih dalam tahap pembukaan, bayinya masih tetap aman. Cobalah untuk berbicara denganya." Ucap dokter itu, meninggalkan Sasuke dan Sakura di dalam, mereka menunggu untuk Sakura berkontraksi lagi.

"Hei. Kau baik-baik saja?" Ucap Sasuke, menarik sebuah kursi dan duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan Sakura.

Sakura mengangguk. Dia merasa jauh lebih baik dari pada saat datang ke rumah sakit.

"Kau tahu, aku benci rumah sakit." Ucap Sakura, suaranya terdengar serak, sepertinya dia sudah berteriak sekeras mungkin.

"Kenapa?"

"Rumah sakit membuatku bosan."

Sasuke tersenyum dan mencium punggung tangan Sakura.

"Aku akan menemanimu. Mereka sedang menunggumu di luar."

"Mereka harus bersabar, dia masih malu untuk keluar." Canda Sakura.

"Maaf sudah membuatmu dalam kesulitan. Kau terbilang masih sangat muda Sakura. maaf, aku benar-benar minta maaf." Ucap Sasuke. Dia merasa sangat bertanggung jawab dengan keadaan Sakura yang hamil muda.

"Seperti kata Ino, anggap saja ini adalah sebuah kecelakaan yang tidak mungkin terhindar." Ucap Sakura. Dia tidak ingin Sasuke menyesali hal yang sudah di perbuatnya. Walaupun Sakura harus selalu merasa kesulitan, namun semua perhatian Sasuke, membuatnya merasa sangat bahagia. "Aku akan baik-baik. Sasuke, tolong panggilkan dokter, aku rasa dia akan keluar." Ucap Sakura.

Sasuke bergegas memanggil dokter. Seorang dokter dan dua orang perawat sudah datang. Sakura berusaha untuk mendorongnya keluar. Obat yang di beri dokter tadi sangat ampuh membuat Sakura tidak kesulitan. Suara jeritan seorang bayi perempuan membuat Sakura merasa lega, akhirnya persalinan Sakura berjalan lancar.

.

.

OOO

.

.

Setahun berlalu.

"Sasuke! kau tidak membangunkanku!" Teriak Sakura. dia hampir terlambat untuk mengikuti ujian masuk di universitas konoha.

"Aku pikir kau sudah bangun." Ucap Sasuke santai.

"Aku belum bangun Sasuke." Geram Sakura. Dia berlari ke sana kemari mengambil tas dan sepatunya. Duduk sejenak di meja makan dan hanya memakan roti dan meminum susu yang di buat Sasuke. "Ibu pergi dulu yaa. Kau harus membuat repot ayahmu." Ucap Sakura, mencium pipi anak gadisnya. Dia terlihat senang saat menatap wajah ibunya.

Pagi ini, Uchiha Sarada, nama anak mereka. sudah merengek untuk meminta sarapan bubur di pagi hari. Sasuke sibuk membuatkannya dan meninggalkan Sakura beberapa menit lalu yang masih tertidur nyenyak di kamar.

"Ehem, jangan mengajarkan hal yang tidak-tidak padanya." Tegur Sasuke saat mendengar ucapan Sakura. Tidak ada ucapan apa-apa dari Sakura, dia malah tertawa dan tidak memperdulikan Sasuke. Bermain-main sebentar dengan anaknya dan siap untuk pergi ujian.

"Aku pergi dulu."

"Kau melupakan sesuatu Sakura." Ucap Sasuke. Menaruh sepiring bubur di meja. Sarada sudah terlihat gelisah di kursi bayinya, mulutnya tidak berhenti seperti sedang menguyah.

Sakura sudah berdiri di depan pintu dapur, menunggu Sasuke yang menghampirinya.

"Apa?"

Sasuke terdiam.

"Sasuke, aku akan terlambat."

"Ya sudah sebaiknya kau harus bergegas."

Rasanya Sakura ingin mencubit pipi Sasuke keras-keras. Ucapannya terdengar setengah-tengah dan membuat Sakura harus tinggal beberapa detik hanya karena ucapan Sasuke yang entah apa maksudnya. Sakura berbalik untuk keluar dari pintu dapur. Langkahnya terhenti. Dia memang melupakan sesuatu. Kembali berbalik dan mendapati Sasuke yang masih berdiri di sana. Sebuah pelukkan hangat dari Sakura. dia lupa untuk menyapa suaminya di pagi hari, hanya Sarada saja yang mendapatkannya.

"Aku ingat, aku melupakanmu, maaf."

Sasuke membalas pelukkan Sakura. memeluknya erat hingga dia benar-benar siap untuk melepaskan Sakura.

"Berjuanglah." Ucap Sasuke, mencium kening Sakura. lambai tangan dari Sakura dan dia sudah harus benar-benar bergegas, Jugo sudah menunggu sejak tadi. Sasuke cukup sibuk dan Jugo harus kembali menjadi sopir pribadi Sakura.

Kembali ke Sarada. Sesuai kesepakatan. Sasuke yang akan mengurus Sarada. Dia cukup menikmati perannya sebagai ayah, meskipun masih sulit menenangkan anaknya yang kadang-kadang rewel hanya Sakura yang bisa melakukannya.

.

.

.

.

Sampai sekarang rahasia Mikoto dan Mebuki tak lupa dengan Tsunade yang ikut terlibat, aman, mereka tidak membongkar dan bahkan sudah melupakan rencana jahil mereka.

.

.

TAMAT

.

.


Oh akhirnya...,

maaf agak lama meng-updatenya dan sekaligus permintaan maaf untuk chapter ini. untuk chapter ini sengaja paling panjang dari chapter lain dan akhir kataa, terima kasih untuk para reader yang sudah rajin menunggu, memberi saran dan mereview dengan beberapa ucapan yang membuat author senyum sendiri sambil baca, hahahhaah beneran loh. reviewnya menjadi mood author untuk rajin mengupdate fic ini.

semoga chapter ini sudah menjelaskan semua rasa penasaran beberapa reader yang chapter sebelum-sebelumnya berasa ada yang mengganjal dan lain-lain. uhm seharusnya author update saat malam minggu kemarin, tapi udah nggak sempat, soalnya belum kelar dan memikirkan ending yang bagus dan semoga nggak bikin baper. hehehhe

apalagi yaa., uhm.. semoga puas dengan chapter ini, sequel tidak ada yaa. hehehhe. ide udah habis. sekarang author akan sibuk dengan fic "Ghost terror" itu fic baru dan belum sempat update. hehehe, nanggung kelarin ini.

dan, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang sedang menjalankannya. jika author ada salah kata saat balas review dan bikin beberapa reader baper, mohon di maafkan yaa...


~ balas review ~

LORDmarionettespieler : Halo, salam kenal. terima kasih sudah mau sempat membaca dan mereview fic ini. Oh, mungkin saat kamu sedang membaca dan kebetulan author sedang mengupdate chapter baru, hehehe jadi terasa kilat. author sudah jawab rasa penasarannya yaa. hehhehee

daisaki20 : sudah di jawab di chapter ini. author tidak terlalu suka karakter OC.

Niayuki : the last chapter, sprry.

williewillydoo : Author press di chapter ini. tidak ada ide untuk membuat chapter yang panjang dan lama. author akhirnya sampai pada titik jenuh dan harus menyelesaikan fic ini. hehehe. smeoga terhibur dengan chapter ini yoo. Sekuel nggk ada yaa..., maaf

echaNM : anak Saku sudah lahir yaa

raizel's wife : hahaha, maafin author. author juga mau dong cepat-cepat nikah, pasangan pun tak ada, sama ngenes yaa. *malah ikutan curhat* hahahha. akhir kata makasih banyak yaa. semga suka dengan chapter ini.

Mustika447 : tidak apa-apa, yang penting masih tetap di baca, hehehe

Mitsuki Uchiha : update.

Nasyaila : hahahah, sasu harus banyak sabar hadapi saku, hehe

qaunitaar : sudah update

C. Prichilla : akhirnya tidak ada yang terbongkar *author ketawa sampai sakit perut* aahahahahaa

hanazono yuri: update.

intan(sept) : oh maaf, sudah nggak sempat buat. maaf banget, tapi semoga suka scene mereka di chapter ini yaa.

Kwenda : pengen juga punya suami kayak Sasu *mengkhayal* hehehe. iya, nggk apa kok hamil. hamil muda gitu. buktinya lahir aja kok anaknya, *lirik ke atas*

sitieneng4 : makasih atas reviewnya. author jadi malu, merasa ada yang suka banget dengan ide author di chapter sebelumnya, author harus selalu menghayati sikap Sasuke, tidak mau dia oc tapi tidak mau dia terlalu sok tegas juga heheh, semoga suka juga dengan chapter ini

embun(adja1) : pengen apa? pengen sasu? pengen nikah? atau pengen suami/istri? hehehehe... sudah update yaaa

wowwoh(geegee) : makasih, *senang*

Hyuugadevit-Chery : sudah author jawab di chapter ini yaa

Greentea Kim : repootttt banget. sasu mesti jadi bapak rumah tangga, hahahahh

teeeneji : tidak apa-apa, author baca kok, jadi terhibur sendiri pas baca reviewnya. sudah update yoo..., terima kasih udah mau mereview panjang-panjang, untuk yang terakhir, review deh sepanjang mungkin, pengen tahu pendapat mu tentang the last chapter ini hehehhe. eh, pertanyaan sudah terjawab di chapter ini yoo

Choco Creamy : maaf, sudah tamat.

dianarndraha : sudah di jawab di chapter ini yoo

shirazen : indah yaa... author ngebayangin mereka tiap hari senyum-senyum nggk jelas sendiri, hahah itu demi ide yang bagus untuk alur cerita mereka.

sjxjs : updatee.

Jamurlumutan462 : author kurang suka oc yaa, jadi anak Sakura tetap sarada. sudah update.

Ganbatte : sorry, kilatnya ngaret, hehhe

Cha Yeon Ra : salam kenal, terima kasih sudah mau membaca dan mereview fic ini. sudah update yaa. semoga masih tetap suka di chapter ini

Aisya-Aoi-Chan : update

Devi Na Akeyama : sudah author jawab di chapter ini yoo

jui chan : resiko hamil, tpi ini adalah salah satu fakta, wanita hamil akan mual-mual, yang sebenarnya bisa sampe 9 bulan, krna pengaruh hormon. tapi.. author kasih cepat hilangin deh rasa mualnya, hahahahhaa tapi benar loh, jahe itu manjur, sorry author jadi jelasin panjang kali lebar begini.

kazehayaza : nasib yaa kok ngenes amat kita. wkwkkw *kok jadi ajang curhat* yups, itu adalah fakta, wanita hamil akan mual bisa sampai 9 bulan.

zarachan : sudah update.

Thasya Rafika Winata : selanjutnya? sepertinya tidak. author mau coba-coba buat humor, hahahhaa, tpi semoga nggak garing. coba deh baca "ghost terror" nanti yaa *promosi* maaf yoo, chapter ini harus tamat.

Hoshi Riri : update

lacus clyne : hahahaa, sorry, sorry banget, author udah rencanain anaknya cewek dan itu sarada. maaf yaaa

dipapermata : ?

Uchiha Rei : chapter ini udah jawab yaa

Yukihiro Yumi : kamu siapa? aku siapa? lupa? hahahha. eh, makasih sudah kembali untuk mereview. tak masalah kok itu hak reader mau buat review apa aja XD makasih ucapannya, meskipun author udah sehat total. iya, niih, sibuk jadi nggak sempat update kilat. sudah update yaa *ala sok sibuk* hahahah, iya-iya, ndak masalah, hahahha

QRen : sudah di jawab di chapter ini yoo

Sa : lebay yaa. heheheh. namanya juga anak muda yang baru hamil, jadi ekstrim gitu, apaan(?) sudah update yoo. uhuk author lupa, harus update pas malam minggu kemarin, maafkan author.

guest : update.

LirioMyza1 : sudah update.

Hana Natsumi : sudah di jawab di chapter ini yooo

Cherrynia Uchiha : author dukung mama mebuki aja deh, hahahahhha... sudah auhtor buat yaa, meskipun cuman dikit

Uchiha sakura IX : halo salam kenal, ahk jadi malu di bilang fic ini keren *buang diri ke laut saking senangnya* hehehe. makasih sudah mau membaca dan mereview fic ini.

Irna Putri Asuna420 : sudah update, makasih ucapannya

dytantri : kelas 3, author kadang malas banget cantumin kelas, tapi di chapter ini sudah jelas yaa.., heheh, sudah update.

Uchihimisato : *ikut mengkhayal* sudah update yaa

Laifa : oh, okey. akunnya kenapa? lupa pass yaa? hehe, mereka the best lah.

fitria(blossom) : nyebelin pake banget, manjanya minta ampun, hahahah wajar aja yaa.., sasu emang suami yang terbaik.

iinauliyah : sudah update

Ita : yups, ini fakta loh, author nggak asal ngetik. sudah mencari informasi tentang bumil, tapi ini terjadi hanya pada sebagian bumil aja yaa, sudah author jawab di chapter ini yaa.., shika-tema ada kok, keselip dikit hehe

Rizumu no Sakura : ya ampun, baru di maafin dan chapter udah habis, hahaha, orang kesal *ralat* bumil kesal aduuh, serem loh.

IndahP : Hooaa... author tercengang, be be benaran di baca ampe chapter 12, hooa, hebat, makasih atas reviewnya dan salam kenal, makasih lagi kalau sudah dengan gambaran karakter sasu yang sudah di buat author. sudah udpate yaa.

keziaf : update

mutyAluxy : maaf baru kelar ngetik jadi baru update. telat banget niih update yaa.


sudah? sudah ?

see you next fic *nangis lebay*

makasih untuk all reader yaaa...

Catatan : telat update. bacanya saat buka atau setelah tarwih aja yaaa... maafin author.