Disclaimer: SVT Pledis Entertainment. No advantages taken. I claim none but storyline; no copyright infringement intended.
Pada akhirnya Jihoon sampai ke konklusi bahwa hari-harinya memang ditakdirkan tidak bisa lepas dari Soonyoung.
Mereka bertemu keesokan hari setelah satu malam penuh Jihoon merengek lewat sambungan tengah malam dan memenuhi kotak pesan di akun jejaring Soonyoung dengan banyak keluhan. Vernon Choi adalah topik utama; bagaimana sikap pria itu yang amat kontras dengannya, sikapnya yang terlalu jauh dari dugaan, hingga kenyataan sulit yang mesti Jihoon terima bahwa di atas semua, pria itu adalah pria sama yang dia puja karyanya. Selanjutnya, berkisar tentang dia yang sangat berkeinginan membatalkan kontrak walaupun kertas persetujuan telah dibubuhi tandatangannya sendiri.
"Jadi, akuilah bahwa kau memang tidak bisa hidup tanpaku, Jihoon Sayang."
Spring is Gone by Chance
-Azura Eve-
.
.
.
Lenght/WC: Multi-chapter (3/?)
Pairing: SoonHoon (slight other pairs)
Genre(s): Humor, Romance, Josei, Slice-of-Life
Rating: T (PG-12)
.
.
.
warning(s): AU; Mangaka!Jihoon, Editor!Soonyoung; dry-humor; contain things related to animanga; mention brand(s)
((this supposed to be crack but ... i don't think it is.))
Chapter 3 - When You Think It's Ending, the Fact is It's Beginning
Jihoon mengesah dalam, menahan segala dorongan untuk menuangkan isi minuman pesanan ke atas kepala pria yang duduk di depannya. "Sumpah. Ini akan jadi terakhir kali aku meminta padamu."
"Kalau bukan juga aku tidak keberatan, kok. Lagipula kita akan hidup bersama suatu hari. Pasangan dilarang untuk perhitungan." Soonyoung berkedip dari balik gelasnya.
"Soonyoung." Lawannya menekan silabel. "Kautahu aku tidak segan untuk enyah dari sini dan benar-benar akan mengadukanmu pada petugas atas alasan penyalahgunaan hak kuasa yang membuatku berakhir terlibat dengan bule sialan itu."
Raut Soonyoung mengendur sebab dia tak mau Jihoon pergi secepat itu. "Oke, aku menurut sekarang. Dari yang kutangkap lewat segala pembicaraanmu, kamu benar-benar menolak bekerja bersama Tuan Vernon, bukan begitu?"
Realitanya, jika mampu Jihoon malah ingin menghapus riwayat pertemuannya dengan si produser sebab itu membuatnya trauma.
Soonyoung memandangi mimik Jihoon yang mengeras, pria itu menggeretakkan giginya sekarang. "Seburuk apa sih, pertemuan bisnismu dengan dia kemarin? Kau biasanya apatis, jadi ... melihatmu geram begini sungguh membuatku gemas sendiri."
Mengepalkan tangan, Jihoon urung melancarkan serangan sebab Soonyoung sudah berlindung seperti anak kecil habis tertangkap basah nonton film biru. Setelah itu, dia kembali pada kegiatan distraksi pikiran. Pesanannya mendingin dan tidak memancing selera makannya lagi semenjak dia mengaduk-aduknya tanpa pola.
Ekspresi yang Jihoon miliki terbatas. Hanya berkisar pada ringisan kecut, wajah datar tanpa selarik senyum, dan tatapan mata setajam ujung stalaktit. Selebihnya, belum diketahui – itu bagaikan misteri hilangnya Atlantis yang legendaris; hampir mustahil untuk ditemukan.
Soonyoung mengibaskan tangan di depan mata Jihoon. "Haloo."
Jihoon mengacak rambutnya. Stres kentara di wajah yang jarang menampakkan isi hati. "Biar kutanya padamu; apakah ada orang lancang lain yang berkomunikasi dengan calon kolega bisnisnya diselingi kerlingan mata dan sikap yang seolah-olah kalian adalah teman lama?"
"Hari begini sudah banyak." jawab Soonyoung ringan, "setali tiga uang. Mengerti?"
"Tidak. Dan tidak akan pernah mau." Jihoon berdiri, mengemas barang-barangnya dan berlalu mirip aktris rambut panjang di komersil yang baru-baru ini tayang. "Aku anti berhadapan dengan orang baru. Terlebih jika tipenya yang seperti Vernon Choi."
Soonyoung tidak mengejarnya dan itu membuat emosi Jihoon memuncak hingga dia tak peduli sudah menabrak berapa orang dalam usahanya sampai ke halte terdekat. Jihoon berencana untuk melarikan peningnya ke beberapa hiburan. Dia mau maraton anime Boku Dake ga Inai Matcha!
(Di dalam hening bus kota, ponsel Jihoon bergetar dan satu pesan masuk dari Soonyoung diintip dengan enggan.
—Cobalah lakukan dulu, aku tahu kau bakal suka bekerja dengan Tuan Vernon sebanyak kau menyukai karya-karyanya! ((terbubuh emotikon senyum))
Jihoon mendengus, mencabut baterai ponsel tanpa pikir panjang.)
Berlari pada Soonyoung sama sekali tidak membantu; Jihoon mencari metode lain untuk membuat perjanjian kerjanya dengan Vernon batal. Atau jika itu mustahil, paling tidak Jihoon berharap dia punya pengganti agar bukan dia yang harus berhadapan langsung dengan si produser genit.
Adalah Seungkwan Boo, pria muda yang selalu tersenyum bahkan jika keadaannya sedang apes. Pria yang pantang mundur dan tidak akan menolak untuk diperalat meski jelas-jelas tahu kenyataannya. Catatan mental Jihoon menulis bahwa Seungkwan bisa dijadikan cadangan untuk dimintai pertolongan di saat-saat seperti sekarang.
Seungkwan bisa dikatakan beruntung karena terlahir dengan mulut banyak bicara. Kemampuannya itu memungkinkannya untuk fleksibel dan gampang dekat pada orang yang benar-benar tak dia kenal sebelumnya. Jihoon mengantungi satu lagi poin plus.
"... Kau memintaku untuk menggantikanmu bertemu dengan produser untuk proyek barumu?" tanya Seungkwan heran, dalam bahasa Korea dan dengan aksen bicara yang dibuat-buat. Pasalnya, Jihoon mendatanginya tanpa suatu wacana krusial – tak didesak kepentingan kerja, atau keharusan untuk saling bertemu muka. Informasinya tentang Jihoon lumayan banyak, mengingat mereka adalah kakak-adik tingkat di Sekolah Menengah Atas dulu; namun mereka tak pernah menjadi dekat. Jangankan berbagi cerita, Seungkwan melalui beberapa tahunnya membungkuk untuk Jihoon dengan embel-embel hormat pada senior.
Jihoon mengangguk, "Aku mengandalkanmu, Seungkwan-ah. Kau sungguh harapan terakhir. Tolonglah."
(Bahkan sampai seorang Jihoon berucap tolong – itu tandanya dia benar-benar terdesak.)
Lawannya beralih atensi dari layar komputer. Menggaruk pelipisnya, pertanyaan Seungkwan meluncur langsung: "Tapi kenapa?"
Dia bertanya kenapa. Jihoon merasa tak perlu berpanjang-lebar dan punya tendensi untuk segera ke inti. "Aku benci berurusan dengannya."
Seungkwan memasang ekspresi heran luarbiasa. Melepas atensi pada sekitar supaya fokus penuh pada sang lawan bicara. "Dan kau akan membuat kerjasama dengan orang yang kaubenci. Entah aku harus takjub atau langsung memberi tepuktangan sambil berdiri mendengarnya." Penyangkalan kentara jelas pada tiap kalimatnya.
"Jangan tertawa. Aku ke mari minta bantuan, bukan minta penghinaan." Jihoon mencibir. Dia menyandang tasnya dengan gestur berat. "Jika kau tidak bisa, oke. Aku akan cari pertolongan pada yang lebih baik hati. Permisi."
Jangan sebut dia Seungkwan jika dia mengecewakan. Seungkwan selalu tidak pernah tega untuk melakukan penolakan dan berbesar hati untuk mengorbankan privasi demi orang lain yang mengandalkan. Tangan Jihoon – yang akan beranjak – ditarik dan pria itu disuruh duduk kembali di bangkunya. (Jihoon menyembunyikan seringai, dia mencintai fakta ini yang mana bodoh Seungkwan sebelas-duabelas dengan Soonyoung si penyunting yang bermanifestasi menjadi pengganggu dalam hidupnya.)
"Kau boleh minta apapun. Aku tak ingin mengecewakan. Tapi jelaskan apa yang harus kukatakan di depan kolega bisnismu ini."
Jihoon berdeham. Harga dirinya cukup tinggi jadi dia mengangkat kepala dengan angkuh meski dia kegirangan Seungkwan menyanggupi permintaannya. "Gampang saja. Temui dia untuk diskusi beberapa keperluan, dan kau bisa pulang dengan riang."
"Apa yang harus kuungkapkan kalau dia bertanya kenapa bukan kau yang datang?" Seungkwan bertanya.
"Teman yang menggantikan? Bilang saja aku kena cacar menular. Atau kau bisa bohong tentang aku meriang."
Seungkwan menggigit lidah, "Merindukan kasih sayang?"
Jihoon baru ingat orang ini selain sama bodoh, ternyata sama menyebalkannya pula dengan Soonyoung. Menghadapinya perlu berlapis kesabaran.
"Aku tidak sedang jatuh cinta. Dan tidak berencana untuk melakukannya, jadi simpan alasan konyol satu itu."
Siulan Seungkwan pelan, tapi dia mengerti.
"Aku sedang malas cari alasan lain, Hyeong."
"Kau bisa mengatakan kau juru bicaraku atau apalah. Kau lebih pandai bersilat lidah, Seungkwan, demi Tuhan!"
Beberapa minggu belakangan, Seungkwan sedang vakum dari hobinya berburu asupan, sehingga dia kurang bahan untuk sejumlah gagasan. Jihoon harus mengeluarkan jurus terjitu.
"Kalau kau masih berpikir untuk menolongku ...," Jihoon mengubek isi tasnya, mengambil selembar foto Vernon yang didapatnya dari Soonyoung (karena tentu saja mana mungkin dia menyimpan kertas berisi wajah pria mengesalkan kedua setelah Soonyoung). "Biar kutunjukkan kau ini." Dan Jihoon bertanya-tanya mengapa dia setolol itu sampai idenya baru terkumpul dan minta disuarakan.
Foto Vernon Choi—duduk di atas sofa torkuis dibabat kemeja Gues', kakinya bersilang dengan aura wibawa—diletakkan di atas meja oleh Jihoon yang merasa di atas angin.
Seungkwan membelalak seperti bolamatanya akan terpental keluar. "AKU. PASTI. AKAN. PERGI." ucapnya, diiringi dengan beberapa umpatan: Oh sial, dia tampan sekali! di belakang.
(Rumor yang menyebut jika Seungkwan berorientasi belok mendapat konfirmasi.)
(Jihoon tak cukup hits untuk menyebarkan berita itu di lingkungan kerja; lagipula itu tidak ada hubungannya dengan dia. Yang dia tahu, urusan mengatasi Vernon sudah kelar dan dia bisa bebas dari satu penyebab pusing di kepala.)
Vernon Choi menyandarkan punggung pada sandaran jok yang lembut ketika sopir pribadinya menoleh dan tersenyum.
"Saya tidak pernah mengira bahwa Anda akan mengambil proyek lain dari biasa."
"... Maksudnya?" Pria itu baru selesai menghadiri jamuan makan dari beberapa pihak yang menawarkan sejumlah proposal kerjasama; dan Vernon harus mengatakan dia menyesal untuk mengundurnya semenjak proyek mendatang akan menyita seluruh perhatiannya nanti. "Aku tidak mengambil satupun tawaran dari pihak di dalam aula tadi."
Sopirnya menggeleng, "Saya paham Anda orang sibuk dan punya banyak proyek untuk dikerjakan, tapi mana mungkin Anda lupa setelah bertemu dengan pengarangnya secara langsung, dua hari lalu. Komik tenar yang ditulis pengarang yang juga tenar: Classmate."
"Ah." Vernon mengerti. Lalu balik tersenyum, "Pasar punya selera mengherankan. Ditambah lagi ... bukankah akhir-akhir ini tema boyslove tambah digandrungi?"
"Saya dengar begitu. Mungkin pengaruh plotnya yang lembut tapi tetap menguras perasaan membuat banyak penggemar komik ikut melirik."
"Aku sependapat." Vernon membalas, merentangkan betisnya yang lelah dan menutup wajahnya dengan lengan.
Sopirnya tancap gas setelah memastikan tuannya merasa nyaman dan tak keberatan untuk melaju di tengah bising kota.
Ponsel pintar Vernon, keluaran termutakhir bulan ini, berdenting dengan nada notifikasi yang disetel kencang. Vernon urung tidur meski sangat ingin. Dia tersenyum setelah membaca sebuah teks dari pengirim yang dinamainya: Cowok Jaim.
"Kita tiba di tujuan, Tuan."
Vernon sibuk dengan dunia sendiri hingga tidak sadar pintu mobil dibuka dan sopirnya mempersilahkan dia keluar. "Sudah hentikan cara bicaramu yang sok formal. Aku sungguhan akan menyuruhmu cari pacar kalau setelah ini kau masih memanggilku Tuan, Joshua Hyeong."
Terkekeh, sopirnya tertawa hingga matanya tenggelam di balik kelopak ganda. "Oke."
Jihoon mengumpat setelah notifikasi ponselnya mengatakan pesan terkirim dan dia membayangkan raut Vernon ketika membacanya.
Aku setuju untuk pertemuan selanjutnya dilakukan dua hari mendatang, kupikir. Tempat dan waktu kuberitahu lebih lanjut nanti. Dan, oh, kuharap kau tidak terkejut jika yang kautemui bukan aku – maaf sekali, aku sedang sangat sibuk dengan komik yang sekarang.
Soonyoung tersentak begitu bahunya ditusuk material runcing. Nyaris mengumpat dengan kosakata kasar kalau itu bukan Jihoon yang mengacungkan jari tengah di depan mukanya. Kesempatan langka sekali menemukan Jihoon berkunjung di jam kerja, apalagi cuaca di luar lumayan terik. "Kupikir kau seharusnya sedang mengadakan pertemuan bisnis dengan Tuan Vernon?" bingungnya.
"Aku sudah mengurusnya. Itu bahkan lebih mudah dari mengurus bisul di pantat."
"Bagaimana bisa?" Lawannya berkedip.
Jihoon menarik bangku di sampingnya. "Aku kirim orang. Kasus selesai."
Lawannya kembali tekun dengan lembar-lembar kertas yang penuh cerita. Naskah komikus wanita yang dia garap telah sampai pada tahap melengkapi tone dan pewarnaan. Soonyoung hanya butuh membuat janji pertemuan dengan orang dari percetakan serta negosiasi dengan ketua bagian pemasaran yang galak hingga komik tersebut bisa angkat cetak.
Jihoon kesal diabaikan. "Biar kuingatkan kalau kau punya tamu di sini."
Soonyoung menggerung, "Aku akan selesaikan pekerjaanku dulu, lalu kau bisa curhat sepuasmu. Kudengarkan sampai kau bosan."
Mencibir, Jihoon mendengus kencang seperti dia ingin diperhatikan. "Kau tidak pernah seniat itu jika mengerjakan naskahku."
Karena Soonyoung adalah tipe yang sukar membagi perhatian, maka dia meminta ulangan. "Barusan bilang apa?"
"Bukan apa-apa. Kerjakan saja pekerjaanmu sampai sempurna. Bukankah kau profesional?" Bagaimanapun, perasaannya tak bisa ditahan dan itu terdengar jelas pada kata-katanya barusan.
Tak perlu lebih banyak ulangan dan kalimat lain bagi Soonyoung untuk bisa paham.
Soonyoung menyisihkan seluruh tumpukan naskah ke sudut meja yang lowong. Seringainya terkembang perlahan. "Sekali lagi aku menemukan sisi lain dari Jihoon Lee. Ini membuatku tersanjung. Kau bisa cemburu, huh?" Pandangan terarah pada pria di sampingnya. Mulanya Jihoon tak terpengaruh namun lama kelamaan ketika tatapan Soonyoung bertambah intens, pipinya memanas. "A-apa, sih?!"
"Aku senang kau sudah mulai terbuka padaku seperti dulu ..." Gumaman Soonyoung terlampau pelan untuk bisa didengar, tapi pria itu puas.
(Mungkin hubungan mereka bisa mengambil langkah dari sini.)
Seungkwan anti mengenakan jas sebab menurutnya itu membuat orang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya, sehingga dia datang hanya dengan kardigan santai dan celana pendek berbahan denim. Matanya berulang-ulang mengecek jam tangan, mencocokkannya dengan jam dinding bergaya kuno yang digantung di dekat pintu masuk kedai kopi. Tidak meleset; bahkan jika perbedaannya semenit-dua menit tidak akan berpengaruh pada keterlambatan orang yang ditunggunya.
Dia beberapa kali salah sasaran karena bertanya: "Apa kau Vernon Choi?" pada beberapa pria berwajah kebarat-baratan saking lamanya dia harus menanti.
Vernon Choi yang asli baru tiba setelah Seungkwan menghabiskan piring tar buahnya yang ketiga. (Sebelumnya dia telah dikirimkan teks tentang ciri-ciri pengganti Jihoon oleh komikus bersangkutan.) Pria itu meringis. Setelahnya, terbit senyum yang cerah mengalahkan mentari pagi musim semi; Seungkwan hampir kesilauan dibuatnya. "Sori terlambat. Jalanan di kota besar tidak bisa diprediksi," katanya.
Seungkwan memandanginya.
"Pengganti Wooziae, benar?" Vernon bertanya.
"Hah?" Seungkwan terperangah, keningnya berkerut seperti dia salah informasi. "Wooziae?"
Menunggu beberapa detik, raut bingung Seungkwan tak lekas pudar dari wajahnya. Vernon berdeham. "... Jangan katakan kau tidak tahu kalau komikus yang kauwakili itu Wooziae?"
"... Wooziae ...?"
Vernon menepuk dahinya ketika Seungkwan, bermuka pucat, menggeleng terpatah-patah.
"Benar-benar tidak tahu?" Sang produser menekan intonasi.
Berapa sekon berlalu, Vernon tak mengantisipasi karena Seungkwan telah berlari dengan kecepatan hyena mengejar mangsa. Hyena mengejar mangsa ibaratkan saja fujoshi berburu pernak-pernik. Fujoshi berburu pernak-pernik adalah hal tergila setelah penggemar perempuan bertemu idolanya.
"AKU HARUS DAPAT TANDATANGANNYA!"
(Vernon bahkan belum sempat duduk ketika Seungkwan meninggalkannya dengan heran yang bersarang di benak.)
tbc ...
zula's note:
hola zula's backkkkk! ada yang nyari kah selama aku gaada kemarin? #mukamelas. yosh, buat pemanasan aku bawa lanjutan spring's gone by chance dulu. projek multichap lain bakal dikerjain lepas ini oke, jadi pelan pelan aja. biar napas dulu. nah, chap ini kkeut dulu sampe situ, aku nunggu review masuk um ... 25 biji mungkin ahahah. boleh kan?
ps: notes kali ini mau ngoceh animanga ahh. dan kayaknya bakal jadi panjang. skip aja kalo ga minat. :p
ps2: jadi ceritanya aku baru aja ngelarin beberapa judul akhir akhir ini. anime yg kumaksud itu zankyou no terror, natsuyuki rendezvous ((ya dua ini udah rilis dari jaman kapan, aku baru lihat; lame kan)), boku dake ga inai machi, trus oneshoot buatan staf anohana: kokoro ga sakebittagaterunda.
ps3: kalian harus nonton itu semua! aku rekomendasiin. bagus. they're really worth to watch!
ps4: ... tapi dari semua judul itu, gaada satupun endingnya yg aku suka -_-)"
ps5: bocoran aja ya. zankyou no terror tu ada tag tragedi-nya jadi pasti bisa nebak. tadinya udah seneng aja gue twelve x nine itu potensial bgt, eh menit menit terakhir justru ngebangke. natsuyuki rendezvous, sampe sehari kemudian aku masih gabisa terima kenapa kudu ada yg ngalah. kokoro ga sakebittagaterunda juga! aish, sebel dah. boku dake ga inai machi lebih lagi. bukan ... bukan masalah sad-end tapi twist-nya ituloh anjir kenapa hiromiiiiiiiiii kenapaaaaa? aku lebih restuin kamu canon sama kenya-kun kenapa kok ngagetin gitu malah kawin sama kayo-chan huh. darimana ceritanya T-T plis hiromiiiiii sampe kapanpun aku ga relaaa.
ps6: tapi abis nonton natsuyuki, jadi kepikiran remake itu anime pake casts 95-liner – seunghansoo. xD ada yg mau baca ga ya kalo beneran aku bikin :v ((seenggaknya aku butuh beberapa penguatan))
ps7: somehow aku ngerasa karakter mereka cocok. cowok dingin penyakitan itu jisoo banget, seungcheol fit kalo dijadiin bujang madesu(?), dan mamah jeonghan mah pantes dijadiin apa aja, jadi janda florist cantik apalagi.
ps8: kalo sekarang aku lagi ngikutin ajin, shounen maid, plus pastinya super lovers.
ps9: sepanjang aku jadi penikmat animanga, yg kuliat itu ... kadokawa identik sama tumpukan hints ((yg kadang bikin gue greget sendiri yaaaaaaa)), karakter imutz fuwafuwa, dan plot yg fluffy gitu. nah, kebalikannya kodansha yang nerbitin konten yg berkadar suspensi tinggi, heavy plot, dan temanya nyangkut sama harapan-tragedi. jadi kalo mau cari animanga demografi shoujo, aku saranin cek kadokawa, dan kalo suka shounen noh pantengin kodansha.
ps10: tapi walaupun condong ke genre tragedy – psychological, aku selalu rajin ngikutin apdetan sekakoi kok ((padahal itu romens—uhumslashuhum—nya jir))
ps11: sial, duetnya haru-ren di happines you and me bikin gue mabok. T^T)w
ps12: kenapa sih cuman dibuat jadi 10 episot doang hah. moga season depan kadokawa ada plan ngelanjut ini seri. super lovers itu cukup bikin gue girang padahal. ato ga, komahoshi diangkat anime juga amin.