Big Thanks to:

liu shin, oohsehan, Samiyatuara09, applecrushx, equuleusblack, Rly. , sanmayy88, ChanSooKaiSoo aegy, BlackXX, kpopyehetina, Baby niz 137, sehunsdeer, fitri22exo, Chanbaehunlove, caramessso, Mara997, Ara, xobechan, NopwillineKaisoo, DBSJYJ, vionaaaH, laranor, ia, ffworm, Lovesoo, WhenKmeetK, Kim YeHyun, danactebh, sekyungbin13, KMHHS, dyodomyeon, aerii, exindira, Hyoran Soo, Qxion, ChanHunBaek, daebaektaeluv, , HawaAF, ParkBy, Sooso, youngie, Chayyara Defra, 121314, NopwillineKaiSoo, intanchristine4, ParkChoHyun, , 2113kadi, jeonjay88, xosoo, zassu, overdyosoo, munakyumin137, kaisooy, ChansooShipp, asdfghjkyu, beng beng max, He Who Controls The light, DKSlovePCY, ChanHunBaek, Rahmah736, laranor, Patricia Cornelia, Selenia Oh, FarydahKAISOO8812, ovediokai, sekyungbin13, danactebh, xxxx, SooieBabyUke, venus zeus, nikyunmin, HawaAF, , kyung1225, OshendyF.

Thanks, Guys. You are so kind. Love you much.

.

.

.

Warning: GS for Uke, OOC, sometimes typo.

No Children, Please!

Rated M for mature contents

No Plagiator, No Haters.

Main Cast:

Do Kyungsoo & Kim Jongin

Light Kailan proudly present:

"HELLO TOMORROW"

Chapter 3

.

.

Terlalu pagi. Aku sudah berada di kelasku. Tidak tahu sejak kapan mulanya aku terobsesi menjadi yang pertama sampai di kelas. Sebenarnya bukan karena ingin menjadi yang pertama dalam segala hal, tapi ayolah, suasana pagi ketika kelas masih sepi sangat menyenangkan seolah aku yang memiliki tempat ini. Biasanya bangku-bagku itu akan penuh dan riuhnya memusingkan kepalaku. Namun, ketika belum ada siapa-siapa, suasana ramai yang kubenci belum ada.

Aku meletakkan tasku pada atas meja kayu yang masih basah oleh embun. Musim sebentar lagi berganti hujan, aku bisa merasakan kelembaban ekstrem akhir-akhir ini. Menurut perkiraan cuacapun, jangma ―hujan pada musim panas―akan datang dalam waktu dekat. Aku membuka jendela dan mengeluarkan kepalaku untuk menghirup udara yang bersih.

Jam sudah beranjak lima belas menit dari waktu awal aku menghirup udara bersih, lalu belum kutemukan tanda-tanda murid lain. Kantin belum buka dan aku memutuskan untuk keluar dari kelas. Seperti hari sebelumnya dan sebelumnya, selain ke kantin aku suka duduk di depan kelas, menunggu Luhan datang.

Sampailah aku di depan kelas. Dari sini aku bisa melihat pintu gerbang dan berbondong-bondong manusia sebayaku turun dari bus mereka. Aku berdiri ketika dia datang dan berpapasan denganku.

Jongin,

Lelaki itu selalu menjadi yang kedua datang.

Dia berhenti dari langkahnya kemudian menghampiriku yang masih dalam diam. Setiap melihat wajah berwarna tan itu, atau menghirup udara di sekitarnya, kepalaku menjadi ringan dan pusing dalam waktu bersamaan. Sensasi aneh pun timbul karena dia dengan lancang masuk ke mimpiku, duniaku yang lain, sehingga menambahkan memori-memori dalam otakku. Rasanya aku suka untuk terlalu melampiaskan kekesalanku kepadanya.

Tanpa sebab yang bisa dijabarkan, aku membenci Jongin. Bukan hanya karena dia suka mencontek pekerjaan rumah milikku, bahkan sebelum itu. Jika diingat kembali, dari awal aku bersitatap dengan matanya yang tajam, sejak itu kurasa aku mulai tidak menyukainya. Dari sekian ratus orang di dekatnya dan mencintainya, aku ditakdirkan untuk menjadi satu-satunya orang yang membencinya. Aku benci cara dia menatapku.

"Kyungsoo," lirihnya. Aku menatap matanya dan dia menatap mataku dalam. Ada satu pertanyaan yang ingin aku lontarkan padanya tentang PR kemarin. Tapi pertanyaan itu tercekat untuk pertanyaan yang lain.

"Bukankah ini punyamu?" Aku menyodorkan botol kecil parfume beraroma mawar itu. Jongin mengernyit namun tetap menerima parfume itu.

"Darimana kau tahu ini punyaku?" ternyata kerutan bingung di dahinya tercetak karena pertanyaan itu.

"Cih, dari jarak lima meter aromamu terbang kemana-mana," aku berbohong. Tentu saja aroma tubuhnya hanya bisa dicium dari jarak dekat. Tak mungkin aku menceritakan mimpi jorokku padanya atau aku menceritakan bahwa aku selalu menghirup aromanya ketika dia lewat dekatku.

Tunggu. Seketika mimpi itu berputar. Aku memperhatikan bibirnya yang penuh.

"Oh," jawabnya singkat. Seruan singkat itu membuyarkan lamunanku dan kembali sadar kepada Jongin yang dingin.

"Lalu apa maumu?" tanyaku. Bukankan tadi dia duluan yang menegurku.

"PR mu mana?" jawabnya dengan tanya. Aku terdiam. Apa dia tak tahu situasinya? Apa dengan kejadian kemarin tak membuatnya jera dan merasa bersalah? Tak habis pikir.

Aku menatap kedalam matanya, tak ada rasa bersalah yang kutemukan. Bahkan sama sekali tidak berbeda dengan tatapannya pada hari-hari sebelum ini.

Dia sepertinya tahu, aku tidak bisa menolaknya. Bukan hanya dia, aku tak bisa menolak permintaan siapapun. Aku juga tidak tahu mengapa. Jongin tidak memaksa ataupun mengintimidasiku, tapi permintaannya seolah perintah yang tak bisa kulanggar. Aku mengambil buku PRku dari laci dan menyodorkan padanya. Tapi dia tak langsung mengambilnya. Jongin diam.

Lalu dia menjentikkan jarinya ke keningku sehingga aku mengaduh. "Aw!"

"Kau ini bodoh atau apa sih? Jangan terlalu baik jadi orang. Sekalinya meledak, kau akan merugikan dirimu sendiri,"

Jadi, dia mengujiku?

Aku bisa apa? Andai saja dia tahu jika Luhan sudah menasehatiku ratusan kali. Aku tak bisa menolaknya.

"Jika kau tidak mau, jangan lakukan. Jangan pernah berikan contekan ini pada siapapun, termasuk aku."

Jika dia tahu kalau aku tak pernah rela menyerahkan pekerjaan rumahku, lantas kenapa dia tetap memintanya; selalu memintanya?

Benar-benar menyebalkan.

Tiba-tiba saja Jongin menggenggam tanganku. Aku terhenyak memikirkan apa maksud perlakuannya. Oh, tidak mungkin; apa dia merasa mulai kasihan denganku?

"Ada yang ingin ak―" belum sempat kalimatnya selesai, seseorang masuk ke dalam kelas.

"Ehem!" Orang ketiga itu mengacaukannya.

Jongin melapaskan genggamannya, seolah tidak ada yang terjadi. Ekspresinya langsung berubah dan menyapa orang itu,

"Hai, Krys!"

Dia berlalu padahal masih ada pertanyaanku yang masih tercekat di tenggorokan.

...

Dibandingkan dengan ribuan kebaikan yang kau lakukan, orang lain hanya akan mengingat satu kesalahan. Hal itu terjadi padaku mulai kemarin. Atmosfer yang kurasakan sangat sesak. Ditambah lagi aku kehilangan Luhan. Dia tidak datang ke sekolah. Aku menunggunya sejak tadi dan kecewa begitu bel pelajaran pertama berbunyi.

To: Lulu

Kenapa kamu tidak masuk, Lu?

Tidak ada balasan. Aku rasa dia sangat marah akibat kejadian kemarin. Yang pertama, aku mengobrol dengan Baekhyun dan yang kedua, aku ikut memberikan contekan yang salah padanya. Mungkin aku harus lebih keras membujuknya. Biasanya kami tidak akan bertengkar lama. Namun, Luhan bukanlah tipe orang yang akan menghindari masalah dengan tidak masuk sekolah.

Jam berdetak sangat lambat, ditambah pelajaran yang tidak menyenangkan, hari ini akan menjadi hari yang sangat panjang. Itu yang aku pikirkan saat ini dan akan menjadi pernyataan yang salah begitu jam istirahat pertama berbunyi.

SM High adalah sekolah para elite, maksudnya, yang bisa bersekolah disini selain orang kaya ya hanya orang yang benar-benar memiliki otak cemerlang. Sejauh ini aku berpikiran baik mengenai sekolah ini karena aku tak pernah menemukan sesuatu yang janggal semacam pem-bully-an. Atau bahkan orang berkelahi, aku tak pernah mendengarnya. Paling menghebohkan adalah ketika ada yang melanggar peraturan tentang cara berpakaian. Rok kependekan, rambut kepanjangan, dandanan yang tidak sesuai, lupa membawa PR, atau atribut yang tidak lengkap adalah jenis pelanggaran yang kuketahui.

Krys, adalah orang yang selalu ketahuan memakai make up yang berlebih. Atau Baekhyun yang selalu memakai rok pendek dan rambutnya ketahuan di highlight. Atau Amber, murid kelas sebelah, selalu berdiri di depan kelas karena malas mengerjakan PR. Bahkan yang aku lihat, geng-geng populer tidak pernah melanggar apapun. Sejauh ini hanya itu yang aku tahu dalam dunia sekolahku. Namun, ternyata aku salah, sebab selama ini, Luhan menjadi tameng yang baik. Aku baru membuka mata begitu Luhan tidak masuk sekolah.

Ketika aku sendirian ―karena Luhan adalah satu-satunya sahabatku― aku memahami sekitarku. Aku baru saja menyadari jika ketika aku ke kantin atau ke perpustakaan, selama ini kondisi kelas pada jam istirahat adalah sangat kacau. Krys adalah sumbernya dan Minseok menjadi bawahannya. Aku bergidik karena tak ada satupun yang mempedulikannya, bahkan nyaris seisi kelas mengejeknya, menjadikan dia bahan taruhan. Itu adalah pem-bully-an pertama yang kulihat di sekolah ini.

Aku tidak tega melihat mata Minseok yang seolah berteriak minta tolong. Aku benar-benar ingin menolongnya, tapi tidak bisa sekarang. Aku mempunyai urusan lain. Aku beranjak keluar kelas tanpa meliriknya. Hal itu membuat diriku sendiri seperti pecundang. Meski aku tidak begitu mengenal Minseok, tapi setahuku, Minseok adalah anak yang hangat dan lembut. Dengan dia diperlakukan seperti itu membuatku merasa ini semua tidak adil.

Aku berlari menerjang koridor yang mulai ramai menuju area belakang sekolah. Aku mencari sosok itu. Aku tidak menyangka bahwa aku akan melakukan hal seperti ini, berlarian berusaha menghampiri 'basecamp' salah satu dari geng populer. Begitu aku sampai di daerah kekuasaan mereka, aku terkejut dengan apa yang kulihat.

Rokok mengepul dari hidung dan mulut mereka. Ada Chanyeol, Baekhyun, Sehun, dan tentu saja Jongin. Begitu aku sampai disana mereka langsung mengalihkan pandangannya padaku. Aku bergidik saat melihat Baekhyun yang berada di pangkuan Chanyeol. Pakaiannya yang minim dan posisinya yang sangat sensual membuat aku berpikir yang macam-macam.

"Ah, kau Si Esspresso Double Shot!" Baekhyun menghampiriku dengan suara cemprengnya, "Ada perlu apa kamu kesini?" tanyanya ramah. "Hey, kalian tahu tidak, Esspresso buatannya sangat daebak!" seru Baekhyun.

"Aku mau menemui Sehun," jawabku singkat. Sehun yang sejak tadi hanya melamun langsung menunjuk dirinya sendiri.

"Bukan Jongin?" goda Baekhyun. Jongin yang sedari tadi kutahu melirikku, tiba-tiba saja menjitak kepala Baekhyun. Aku tidak tahu apa maksud mereka.

"Bukan, aku hanya mau menanyakan pada Sehun. Apa kau tahu kenapa Luhan tidak masuk?" tanyaku tanpa basa-basi.

Sehun terhenyak mendengar pertanyaan itu dan langsung menyeret lenganku untuk berbicara di tempat lain. Aku sedikit heran; apakah dia menyembunyikan hubungannya dengan Luhan dari teman-temannya?

Ketika kami sampai di tempat yang sepi, Sehun langsung buka suara. Dari dekat aku memperhatikan Sehun, benar kata Luhan, Sehun sangat tampan.

"Aku kira kau lebih tahu. Tadi pagi aku ke rumahnya untuk menjemput. Tapi aku tidak menemukan siapa-siapa. Sepertinya rumahnya kosong. Aku juga sudah menghubungi Luhan tetapi tidak diangkat." Sehun menggigit bibirnya. Ekspresi wajah itu sangat khawatir. Aku sedikit lega, Sehun tak seburuk yang kukira.

"Tung, tunggu. Apa benar kau menjemput Luhan di pagi hari? Hubungan kalian sedekat itu?" Aku nyaris tidak percaya kalau Sehun berani menjemput Luhan, padahal kedua orang tua Luhan yang kutahu sangat keras.

"Aku pacaran dengan Luhan," jawabnya enteng tapi dengan pipi yang merona. Aku menganga.

"Oh, ya ampun bisa-bisanya anak itu tidak cerita apa-apa," gumamku.

"Bukannya dia tidak cerita apa-apa. Tapi aku baru saja menyatakannya kemarin malam."

Aku mengangguk-angguk paham. Baiklah, aku bisa mentolerir itu.

"Mengenai Luhan yang tidak masuk sekolah. Aku mengira dia marah padaku mengenai kejadian kemarin. Dan aku mengira dia juga cemburu dengan Baekhyun," aku memasang raut wajah yang bersalah.

"Baekhyun? Ah itu tidak mungkin, aku sudah menjelaskan pada Luhan semalam. Lagipula Baekhyun itu pacarnya Chanyeol."

"Hah? Benarkah? Ya, ampun. Kalau begitu berarti dia marah padaku."

"Aku rasa itu juga bukan. Jika maksudmu itu tentang kejadian kemarin, aku rasa dia malah mengkhawatirkanmu."

"Lalu kenapa dia tiba-tiba tidak masuk sekolah tanpa kabar?"

"Kau tahu Luhan sakit apa?"

"Sakit?" aku membelalakkan mataku.

"Iya. Saat kencan semalam tiba-tiba dia minta pulang. Aku melihat hidungnya mengeluarkan darah. Dia bilang itu hanya mimisan biasa. Tapi aku curiga dia sakit."

"Oh ya ampun. Jangan-jangan penyakitnya kambuh," aku menutup mulutku dengan kedua telapak tangan.

"Memangnya Luhan sakit apa?"

"Kau tahu Kakaknya Luhan, Yixing?"

"Aku hanya tahu sedikit." Jawab Sehun.

"Yixing mengidap hemofilia, begitu juga Luhan."

"Apa?!"

...

Aku membuat Sehun terkejut. Gadis yang dikiranya sempurna ternyata mengidap penyakit berbahaya. Meski aku sudah berada di kelas, bayang-bayang wajah shock Sehun masih menghantuiku. Apakah setelah mendengar hal itu Sehun akan tetap berada di sisi Luhan atau malah meninggalkannya.

Aku juga tidak menyangka. Aku dan Luhan berteman cukup lama, tapi belakangan ini aku merasa dia mulai membaik dari penyakitnya. Luhan tidak pernah mengeluh, jadi aku tidak tahu bagaimana keadaan dia yang sesungguhnya. Memikirkannya saja membuat kepalaku penuh. Aku menghela nafas terpanjang dalam hidupku.

"Minseok! Kau jangan terlalu bermimpi. Orang sepertimu tidak pantas menyukai Jongdae!"

Aku menolehkan pandanganku. Aku kira pem-bully-an itu telah berhenti. Krys menjambak rambut Minseok yang panjang sehingga rambut itu kusut dan terlepas dari kuncirannya. Minseok tidak membalas. Matanya berkaca-kaca. Sekali lagi ada yang berteriak dalam diriku. Aku mual melihatnya, namun aku tidak tega orang lain diperlakukan tidak manusiawi.

"Krys, aku rasa kau keterlaluan. Menurutku itu hak Minseok untuk menyukai orang lain. Kelakuanmu benar-benar seperti anak kecil. Apa kau tidak malu?" Tatapan tajamku dibalas dengan tatapan tajamnya. Sahabat Krys, Taeyon dan Amber menghampiriku.

"Kau Kyungsoo kan? Jadi dia yang membuat kalian dihukum kemarin, Krys?" Amber mendekat dan menarik daguku.

"Iya. Dia orangnya," sahut Krys. Dia mendekatiku dan menarik kerahku.

"Tubuh kecilnya layak dibully juga," tambah Taeyon.

Bel berbunyi, waktu istirahat pertama berakhir. Pukulan Krys terhenti diudara ketika Lee Songsaemnim memasuki kelas.

"Sial," desis Amber. Dia kembali ke kelasnya, sedangkan Krys dan Taeyon berdecih padaku sebelum mereka kembali ke tempat duduk masing-masing. Aku menghembuskan nafas lega.

"You, okay?" tanyaku pada Minseok. Aku membantunya bangkit.

"Gomawo."

Aku membalasnya dengan senyum. Nyaris saja.

...

Rasanya jam tak pernah berjalan selambat ini. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali aku menguap atau terhantuk mejaku sendiri. Bukuku penuh dengan coretan asal, bahkan aku mencoret-coret lenganku sendiri. Mata pelajaran telah berganti sebanyak dua kali tetapi aku masih merasa bosan. Aku menolehkan mataku pada taman yang berbatasan dengan kelas begitu diluar mulai hujan.

Oh, God. Aku tak tahan lagi.

Bau tanah yang menguap ataupun langit yang mendung sepertinya mendukungku untuk jatuh tertidur. Berkali-kali aku memelototkan mataku sendiri agar tidak terpejam, tapi percuma. Sayup suara guru yang menerangkan sejarah Korea di depan seperti dongeng tidur saja. Untuk kesekian kalinya, aku jatuh lagi.

...

"Kyung,"

Aku membuka mataku. "Minseok?" aku mengerjapkan mataku.

"Apa kamu tidak apa? Kau terlihat bermimpi buruk," dia memperlihatkan ekspresi yang sangat khawatir. Aku memutar pandanganku ke seisi kelas, tapi aku menemukan kelas yang sepi.

"A, aku tidak apa. Kemana semua orang?" tanyaku heran.

"Aku kira tadi aku sendirian di kelas. Ini jam istirahat kedua. Kau tidak keluar?"

"Ah, iya," lirihku. Aku memperhatikan jam yang berada di depan kelas. Benar kata Minseok, ini sudah pukul 12.15, berarti waktu istirahat kedua. Aku meilirik jam pada tanganku, jarum masih menunjuk ke angka 11.00. Seketika belakang leherku merinding. Aku memukul-mukul jam tanganku, tapi detiknya masih berjalan normal.

"Minseok, ini bukan mimpi kan?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Minseok malah memandangku aneh.

"Bukan. Kau masih mengantuk, Kyung?" Minseok mengayunkan telapak tangannya di depan wajahku.

"Ah, tidak. Maaf. Aku akan keluar dulu. Apa kau baik-baik saja jika kutinggalkan?"

"It's Okay. Aku sudah terbiasa," Minseok tersenyum lebar padaku seolah meyakinkan.

Akhirnya, aku meninggalkan Minseok sendirian di kelas. Nyaris setiap hari, ketika jam istirahat kedua, semua murid jarang ada yang stay di kelas. Mereka kebanyakan ke kantin atau ke lapangan besar di tengah sekolah.

Aku menyusuri koridor yang ramai untuk menuju ke toilet. Pikiranku berkecamuk untuk mencari-cari logika di dalamnya. Jam tanganku pasti rusak. Yah, pasti.

Aku memperhatikan wajahku yang kacau dan kusut di cermin. Aku membasuh wajahku. Pandanganku terhenti pada coretan di lenganku. Itu adalah coretan yang kubuat ketika bosan di kelas tadi. Coretan itu berisi:

It's real, It's real, It's fuckin' real.

Aku berdecih. Moron. Tentu saja ini real. Kemudian aku menghapus tulisan itu sehingga lenganku bersih.

"Kau lihat tidak Kyungsoo tadi?" seseorang membicarakan aku. Aku langsung memasuki salah satu bilik kamar mandi dan menutupnya rapat-rapat. Aku membuka lebar telingaku, aku menguping.

"Tidak. Memangnya kenapa lagi dengan dia?" dari suaranya aku bisa memastikan mereka teman sekelasku.

"Gara-gara dia membela Minseok, sekarang dia yang jadi incaran Krys. Aku rasa bukan cuma gara-gara itu. Kau tahu kan Krys menyukai Jongin? "

"Ah, iya. Semua orang tahu itu. Apa gara-gara kalkulus kemarin?"

"Sepertinya begitu. Tadi aku lihat Krys menyeret Kyungsoo ke kolam."

What?! Bagaimana mungkin mereka melihatku diseret Krys ke kolam, sedangkan diriku daritadi hanya tidur dan sekarang berdiri disini?

"Aw, itu sadis. Tapi kurasa itu salahnya Kyunsoo juga. Dia terlalu ikut campur."

"Benar. Aku juga masih kesal dengannya. Gara-gara dia kita semua kena hukuman. Itu sangat menyebalkan."

Ketika suara mereka menghilang dan terdengar suara pintu yang ditutup, barulah aku keluar dari bilik toilet. Nafasku tercekat. Kali ini aku salah duga; dari awal aku tak pernah bermimpi.

Aku berlari dengan kecepatan maksimal yang aku bisa untuk bisa ke area kolam renang di bagian gedung olahraga. Aku harus memastikannya. Dengan mata kepalaku sendiri. Aku seperti kesetanan. Aku mencari di semua sudut mulai dari ruang loker lalu ruang ganti.

"Kyungsoo! Kyungsoo!"

Aku mendengar suara itu. Itu adalah suaraku. Sayup-sayup tapi itu sangat nyata. Dimana aku bisa menemukannya. Dimana aku bisa menemukan diriku?

"Kyungsoo! Kyungsoo! Tolong Kyungsoo!"

Dimana? Dimana?!

Orang yang melihatku sekarang pasti menganggapku sudah gila. Aku tidak bisa menemukan diriku sendiri. Pasti sesuatu yang buruk telah terjadi.

"Kyungsoo!" Seseorang menyentuh bahuku. Aku menoleh. Saat ini aku berada di ruang ganti pria yang masih kosong.

"Jongin?" aku mengernyit. Pandanganku masih memutar-mutar.

"Ada apa denganmu, hah? Kenapa kau disini?" dia mengguncang-guncangkan bahuku.

"Kau dengar suara itu, Jongin? Ada yang memanggilku." Sekarang ekspresiku pasti sangat kacau.

"Apa maksudmu? Dari tadi aku yang memanggilmu. Sekarang bernafaslah pelan-pelan." Dia meremas kedua bahuku. Aku mengikuti instruksinya. Aku tidak mendengar suara itu lagi. Kurasa aku memang berdelusi.

"Begini. Daritadi aku mencarimu. Bocah itu―Sehun―bilang dia dapat telepon dari orangtua Luhan. Mereka sudah coba menghubungimu, tetapi tidak kau angkat. Sehun dapat kabar kalau Luhan―"

"Luhan?"

Jongin menggaruk tengkuknya. Dia tercekat sejenak, lalu akhirnya dia menyerah dan melanjutkan kalimatnya.

"Luhan koma, Kyung."

Runtuh. Pertahananku runtuh. "Tidak. Kemarin dia masih baik-baik saja."

Tubuhku merosot. Sendi pada kakiku melemah. Aku merasa gravitasi menyedotku kuat-kuat.

"Kau tidak apa-apa?" dia tak perlu menanyakan itu. Jelas aku sedang kacau.

"Aku baik-baik saja, Jongin. Aku akan kembali ke kelas mengambil ponselku." Aku berlari meninggalkan Jongin.

Dalam sehari, energiku terkuras habis hanya untuk berlari. Langkahku semakin lama menjadi gontai. Nafasku mulai tak beraturan lagi. Darahku mengalir cepat tanpa disuplai oksigen yang memadai. Kakiku keram dan mataku pias. Kacamataku memburam seiring dengan nafasku yang memburu. Di koridor, nyaris di depan kelas. Bel kembali berbunyi saat tubuhku oleng dengan lutut yang perlahan membentur lantai.

Time travelling. Adalah sesuatu yang mustahil. Banyak teori mengenainya. Bagaimana seseorang bisa menembus ruang dan waktu? Terlebih aku. Bagaimana bisa aku menembus dimensi yang sejatinya misteri. Aku tak pernah berusaha, namun aku melakukannya dengan tidak sengaja.

Ilmuwan akan iri padaku. Mereka berusaha menemukan rumus, menciptakan teori, menghitung dengan rinci tentang ruang dan waktu. Bahkan mereka berusaha untuk merangkai mesin sendiri, menciptakan sebuah lubang hitam, ataupun menciptakan putaran kuat gravitasi. Nyatanya tidak ada yang berhasil. Jika sebuah alat yang disebut time machine berhasil diciptakan, maka dunia akan dipenuhi oleh time traveler yang berusaha mengubah nasibnya atau nasib dunia.

Manusia sejatinya berjalan pada satu garis yang lurus, dari masa lalu ke masa depan. Namun, teori relativitas khusus memperbolehkan terjadinya perjalanan waktu. Bagi seorang pengamat yang diam secara relatif, waktu kelihatannya berjalan lebih lambat bagi sebuah objek yang bergerak dengan lebih cepat. Pusing? Lupakan. Otakmu tak akan sanggup dan aku pun tak tahu apa yang aku bicarakan. Dunia ini penuh dengan paradoks dan sesuatu yang masih hanya sekedar teori. Dan teori bukanlah fakta.

Tapi nyatanya aku melakukannya. Semalaman aku terjaga mencari ratusan artikel menganai pengalaman yang aku alami. Tentang mimpi, tentang delusi, tentang lucid dream, tentang astral projection, atau bahkan tentang time travelling. Dunia ini hanya sekumpulan logika. Jika kau membuat sebuah penemuan baru, lalu mengaitkannya dengan benar dengan sains, maka secara tidak langsung akan menjadi logis.

Perasaan yang nyata dan bukti yang aku alami cukup untuk mengetahui bahwa aku tidak berdelusi atau schizophrenia. Bukankah sudah cukup bukti; baik ketika aku menemukan diriku sendiri dipenuhi lumpur atau ketika bibirku membengkak dengan kening yang luka. Atau ketika tak seorangpun menemukan tubuhku yang hilang entah kemana pada saat aku mengalami kejadian-kejadian itu―yang awalnya aku kira mimpi―

Dengan otakku yang kuakui sendiri cemerlang, aku menyimpulkan; yang aku alami tidak logis, bukan sains, namun terjadi. Ini terlihat seperti sebuah permainan yang dirancang dengan maksud yang belum kuketahui.

Aku mungkin bisa menjelajah waktu.

...

Suara bel yang khas membangunkanku.

Aku rasa tidak ada yang menyadari aku tertidur atau semacamnya sebab ketika pelajaran sejarah aku memilih duduk di belakang, di sudut dekat jendela.

Sembari membenarkan cara dudukku, tiba-tiba telingaku berdenging dan kakiku mengilu. Darah segar mengalir di lututku. Coretan di tanganku menghilang. Aku menggigit bibirku sendiri agar aku tidak berteriak histeris.

Aku melirik jam di dinding, 12.00. Kemudian, aku melirik jam pada tanganku, 12.00. Ini waktu yang seharusnya, 'kan?

Tenanglah dan relax, Kyungsoo!

Drrrttt...drrttt

Getaran pada tasku menyadarkanku, mengumpulkan nyawa-nyawaku yang masih melayang. Aku meraihnya, aku meraih ponselku.

Ketika aku telah menganggam ponselku dan hendak meletakkannya ke telinga, seketika saja ponsel itu diraih tangan yang lain lalu dilemparkannya keluar jendela.

Aku terkejut bukan main. Aku menoleh kepada orang itu. Teriakanku tertahan. Wajahnya mengerikan. Krys menampilkan wajah yang sangat mengerikan.

"Ikut denganku!" Titahnya.

Jika yang aku kira selama ini benar, maka dia akan membawaku ke kolam. Dan benar saja, Taeyon dan Amber membututi kami dari belakang. Kami menuju gedung olahraga.

Selama berjalan di koridor, tidak ada yang menyadari bahwa aku terpaksa mengikuti mereka. Seolah kejadian seperti ini sudah biasa. Aku benar-benar seperti diseret. Meski orang lain menganggap kami berjalan beriringan, akan tetapi kakiku nyaris tidak menyentuh lantai. Krys mengapit lengan kiriku dengan lengannya dan membekap mulutku, sedangkan Amber mengapit lengan kananku. Taeyon sendiri berjalan di belakangku. Mungkin posisi itulah yang membuat orang tidak menyadari bahwa aku sedang diseret paksa.

Mereka berhenti menyeretku ketika tiba di kolam belakang. Pantas saja aku tidak menemukan diriku saat tadi mencari kemana-mana, karena kolam ini adalah kolam bekas yang sudah tidak terpakai dan letaknya agak jauh dari kolam utama.

"Fwaaahh!" aku bernafas lega saat bekapan tangannya terlepas. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena...

"Tung―hmpt!" mereka menyumpal mulutku dengan kain. Astaga, ini kain pel!

"Lihat. Ya ampun tampangnya buruk sekali. Aku tidak menyangka kau sejelek ini, Kyungsoo! Hahaha," Krys tertawa terpingkal-pingkal. Mereka mendudukanku pada kursi kayu yang reyot karena paku-pakunya yang mengendur. Kursi ini berada persis di tepi kolam. Lalu dengan tali tambang mereka mengikatku seolah aku adalah korban penculikan.

"Kau harus tahu, Kyung. Berbuat salah padaku sama saja cari mati. Eh, aku tidak akan membuatmu mati, sih. Tapi tenang saja. Aku akan membuatmu memilih mati dari pada disiksa. Kau mau pilih yang mana?"

"Hmpt―"

Byur!

Air berbau busuk mengalir di tubuhku. Krys mengguyurku dengan air yang sangat bau yang tidak tahu berasal darimana.

"Begini, Kyung. Padahal pada awalnya kami mau berteman denganmu karena otakmu ini. Tapi kami rasa itu sekarang tidak berguna. Otakmu ini tidak sepolos yang kami kira. Kamu ini benar-benar busuk ya. Heran, kenapa Luhan mau berteman denganmu." Taeyon meludahi pipiku.

Tunggu! Kenapa mereka bisa sekejam ini?!

Duniaku berputar-putar. Gambaran sekolahan yang damai perlahan rusak.

Aku tidak tahan. Kesadaranku masih total, tetapi kepalaku nyaris meledak. Perutku mual, bukan karena bau busuk, tapi karena kelakuan mereka. Sekelebat bayangan di dalam otakku menyeruak pelan-pelan. Seperti ketika kau memindahkan gambar satu ke gambar yang lainnya pada sebuah kamera. Puluhan gambar asing dengan rasa yang sama tampil dalam ingatanku, menyeruak satu-persatu. Hidungku mencium bau telur busuk atau makanan basi, padahal tidak ada kedua benda itu di sisiku.

Aku memuntahkan isi perutku, tapi muntahan itu tidak keluar, karena mulutku masih disumpal dengan benda yang sama.

"Ya ampun bocah ini jorok sekali," sahut Amber. Dia melepaskan kain yang menyumpal mulutku. Seketika aku memuntahkan semuanya.

"Euh." Mereka bergidik jijik.

"Aku muak melihatnya, Krys. Ayo kembali ke kelas. Kurasa ini sudah cukup," Taeyon menarik lengan Krys.

"Ya. Ayo kembali," Amber menambahkan. Kutahu Krys masih menatapku. Entah apa yang merasukinya hingga dia bisa sebenci itu padaku. "Kalian duluan saja, sebentar lagi aku menyusul," jawab Krys. Taeyon dan Amber menjauh.

"Aigoo, Kyungsoo. Ini ironis sekali jika kau menyukai Jongin. Ck, ck, ck," bibirnya terangkat sebelah; sinis. Dia mendekatiku.

Lalu dia mendorong kursi yang kududuki. Aku terjatuh dalam kolam dengan air yang masih terisi penuh; dalam dan kotor. Posisiku masih terikat erat di kursi kayu. Aku meronta untuk melepaskan ikatanku, tapi air nyaris memasuki hidungku. Krys kembali ke kelas. Suara langkah larinya sudah hilang seiring dia menjauh.

"Tolong!" aku berteriak sekuat tenaga.

Tali tambang sialan! Argh! Aku tidak bisa melepaskan ikatan ini!

Kumohon, siapapun. Aku teringat kejadian itu. Jika benar...

"Kyungsoo! Kyungsoo!" Kepalaku masih menyembul keluar. Aku meneriakkan namaku sendiri, mungkin diriku yang tadi akan mendengarnya.

.

.

"Kyungsoo! Kyungsoo! Tolong...

blph...blph..."

.

.

.

Aku perlahan ingat. Ini jelas percuma; bukankah sejak awal aku mengira suaraku sendiri adalah delusi?

.

.

.

.

"Tol..ong―" nafasku. Aku tak bisa bernafas lagi. Tenggorokkanku sakit. Paru-paruku terasa penuh dengan air pasir. Bibirku kelu. Kaki-kaki kursi menyentuh dasar.

Sialan.

.

.

.

.

.

.

Jika benar aku bisa menembus ruang waktu...

Atau...masih hidup besok. Aku bersumpah aku akan menyelamatkan diriku di saat ini...

karena aku nyaris mati.

...

-To Be Continued-

.

.

.

Author's note:

Halo! Apa kabar? Wah ternyata kalian ramah-ramah ya.

Oya, maaf lagi-lagi kalian harus menunggu lama. Beberapa Minggu atau bahkan Bulan belakangan ini aku malah keasyikan jadi readers. kkkkk

Aku bakal jawab pertanyaan/pernyataan kalian yang menurut aku harus banget dijawab:

ffworm: May I get your socmed?

Answer: Sorry banget. Aku disini cuma mau fokus bikin ff kaisoo. Mungkin untuk socmed pribadi aku gabakal ngasih. Bukannya sombong atau apa. Tapi aku punya pengalaman buruk dengan dunia maya. Hahaha. Aku bener-bener harus seleksi. Kalau kamu serius mau kenal dekat aku atau mau tanya-tanya. Kamu/ kalian semua bisa chat lewat pm di FFN ini. Karena menurut aku sama aja, aku juga selalu ngecek FFN ini sama intensnya kayak aku buka line atau aplikasi lain. Dan aku pasti bales. ;)

Sooso: 5 tahun nggak nulis kemana aja?

Answer: Dulu aku banyak trouble dengan dunia maya dan buat aku writer's block. Dan yang paling parah buat aku vakum nulis ff ya karena sibuk kuliah. Sembari kuliah aku tetep nulis novel kok, tapi bukan FF. Sebuah musibah menghilangkan novelku dan buat aku sedih bgt:'( Tapi, semenjak aku jatuh cinta sama Kaisoo, aku balik lagi ke dunia FF :p

Buat kalian yang masih bingung dengan jalan ceritanya, aku minta maaf banget. Berarti kemampuan nulis aku belum baik.

Dan khusus buat ParkBy, makasih atas sarannya, aku gak nyerah kok, cuma sedikit lelah. Kkkk. :D

Makasih juga yang sudah nyemangatin aku, memuji, mengkritik, follow, ataupun favorite. Maaf gabisa balas satu-satu. Love you, guys. I'll try my best. :*

Oya, jangan lupa rekomendasiin fanfic yang bagus ya. Atau kalau kalian mau Ffnya aku baca, tulis aja di kolom riview ya.

Ok, menurut aku segitu dulu ya. Pertanyaan seputar cerita di ff ini akan terjawab di chapter ini atau bahkan di chapter depan. Pertanyaan kalian sengaja gak aku jawab. Jadi tunggu aja, aku gak akan spoiler. :*

Gimana menurut kalian chapter ini? Masih bingung gak?

Jangan lupa riview ya! Biar aku tahu seberapa antusias kalian sama cerita ini.

:D/ see ya.