Apa masih ada yang melek jam segini? Ada?

Kalau ada, kamu tidak sia-sia masih belum tidur jam segini XD

.

.

I Don't Own the Characters. Copyright: Mangaka Eyeshield 21.

Original artwork of coverbook is not mine. Just modified it.

Diyari De Present: About That Night (Prequel Little Do You Know)

.

.

Chapter 16

.

.

Sudah lewat tengah malam, kamar hotel hanya menyisakan lampu tidur yang cukup untuk menerangi mereka yang masih terjaga. Mamori yang hanya terbungkus selimut, menempatkan dirinya di atas tubuh Hiruma. Sementara tangan Hiruma bersantai di pinggang Mamori.

"Coba katakan lagi?" sahut Hiruma, sambil membetulkan rambut Mamori yang jatuh dari telinganya.

Mamori, yang sekarang tengah terbaring di atas tubuh Hiruma, menggeleng dan tersenyum manis kepadanya.

"Ayo katakan. Kau harus terbiasa memanggil namaku," sambungnya lagi.

Mamori memandangi bibir Hiruma, sangat tergoda untuk menyentuhnya. "Boleh aku menciummu?"

Hiruma tersenyum memamerkan giginya. "Kau sudah menciumku puluhan kali tanpa izin tadi. Dan sekarang kau baru bertanya?"

"Bukan aku yang memulai duluan," balasnya tersenyum lalu mendekatkan bibir mereka. Mamori menempatkan kedua tangannya di pipi Hiruma dan mengecup bibirnya lembut dan cepat. Mamori melihat respon Hiruma lalu tersenyum. Dia lalu menciumnya lagi seolah mempermainkan Hiruma.

"Kau ini," balas Hiruma.

Mamori tertawa. Menempelkan dahi mereka dan menutupi wajah Hiruma dengan rambutnya. Mamori lalu mencium Hiruma lagi. Kali ini Hiruma berhasil memenanginya dan menahan Mamori dengan membalas ciumannya. Sembari tangan Hiruma membetulkan kembali rambut Mamori ke posisi semula, Hiruma menciumnya lembut dan dalam. Mamori membalas ciumannya. Perlahan dan menikmatinya, kini mereka seirama dan saling menikmati satu sama lain.

Mamori melepaskan ciumannya dan mengambil napas perlahan dengan hidung mereka yang masih bertautan. "Bagaimana ini, aku tidak bisa berhenti," ujarnya, tersenyum.

Hiruma lalu beralih mencium leher Mamori yang terbuka. "Kenapa kau selalu mengucapkan apa yang ingin kukatakan, heh?" balas Hiruma. "Aku yang tidak bisa berhenti menginginkanmu."

Mamori tersenyum-senyum sambil mengacak-acak rambut Hiruma. "Kalau saja kamu bisa sejujur ini dari dulu, Hiruma."

"Apa kau akan jatuh ke pelukanku saat itu juga?"

"Mm.. entahlah," jawab Mamori. "Kurasa aku lebih suka membuatmu menderita dulu," balasnya lalu menggigit lembut bibir Hiruma. Setelah itu menciumnya lagi.

Hiruma tersenyum. Dia mendapati diri Mamori dengan menyentuhnya lembut ke dalam selimut dan melingkari pinggangnya. Dengan hati-hati Hiruma memutar tubuh Mamori dan membaringkannya di ranjang. Hiruma lalu mengeratkan pelukannya kembali. Merasakan tubuh mungil Mamori di dalam pelukannya sambil mencium bahunya. Hiruma menikmati wangi tubuh Mamori di dekapannya. Berpikir bahwa selama ini, wanita inilah yang selalu diinginkannya. Sekarang, Hiruma memiliki Mamori hanya untuknya.

"Rasanya nyaman sekali," ujar Hiruma, merasakan kelegaan dalam dirinya dengan memeluk Mamori yang terasa tepat di dekapannya. "Aku menyayangimu. Kau milikku," lirihnya.

Mamori tersenyum dan membetulkan selimut di antara mereka. Dia menempatkan dirinya di pelukan Hiruma. Merasakan kehangatan dari tubuh bidang Hiruma di dekapannya. "Sekarang aku boleh tidur?"

"Hm.. tidurlah," jawab Hiruma, mengelus rambut Mamori dan mencium keningnya.

.

.

Mamori berjalan dengan hati-hati sambil menggandeng tangan Hiruma saat mereka jalan-jalan sore di pinggir sungai. Angin berhembus menyapu rambut Mamori saat Hiruma mengajaknya turun ke tepi untuk duduk di atas rumputnya. Hiruma menuntun Mamori dengan memeganginya sampai mereka duduk memandangi sungai.

"Sakit?" tanya Hiruma melihat Mamori meluruskan kakinya.

Mamori menoleh dan tersenyum menggeleng. "Aku hanya takut menggerakkannya. Karena rasa nyerinya kadang masih terasa." Mamori melihat ke cincin yang melingkar di jari Hiruma. Tersenyum mengingat fakta kalau itu adalah cincin pernikahan mereka. "Jadi selama ini kamu masih memakainya?"

Hiruma melihat ke jarinya. "Aku tidak pernah melepaskannya," jawabnya. Dia lalu memandangi Mamori. "Apa kita perlu menikah lagi?"

Mamori menggeleng. "Satu kali sumpah untuk seumur hidup," jawabnya tersenyum.

"Keh," balas Hiruma.

"Apa kamu menyangka akan menikah denganku?" tanya Mamori.

"Aku pernah menginginkannya," jawab Hiruma.

Mamori terdiam, jantungnya langsung berdetak kencang. "Pernah?"

"Ya," jawab Hiruma menoleh menatap Mamori. "Kau mau aku jujur?"

Mamori mengangguk.

Hiruma memperhatikan Mamori sebelum melanjutkan kembali. "Tidak jadi."

Mamori menggerutu mendengar jawaban Hiruma. "Tunggu, jadi itu alasannya. Jadi karena kamu pernah penginginkannya, makanya kamu melakukannya denganku saat malam reuni dulu?" tanyanya. "Berarti bisa dibilang kamu mengambil kesempatan saat aku setengah sadar?"

Hiruma mengerutkan dahi tidak terima dengan pernyataan Mamori. "Aku tidak mungkin melakukan itu, bodoh. Kau yang memulai duluan."

"Bagaimana bisa aku yang memulai duluan? Kamu tahu aku masih perawan. Tidak mungkin aku bertindak seperti itu."

"Yahh... aku juga samar-samar mengingatnya. Yang pasti kau lah yang memulainya," balas Hiruma. "Dan aku tidak mungkin bertindak serendah itu, menyerang wanita tanpa perlawanan."

"Bisa jadi," balas Mamori tidak mau kalah. "Kamu kan lagi mabuk. Bisa saja jadi gelap mata."

"Coba ingat-ingat lagi. Apa pernah aku menyentuhmu saat kita hanya berduaan saja, heh?" balas Hiruma.

"Pernah," jawab Mamori langsung.

Hiruma langsung terdiam karena termakan omongannya sendiri. Tentu saja pernah. Dia pernah melakukannya karena tidak bisa menahan dirinya.

"Ingat ya kan? Tidak hanya sekali ya kan?" balas Mamori puas.

"Ah sudahlah," kesalnya. "Oke kau menang. Puas?"

Mamori tersenyum. "Jadi selama ini kamu menginginkanku," ujarnya pada diri sendiri namun Hiruma masih bisa mendengarnya. "Senang mendengarnya."

Hiruma tersenyum memamerkan giginya. "Aku masih punya banyak fakta yang bisa membuatmu senang mendengarnya."

"Apa lagi?"

Yah.. banyak," balasnya.

"Apa, Youichi?" rajuk Mamori, melingkarkan lengan ke tangan Mamori dan memandanginya.

Hirum menatap Mamori beberapa saat ketika mendengar Mamori memanggil nama kecilnya. Dia lalu mengecup kening Mamori. "Aku akan mengatakannya satu per satu nanti," balasnya, meletakkan tangan di pinggang Mamori dan menciumnya lagi.

Mamori hanya pasrah menerima jawaban Hiruma. "Oke, kamu berjanji."

"Hm."

.

.

EPILOG

.

.

Tentang malam itu...

.

.

Hiruma membawa Mamori di punggungnya melewati pintu kamar hotel. Lampu depan langsung menyala saat mereka masuk. Hiruma menutup pintunya kembali dengan kakinya dan pintu terkunci. Hiruma melangkahkan kakinya lalu terhenti. Dia mendengar suara aneh seperti suara sobekan kain. Hiruma menoleh. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Sialan," umpatnya. Hiruma rasanya ingin mengeluarkan keluhannya. "Bagaimana kau bisa beli gaun yang gampang sobek begini, heh?" keluhnya kepada Mamori walau Hiruma yakin wanita ini tidak akan mendengarnya.

Hiruma lalu menarik paksa ujung gaun yang tersangkut pintu itu dan kembali berjalan ke dalam.

"Dimana ini?" ujarnya lemah, masih dalam keadaan setengah sadar.

"Diamlah," balas Hiruma.

Dia lalu membaringkan Mamori di ranjang. Hiruma menarik napas dan duduk di samping ranjang. Hiruma mengendurkan dasinya sambil melirik ke Mamori di belakangnya yang masih setengah sadar. Berpikir bagaimana bisa dia mabuk seperti ini. Karena Hiruma tahu hanya dua gelas anggur yang Mmaori minum di pesta tadi.

Hiruma lalu pindah ke sofa dan membaringkan dirinya disana. Dari luar memang Hiruma tampak biasa dan tidak terlihat mabuk sama sekali. Namun sekarang ini dia merasa pusing dan mengantuk. Ditambah dirinya yang harus membopong Mamori sampai ke hotel ini.

Hiruma tentu memilih hotel ini karena di restoran hotel inilah reuni mereka diadakan. Hiruma tahu selama ini Mamori tinggal di Fukuoka. Jadi tidak mungkin mengantar Mamori pulang ke sana. Dia juga tidak bisa mengantar Mamori pulang ke rumahnya yang di Tokyo, mengingat dia tidak bisa menyetir mobil dalam keadaan seperti ini.

Dalam pandangan mengantuknya, Hiruma melihat Mamori duduk terbangun sambil berusaha melepas gaun putihnya. Saat pertama Hiruma mencoba mengabaikan dan kembali memejamkan matanya. Namun masih terdengar suara Mamori yang kesusahan membuka resleting belakang gaunnya. Dengan kesal Hiruma bangun dan menuju ke Mamori.

Tanpa berkata Hiruma duduk di samping Mamori dan membantunya. Belakang gaun telah terbuka dan Hiruma melihat lingeria putih di dalamnya. Mamori melepaskan gaun dari kedua tangannya sampai melewati kakinya. Dia lalu melemparkannya ke bawah jendela. Hiruma yang sedari tadi hanya memandangi Mamori, akhirnya tersadar dari pikirannya saat Mamori berbalik dan tiba-tiba saja memeluknya.

"Dingin sekali," lirih Mamori lalu kembali berbaring dan membawa Hiruma bersamanya.

Hiruma hendak protes namun tidak dilakukannya saat Mamori semakin mengeratkan pelukannya, sementara Hiruma mendapati wajah mamori tepat dihadapannya. Hiruma memandangi wajah Mamori, menikmatinya. Sampai pada dia menatap ke bibir Mamori yang hanya berjarak beberapa centi darinya. Perlahan dan pasti Hiruma mendekatkan bibir mereka dan dia mulai menciumnya. Hiruma semakin tidak bisa berhenti saat Mamori juga membalas ciumannya.

Rasa hangat terus menjalar ke tubuh Mamori. Perlahan Mamori membuka matanya, melihat ke Hiruma. Mamori lalu memejamkan matanya lagi dan melanjutkan ciuman mereka. Hiruma berhasil memutar tubuh mereka sehingga sekarang Mamori tepat berada di bawahnya.

Tidak tergesa-gesa, Hiruma lalu melepaskan ciumannya. Mata mereka saling berpandangan. Keduanya kembali mengatur napas mereka. Hiruma lalu melepaskan dasi dan melemparkannya. Dia lalu membuka kancing bajunya. Mamori melingkarkan lengan ke leher Hiruma dan kembali menciumnya. Mamori menyukai kehangatan yang didapatkan dari tubuh Hiruma.

Malam ini, Hiruma tidak bisa menghentikan dirinya sendiri. Dia terus menciumi leher Mamori dan menikmati tubuhnya. Malam ini Mamori adalah miliknya. Dan mereka akan melupakan kegairahan mereka malam ini esok pagi.

.

.

END OF STORY

.

.

(Okey, saya harap tidak ada yang merasa aneh sama kelakuan mabuk mereka. Karena jujur, penulis tidak tahu bagaimana rasanya mabuk)

.

.

Catatan Kecil :

This is the end but not the last

Okay guys, di bawah ini ada tulisan panjang yang sayang kalau kalian lewatkan. Check it out!.

.

.

Fakta dibalik cerita asli VS Buatan ulang (BU):

- di cerita asli, wanita-wanita Hiruma lebih banyak dibanding yang BU. Lebih "ganas", bahkan ada adegan Mamori menampar salah satunya. Ada pula beberapa adegan Hiruma bermesraan dengan wanita-wanita yang berbeda. (Kalian pasti tidak akan menyukainya)

- di BU, Mamori dibuat keguguran. Kalau di asli, kehamilan Mamori terjadi karena kesalahan dari dokter saat memeriksa. Jadi sebenarnya Mamori tidak hamil dan mereka tidak pernah melakukannya. Cerita diubah menjadi keguguran, karena penulis pikir terlalu tidak masuk akal kalau sampai dokter salah memeriksa pasien.

- di cerita asli, istri dari Musashi adalah orang Inggris yang menetap di Okinawa dan jatuh cinta dengan Musashi Lalu Hiruma minta dibelikan cincin olehnya asli dari sana. Sedangkan di BU istri Musashi adalah orang Okinawa.

- di cerita BU, mereka ke Korea untuk liburan setelah dari Okinawa. Lalu pulang ke rumah Mamori. Kalau di cerita asli, mereka pulang ke rumah Hiruma lalu berkunjung ke Hokaido ke rumah Bibi Mamori

- di cerita asli, saat mereka di rumah Hiruma, mereka kedatangan orangtua Hiruma yang mendadak datang.

- Kalau di BU saya membuat karakter baru yang segar seperti anggota TIM Hiruma, Furukawa, Papa Bear, dan Pelatihnya. Kalau di cerita asli, dalam satu chapter dimunculkan Paman Mamori, bibinya, sepupunya yang anak SMP dan ikut klub Amefuto (sangat ketus namun mengidolakan Hiruma), lalu ada mantan Mamori yang seorang dokter.

- Maupun di asli atau di BU, cinta mereka sama-sama dibuat tidak bisa mengatakan perasaannya masing-masing. Dan Hiruma memang dibuat menderita karena merasa Mamori tidak mungkin mencintainya, sementara Mamori dibuat menderita karena munculnya wanita-wanita Hiruma yang membuatnya tidak mungkin untuk bisa memiliki Hiruma. (Karena hal inilah penulis sangat sulit untuk menulis ulang cerita ini karena harus serba hati-hati agar tidak melenceng)

- di BU, gaun Mamori sobek karena tersangkut pintu. Namun di cerita asli, gaun Mamori sobek karena tersangkut di pintu mobil saat Hiruma menggendongnya menuju hotel.

- di cerita asli Mamori sangat cengeng (dan penulis tidak begitu menyukainya)

- di cerita asli Mamori lah yang meminta Hiruma menikahinya dan membuat peraturan-peraturan. Dia menemui Hiruma di tempat latihannya dan langsung mengatakan kalau dia hamil. Sedangkan di BU, Mamori dibuat ragu dan banyak pertimbangan. Hiruma lah yang mendatangi Mamori dan meminta agar mereka menikah. (Penulis lebih suka Hiruma yang di BU karena lebih bertanggung jawab, tidak seperti di cerita asli)

.

.

Thank You For Reading This !