Disclaimer : demi neptunus naruto bukan punya saya, punya masashi sensei. sasuke punya saya *dibantai masashi sensei dan sakura

Warning : OOC, TYPO tingkat akut, AU, OOT, EYD berantakan, flame tidak diijinkan

Rated : sementara T dulu, jika author macam-macam tolong tegur saat sudah memasuki rated M. hahahahah :D

.


.

Don't Like Don't Read

.

~ my little wife~

[chapter 01]

.

.

.

Suasana kamar yang sedikit remang-remang dengan cahaya lampu kamar yang sedikit redup. Seprei baru yang berwarna lembut dan beberapa hadiah yang masih tergeletak di lantai. Di atas kasur tengah duduk seorang gadis dengan rambut softpink sepinggangnya, dia sengaja menutup wajahnya dengan bantal, menyembunyikan wajah sedihnya.

Seorang pria yang masih berdiri di sisi ranjang menatap gadis yang baru saja di nikahinya, tidak ada tatapan bahagia atau senyuman yang terukir di wajah putih pucatnya. Tidak ada pun niatan untuk menyentuh atau mendiamkan gadis itu yang sepertinya sedang menangis.

Pria berambut rambut raven dan tatapan onyxnya, wajahnya terlihat datar dan merasa tidak perduli dengan gadis yang tengah duduk di atas ranjang sambil memeluk bantal dan menyembunyikan wajahnya.

"Hei, bisakah kau berhenti menangis?" suara barithon terdengar dari mulut pria itu.

Gadis itu tidak menjawab dan masih setia dengan posisinya.

"Aku pikir kita sudah sepakat sebelum hari ini terjadi." Ucapannya terasa dingin dan menusuk.

"Aku tahu. H-hanya saja aku, hiks. Masih belum terbiasa, hiks." Ucapnya di sela tangisnya.

"Hn? Terserah kau saja. Beri aku bantalmu. Aku sudah ngantuk." Ucapnya.

Tidak ada respon dari gadis itu membuat si pria merasa kesal dan langsung mengambil paksa bantal yang terus-terus di peluknya.

Gadis itu langsung terkejut dan menatap kesal ke arah pria yang mengambil bantalnya. Tatapan mereka sempat bertemu dan akhirnya pria itu membuang mukanya dan berjalan dengan malas ke arah sofa untuk tidur.

Meskipun ini malam pertama mereka, tidak akan pernah ada yang tidur seranjang. Mereka, Haruno Sakura dan Uchiha Sasuke sudah sepakat untuk tidak berbagi ranjang hingga batas waktu yang tidak pernah mereka tentukan.

Hari ini adalah hari pernikahan mereka, gara-gara orang tua mereka yang akrab dan selalu bekerja sama di dalam berbagai berbisnis dan berakhir dengan anak mereka yang berada di pelaminan dan mengikat janji suci untuk bersama selamanya.

Haruno Sakura adalah seorang pelajar, umurnya masih 16 tahun dan dia sudah memiliki suami di usianya. Seorang pria dengan tubuh tinggi dan tegap, wajah tampannya menurut beberapa orang yang melihatnya, mata kelam dan tatapannya yang sedingin es, seluruhnya membuat para wanita merasa ingin mendekatinya tapi, sikap cueknya membuatnya tidak pernah perduli dengan wanita-wanita itu. Di umurnya yang 25 tahun, dia merupakan lulusan mahasiswa terbaik dan sekarang sedang menjalankan salah satu perusahaan milik keluarganya, perusahaan Uchiha.

Mereka sama-sama tidak keberatan untuk di nikahkan, itu adalah hal yang terlihat di depan keluarga mereka, di balik semua itu, mereka sudah membuat kesepakatan masing-masing yang sama sekali tidak di ketahui oleh orang tua mereka. Mereka hanya bertemu dua kali sebelum acara pernikahan di adakan. Pertemuan pertama bersama orang tua mereka, dan pertemuan kedua mereka secara pribadi, diam-diam mereka bertemu dan mulai membicarakan beberapa hal jika mereka sudah menikah.

Sakura meminta kamar mereka di pisah, Sasuke menyetujuinya. Sasuke memberi semua ruangan kepada Sakura, kecuali kamar dan ruang kerjanya, Sakura tidak di perbolehkan masuk ataupun mengintip ke kedua ruangan itu. Sakura menyetujuinya. Sakura ingin melakukan apapun tanpa perlu persetujuan dari Sasuke dan begitu juga dengan Sasuke yang ingin melakukan apapun tanpa perlu persetujuan Sakura. Mereka berjabat tangan dan sudah sepakat dengan semua hal yang mereka sudah ucapkan.

Kini mereka berdua tengah berada di kamar yang sama di rumah Sasuke. Tapi di tempat berbaring yang berbeda, Sakura berbaring di atas kasur dan Sasuke berbaring di sofa.

"Bersabarlah, besok kita akan segera ke rumah kita dan kau bebas melakukan apapun." Sasuke mencoba membuat Sakura tenang. Mungkin dia sedikit tertekan dengan keadaan dan statusnya sekarang, mau bagaimana pun Sakura adalah istrinya yang sah dan Sasuke merasa dia seperti sudah merengguk apapun dari Sakura.

"Aku tahu. Tidak perlu kau beri tahu lagi." Ucap Sakura dengan nada suaranya yang sedikit kesal.

"Oh, kau sudah bisa menerimanya sekarang?"

"Berisik! Aku mau tidur."

Sasuke terdiam, merasa Sakura sudah tenang dan tidak perlu menggubrisnya lagi. Sasuke segera menutup matanya, dia merasa lelah untuk hari yang panjang ini.

.

.

OOO

.

.

Sebuah mobil hitam sedan melaju dengan pelan saat pintu pagarnya terbuka otomatis dan mobil itu masuk ke halaman sebuah rumah yang cukup besar, taman yang tertata rapi, rumah dengan dua lantai bercat krem.

Masing-masing membawa koper mereka. Tidak ada pelayan, yang ada hanya tukang kebun seminggu sekali dan penjaga pintu gerbang. Sasuke merasa tidak perlu dengan pelayan. Dia lebih suka hidup sendirian dan mungkin menganggap Sakura seperti tidak ada nantinya, mungkin saja.

Sakura menarik kopernya ke dalam kamarnya. Menatap sejenak ke sekeliling ruangan kamarnya yang cukup luas, bercat putih, lemari pakaian yang tertata di sisi tembok sebelah kanan, meja belajar yang merapat di sisi tembok sebelah kiri, tempat tidurnya yang berada di tengah-tengah dengan seprai dan selimutnya yang berwarna biru muda. Di dalam kamarnya ada kamar mandi dan jendela yang besar dengan gorden putihnya. Sakura mencintai kamarnya. Wajahnya terlihat senang dan sedikit kegirangan saat masuk ke dalam.

Sasuke sudah berada di kamarnya juga dan memilih untuk tidur. Dia sedikit mengantuk dan merasa badannya sedikit sakit, Dia tidak terbiasa tidur di sofa, berkali-kali Sasuke menyamankan dirinya, malah dia merasa kesulitan untuk tidur dan terjaga hingga paginya, hanya demi nyawanya saja dia berani tidur di sofa, dia sedikit tidak suka dengan sikap Sakura yang terkesan nyolot dan kasar. Bisa saja dia di bunuh Sakura saat itu juga jika memintanya untuk tidur di kasur yang sama.

Kamarnya sama luasnya dengan kamar Sakura, hanya tempat tidurnya yang lebih besar dari pada tempat tidur Sakura, seprei putih dan bersih. seluruh dindingnya bercat dark blue dan tidak terlalu banyak benda atau prabot di dalam kamarnya, terlihat simpel dan sederhana, berbeda dengan kamar Sakura yang sedikit rame dengan beberapa benda yang sudah di tata Sakura dengan rapi di sana, Sakura membawa barang-barang apa pun yang ada di kamar di rumahnya. Dia akan tinggal di sini selama-lamanya dan tidak ingin meninggalkan barang-barang pribadinya.

Yang satu merasa seperti membeli rumah pribadi untuknya sendiri dan yang satu merasa seperti anak kos-kosan baru. Mereka tidak terusik dengan kesibukan masing-masing. Sasuke sudah berpesan pada Sakura untuk tidak mengganggunya dan jangan membuat suara ribut selama dia berada di rumah. Sakura merasa tidak keberatan, dia juga tidak terlalu suka membuat keributan.

.

.

OOO

.

.

Pagi hari yang tenang. Sakura sudah harus membuat sarapan untuknya, dia bangun lebih awal dan segera menuju dapur. Masih dengan baju kaos putihnya tanpa lengan dan celana pendek coklat selututnya, tubuhnya begitu mungil dan dia sedikit kesal dengan Sasuke yang sangat jauh tinggi darinya, dia harus menatap ke atas jika berbicara dengan Sasuke. Jika berdiri, Sakura hanya setinggi bahu Sasuke. Dia merasa Sasuke itu seperti monster raksasa dengan tubuhnya yang jauh lebih besar darinya.

Sakura masih sibuk dengan menggoreng nasi goreng dan tidak menyadari seseorang yang sedang menatapnya dari pintu masuk dapur, setelahnya tatapan itu beralih ke arah gelas, di ambilnya gelas dan menuangkan air dari botol ke dalam gelas kosongnya, meneguk beberapa kali dan Sasuke duduk perlahan, tatapannya kembali menatap gadis yang sibuk dengan kegiatannya.

"Kau bisa masak?" Tanya Sasuke.

Sakura sedikit terkejut dan hampir menjatuhkan sendoknya. "Se-sejak kapan kau berada di situ?"

"Baru saja."

Sakura menenangkan dirinya dan mulai sibuk lagi dengan mencampurkan beberapa bahan untuk nasi gorengnya.

"Aku bisa masak, kenapa?"

"Hanya bertanya."

"Kau pikir seperti seorang putri dengan banyak pelayan dan tidak bisa melakukan apa-apa, aku tidak pernah di layani mereka."

"Lalu untuk apa pelayan-pelayan di rumahmu?"

"Mereka mengurus orang tuaku, rumah dan aku mengurus diriku sendiri."

"Hmm."

"Aku pikir kau akan siap-siap ke kantor."

"Aku libur hari ini."

"Hoo."

Sakura masih sibuk dan tidak sadar jika sepasang mata onyx masih senantiasa menatapnya. Di mata Sasuke dia terlihat seperti anak kecil. Bahkan cara berpakaiannya membuat Sasuke merasa ada yang mengelitik perutnya. Dia pikir Sakura akan mengenakan pakaian seperti gadis-gadis pada umumnya yang lebih sopan. Mungkin sikap Sakura yang sedikit tomboy dan tidak terlalu pusing dengan penampilannya. Rambutnya yang panjang di ikat satu seperti ekor kuda. Sedikit manis. Sasuke kembali meneguk air putihnya hingga habis.

Tidak ada ketertarikan masing-masing dari mereka. Sakura melihat Sasuke biasa-biasa saja. Sasuke sendiri pun tidak terlalu perduli dengan Sakura. Selama ini dia masih belum pernah tertarik dengan gadis manapun.

"Mau mencobanya?" Tanya Sakura. Dia merasa tidak enak jika hanya membuat untuknya sendiri.

"Boleh, bisa tambahkan beberapa tomat." Pinta Sasuke.

"Oh, jadi itu gunanya tomat-tomat yang ada di dalam kulkas, aku sendiri ngeri menatap tomat sebanyak itu di dalam kulkas."

"Aku menyukai mereka."

"Hmm, baiklah, akan aku ambilkan."

Di meja makan mereka sedang sarapan bersama tanpa ada satu pun pembicaraan. Sasuke hanya mengatakan 'enak' pada nasi goreng Sakura saat suapan pertama dan setelahnya hanya keheningan yang melanda mereka.

"Mau aku antar?" Tanya Sasuke setelah mereka selesai makan dan memberi piring kotornya pada Sakura yang tengah mencuci piring. Sakura tidak keberatan mencuci piring, dia sudah terbiasa dengan kemandiriannya di rumahnya sendiri.

"Boleh. Tapi ingat, jangan sampai di gerbang." Ucap Sakura dan segera menyelesaikan kegiatan mencucinya.

"Kau merahasiakannya?" Ucap Sasuke yang sedang berdiri dan bersandar di meja masak.

"Tentu saja. Aku tidak ingin mereka mengolok-ngolokku dengan statusku yang nikah muda."

"Masa sekolah yang tidak menyenangkan."

"Mereka belum dewasa sepertimu, wajar saja jika mereka masih senang dengan mengolok-ngolok teman mereka, ahk bukan, mana mungkin teman. Musuh lebih tepatnya."

"Kau punya musuh?"

"Bukan musuh sih, hanya saja mereka tidak bisa diam dan ingin sekali mencampuri urusan orang lain dan itu sangat menyebalkan."

"Hn."

"Oh ya ampun, aku harus cepat." Ucap Sakura dan segera berlari keluar dapur.

Mata Sasuke mengekor hingga gadis itu menghilang dari dapur. Sasuke menghela napas. Dia sudah memiliki istri, hanya aja sikap istrinya itu masih terkesan kenak-kanakan, wajar jika usianya masih membuatnya terlihat ababil dan belum bisa mengontrol emosinya. Setidaknya dia mandiri dan tidak membuat repot Sasuke.

Beberapa menit berlalu dan Sakura sudah duduk manis di dalam mobil. Sasuke masih belum menyalakan mesin mobil dan seperti sedang menunggu sesuatu.

"Cepatlah, aku takut terlambat." Ucap Sakura.

"Pakai sabuk pengamanmu dulu." Perintah Sasuke.

"Aku pikir kau sangat handal dalam berkendara dan aku rasa tidak perlu jika menggunakan sabuk pengaman."

"Pakai sekarang atau kita tidak akan kemana-mana."

"Okey, aku akan memakainya." Ucap Sakura dan segera memakai sabuk pengamannya. "Kau sudah seperti orang tua saja."

"Umurku masih muda dan aku belum tua."

"Ya terserah kau saja, cepatlah, aku benar-benar akan terlambat."

"Lain kali aku akan mengajarimu sopan santun." Ucap Sasuke dan mulai melajukan mobilnya.

"Aku sudah mendapatkannya sejak kecil dan tidak perlu kau ajari lagi."

"Sopan satun kepada orang lain."

"Lakukan saja sesukamu, aku tidak perduli." Ucap Sakura cuek.

Baru saja sehari bersama di rumah baru mereka, Sakura sudah mengeluarkan sikap aslinya. Dia sangat susah di atur dan keras kepala jika di tegur, Sasuke harus memaklumi semuanya meskipun di lain pihak dia merasa sedikit kesal dengan tingkah Sakura yang tidak menghargainya sama sekali. Dia lupa mencantumkan saling menghargai dalam kesepakatan mereka.

Mobil Sasuke menepih dan Sakura membuka sabuk pengamannya.

"Jam berapa kau akan pulang?"

"Mau menjemputku?"

"Kebetulan aku senggang hari ini."

"Jam 2 siang."

"Hn."

"Eh, kemarikan tanganmu." Ucap Sakura meminta tangan Sasuke.

Sasuke mengelurkan tangan kirinya ke arah Sakura.

"Bukan, tangan yang kanan." Ucap Sakura dan Sasuke mengikuti perintahnya, dia sedikit penasaran dengan permintaan Sakura.

Sasuke mengulurkan tangan kanannya dan memperlihatkan cincin perak polos di jari manis Sasuke, cincin nikah mereka. Sakura melepaskan cincinnya sendiri dari jari manisnya dan memasangkannya di jari kelingking Sasuke.

"Oh, ternyata pas di kelingkingmu. Tolong jaga itu yaa, aku takut menghilangkannya. Hehehe." Ucap Sakura dan bergegas keluar dari mobil Sasuke.

Tatapan Sasuke mengarah ke Sakura yang sudah berjalan dengan girang saat mendapati teman-temannya sedang berjalan menuju gerbang. Tatapannya berpindah pada jarinya yang terpasang dua cincin nikah, yang satu di jari manis, cincinnya sendiri dan satu lagi di jari kelingkingnya, cincin Sakura, sedikit longgar dan tidak terlalu pas, tapi yang di ucapkan Sakura benar, di jari lainnya tidak akan muat, jari Sakura terlalu ramping dan kecil sedangkan jari-jari tangan Sasuke cukup besar.

Sasuke membiarkan cincin itu di jarinya dan mulai melajukan mobilnya menuju jalan raya. Sedikit lucu dengan tingkah Sakura, tapi dia tahu jika Sakura tidak ingin di tanya berbagai hal jika teman-temannya melihat cincin di jari manisnya.

.

.

OOO

.

.

Jam dua tepat dan Sasuke sudah menunggu Sakura beberapa menit sebelumnya. Mobil Sasuke terpakir cukup jauh dari gerbang sekolah Sakura. Hanya satu orang yang akan berjalan ke arah mobil Sasuke. wajahnya terlihat cemberut bercampur kesal, Sakura sedikit membanting pintu mobil saat menutupnya.

"Kau akan merusak mobilku."

"Mobilmu tidak akan rusak hanya dengan kekuatanku." Protes Sakura.

"Ada apa? Wajahmu menyeramkan."

"Diam kau!"

"Bicaralah lebih sopan."

"Kau mengganggu, aku sedang kesal sekarang."

"Aku harap ada penjelasannya."

"Berharap tidak ada yang memperhatikanku, tapi mereka malah sibuk membahas badanku yang seperti anak sekolah dasar."

"Pasang sabuk pengamanmu."

"Kau mendengarkanku tidak?"

"Pasang dulu."

"Ahk, terserah kau saja." Ucap Sakura dan memasang sabuk pengamannya dengan gerakannya yang sedikit terburu-buru.

Mobil Sasuke mulai melaju ke arah jalan raya. Wajah Sakura masih terlihat cemburut dan dia seperti bom yang siap meledak.

"Aku pikir badanmu baik-baik saja."

"Apa? Mereka membuatku seperti seorang kurcaci di kelas."

"Hn."

"Padahal aku rasa badanku sudah normal di usiaku."

"Dan kau mudah marah hanya dengan ucapan mereka."

"Aku kesal jika mereka terus melontarkan kalimat ejekan yang sama."

"Bersikaplah lebih dewasa."

"Aku bukan orang dewasa."

"Bukan fisik, sikapmu."

"Ahk, sudahlah, aku malas membahasnya."

Mereka sama-sama terdiam, Sasuke fokus pada jalanannya dan Sakura mulai mengutak-ngatik ponselnya, bermain game atau sekedar membalas chatting teman-temannya.

"Lagi pula kurcaci itu kerdil, bukan pendek."

"Sama saja. Dan jangan membahasnya lagi."

"Baiklah."

Sakura memperhatikan jalur mobil Sasuke yang mengubah arah perjalanan mereka.

"Kita mau kemana?"

"Makan siang."

"Tidak perlu. Putar kembali mobilnya, kita pulang saja. Aku yang akan memasak."

"Kau tidak berniat meracuniku gara-gara sikap kesalmu sekarang?'

"Ma-mana mungkin aku melampiaskannya padamu, pokoknya kita pulang. Masakanku masih jauh lebih enak."

"Sesuai permintaanmu, kita pulang." Ucap Sasuke dan memutar kembali mobilnya.

"Hei, tuan Uchiha. Apa kau tidak memiliki seseorang yang kau sukai?" Tanya Sakura dan tatapannya masih fokus pada ponselnya.

"Aku malas dengan hal semacam itu." Jawab Sasuke santai.

"Kenapa? Kau itu mapan dan pria dewasa, pasti banyak wanita yang menginginkanmu."

"Aku tidak tertarik dengan mereka."

Sakura menghentikan gamenya dan menatap Sasuke. "Ha? Ja-jangan-jangan, apa kau hanya tertarik pada sesama sejenismu?"

"Kau salah paham, aku normal, dan sejujurnya belum ada gadis yang ku sukai."

"Hoo."

"Ucapanmu tadi tidak lucu."

"Aku tidak tertawa." Sakura terdiam dan tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, aku pikir ini benar-benar lucu. Maaf, aku sudah salah paham, ucapanmu membuatku curiga."

"Aku masih menyukai lawan jenisku."

"Baiklah. Aku yang salah. Aku tidak keberatan jika kau membawa teman wanitamu ke rumah, asal kalian tidak ribut."

"Apa itu sebuah ijin darimu?"

"Tidak."

"Kenapa kau tidak keberatan?"

"Yaah, aku tidak ingin kau seperti tertekan gara-gara status kita dan kau tidak berani untuk membawa satu wanita pun ke rumah. Aku pikir kau punya hak untuk itu."

"Aku pikir yang tertekan itu adalah kau."

"Apa? Ti-tidak kok, aku hanya belum terbiasa tinggal bersama orang lain dan jauh dari rumah."

"Hmm."

"Jadi, tuan Uchiha, kita sepakat untuk boleh membawa teman masing-masing."

"Jika mereka bertanya kau siapa?"

"Jawab saja orang yang numpang di rumahmu."

"Oh. Kau sendiri, apa tidak memiliki orang yang di sukai?"

"Siapa? Teman-teman cowok di kelasku? Ahk, mereka seperti anak TK yang susah di atur dan hanya bermain saja. Aku tidak tertarik dengan mereka. Hanya buang-buang waktu saja jika bersama mereka dan membuat hubungan spesial. Aku lebih senang bersama sahabatku."

"Hn."

Sasuke melirik sejenak ke arah Sakura yang kembali sibuk dengan ponselnya. Gadis ini terlalu kasar, mana mungkin ada pria yang ingin mendekatinya. Tapi wajahnya bisa di kategorikan cantik dari pandangan Sasuke.

Mereka sudah tiba di rumah dan Sakura segera berlari ke atas kamar untuk menyimpan tas dan berganti pakaian.

Sasuke berjalan ke arah dapur dan mulai membuka kulkas, mencari sesuatu yang bisa di masak Sakura.

"Geser." Perintah Sebuah suara yang sedang berdiri di belakang Sasuke.

Sasuke berdiri dan berpindah dari depan kulkas. Sakura mengganti posisi Sasuke dan mulai memilih bahan masakan.

"Kau ingin makan apa?"

"Buatkan saja, aku tidak pernah memilih-milih makan."

"Okey. Bisa membantuku?"

"Hn."

Sasuke mulai bergerak sesuai perintah Sakura, mengambil beberapa bahan dan alat untuk Sakura, mencuci bahan dan Sakura mulai memotong-motong. Rambut Sakura masih tergerai dan membuatnya susah untuk bekerja, dia lupa mengikat rambutnya saat terburu-buru mengganti pakaian dan langsung turun ke dapur.

Sebuah tangan mengambil pelan helaian rambut Sakura dan menyatuhkannya, Sakura sedikit terkejut tapi terdiam sejenak saat Sasuke mengucapkan 'jangan bergerak dulu'. Sasuke mengikat rambut Sakura, meskipun tidak rapi yang penting terikat.

"Kau sudah menolongku."

"Jangan sampai ada rambut di dalam masakanmu."

"Hahaha, maaf, bisa tolong ambil bumbu yang di laci."

Sasuke kembali sibuk membantu Sakura.

Setengah jam berlalu dan mereka sudah di meja makan dengan beberapa makanan siang buatan Sakura di bantu Sasuke.

"Bagaimana?" Tanya Sakura saat Sasuke mulai mencicipinya.

"Seperti biasa, ini enak." Ucap Sasuke. Tapi, ekspresinya datar seperti biasanya.

"Ucapanmu dan wajahmu sangat kontraks, aku membencinya, tersenyumlah sedikit."

"Malas."

"Ahk, kau benar-benar alien berwajah tembok."

"Sepertinya kau sangat suka mengejek orang, apa itu kebiasaan di sekolahmu."

"Bukan urusanmu, kau tidak perlu tahu keadaanku di sekolah."

Sasuke berhenti berbicara, jika dia meladeni Sakura, dia akan semakin kesal di buatnya.

Sakura hanyalah seorang gadis remaja dengan kebiasaannya seperti beberapa gadis lain, hobi bermain game di ponsel dan sibuk dengan chattingnya. Beberapa kali suap dan Sakura kembali sibuk dengan ponselnya.

"Bisa kah kau menyimpan itu?"

"Apa? Ponselku?"

"Hn."

"Tidak, aku sedang bermain game dan ini penting, aku tidak ingin melewatkannya."

"Setelah makan kau bisa melakukannya."

"Aku pikir kita bebas melakukan apapun tanpa ada teguran kan?"

"Aku tidak suka jika ada yang makan sambil bermain ponsel, itu menggangguku dan tidak pernah ada yang sepertimu di rumahku."

"Kau benar-benar seperti pak tua yang menggerutu."

"Sepertinya kita perlu menambah beberapa kesepakatan lagi."

"Apa? Jangan membuat hidupku susah tinggal bersamamu." Rengek Sakura.

"Aku harap kau bisa menghargaiku."

"Hanya itu?"

"Hn."

"Baiklah. Sebagai gantinya bisakah kau mengajariku mengendarai mobil?"

"Untuk apa?"

"Sudah lama sekali aku ingin mengendarai mobil, tapi ayahku selalu melarangku."

"Oke. Dan satu hal lagi."

"Apa lagi? Kenapa kesepakatan yang kau buat semakin banyak?"

"Tolong gunakan pakaian yang sopan saat aku di rumah."

Sakura menatap dirinya, dia sering menggunakan kaos tanpa lengannya dan celana pendek sepahanya.

"Kenapa? Aku pikir ini sopan."

"Apa kau berani keluar dengan pakaian seperti itu?"

"Tidak, lagi pula hanya di rumah kan."

"Kembali ke kesepakatan awal, Kau harus menghargaiku."

"Kau benar-benar menyebalkan tuan Uchiha."

"Panggil aku Sasuke, panggilan mu terdengar seperti para pelayanku di rumah."

Sakura tertawa terbahak-bahak dan Sasuke menatap malas ke arahnya.

"Baik tuan Sasuke."

"Hilangkan juga 'tuan'nya."

"Iya-iya, kau terlalu banyak menuntutku."

Sakura mulai makan dengan tenang dan menyimpan ponselnya, dia benar-benar harus menghargai Sasuke jika ingin mendapat guru untuk mengajarinya mengendarai mobil.

Sasuke membantu Sakura mencuci piring dan alat-alat masak, setelah semua kelar Sakura seperti tidak sabar ingin kembali bermain gamenya.

"Hei, tunggu." Ucap Sasuke.

"Apa lagi? Masih ada kesepakatan lain?"

"Kemarikan tanganmu."

Sakura menjulurkan tangan kanannya ke arah Sasuke. Sebuah cincin perak di pasangkan di jari manis Sakura.

"Ah, maaf, aku melupakannya." Ucap Sakura.

"Ingat untuk mengambilnya kembali. Apa kau mau orang-orang melihatku menggunakan dua cincin nikah?"

"Sepertinya itu akan terlihat bagus, hahahahah." Canda Sakura.

Lagi-lagi Sasuke menatap malas ke arah Sakura dan merasa candaannya itu tidak lucu. Gadis mungil itu kembali berlari, menyambar ponselnya dan menuju ruang tengah untuk bersantai.

Hidup bersama dan tidak memiliki perasaan masing-masing, begitulah Sakura dan Sasuke, mereka seperti hanya tinggal serumah, status bukan jaminan mereka akan saling menyukai dan menuntut untuk menjadikan mereka orang yang spesial.

Sasuke berjalan perlahan menuju lantai dua kamarnya.

"Sasuke." panggil Sakura, posisinya masih duduk di atas sofa, menaikkan kedua kakinya dan tatapannya masih tertuju pada ponselnya.

"Hn?" Sasuke berhenti dan menunggu Sakura berbicara.

"Aku rasa kita bisa menjadi teman yang baik."

"Lalu?"

"Aku bingung mau menamakan apa hubungan kita ini, bagaimana kalau teman?"

"Terserah kau saja."

"Baiklah."

Sasuke kembali melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya. Dia merasa perlu istirahat banyak di saat libur, jika dia sudah kembali bekerja, dia akan sangat sibuk.

.

.

~ TBC ~

.

.


Perkenalan tokoh untuk chapter ini :

Uchiha Sasuke : Seorang direktur di salah satu perusahan Uchiha, umurnya 25 tahun.

Haruno Sakura : sekarang menjadi Uchiha Sakura "sudah menikahl soalnya" seorang pelajar, umurnya 16 tahun.


Haloo...~

Sasuke fans di sini, sebenarnya author tidak punya ide untuk membuat fic, tapi ada salah satu review dari "my little husband" yang meminta bagaimana kalau di balik? dan jadilah "my little wife"

Di dalam fic ini akan berbeda jauh dengan "my little husband" soalnya beberapa konsep di buat ulang dan tidak akan ada yang sama dengan fic sebelumnya. Author sedikit ragu untuk membuat fic ini, takutnya mainstrem dan ceritanya biasa-biasa saja plus membosankan, perlu beberapa hari untuk memikirkannya di upload atau tidak?

Sikap mereka tidak bisa author balik yaa, heheh, sikap cuek dan so cool itu hanya milik Sasuke dan Sakura masih tetap dengan sikap kekanak-kanakannya tapi sesuai dengan umurnya kan.

Di lanjut atau tidak?

Author penasaran dengan respon reader dengan fic ini :3

tambahan : author akan berhenti menulis catatan dengan huruf blok, entah mengapa itu berasa nyolot banget. =_="

tambahan lagi : hari ini ulang tahu Sakura chan loh.. happy birthday my chara favorit. :*

Pliiiiisss review yoo...,