Author: Cocoa2795.

Ranting: T.

Genre: Romance, Humor.

Disclaimer: Naruto milik Om Masashi Kishimoto.

Warning: Typo, OOC, BL.

.

.

.

Musim semi dengan kelopak bunga sakura yang jatuh perlahan-lahan. Hembusan angin pagi dibulan April masih menyisakan dinginnya musim dingin. Kelopak sakura berguguran, berhembus mengiringi langkah para murid baru Konoha High School. Upacara penerimaan murid baru berlangsung di lapangan sekolah Konoha yang besar dan luas. Para anggota Osis berbaris rapi menghadap barisan murid-murid yang dalam kurun waktu enampuluh menit lagi, akan resmi menjadi adik-adik kelas mereka.

Di antara banyaknya murid-murid baru, ada satu murid laki-laki yang tampak bersinar. Senyum cerah dengan mata biru serupa lautan dalam yang berpadu dengan rambut kuning mentari. Sosok manis berkulit coklat yang menandakan pemiliknya sering bertemu dengan matahari, semakin membuat manik onix itu betah melihatnya.

Saat itu, ketika aku bisa melihatnya dari jauh. Aku tahu perasaan ini, perasaanku saat pertama kali melihatnya tersenyum. Senyuman yang tidak pernah kutemui sebelumnya. Dan kali ini aku... aku bisa mengatakan pada diriku kalau aku telah menemukan sesuatu yang... sangat unik, begitu nyata dan membuatku merasa bahwa kehidupanku akan terasa semakin hidup karenanya.

Brak!

Suara keras dari meja yang digebrak membuat para murid baru yang tengah menjalani masa orientasi siswa, atau lebih dikenal dengan MOS. Mengalihkan fokus mereka untuk tertuju pada sebuah meja di ujung kelas. Seorang murid laki-laki yang memiliki rambut serta mata hitam malam itu menatap tajam sosok anak baru dengan rambut kuning terang di depannya.

"Oi, kau pikir apa yang sedang kau lakukan?!"

Dengan wajah polos serta raut bingung, remaja pirang itu hanya mampu membalas, "Huh?"

Ruang kelas yang digunakan para murid baru kini hening seketika. Semua mata memandang kesatu titik, yaitu Ketua Osis Konoha High School dan anak baru bermata biru laut.

Merasa tidak tahu kesalahan apa yang sudah ia perbuat, remaja pirang itu berujar gugup. "A-ano... apa ada yang salah Ketua?"

"Bukankah membawa barang elektronik dilarang untuk para peserta baru? Kau itu tidak dengar atau apa? Jangan karena kau murid baru, aku akan berbaik hati padamu." Ketua Osis itu menjawab dengan nada datar yang terkesan dingin dan tajam. Lalu dengan tiba-tiba, pemilik mata hitam malam itu merebut benda yang sejak tadi berada dalam genggaman si anak baru. "Jika kau sayang pada benda ini, ambil saja sepulang sekolah di ruang osis, mengerti?! ini aku sita!"

"Eh, AH! GAME PERSONAKU!"

"Sampai acara ini selesai, benda ini aku yang pegang."

Remaja pirang itu mengerjap beberapa kali, "A-apa maksud ketu—APAAA?! DISITA?! OI, TUNGGU DULU!" begitu menyadari apa yang telah terjadi, remaja pirang itu segera berdiri dari duduknya dan menghentikan langkah Ketua Osis yang hendak keluar kelas.

"Apa ada masalah dengan itu?" murid baru yang mengenakan gakura hitam itu sedikit merinding melihat tatapan tajam yang laki-laki itu berikan. Remaja pirang itu cepat-cepat menggeleng kuat untuk menghilangkan perasaan ngerinya, bagaimanapun dia harus mengambil kembali game persona miliknya.

Menyadari adik kelasnya ingin mengatakan sesuatu, Ketua Osis Konoha membalik badannya. "Dengarkan dengan telingamu, peraturan tetaplah peraturan."

"Tapi, tidak ada yang bilang kalau tidak boleh membawa barang elektronik." Pemilik mata biru itu mencoba berkelit. Namun usahanya percuma, laki-laki yang hanya berbeda setahun darinya itu membuatnya membisu dengan ancamannya.

"Terserah mulutmu mau berkata apa. Peraturan tetaplah peraturan, sebaiknya kau terima jika kau masih sayang game ini."

"Ukh... ba-baiklah..."

Selepas perginya Ketua Osis, pemuda pirang itu mengacak-acak rambut kuningnya yang sudah berantakan. Rasa kesal berkecamuk dalam dadanya, bagaimanapun dia baru saja mendapatkan game itu dan sekarang benda itu sudah berpindah tangan. kenapa aku harus bertemu iblis di hari pertama sih?! Dasar sok! Orang sepertimu tidak pantas menjadi Ketua Osis, dasar setan! Itulah sederet kekesalan dan umpatan yang ingin ia keluarkan jika tidak mengingat apa akibatnya kalau sampai ia melakukannya. Membuat masalah di hari pertama, terlebih dengan Ketua Osis. Jika sampai neneknya tahu, pemuda itu menggelengkan kepalanya ngeri. Maaf saja dia masih sayang nyawa dan ingin menjalani masa mudanya.

.

.

.

Suara bel yang berbunyi menandakan waktu pulang sekolah membuat remaja pirang itu berseru girang. Dengan langkah terburu-buru, ia berlari menusuri lorong koridor untuk sampai ke ruangan yang terletak di lantai dua dengan plang bertuliskan 'Ruang Osis'. Setelah mengucapkan permisi terlebih dahulu, pemilik mata biru itu masuk dan menghampiri seorang gadis yang memiliki rambut merah muda. Untuk sesaat remaja pirang itu terpana dengan kecantikan gadis di depannya sebelum menggelengkan kepalanya.

"Eh? Apa tidak salah? Tolong dicari lagi!" Manik biru laut itu bergetar pelan mendengar perkataan Wakil Ketua Osis. "Mustahil... game-ku tidak ada? Bukannya ada di ruang osis?"

Haruno Sakura, Wakil Ketua Osis itu menggelengkan kepalanya lagi. "Tapi memang tidak ada laporan tentang penyitaan barang hari ini."

"Bohong! Yang mengambil game-ku itu Ketua Osis. Tolong dicek lagi, aku mohon..."

Sebuah sudut perempatan kini muncul di pelipis Sakura. Sudah berulang kali ia memeriksanya dan memang tidak ada. Tapi adik kelasnya ini sama sekali tidak mengubrisnya dan terus saja merengek dan jujur saja, itu menyebalkan.

"Sudah aku katakan tidak ada, lagi pula ini semua salahmu. SUDAH TAHU KAU ITU MURID BARU, KENAPA MALAH MEMBAWA GAME?!"

Remaja pirang itu mundur beberapa langkah begitu gadis di depannya membentaknya. Sial, Tak hanya Ketua Osis, Wakil Ketua Osis ternyata juga menyeramkan. Rugi rasanya tadi ia sempat terpana, kenapa perwakilan murid di sini semuanya menyeramkan? Apa jangan-jangan mereka itu mantan Yakuza atau Yankee?

Helaan nafas kini meluncur dari bibir yang mengerucut lucu, "Aneh... kenapa Wakil Ketua tidak tahu? Apa mungkin Ketua berbohong?" tak tahu harus berbuat apa, remaja pirang itu akhirnya melangkah pulang sambil meratapi game miliknya yang tak tahu bagaimana kabarnya sekarang.

"Semoga aku tidak bertemu dengannya lagi besok."

...

"Oi, junior pelanggar peraturan. Di mana angket datamu hah? cepat serahkan!"

Manik biru laut itu melebar ketika sosok yang tidak ingin ia temui, berdiri di depannya. Seperti biasa raut datar tanpa ekspresi itu terpatri di wajah pucat Ketua Osis. Jujur saja melihat wajahnya membuat pemuda pirang itu meringis kesal.

"Oh iya! Kembalikan game-ku! game itu baru bisa aku dapatkan setelah selesai ujian kelulusan!" serunya sengit.

"Siapa yang peduli dengan benda murah itu, itu bukan urusanku. Selain itu datamu harus segera kau kumpulkan. Cepat serahkan padaku dan jangan urusi hal tak penting."

Pemuda pirang itu mengerjap beberapa kali, apa tadi katanya? Benda murah? Tidak penting? Dengan kecepatan penuh pemilik mata biru laut itu mengisi angket data miliknya dengan seribu umpatan dalam benaknya. Apa-apaan dia?! Dasar setan jelek! Benda murah katanya?! Sembarangan saja senior itu! orangtuaku bukan, kenapa mengaturku sih?! Kenapa pula aku menurut saja?!

Remaja pirang itu terus bergumam tak jelas sambil sesekali mengerucutkan bibirnya. Ia sama sekali tidak menyadari tatapan yang terarah padanya dan sebuah senyum kecil terukir di wajah pucat ketua osis Konoha High School.

Setelah selesai mengisi angket, pemuda pirang itu segera menyerahkannya pada Ketua Osis. "Ini ambil, dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi seperti setan gentayangan!" serunya emosi.

"Kau pikir aku mau muncul di hadapan bocah tengik macam kau?" balas ketua dengan tatapan dingin dan meremehkan.

Pemuda pirang itu dapat merasakan darahnya mendidih dan naik ke atas kepalanya. "Ya ya, dan bocah tengik ini akan pergi dari hadapanmu!" setelah membuang muka, ia mengayunkan langkahnya besar-besar, meninggalkan Ketua Osis sendirian.

"Hn... jadi namanya Uzumaki Naruto." Seulas senyum tipis kembali hadir di wajah pucat Ketua Osis. Akhirnya ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Setelah melipat kertas yang berisi data pribadi adik kelasnya, ia menyimpannya di kantong celana dan mengayunkan kakinya sembari bersiul pelan.

.

.

.

Tidak sampai setengah hari, remaja pirang yang kini diketahui bernama Uzumaki Naruto kembali mengumpat kesal. Ia menyusuri koridor dengan langkah besar dengan wajah yang ditekuk. Baru saja, ada salah satu anggota Osis datang menghampirinya dan memintanya mengumpulkan angket data miliknya. Bukankah dia sudah memberikannya pada Ketua Osis sialan itu tadi pagi? Kenapa sekarang ditagih lagi?

Saat mata biru lautnya melihat sosok laki-laki dengan celana abu-abu serta sweater coklat muda dengan dua garis hitam di lengan kirinya. Naruto segera berlari ke arahnya dan menahan langkah orang yang sudah ia cari dari tadi.

Manik hitam yang selalu datar itu bertemu dengan biru laut. Sebelas alis Ketua terangkat mendapati adik kelasnya menatapnya kesal. "Ada apa?"

"Teme... bukannya ada apa, kenapa angket dataku tidak kau kumpulkan?" Naruto yang sudah kesal, tidak mempedulikan lagi kesopanan antara kouhai dan senpai. Saat ini mata birunya menatap sengit pada sosok di depannya ini.

"Angket data? Aku tidak pernah menerima angketmu." Perkataan datar tanpa beban dan terkesan polos itu membuat Naruto berdecak sebal. Sungguh, remaja pirang itu ingin menggeram gemas, apa laki-laki di depannya ini memang punya kepribadian ganda atau penyakit amnesia dadakan.

"Oi Ketua, bukankah tadi kau yang mengambil angket dataku, sampai memaksa. Kenapa sekarang kau—"

"Berisik, memang kapan aku memintanya darimu?"

"Apa katamu? Jangan berpura-pura tak tahu, dasar iblis."

"Siapa yang kau panggil iblis? Namaku Uchiha Sasuke, ingat itu baik-baik."

Sudut perempatan kini mulai banyak bermunculan, "Berisik! Terserah, aku tidak tanya namamu, cepat kembalikan angket dataku!" Naruto mengerang frustasi, ada apa dengan isi kepala ketua sialan ini?

Sasuke terkekeh pelan menanggapi Naruto yang mulai senewen. "Hee~ lucunya, wajahmu itu membuatku yakin kalau kau itu memang dobe."

Ctak!

"TEME, JANGAN SEENAKMU SAJA! DASAR IBLIS BERTOPENG!" Oh tali kesabaran Naruto kini putus, jangan salahkan dia. Remaja pirang itu sudah berusaha bersabar menghadapi kegilaan ketua osisnya.

"Apa kau bilang? Apa kau sadar kau itu telah menghina—"

"Iblis bertopeng cerewet!" Seakan tuli, Naruto terus mengatai Sasuke dengan umpatan konyol dan kelakukannya yang seperti bocah. "Dasar iblis bertopeng, siluman bertopeng, jelek, botak, aneh, tukang mengambil barang orang, seenaknya saja sendiri, ketua osis yang tidak tahu diri, aku malu punya senior macam kau!

Sasuke memandang adik kelasnya yang sudah lepas kendali. Pemuda pirang itu terus mencercanya tanpa mempedulikan bahwa kini mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian. Naruto mengepalkan tangannya, rasa kesalnya masih membuatnya ingin mengoceh lebih banyak.

"Membuatku kehilangan game yang aku dapatkan susah payah. Memaksaku untuk menulis angket dan sekarang kau menuduhku ceroboh! Jangan hanya karena aku anak baru kau bisa dengan seenaknya mengerjaiku!"

"Cukup, jaga ucapanmu!"

Naruto seketika mengatupkan bibirnya saat Sasuke memukul dinding yang berada di belakangnya. Ketua Osis Konoha menyipitkan matanya, menatap tajam dan membuat manik biru laut itu bergetar. "Kau... apa kau tahu kalau aku bisa saja mengeluarkanmu dari sekolah ini? Jika sekali lagi kau tidak bisa diam, maka tinggalkan sekolah ini."

Manik biru laut Naruto memandang lurus pada onix di depannya. Mencoba mencari kebohongan ataupun candaan dari kata-kata Sasuke. Namun ia sama sekali tidak menemukan bahwa ancaman itu hanyalah omong kosong. Sasuke benar-benar akan melakukan ancamannya jika dia masih bertingkah kurang ajar.

Naruto menghela nafas lelah dan menyenderkan punggungnya pada dinding. Merasa pemuda di depannya sudah tenang, Sasuke melembutkan tatapannya dan memasukan kedua tangannya pada saku celana.

"Maaf..." suara pelan dan lemah itu terdengar dari bibir Naruto yang tengah ia gigit. Rasa bersalah tergurat jelas di wajah tan dengan tiga garis halus di kedua pipinya. "Tapi, aku memang sudah menyerahkan angketku pada Ketua. Dan kenapa sejak kemarin, ketua terus saja mempermainkanku? Harusnya di sini aku yang marah, kenapa justru ketua yang marah dan mengancamku?"

Sasuke sedikit bergeming saat melihat kedua mata laki-laki di depannya itu berkilat. Bukan kilat akan amarah, melainkan karena adanya kumpulan air yang ingin jatuh dan mengaliri pipi pemuda itu. Jujur saja, jantung Sasuke mulai menggila tanpa ia tahu apa penyebabnya. Laki-laki dengan rambut raven itu menghela nafas sejenak sebelum kembali menatap Naruto yang masih menunduk.

"Tidak peduli apapun alasannya, kau harus bisa menjaga emosimu dan bersikap sopan pada senior."

Naruto memalingkan wajahnya, "Aku tahu itu... tapi aku juga punya batas kesabaran. Dan lagi ini seperti aku sedang dikerjai olehmu." Saat setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya, cepat-cepat Naruto menyeka dengan lengannya. "Aku... aku merasa dibodohi oleh ketua, aku kesal... rasanya apapun yang aku lakukan salah di matamu. Aku minta maaf karena sudah bicara kasar, tapi ini semua karena..."

Pemuda pirang itu tak melanjutkan kata-katanya saat ia merasa seseorang tengah mengusap puncak kepalanya. Naruto mengangkat wajahnya hanya untuk bertemu dengan tatapan lembut yang baru kali ini ia lihat.

"Maafkan aku karena membuatmu emosi, tapi aku sangat berharap kau mau sedikit memaklumi. Kami di sini adalah pembimbing, apapun yang kami katakan, cukup kalian lakukan." Sasuke menjauhkan tangannya dan mulai berbalik, namun sebelum ia melangkah pergi. Remaja dengan rambut hitam itu menatap Naruto lagi. "Selain itu jangan membuat raut wajah seperti itu lagi, laki-laki tidak seharusnya menangis hanya karena hal kecil."

Naruto mendengus pelan, walau nada bicaranya tidak setajam dan sedingin tadi. Tetap saja kata-kata terakhir Sasuke membuatnya kembali kesal. Namun rasanya ada sesuatu yang berbeda kini. Naruto memandang punggung Sasuke yang mulai menjauh sebelum menghilang di balik kerumunan para siswa.

...

Hari ketiga MOS, seharusnya remaja pirang itu senang karena hari ini adalah hari terakhir. Lusa ia sudah bisa masuk sekolah dan resmi menjadi murid kelas satu sekolah menengah atas Konoha. Tapi saat ini ada yang salah dengan isi kepalanya. Sejak kejadian kemarin, ketika insiden lepas kendali dengan Ketua Osis. Naruto jadi sering kepikiran ketika ketua menyebalkan itu tiba-tiba saja mengusap puncak kepalanya dengan lembut.

Suara tepukan tiba-tiba membuat mata biru lautnya tertarik. Di depan ruang kelas kini berdiri Haruno Sakura. Gadis yang semula membuat Naruto terpana sebelum berjengit kaget dan takut akibat sifatnya yang berubah sangar. Lalu di samping wakil ketua osis terdapat sosok laki-laki yang sudah sejak semalam mengganggu pikiran Naruto.

"Untuk penutupan acara, kami para pengurus osis akan meminta kalian untuk saling bertukar." Seperti biasa, wajah Sasuke selalu datar tanpa ekspresi berarti. Sakura yang berada di sampingnya kembali melanjutkan ucapan Sasuke sambil tersenyum manis.

"Nah~ yang harus ditukar adalah... pakaian kalian! Bagi murid-murid baru segera saling bertukar seragam dengan lawan jenis kalian."

"Eh, itu artinya...?"

.

.

.

"IDE GILA SIAPA INI?! JANGAN BERCANDA!"

"Ide gilaku, ada masalah?" seruan para murid laki-laki yang semula ricuh kini padam begitu Sasuke berujar.

Tidak bisa membantah perintah Ketua Osis, para murid-murid baru mulai saling menukar seragam mereka. Lima belas menit kemudian para murid perempuan sudah memakai kemeja dengan celana panjang, sementara para murid laki-laki harus menerima keadaan mereka yang kini memakai rok di atas lutut.

"Habis sudah, aku tidak akan bisa menikah."

"Bulu-bulu kaki ini membuatku terlihat menjijikan."

"Hei ada yang memiliki rok lebih besar? Aku tidak muat memakai rok ini!"

Naruto menghela nafas lelah, apa pemilik sekolah ini tidak tahu bahwa mereka memiliki pengurus osis dengan kadar kegilaan melewati batas maksimum? Untuk kesekian kalinya Naruto menarik rok bercorak kotak-kotak dengan warna biru gelap yang ia kenakan. Jari-jari tangannya mencoba merapikan rambutnya yang berantakan, dan apa-apaan jepit rambut dengan model strawberry ini? siapa yang dengan isengnya memakaikan jepitan buah di poni kirinya.

"Uwa! Ternyata ada juga laki-laki yang cocok melakukan crossdress!"

Naruto melirik malas pada sosok remaja laki-laki dengan rambut coklat di depannya. Manik biru lautnya memperhatikan penampilan laki-laki di depannya. Rambut coklat yang ia kuncir dengan gaya twintail. Lengan kemeja yang ia gulung sampai siku dan senyum lebar yang memperlihatkan gigi taring yang lebih runcing dari kebanyakan orang.

Senyum bodoh dari remaja di depannya membuat Naruto ikut nyengir. Sepertinya dia sudah menemukan calon teman yang bisa ia ajak bertingkah bodoh. Naruto mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum manis, "Aku manis tidak?" tanyanya.

"Hahaha! Ya kau manis, cocok!" tawa pemilik rambut coklat itu sembari mengacungkan kedua ibu jarinya. Naruto tertawa renyah lalu dengan sengaja menyibak roknya dan memperlihatkan boxer kuning cerahnya. "Aku tahu aku manis, tapi jangan naksir. Aku ini pisang."

Akibat tingkah bodoh Naruto, remaja laki-laki itu tertawa terbahak-bahak hingga mengeluarkan air mata. Naruto semakin menyengir lebar, dia selalu suka membuat orang-orang di sekitarnya tertawa. Ingin membuat calon teman pertamanya kembali tertawa, Naruto sudah berjoget ala hawai, masih dengan memamerkan celana boxernya.

"Berhenti bertingkah bodoh, dobe." Teguran yang disusul pukulan di kepala Naruto membuat remaja pirang itu berjongkok sembari mengaduh. "Apa kau tidak lihat tatapan risih dari para murid perempuan? Ck, kalau sudah begini siapa yang sebenarnya tidak punya malu?" Sasuke kembali berujar dan tertawa hambar.

Naruto mengerucutkan bibirnya lalu kembali berdiri dan menatap Sasuke sengit. "Berisik," ujarnya dan memeletkan lidahnya sebelum pergi meninggalkan Sasuke.

Namun langkahnya tertahan saat tangan Sasuke menarik pergelangan Naruto. Remaja pirang itu menatap tangannya sebelum menatap Sasuke meminta penjelasan. Ketua osis Konoha hanya diam lalu menarik Naruto menuju ke tengah kelas yang kini sudah lenggang tanpa adanya kursi dan meja. Suara musik terdengar mengalun lembut dari speaker. Naruto memperhatikan sekitarnya dan baru menyadari bahwa para murid baru tengah berdansa bersama dengan para pengurus osis. Setelah mengetahui alasan Sasuke menariknya ke tengah ruangan, Naruto kembali menatap Sasuke.

"Aku tidak bisa berdansa, ketua."

Sasuke tersenyum kecil, "Tenang saja, itu mudah. Aku akan mengajarimu."

"Aku tidak bisa dan lagi kenapa aku harus berdansa denganmu?"

Kesal dengan penolakan Naruto, ketua osis Konoha berdecak sebal. "Sudahlah, pertama peganglah tangan patnermu."

"Tu-tunggu dulu!"

"Lalu saat akan menari, peluk dan pegang bagian pinggangnya."

"Uwa! Lepaskan tanganmu, ini menjijikan!"

Seakan tidak mendengar racauan Naruto, remaja dengan rambut hitam itu tetap memeluk Naruto dan membiarkan jarak mereka terkikis pelan-pelan. Wajah Naruto kini sudah memerah, beberapa kali dia berusaha untuk melepaskan pelukan Sasuke.

"Diam dan nikmati saja."

Nikmati apanya?! Naruto ingin sekali meninju wajah Sasuke saat ini, ya kalau saja laki-laki itu tidak sedang memasang senyum lembut yang membuat jantungnya mendadak berdetak cepat. Akhirnya, Naruto mengalah. Ia membiarkan Sasuke membimbingnya dalam dansa yang tidak ia tahu apa namanya. Remaja pirang itu terus menunduk, tidak berani untuk menatap mata Sasuke yang jelas-jelas dapat ia rasakan bahwa laki-laki itu tengah menatapnya.

...

"Penutup acara penerimaan murid baru telah selesai, terimakasih kepada peserta baru yang telah mengikuti acara ini. Semoga kalian menikmatinya dan dengan ditutupnya acara ini, kami selaku pengurus osis mengucapkan selamat datang di Konoha High School."

Usai pidato singkat dari ketua osis Konoha, tepukan tangan terdengar riuh dan menggema di dalam ruang olahraga. Naruto yang berada di barisan kedua dapat dengan jelas melihat sosok Sasuke yang penuh karisma dengan senyum menawan di parasnya. Saat tanpa sengaja tatapan mereka berdua bertemu, Naruto mengalihkan wajahnya tanpa ia sadari.

Dentuman di dalam dadanya belum juga surut dan justru semakin menjadi. Remaja pirang itu menarik nafas sebelum menghembuskannya perlahan, berharap dengan begitu ia menjadi lebih tenang. Sial... Naruto yakin wajahnya pasti sudah memerah, kenapa dia yakin begitu karena darahnya seakan mendidih dan naik ke atas kepalanya.

"Ini semua salah ketua sialan itu..." gumamannya kesal karena jantungnya tak juga berdetak normal.

.

.

.

To Be Continue...