"...lukisannya luar biasa, bukan?"
"...seniman baru yang naik daun... pandangan baru..."
"...mengunjungi MoMA minggu lalu. Mengesankan..."
"...anak laki-lakiku baru lulus dari NYU..."
"...pertunjukkan baru di Broadway... sangat bagus..."
"...toko kue itu menjual tartlet yang sangat enak..."
"...perkenalkan, ini kekasihku, Kim Kai."
Tangan Chanyeol yang terulur hendak menerima minumannya dari bartender berhenti mendadak. Siapa? Ia menoleh dengan cepat dan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, mencari-cari. Beberapa detik kemudian matanya menemukan sosok yang dicarinya.
Kim Kai berdiri di antara sekelompok orang tiidak jauh dari bar. Gaun hitam pendeknya berpotongan sederhana namun sanagt sesuai untuk tubuhnya yang kecil. Chanyeol melihatnya berjabat tangan dengan beberapa orang sambil tersenyum sopan. Pria bertubuh tinggi dan berwaja Asia yang berdiri tepat di samping Kai menempelkan telapak tangannya di bagian bawah punggung Kai, lalu mencondongkan tubuh untuk mengatakan sesuatu di telinga Kai.
Mata Chanyeol menyipit.
"Sir? Minuman Anda."
Chanyeol menoleh kembali ke arah si bartender yang masih memegang minumannya. Ia menerima gelas itu, menggumamkan terima kasih, dan kembali menatap Kai dan pria yang masih menyentuhnya.
Apa katanya tadi? Kekasih?
.
..
...
Title : In a Blue Moon
Cast: Kim Kai, Park Chanyeol, Oh Sehun, Wu (Kim) Yifan, Lee (Kim) Soohyuk,
Pairing: Chankai
Rated : T
Warning: GS for Kai
Remake Novel Ilana Tan dengan judul yang sama
Note: Kata-kata yang menggunakan Italic adalah Flashback
.
..
...
"Aku pergi mengambil minuman dulu, ya?" bisik Kai kepada Nic.
"Kau mau aku mengambilkannya untukmu?" Nic balas bertanya.
Kai menggeleng. "Tidak perlu. Kau mengobrol saja dengan teman-temanmu. Aku tidak akan lama."
Kai mengembuskan napas perlahan sambil menyelinap di antara kerumunan orang ke arah bar. Tiba di depan bar, ia tersenyum kepada bartender dan meminta segelas anggur putih.
"Katakan padaku, bagaimana tunanganku mendadak bisa berubah menjadi kekasih orang lain?"
Kai menoleh ke arah suarah bernada menuduh itu. Matanya melebar melihat Park Chanyeol yang mendadak sudah berdiri di sampingnya. "Kau," gumamnya. "Sedang apa kau di sini?"
"Menghadiri pameran lukisan. Orang yang melukis semua lukisan aneh ini adalah temanku," sahut Chanyeol sambil menggerakkan tangannya yang memegang gelas menunjuk sekeliling ruangan. "Kebetulan sekali bertemu denganmu di sini."
Kai tidak berkomentar. Ia menerima segelas anggur putih yang disodorkan bartender dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu ia menyingkir ke samping, memberi jalan kepada orang lain yang ingin memesan minuman. Tiba-tiba ia merasa sikunya disentuh.
"Ikutlah denganku sebentar," gumam Chanyeol dan langsung menuntun kai menjauh dari bar ke salah satu sisi ruangan yang tidak terlalu ramai.
"Temanku sedang menunggu," kata Kai ketika mereka akhirnya berhenti melangkah dan Park Chanyeol melepaskan pegangannya di siku Kai.
"Aku yakin dia tidak keberatan kita mengobrol sebentar, melihat dia juga sedang sibuk mengobrol dengan teman-temannya," sahut Chanyeol tidak peduli.
Kai memutar bola matanya, namun ia tetap berdiri di tempat. Beberapa hari yang lalu, ia mungkin lebih memilih bergabung dengan Nic dan mendengarkan pembicaraan membosankan tentang seni daripada berdiri di sini bersama Park Chanyeol. Namun, setelah pertemuan di Jump Start, ada sesuatu yang berubah di antara mereka. Sesuatu yang kecil yang masih belum dipahami Kai, namun hal itu membuatnya memutuskan tetap berdiri di sini, bersama Park Chnayeol, dan menyesap anggur putihnya.
"Jadi kau mau mulai menjelaskan kenapa kau bisa berubah dari tunanganku menjadi kekasih orang?" tanya Chanyeol sekali lagi.
"Aku bukan tunanganmu," cetus Kai.
"Katakan itu pada kakekku," balas Chanyeol santai. "Menurutnya kau adalah tunanganku."
"Dan kau selalu menuruti kata-kata kakekmu?"
"Aku selalu berusaha menyenangkannya. Nah, untuk yang ketiga kalinya, bagaimana kau bisa berubah dari tunagnku menjadi kekasih orang lain?"
Kai mengangkat bahunya tak acuh. "Mungkin saja aku sudah menjadi kekasih orang lain lebih dulu sebelum menjadi tunanganmu."
Chanyeol tertegun, lalu menggeleng. "Tidak mungkin. Kalau kau sudah menjadi kekasih orang lain, kakekku pasti sudah memperingatkanku tentang saingan yang harus kuhadapi. Karena kakekku tidak berkata apa-apa, itu artinya kau masih lajang sebelum menjadi tunanganku."
"Penarikan kesimpulan yang menarik," gumam Kai.
Chanyeol meliriknya denagn tajam. "Kau mau menjawab atau aku harus pergi ke sana dan menghajarnya karena telah merebut tunangan orang lain?"
Kai tertawa pendek. "Kau tidak mungkin menimbulkan kehebohan di acara penting temanmu."
Alis Park Chnayeol terangkat menantang. "Kau mau bertaruh?"
Kai mengerjap menatapnya.
"Baiklah." Park Chanyeol mengangguk singkat, meletakkan gelas minumannya ke meja kecil dekat mereka, dan mulai melangkah yakin ke arah Nic dan teman-temannya.
Kai terkesiap kaget, melompat maju dan langsung mencengkeram lengan jas Chanyeol. "Oh, demi Tuhan, apa yang akan kaulakukan?" bisiknya tajam.
"Menghajarnya," jawab Chanyeol polos. Namun, ia membiarkan Kai menariknya kembali ke tempat mereka berdiri semula.
Kai melotot geraam ke arah Chanyeol, lalu menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Aku dan Nic hanya berteman. Dia meminta bantuanku, jadi aku membantunya. Itu saja."
Alis Chanyeol berkerut. "Membantunya?" gumamnya. "Maksudmu, dia memintamu berpura-pura menjadi kekasihnya?"
Kai mendesah. Ternyata otak Park Chanyeol cukup tajam.
"Tapi kenapa?"
"Kai?"
Kai menoleh dan melihat Nic sedang berjalan ke arah mereka. "Hei, Nic."
"Aku mencari-carimu sejak tadi," kata Nic kepada Kai. Lalu matanya beralih ke arah Chanyeol.
Kai cepat-cepat berkata, "Nic, perkenalkan ini... Park Chanyeol." Setelah itu ia menatap Chanyeol dan melanjutkan, "Dan ini Nicholas Li."
.
..
...
Chanyeol mengamati laki-laki yang berdiri di hadapannya dengan seksama. Wajahnya tampan dan halus, rambut hitamnya disisir rapi, jas resminya berpotongan bagus dan sepatu kulitnya sisikat samapi mengilap. Tipe pesolek, pikir Chanyeol dalam hati. Jangan-jangan Kim Kai menyukai tipe pria seperti ini?
Ia menjabat tangan Nicholas Li dan bertanya, "Kau kekasih Kai?"
Nicholas Li melirik Kai sekilas, lalu menjawab, "Ya, begitulah."
Chanyeol tersenyum datar dan berkata, "Aku tunangannya."
Ia mendengar kai terkesiap keras dan sedetik kemudian lengannya yang dipukul Kai dengan sekuat tenaga. "Kenapa kau suka sekali memukul orang?"
Kai melotot menatapnya dengan kesal. "Kau! Tutup mulutmu."
"Apa?" Alis Nicholas Li menatap mereka bergantian dengan kaget. "Tunangan?"
Kai menoleh menatap Nicholas Li dan cepat-cepat berkata, "Abaikan kata-katanya. Dia bukan tunanganku."
Tiba-tiba laki-laki itu menjentikan jari, seolah-olah baru menyadari sesuatu. "Oh!" serunya sambil menatap Kai.
"Apakah dia sama sepertiku? Maksudku, apakah dia memintamu..."
"Tidak."
"Tidak!"
Kai dan Chanyeol menjawab serentak, namun jawaban Chanyeol lebih keras dan tajam. Nicholas Li menatapnya denagn terkejut dan langsung beringsut mundur.
Kai cepat-cepat melangkah maju dan menyentuh lengan laki-laki itu. "Dengar," katanya, "bagaimana kalau kau kembali kepada teman-temanmu dan aku akan menyusulmu sebentar lagi?"
Nicholas Li menatap Kai dengan ragu, lalu menatap Chanyeol, dan akhirnya kembali menatap Kai. "Baiklah, kalau kau yakin," katanya.
Sepeninggal laki-laki itu, Kai berputar cepat menghadap Chanyeol dan mengacungkan jari telunjuknya ke wajah Chanyeol. "Kau harus berhenti berbicar sembarangan," kecamnya. "Sekali lagi, aku bukan tunanganmu."
"Dan sekali lagi, katakan itu kepada kakekku," balas Chanyeol.
Kai menggertakkan gigi dan menggeram, "Aku membencimu." Akan tetapi entah kenapa kata-katanya tidak terdengar setajam dulu.
"Aku tahu kau tidak bersungguh-sungguh," sahut Chanyeol tenang. "Omong-omong, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Kenapa ia memintamu berpura-pura menjadi kekasihnya?"
"Itu benar-benar bukan urusanmu," tukas Kai.
"Chanyeol?"
Chanyeol mengepalkan tangan dan mengerang dalam hati. Oh, demi Tuhan! Tidak bisakah mereka berbicara sebentar saja tanpa diganggu? Ia menarik napas untuk mengendalikan diri sejenak sebelum akhirnya menoleh ke arah Hyejin. "Ya, Hyejin?"
Chanyeol menyadari Kai mundur setengah langkah ketika Hyejin tiba di hadapan mereka. Hyejin memang sangat cantik. Jenis kecantikannya menonjol, menuntut perhatian, dan kadang-kadang mengintimidasi.
Hyejin menggandeng lengan Chanyeol dengan santai dan berkata, "Kenapa kau pergi lama sekali? Aku dan Simon ingin kau berkenalan dengan..." Saat itu matanya menatap Kai dan seulas senyum menawan otomatis tersungging di bibirnya. "Oh, maaf, ternyata kau sedang berbicara dengan seseorang. Halo, aku Kim Hyejin."
Seperti biasa, Hyejin tidak menunggu diperkenalkan. Ia langsung mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri dengan penuh percaya diri.
Kai juga tersenyum dan menjabat tangan Hyejin. "Kim Kai."
"Hyejin, Kai adalah pemiik toko kue di Madison Avenue," sela Chanyeol. "Apakah kau pernah mendengar tentang A Piece of Cake?"
Mata Hyejin melebar. "Tentu saja aku pernah mendengar tentang toko kue itu. Katanya kalian menjual tartlet yang sangat enak. Sayang sekali aku belum pernah mencobanya. Model tidak boleh makan sembarangan. Jangan percaya pada model yang berkata dia tidak prnah berdiet sehari pun dalam hidupnya. Yang benar saja! Tubuh seperti ini tidak didapatkan hanya dengan makan dan tidur. Bukankah begitu, Chnayeol?"
"Aku yakin kau benar, Hyejin," sahut Chanyeol.
Kai memandang mereka berdua bergantian sambil menahan senyum. Lalu ia berkata, "Baiklah, kalau begitu. Sebaiknya aku kembali kepada temanku."
"Tunggu sebentar," Chnayeol menahannya. Ia menoleh ke arah Hyejin dan berkata, "Hyejin, bisa tinggalkan kami sebentar? Ada yang ingin kubicarakan dengan Kai."
"Tentu saja," kata Hyejin ringan. "Aku akan pergi mengambil minuman dan menunggumu di dekat bar, oke?"
Hyejin melambai kecil kepada Kai dan melenggang yakin ke arah bar.
"Baiklah, apa lagi yang ingin kaubicarakan?" tanya Kai kepada Chanyeol.
"Dia bukan kekasihku, siapa tahu kau bertanya-tanya," kata Chanyeol.
"Aku tidak bertanya-tanya," balas Kai tak acuh.
Chanyeol terkekh. "Jadi kapan kau akan meneleponku?"
Kai menyesap anggurnya. "Aku tidak berencana meneleponmu."
"Kalau begitu berikan nomor teleponmu kepadaku, biar aku yang meneleponmu."
Kai menggeleng-geleng. "Kata-katamu tidak masuk akal."
"Apakah kau tahu kakekku merecokiku terus karena aku tidak berhasil mendapatkan nomor teleponmu? Dan kau juga tidak meneleponku," kata Chanyeol. "Apakah kau mau dia ikut campur lagi dan mulai merekrut komplotan?"
Kai menatap Chanyeol dengan mata disipitkan. "Sebenarnya kakekmu sudah menyimpan nomor teleponku. Kupikir dia pasti sudah memberikannya kepadamu."
Chanyeol terkesiap ngeri. "Aku tidak mungkin meminta nomor telepon wanita dari kakekku," katanya pura-pura tersinggung. "Dan aku juga tidak membutuhkan bantuan kakekku untuk mendapatkan nomor telepon wanita, terima kasih banyak."
Kali ini Kai tertawa kecil. Mendengar suara itu membuat Chanyeol merasa senang. "Jadi kau akan memberikan nomor teleponmu kepadaku?"
Kai mengangkat bahu. "Akan kupertimbangkan."
"Aku bisa bertanya pada Kun."
"Kun sudah kularang memberikan nomor teleponku kepada sembarang orang."
"Kalau begitu, dia boleh mengucapkan selamat tinggal kepada impiannya bekerja di Ramses," ancam Chanyeol, walaupun ia sama sekali tidak berniat melaksakan ancamannya.
Sepertinya Kai juga tahu ia tidak serius, karena gadis itu hanya menatapnya dengan sebelah alis terangkat tidak percaya. "Kembalilah kepada temanmu," katanya pada akhirnya.
"Dan kau kembali kepada kekasih gadunganmu?"
Kai hanya mmemutar bola matanya dan beranjak pergi.
"Kau benar-benar tidak mau memberikan nomor teleponmu kepadaku?" tanay aChanyeol sekali lagi.
"Sudah kubilang, akan kupertimbangkan," kata Kai nada acuh tak acuh dari balik bahu.
Chanyeol menggerutu pelan dan membiarkan Kai kembali ke sisi kekasih gadungannya.
.
..
...
Hari sudah hampir tengah malam ketika Chanyeol melangkah memasuki apartemennya di Tribeca. Sebenarnya ia sudah ingin pulang ketika ia melihat Kai dan Nicholas meninggalkan galeri jam sepuluh tadi, tetapi Hyejin masih terlibat diskusi panas tentang karya seni kontemporer dengan bebarapa orang kritikus seni yang hadir. Chanyeol tidak tahu apakah Hyejin benar-benar menggemari seni atau ia hanya ingin terlihat cerdas di mata para kritikus. Chanyeol nyaris tergoda meninggalkan Hyejin di sana dan pulang sendiri. Namun, ia seorang gentleman –walaupun Kim Kai pasti bersumpah sebaliknya- dan ia memaksa diri bersabar selama beberapa waktu sebelum akhirnya ia menyeret Hyejin pulang.
Chanyeol melepaskan jas luarnya yang tebal dan menyampirkannya di sandaran sofa di ruang duduk. Ia berjalan tanpa suara menyusuri koridor dan berhenti di depan pintu kamar kakekknya. Ia membuka pintu dengan pelan dan melongokkan kepala ke dalam. Dengkuran kakeknya menunjukkan bahwa kakeknya sudah tertidur lelap. Setelah itu ia menutup kembali dan masuk ke kamar tidurnya sendiri.
Ia baru saja melangkah masuk ke kamar ketika ponselnya berdenting, menandakan pesan masuk. Ia mengeluarkan ponselnya dan memeriksanya. Dari nomor tak dikenal.
Baiklah. Ini dia.
Hanya itu bunyi pesannya.
Tidak mengerti, Chanyeol pun mengabaikannya dan mulai melepaskan jas dan septunya. Tidak lama kemudian, ponselnya berdenting lagi.
Dari nomor tak dikenal yang sama. Isi pesannya kali ini: Aku masih membencimu.
Ha! Seulas senyum puas penuh kemenangan tersungging di bibir Chanyeol. Ia tahu siapa pengirimnya. Ia juga mengerti maksud pesan itu.
Akhirnya Kim Kai memberikan nomor teleponnya kepada Chanyeol.
.
..
...
Kai meletakkan ponsel di atas nakas dab menarik selimut sampai ke dagu. Ia meringkuk nyaman di atas ranjas si balik selimut sambil bertanya-tanya apakah ia telah mengambil keputusan yang tepat dengan memberikan nomor teleponnya kepada Park Chanyeol.
Tiba-tiba ponselny bergetar tanpa suara. Kai meraihnya dan membaca pesan yang masuk.
Terima kasih. Akan kusimpan nomor ini baik-baik.
Kai meringis. Ia baru hendak mengembalikan ponsel ke nakas ketika ponsel dalam genggamannya bergetar lagi.
Apakah kau tahu hanya ada garis tipis yang memisahkan perasaan benci dan cinta?
"Oh, yang benar saja," gerutu Kai lirih.
.
..
...
Chanyeol sesang menggosok gigi si kamar mandi ketika pesan balasan Kai masuk.
Bukan garis tipis dalam kamusku, melainkan jurang. Jurang yang sangat besar dan sangat dalam.
Chanyeol terkekeh pelan dan membalas, Omong-omong, apa yang dilakukan tunanganku bersama kekasih gadungannya sejk meninggalkan pameran lukisan sampai sekarang? Jangan bilang dia masih bersamamu.
.
..
...
"Dia sudah gila," gumam Kai ketika membaca pesan Park Chanyeol yang masuk. Jari-jarinya pun mengetik dengan cepat.
Itu bukan urusanmu. Dan untuk yang ke-628 kalinya, aku BUKAN tunanganmu.
Lalu ia menekan tombol kirim sekuat tenaga, walaupun usaha itu tidak menghasilkan efek dramatis dalam bentuk apa pun.
Beberapa detik kemudian, balasan dari Park Chanyeol masuk lagi.
Dan untuk yang ke-628 kalinya, katakan itu pada kakekku. Selama ia masih menganggap kita bertunangan, urusanmu adalah urusanku juga.
Kai meringis. "Dia benar-benar sudah gila."
.
..
...
Harus tidur sekarang. Tidak ada waktu melayani omong kosongmu.
Chanyeol dusuk di tepi ranjang sambil membaca pesan itu dan tersenyum. Selamat tidur. Semoga mimpi indah, ketiknya.
Karena gadis itu tidak ada si dekatnya untuk melayangkan salah satu pukulan mautnya, Chanyeol memberanikan diri menambahkan, Mungkin tentang aku?
Ia yakin gurauan kelewat manis itu akan membuat Kim Kai sebal setengah mati.
Balasan gadis itu singkat saja. Aku membencimu.
Chanyeol pun segera membalas, Aku tidak.
.
..
...
"Kau suka menonton pertunjukkan teater?"
"Kenapa kau ingin tahu?" Kai balas bertanya. Ia memindahkan pinsel dari telinga kanan sementara ia mengelap meja besar di dapur toko kuenya dengan sebelah tangan.
Park Chanyeol mendesah berlebihan di ujung sana. "Kau tidak bisa memberikan jawaban 'ya' atau 'tidak' yang sederhana saja?"
"Tidak."
"Ternyata bisa," gerutu Chanyeol pelan.
Seulas senyum tersungging di bibir Kai mendengar gerutuan Park Chanyeol. Saat itu suara lalu lintas yang sejak tadi terdengar di latar belakang kini tidak lagi terdengar. Sepertinya Park Chanyeol baru saja memasuki ruangan.
"Dengar, kebetulan aku punya dua tiket pertunjukkan baru di Broadway hari ini. Katanya ini pertunjukkan yang sudah ditunggu banyak orang." Suara Park Chanyeol terdengar lagi. "Kau mau pergi bersamaku?"
Kai menegakkan tubuh. "Katamu kita hanya perlu bertemu sesekali untuk menyenangkan hati kakekmu. Kita baru saja bertemu di acara pameran lukisan itu tiga hari yang lalu. Kenapa ita harus bertemu lagi hari ini?"
"Pertemuan kebetulan tidak masuk hitungan," kata Chanyeol tegas. "Lagi oula, kau menghadiri acara itu bersama kekasih gadunganmu."
"Dan kau bersama kekasihmu," timpal Kai sambil lalu.
"Hyejin bukan kekasihku, jadi kau tak perlu cemburu."
Kai mendesah frustasi. "Oh, demi Tuhan..."
"Omong-omong, kata Yuri Nuna, kau sangat menyukai pertunjukkan teater," sela Park Chanyeol. "Jadi kalau kau setuju, kita bisa berangkat sekarang."
"Yuri Eonni?" Ulang Kai dengan alis berkerut.
"Ya. Dia sedang melihat tiket pertunjukkannya dan... eh, kenapa dia terkejut begitu? Katanya dia yakin kau belum menonton pertunjukkan ini."
"Apa?" Kai berputar dengan cepat. "Park Chanyeol, kau ada di mana sekarang?"
"Di tokomu. Baru saja tiba."
Kai langsung menutup telepon dan melangkah cepat keluar dari dapur. Benar saja. Ia melihat Park Chanyeol yang berdiri di balik konter.
"Hei, Bos," panggil Yuri sabil melambai-lambaikan tiket yang dipegangnya dengan penuh semangat. "Katanya kau akan diajak menonton pertunjukkan ini!"
Kai mendelik ke arah Park Chanyeol, berjalan menghampiri konter dan mengambil tiket di tangan Yuri. Ia membacanya sekilas, terkesiap, dan sebelah tangannya terangkat mencengkeram pinggiran meja. Kemudian ia mengangkat wajah menatap Park Chanyeol dengan mata melebar kaget. "Bagaimana kau bisa mendapatkan tiket ini?" tanyanya takjub. "Kau tidak mungkin mendapatkannya secara kebetulan. Ini adalah tiket malam perdana dan sudah habis terjual berbulan-bulan yang lalu."
Park Chanyeol mengangkat bahu.
Kai menatapnya dengan mata melebar.
Akhirnya Park Chanyeol mendesah dan berkata, "Baiklah, kau benar. Aku harus menelepon, membujuk, dan membuat kesepakatan dengan beberapa orang demi mendapatkan tiket yang sangat mahal ini. Jadi kuharap kau cukup terkesan dengan usahaku dan bersedia menonton pertunjukkan itu bersamaku."
Kai mengerjap. Ia tidak ragu tiket itu sangat mahal. Ia sudah sangat sering menonton pertunjukkan teater sehingga ia tahu benar nomor-nomor kursi premium di dalam teater. Dan nomor kursi yang tertera di tiket Park Chanyeol adalah kursi premium. Kursi premium untuk pertunjukkan malam perdana di Broadway. Astaga...
"Tapi pakaianku tidak cocok dikenakan untuk menghadiri pertunjukkan malam perdana," kata Kau sambil menunduk menatap pakaiannya yang tertutup celemek bersulam tokonya.
Park Chanyeol ikut mengamatinya. "Kau benar," gumamnya. "Tapi kalau kau melepaskan celemek itu, aku yakin kau akan baik-baik saja."
Kai mendecakkan lidah dan melotot menatap laki-laki itu. "Bukan itu maksudku," cetusnya.
Yuri mendorong bahu Kai dengan bahunya sambil tersenyum lebar. "Pergi saja, Bos," desaknya.
Kai menggigit bibir dan menatap tiket yang masih dipegangnya selama beberapa saat. Lalu ia berkata, "Baiklah."
"Bagus," kata Park Chanyeol puas.
Kai melepaskan celemeknya dan masuk kembali ke bagian belakang tokk untuk mengambil jaket dan tas tangannya. Setelah itu ia menghampiri Park Chanyeol sambil melilitkan syal di sekeliling lehernya. "Tapi, hanya karena aku sangat ingin menonton pertunjukkan ini, dan kita bisa menghabiskan waktu dua jam bersama tanpa perlu saling bicara," katanya sambil tersenyum manis.
Mata Chanyeol menyipit sedikit, namun senyumnya masih tersungging sempurna. "Aku memang beruntung mendapat tunangan yang tidak suka banyak bicara."
Kai dan Yuri serentak terkesiap, walaupun untuk alasan berbeda. Pada saat yang sama, Park Chanyeol mengulurkan tangan dengan cepat dan mencengkeram pergelangan tangan kanan Kai.
"Aku tahu apa yang ingin kaulakukan, tapi memar di lenganku akibat pukulanmu waktu itu belum sembuh sepenuhnya," katanya dengan nada minta dikasihani.
Kai melotot menatap Park Chanyeol dan memukul lengan laki-laki itu dengan tangan kirinha yang bebas. "Siapa suruh kau bicara sembarangan?" Katanya dengan gigi mengertak.
Chanyeol meringis, namun masih belum melepaskan pegangannya di pergelangan tangan Kai.
Kai menoleh ke arah Yuri yang masih kebingungan dan berkata, "Abaikan dia. Dia hanya bercanda. Dia bukan siapa-siapaku, hanya orang menyebalkan yang ternyata lebih memilih mengganggu orang lain daripada mengurusi restorannya sendiri."
"Asal kau tahu, sebagai koki peraih bintang Michelin, aku ini lrang sibuk, tapi aku bersedia meluangkan waktuku yang berharga untukmu. Seharusnya kau merasa tersanjung," sela Park Chanyeol.
Kai menatap Park Chanyeol dengan mata disipitkan. "Lepaskan tanganku," katanya.
Park Chanyeol menggeleng singkat dan tersenyum kecil. "Tidak," balasnya tenang. "Karena aku tahu kau akan memukulku lagi."
"Tangan kiriku masih bebas," Kai memperingatkan.
"Taoi pukulan tangan kananmu jauh lebih keras daripada pukulan tangan kirimu." Tanpa menunggu tanggapan Kai, Park Chanyeol menoleh ke arah Yuri dan berkata, "Kami pergi dulu, Nuna. Senang berkenalan denganmu."
Setelah itu Kai ditarik keluar dari toko tanpa diberi kesempatan untuk berbicara, atau bahkan berpikir.
.
..
...
Dr. Kim Yifan memijat-mijat bahunya yang pegal dan menguap. Tidak ada lagi pasien yang harus ditanganinya. Waktunya pulang. Ia melirik jam tangan dan tersenyum kecil. Waktunya makan malam. Mungkin Kai mau menemaninya makan. Ia mencoba menghubungi ponsel Kai. Tidak ada jawaban. Well, tidak aneh. Kai memang jarang menjawab telepon kalau ia sedang sibhk membuat kue. Terlebih lagi di masa menjelang Natal ketika toko-toko kue sedang dibanjiri pesanan. Kris mencoba mebghubungi A Piece of Cake.
"Hai, Yuri," sala Kris ketika telepon dijawab oleh Yuru, salah seorang karyawan Kai di A Piece of Cake.
"Oh, hai, Kris," balas Yuri riang. "Ada yang bisa kubantu?"
"Apakah Kai ada di sana? Aku tadi mencoba menghubungi ponselnya tapi dia tidak menjawab."
"Dia tidak ada di sinj. Dia pergi menonton pertunjukkan. Mungkin itu sebabnya dia tidak menjawab telepon."
"Oh, begitu."
"Ya, dia pergi bersama... tunggu sebentar." Suara Yuri menjauh dari telepon sementara ia berseru, "Hei, Kun, siapa nama calon bos barumu? Park Chanyeol?"
Alis Kria terangkat heran. "Park Chanyekl?" Bukankah itu laki-laki yang mereka temui di pesta pernikahan Soohyuk? Laki-laki yang tidak disukai Kai?
"Ya, namanya Park Chanyeol." Suara Yuri terdengar jelas kembali.
"Kai pergi bersama Park Chanyeol?" ulang Kris sekali lagi dengan nada tidak percaya.
"Ya."
"Dan Kai pergi atas kemauannya sendiri?" Desak Kris.
"Tentu saja."
Sepanjang pengetahuan Kris, Kai sama sekalk tidak ingin berbicara dengan Park Chanyeol. Bagaimana mungkin ia mau pergi bersama laki-laki itu? "Aneh," gumamnya.
"Kenapa aneh?"
"Tidak apa-apa, Yuri. Aku hanya tidak menyangka mereka bertemen."
"Kulihat mereka cukup akrab," komentar Yuri. "Park Chanyeol malah sempat berkata bahwa Kai adalah tunangannya."
"Apa?"
"Apakah mereka benar-benar bertunangan, Kris?"
"Itu..." Kris tidak tahu harus berkata apa.
"Dr. Kim."
Kris menoleh mendengar panggilan itu dan melihat seorang perawat berjalan menghampirinya.
"Maaf, Yuri. Aku harus pergi," gumamnya di telepon. Setelah itu ia menutup telepon tanla menunggu balasan dan berbalik ke arah si perawat. "Ya, Linda. Ada apa?"
"Ada yang mencari Anda, Dokter," kata sk perawat. "Karena tadi Anda sedang bersama pasien, saya memintanya menunggu di sana."
Si perawat menunjuk ke sebelah kanan dan Kris mengikuti arah tangannya. Ia melihat seseorang duduk di deretan bangku yang dirapatkab ke dinding koridor, tidak jauh dari pos perawat. Sosok pria berambut gelap itu sepertinya tidak asing, membuat kening Kris berkerut berpikir.
"Baiklah. Terima kasih, Linda," katanya kepada si perawat. Kemudian ia pun berjalan menghampiri tamunya.
Ia baru berjalan beberapa langkah ketika pria yang sedang duduk itu mengangkat wajah dan melihatnya. Lalu pria itu bersiri dan tersenyum lebar kepada Kris.
Setelah melihat wajah pria itu dengan jwlas, Kris juga tersenyum lebar dan memperceoat langkah. "Oh Sehun," sapanya sambil menjabat tangan pria itu dan menepuk punggungnya dengan keras. "Astaga, sudah lama sekali. Apa kabar?"
"Dr. Kim Yifan," balas Oh Sehun dan balas menepuk punggung Kris. "Aku baik-baik saja. Kulihag kau sama seperti dulu."
"Dan kau terlihat berbeda," balas Kris sambil mengamati temannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Dengan kukit belang itu, kau lebih mirip kuli bangunan daripada jurnalis."
Oh Sehun tertawa. "Aku menghabiskan empat tahun terakhir di Afrika Selatan, Sobat. Apa yang kau harapkan?"
"Ya, sudah empat tahun. Kurasa banyak yang bisa kauceritakan tentang apa yang sudah kaulakukan selama ini," kata Kris. "Kau ounya acara lain malam ini? Pekerjaanku sudah selesai dan kita bisa makan malam sambil mengobrol.
Sehun merentangkan tangan dan tersenyum lebar, menunjukkan gigi yang putih cemerlang. "Aku memang datang ke sini berharap ditraktir."
"Kalau begitu, ayo," kata Kris dan mendorong bahu temannya. "Omong-omong, kapan kau kembali ke New York?"
"Beberapa hari yang lalu," sahut Sehun sambil berjalan mengikuti Kris. "Pekerjaanku di Afrika Selatan sudah selesai, jadi mulai sekarang aku akan kembali bekerja di kantor New York."
"Begitu," gumam Kris sambil mengangguk-angguk.
"Bagaimana kabar Soohyuk?"
"Baru saja menikah dan akan kembali dari bulan madunya besok," sahut Kris.
"Dan adikmu yang manis?"
Berpikir tentang adiknya membuat Kris tersenyum. "Kai? Dia sangat baik. Masih sibuk dengan toko kuenya."
"Apakah dia sudah menikah?"
Kris adalah kakak yang protektif sepanjang menyangkut adiknya. Dan ada sesuatu dalam nada suara Sehun saat itu yang membuatnya penasaran. "Belum. Kenapa?"
"Tidak apa-apa. Aku hanya bertanya-tanya apakah dia masih menungguku," sahut Sehun, lalu tertawa kecil. "Karena dia oernah memintaku menikah dengannya sebelum aku berangkat ke Afrika."
"Apa?"
Sehun menatap Kris dengan alis terangkat bertanya. "Kau tidak tahu?"
TBC
Hai... Saya balik buat ngelanjutin ini FF Remake. Minal Aidzin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin.
Sebelumnya saya ingin mengatakan sesuatu, mungkin saya akan jarang mengupdate FF Remake ini atau bahkan tidak melanjutkannya. Ada bebarapa hal yang harus saya pertimbangkan. Saat ini, saya akan fokus pada sekolah saya dan mengurangi jam untuk bersenang-senang. Saya minta maaf sebesar-besarnya. Mohon pengertiannya.
Big thanks to:
Chapter 3:
Home fairy floss, jongiebotom, Kim Jongin Kai, Kamong Jjong, hunexohan, , steffifebri, KkaiOlaf, aNOnime9095, cute, yousee, lelakimkaaaaaa, Leon, Yookey1314, TianLian, Parkchan1027, hunkailovers.
Chapter 4:
Yookey1314, steffifebri, , huneohan, jongiebottom, Kim Min Soo 10, Kim Jongin Kai, jjong86, yousee, cute, Guest, yeollo.