I Don't Own the Characters. Copyright: Mangaka Eyeshield 21.

Original artwork of coverbook is not mine. Just modified it.

Diyari De Present: About That Night (Prequel Little Do You Know)

.

.

Chapter 1

.

.

Suara bel pintu terdengar memenuhi kamar hotel yang cukup luas hanya untuk seorang gadis yang tengah tertidur lelap. Mamori masih belum terbangun sampai terdengar suara bel yang kedua kalinya. Kali ini dia terbangun dan pening langsung menghantam kedua pelipis matanya. Dia merintih pelan sambil berusaha mengembalikan penglihatannya yang samar-samar.

Dia bangun terduduk dan melihat ke sekeliling. Pikirannya tambah berat saat dia menyadari kalau ini bukan kamarnya. Matanya lalu menangkap ke cermin tepat di hadapannya. Mamori langsung terbelalak dan menunduk melihat apa yang dikenakannya. Dia hanya memakai lingeria putih tipis miliknya. Dia tambah kaget saat dia melihat kalau dia tidak mengenakan apa-apa selain pakaian dalamnya.

Kenyataan langsung menghantam Mamori saat dia melihat gaun putih miliknya tergeletak sembarangan di bawah jendela.

"Apa yang terjadi!?" tanya Mamori kepada dirinya sendiri karena jelas dia hanya sendirian di kamar hotel ini dengan tidak memakai apa-apa.

Mamori mendengar pintu yang terbuka, dan dengan cepat dia menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Mamori langsung bernapas lega saat melihat petugas hotel itu adalah perempuan.

"Maaf," sahut petugas itu. "Saya sudah membunyikan bel tapi tidak ada jawaban."

Mamori berusaha menanggapi petugas itu walau saat ini pikirannya sudah kacau. "Ada perlu apa?"

"Suami anda menitipkan ini." Petugas itu meletakkan kantung jinjing di depan Mamori.

Kepala Mamori tambah berdenyut mendengar kata 'suami'. Karena jelas dia belum pernah menikah dan tidak mempunyai suami! "Lalu kemana dia?" tanyanya sambil menarik kantung seolah itu adalah pertanyaan wajar dibanding menanyakan siapa suaminya.

"Saya tidak tahu, Nyonya. Tadi pagi saya lihat dia keluar hotel dan kembali lagi. Dia lalu meminta saya mengantarkan kantung ini dan membangunkan anda satu jam lagi karena anda masih tidur," jelasnya. "Kalau begitu saya permisi."

"Terima kasih," balas Mamori masih fokus dengan kantung itu.

Astaga.

Mamori benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi. Dia ingat semalam dia datang ke reuni angkatan kampusnya. Setelah itu dia merasa pusing dan mual sampai tidak ingat apa yang terjadi setelahnya. Bagaimana dia bisa sampai di tempat ini dan bagaimana dia bisa berakhir dengan hanya pakaian dalam seperti ini.

Kenyataan lagi-lagi menghantam Mamori mengingat kata-kata petugas itu. Otaknya langsung mencerna cepat apa yang sudah terjadi dengannya. Lelaki itu baru keluar pagi ini. Itu berarti Mamori semalaman bersamanya. Dan itu berarti pula lelaki itu melihat Mamori seperti ini. Tanpa mengenakan apa-apa seperti ini?

"Oh Tuhan!"

Mamori lekas keluar dari tempat tidurnya untuk mengambil gaun putihnya. Saat hendak memakai, dia terkejut saat melihat bagian pinggangnya yang sobek hampir setengahnya. Lagi-lagi Mamori menahan kesalnya dalam hati. Dia lalu teringat pada kantung yang belum sempat dia lihat isinya itu.

Mamori mengambilnya segera dan melihat ada secarik kertas di dalamnya.

Pakailah. Kau pasti sangat membutuhkan ini.

Mamori berdecak. Tentu saja dia sangat membutuhkan ini. Laki-laki itu semalaman bersamanya, dan sudah pasti dia tahu kalau gaun Mamori hancur seperti ini.

Rasa pening Mamori bertambah saat mengingat kalau itu adalah gaun yang baru dibelinya, yang sengaja dia beli untuk pesta reuni itu. Oh Tuhan, mengingatnya saja sudah membuat Mamori sakit kepala ditambah kebingungan yang melandanya saat ini.

Masih dengan pikiran berantakan, Mamori mengikat rambutnya dengan asal dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Mamori menatap cermin sejenak setelah membasuh mukanya. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi dan berharap semuanya hanya mimpi.

Bagaimana bisa terjadi seperti ini. Di usianya yang ke 27 tahun, Mamori sengaja masih menjaga kesuciannya sampai pernikahannya dia nanti. Itu berarti belum ada satu lelaki pun yang pernah melihat tubuhnya sejelas ini, bahkan mantan pacarnya sekalipun.

Mamori lalu menghela napasnya pasrah. Dia lalu kembali ke dalam dan mengambil pakaian dari dalam kantung itu. Sebuah jas terusan yang cukup sederhana berwarna cokelat muda. Mamori tersenyum menyindir. Bahkan laki-laki ini tahu apa yang paling cepat digunakan wanita pada saat-saat seperti ini. Setelan jas selutut dengan beberapa kancing dan tali di pinggangnya. Tapi berganti lingeria-nya pun, Mamori dengan mudah langsung memakainya.

Setelah selesai, Mamori memungut gaun putihnya. Saat ingin memasukkan ke dalam kantung, Mamori sejenak melihat ke secarik kertas itu lagi. Dia mengernyitkan dahi memandang tulisan tangan itu. Seketika Mamori menahan napasnya. Dia mengenal tulisan tangan ini. Lima tahun tidak pernah bertemu orang itu lagi, lantas tidak membuat Mamori lupa dengan tulisan tangan milik lelaki itu.

Hiruma Youichi.

.

.

Mamori berjalan dengan sisa-sisa tenaga dan kesadarannya menjauh dari keramaian pesta menuju samping halaman. Beruntung di kebun ini tidak terlalu banyak orang. Jadi Mamori segera menuju ke tempat sepi dan menyandarkan dirinya di bawah pohon mencari kesejukan. Tapi tetap saja rasa mual dan pening tidak segera hilang. Dia tidak ingat sudah berapa gelas anggur yang telah diminumnya.

Mamori memijat-mijat pelipis kepalanya sembari tangan yang lain menopang perutnya.

"Kau, baik-baik saja, heh?" tanya seseorang.

Mamori menoleh ke asal suara. Dia samar-samar melihat lelaki dengan setelan jas hitam dan rambut pirangnya. Dari suaranya saja Mamori bisa tahu siapa orang itu. "Entahlah. Rasanya tidak karu" dia langsung menutup mulutnya karena rasa mual tiba-tiba menyerangnya.

Hiruma segera menangkap Mamori yang sudah sempoyongan. Membantunya berjalan kembali ke tempat pesta. "Kuantar kau pulang."

Mamori menggeleng. Dia ingin menjelaskan kalau apartemennya ada di daerah Fukuoka, namun rasanya dia tidak sanggup.

"Baiklah. Aku antar ke hotel," lanjutnya lagi seolah mengerti apa maksud Mamori.

.

.

Hanya sampai situlah Mamori berhasil mengingat kejadian semalam. Sisanya dia tidak tahu apa lagi yang terjadi.

Setelah keluar dari pintu kamar hotel, Mamori menuju lift yang ternyata dia berada di lantai dua belas. Tentu saja lantai dua belas, karena nomor kamarnya tadi adalah 1206. Dia masuk ke lift setelah pintu terbuka. Sambil memandang kosong ke depan, pikiran Mamori masih melayang ke kejadian semalam.

Dia semalaman bersama Hiruma Youichi. Lelaki yang sudah tidak pernah ditemuinya sejak lima tahun lalu. Sejak Mamori pindah ke Fukuoka dan Hiruma menjadi atlet nasional di Tokyo. Mereka hilang kontak. Karena yaa... tidak ada lagi yang bisa mereka bicarakan di luar aktivitas klub-nya dulu. Mereka bukan teman, hanya sebatas kapten dan manager. Jadi tidak ada obrolan basa-basi menanyakan kabar. Semuanya berlalu, ikut memudar seiring berjalannya waktu.

Lagipula, Hiruma Youichi. Siapa yang tidak mengenal namanya? Dia sudah melejit menjadi atlet terkenal di semua kalangan. Jagoan para lelaki karena kepiawaiannya bermain di lapangan. Idola ibu-ibu rumah tangga dan para wanita muda karena selain atlet handal, dia memiliki tubuh yang bagus, wajah tampan walaupun menyeramkan, otak yang cerdas, dan yang pasti dia sangat kaya raya.

Mamori semalaman dengan lelaki itu. Tadi malam, berduaan di kamar hotel. Tempat tidur yang berantakan, dan Mamori hanya mengenakan pakaian dalamnya. Mamori menggeleng-gelengkan kepalanya memikirkan kemungkinan buruk itu. Mereka tidak mungkin melakukan apa-apa. Mamori tidak mungkin melakukan itu, apalagi dengan orang seperti Hiruma Youichi.

Dengan pikiran yang berhasil ditenangkannya, Mamori berjalan keluar kamar hotel dan berharap dia bisa melupakan kejadian ini.

.

.

Hiruma membuka pintu kamar mandinya dengan kasar. Dia tidak bisa menenangkan diri sejak masuk ke dalam rumahnya beberapa menit lalu

Dia sudah melakukan kesalahan besar.

Bagaimana semua itu bisa terjadi?

Pertama, Bagaimana dia bisa terbangun di atas tempat tidur bersama Mamori. Dia ingat semalam dia mengantarkan gadis itu ke hotel. Hiruma merebahkannya di atas ranjang sedangkan dirinya beristirahat sebentar di sofa. Tapi saat itu dia yang juga sudah setengah mabuk, begitu lelah dan mengantuk, akhirnya tertidur di sofa.

Dia tidak ingat bagaimana bisa berakhir di atas ranjang. Lebih parahnya, tadi pagi saat dia bangun, Hiruma menyadari kalau dia tidak mengenakan apa-apa. Hanya tertutup sehelai selimut yang dia bagi bersama Mamori. Yang mana gadis itu pun hanya mengenakan pakaian dalamnya.

Apa yang sudah mereka lakukan?

Hiruma jelas sudah melakukan kesalahan yang fatal. Dia seharusnya tidak boleh melakukan hal yang bisa menjadi skandal. Klub melarang atlet-atletnya untuk mabuk-mabukan, merokok, menggunakan obat-obatan terlarang, dan juga wanita. Hiruma tidak boleh terlibat dengan sembarang wanita.

Tapi bukan berarti dia tidak pernah berhubungan dengan wanita sama sekali. Hanya saja dia melakukannya dengan wanita yang bekerja secara profesional dan tanpa hubungan. Hiruma bisa memakainya dan wanita-wanita itu sudah terikat kontrak dengan klub. Yaa... mereka juga lah yang suka menghibur rekan-rekan atlet lain selain dirinya.

Tapi untuk yang satu ini. Hiruma jelas pusing bukan kepalang. Kalau benar dia melakukannya dengan Mamori, bagaimana kalau Mamori sampai hamil. Walaupun kemungkinan itu sangat kecil, tapi tetap saja mereka melakukannya tanpa pengaman. Semua itu bisa merusak karirnya.

Hiruma menegaskan dirinya untuk berusaha tenang. Itu kemungkinan buruk yang sangat kecil yang mungkin terjadi. Bahkan hanya sekitar tiga puluh persen pasangan suami istri yang mendapatkannya di malam pertama mereka.

Ya, Hiruma Youichi tidak mungkin sesial itu hanya dengan melakukannya sekali dengan Mamori. Itu pun kalau benar mereka sudah melakukannya.

.

.

To Be Continue

.

.

Catatan Panjang: (Harap dibaca XD)

Heeey~! It's me. Long time no see you guys!

Wow... sempat ragu ingin menulis lagi. Tapi karena ingat saya punya janji dan kalian yang terus menyemangati saya. Akhirnya saya memutuskan untuk menulis ulang cerita lagi. Fiuh.

Sempat terpikir untuk menulis cerita baru dari pada menulis cerita ulang yang saya sudah buat sampai tuntas itu. Karena pertama, saat saya menulis ulang, saya terus kepikiran hp saya yang lenyap T-T. Kedua, saya tidak mungkin bisa membuat sebagus cerita yang sudah saya buat itu (tapi saya akan tetap berusaha). Ketiga, karena jalan cerita yang ribet membuat saya hampir menyerah untuk menulis ulang lagi. Dan yang ke empat, saya harus memeras otak dua kali mengingat-ingat jalan ceritanya. Duhh...

Jadi semuanya, para readers setia, mohon dukungan dan semangat dari kalian. Berbeda dari fic-fic sebelumnya, fic ini belum saya tulis sampai tuntas. Jadi akan saya update setiap saya selesai satu chapter. Jadi saya sangat berharap kalian bisa bersabar dan jangan meminta saya untuk update cepat-cepat mengingat alasan-alasan yang sudah saya tulis di atas.

Wow... panjang sekali curhatan saya. Terima kasih bagi yang sudah membaca dengan seksama sampai kalimat ini.

Saya harap kalian tidak menjadi silent reader karena saya betul-betul senang membaca review dan semangat dari kalian. Bahkan saya senang kalau ada yang menulis panjang lebar.

Okey segini dulu untuk catatan panjangnya.

Review? :D

Oh... apa ada yang mau buat artwork untuk cover fic ini? Kalo ada PM aja yaa... Saya tunggu. (Semoga aja ada XD)

Salam: De